Florence tersentak saat tiba-tiba mobil yang ia tumpangi berhenti mendadak. Wanita itu dengan gerakan cepat memegangi perutnya berusaha melindungi bayi yang tumbuh di rahimnya. Florence menatap sang supir dengan mengangkat satu alisnya.
"Ada apa?" Tanya Florence pelan dengan suara yang khawatir.
"Ada seseorang yang tertabrak nyonya."
"Siapa?"
Benar saja setelah ucapan Florence lama-kelamaan sudah berkumpul orang di depan mobilnya. Florence pun turun namun tetap dihalangi bodyguard Leonardo.
"Tolong tetap di dalam nyonya."
"Aku ingin lihat korbannya."
"Tapi Nyonya_"
"Ini perintah!" Ucap Florence menalak ucapan bodyguard Leonardo.
"Baik Nyonya."
Florence benar-benar keluar dari mobilnya dan menghampiri kerumunan itu. Langkah kakinya memelan saat menatap punggung pria yang tengah memunggunginya, netra milik Florence menatap pria itu yang mulai membersihkan jas nya yang kotor, tak lama pria itu membalikkan tubuhnya da
Florence menatap kepergian suaminya, punggung suaminya yang mulai menjauh dan ditelan oleh pintu, Florence menatap sekilas pada ponselnya yang berdering. Wanita itu mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal, ia mengernyitkan dahinya lalu tetap meletakkan ponsel itu ditelinga kanannya."Halo?""Hai, Cia."Florence menegang kaku ditempatnya saat ini, suara jernih dari ujung telepon membuatnya kembali teringat akan sosok Edward, dan panggilan khas yang diberikan pria itu benar-benar mengganggu Florence. Florence langsung memperbaiki posisi duduknya, menelan salivanya susah payah lalu kembali menghela napasnya lembut."Edward?""Ya, Cia. Ini aku Edward." Ucap suara itu dengan nada girangnya."Dari mana kau dapat nomorku?""Temanmu yang memberikannya.""Siapa?""Yang tadi siang bersamamu."Floren
Edward menarik lengan Florence dan tanpa kata melumat bibir Florence rakus. Florence berontak di dalam kungkungan pria itu, Wanita itu memukul dada Edward keras namun tak sedikit pun menghentikan tindakan kurang ajar pria di hadapannya saat ini. Merasa diperlakukan sangat rendah Florence membulirkan air matanya deras, yang ada dipikirannya hanya nama Leonardo, suaminya.Florence dengan cepat mendorong tubuh Edward sekuat tenaga dan menatap sekilas wajah pria itu sebelum menamparnya keras.Plak!Napas Florence memburu, ia menatap penuh kekecewaan pada Edward, hati kecilnya tak menyangka bahwa teman masa kecilnya yang begitu melindunginya ternyata memperlakukannya begitu rendah."Apa yang kau lakukan?!" Sentak Florence dengan tangis yang sudah meraung."Mengklaim mu!" Jawab Edward dengan seringainya."KAU KETERLALUAN!""Dan kau penyebab aku melakukan semua itu, Cia!""Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi! Cia-mu su
Leonardo keluar dari dalam mobilnya dan menjalankan kakinya memasuki ruang bawah tanah dari sebuah club ternama. Pria itu membuka pintu baja dan menatap beberapa temannya yang sudah tersenyum miring menyambut kedatangan Leonardo."Kau akan bertarung malam ini?""Ya." Balas Leonardo melepas kancing jasnya."Ayo ikut aku, kita akan bersiap."Leonardo mengangguk dan mengikuti langkah kaki temannya menuju salah satu ruangan tempat latihan tarung.Ya, saat ini Leonardo tengah berada di tempat tinju ilegal terbesar di New York. Pria itu ingin menyalurkan kekesalannya setidaknya ia ingin mengantarkan dua atau tiga orang menuju kematian agar ia merasa puas."Steve!" Panggil Leonardo pada temannya yang tengah menyiapkan pakaian tinju untuk dipakai Leonardo."Ya, kau pakailah ini."Leonardo menganggukkan kepalanya, ia kemudian mengganti pakaian formalnya denganpakaian tinju yang sudah disiapkan oleh Steve.Leonardo sudah kel
Arthur kembali merlirikkan matanya kearah Leonardo yang memeluk lututnya erat. Pria yang sudah tak lagi muda itu dengan cepat menarik kerah kemeja Leonardo dan menghentakkan tubuh itu ke dinding."PUAS KAU! PUAS KAU TELAH MENGAMBIL APA YANG PALING BERHARGA UNTUKNYA!" Sentak Arthur tepat di depan wajah Leonardo."Arthur." Tabitha melirih dan kembali mendekati suaminya."KAU SANGAT KURANG AJAR! KAU LEBIH MENJIJIKKAN DARI PADA BINATANG! DADDY TAK PAHAM MENGAPA DADDY PUNYA ANAK SEPERTI DIRIMU LEONARDO!" Sentak Arthur lagi semakin menekan tubuh Leonardo bahkan tangan kanan Arthur sudah mencengkram erat leher pria itu."Arthur, jangan ku mohon..." Lirihan Tabitha kembali terdengar di telinga Arthur.Perlahan cengkraman tangan Arthur melemah, ia melepaskan putranya hingga tubuh Leonardo langsung merosot kebawah."MINTA MAAF PADA DIA! JIKA KAU BELUM MENDAPATKAN MAAF DARINYA JANGAN HARAP KAU BISA MEMANGGIKU DENGAN SEBUTAN 'DADDY' LAGI!!" Teriak Arthu
Leonardo menatapnanar pintu ruangan Florence, pria itu menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang bergetar."Apa yang kau katakan benar, Flo. Aku pembunuh." Lirih Leonardo dengan menatap tangannya yang bergetar.Sementara di dalam ruangan, Florence seakan benar-benar kehilangan dunianya. Wanita itu sama sekali tak berucap, ia hanya mampu menangis dan menangis. Cathrine yang berada tepat di samping Florence pun ikut menitikkan air matanya seraya membelai surai Florence."Kau harus kuat." Bisik Cathrine.Florence tak menanggapi ucapan Cathrine, ia seakan benar benar hanya mampu mengunci mulutnya rapat-rapat. Tabitha melepaskan pelukan Arthur dan berjalan mendekati Florence."Mommy tau apa yang sudah dilakukan Leonardo sangat keji terhadap mu ataupun bayi kalian. Namun Flo, apa tak ada sama sekali pintu maaf untuk Leo dari dirimu?" Tanya Tabitha hati-hati. Arthur mendekati Tabit
Reoxane mengetuk pintu kamar Leonardo beberapa kali hingga terdengar sahutan dari dalam. Reoxane pun menjalankan kakinya memasuki kamar gelap milik bossnya itu. "Kita diundang oleh Mr. Xavier." "Aku tak akan datang." "Ayolah Leo, ini pernikahan putri tunggal Mr. Xavier, lagi pula kau tau betul kan bagaimana dekatnya Mr. Xavier dengan Daddy mu?" "Lalu apa urusannya denganku?" "Kau bisa bertemu dengan Daddy dan Mommy mu disana." "Aku tak perduli." "Leo, Daddy ku bilang Uncle Arthur akan kesana. Setidaknya pergunakan ini untuk kembali menjalin hubungan baik dengannya." "Reo, dia sendiri yang membuangku layaknya sampah." "Apa maksudmu?" "Saat aku depresi kemana mereka? Yang ada hanya adikku!" "Leo, asal kau tau. Selama ini orang tuamu tetap mengawasimu, bahkan dokter yang mengurusmu selama kau depresi adalah suruhan Uncle Arthur." "Apa mak
Leonardo menatap Florence tak berkedip, tangannya terulur untuk menyentuh lengan Florence namun dengan cepat di tepis oleh wanita itu."Jangan menyentuhku!""Flo, dengarkan aku.""Babe?" Perhatian semua orang kini tertuju pada seorang pria di belakang Florence. Florence menegang ditempatnya saat tubuhnya tiba-tiba dibawa masuk ke dalam dekapan pria itu."Ada apa?" Tanya pria itu lembut."Pria ini membuatku takut." Adu Florence dengan menengadahkan kepalanya."Siapa?""Dia." Florence menunjuk Leonardo."Siapa dia Flo?" Tanya Leonardo dingin."Aku Jack, suami Florence." Ujar pria itu dengan senyum manisnya."Tak mungkin, kita belum berpisah!""Tujuh bulan yang lalu, apa kau masih ingat kau menandatangani surat tanpa sadar, itu adalah surat perpisahan kita!""Tak mungkin!""Kau lah yang menyakiti kita berdua Leonardo!""Tidak
"Baiklah." Jawab Florence dengan anggukan kecil.Leonardo langsung tersenyum bahagia, ia ingin sekali kembali merengkuh tubuh Florence, namun ia sadar. Kesalahannya terlalu besar, dan ini adalah masa renggangnya dengan Florence. Leonardo akan memberikan wanita itu waktu untuk menenangkan dirinya sebelum kembali menerimanya di dalam hidupnya kembali.Leonardo kembali menurunkan penglihatannya pada Alaizya. Ia kecup lembut puncak kepala bayi itu, lalu jarinya ia ulurkan untuk membelai dahi bayinya sayang."Maafkan Daddy, Daddy berjanji akan menjagamu." Tutur Leonardo penuh keyakinan."Jadi kapan kalian akan menikah lagi?"Sontak saja ucapan Arthur berhasil membuat Leonardo maupun Florence terhenyak. Mereka berdua sama-sama menatap Arthur tanpa berkedip."Ayolah, ini sudah cukup lama memberimu pelajaran. Dan Alaizya juga ingin diperlakukan baik oleh Daddy-nya." Ucap Arthur lagi."Yang dikatakan Daddy mu benar, Leo. Kalian harus secepatny