Florence menikmati ice cream ditangannya sementara Leonardo menyetir mobilnya, sesekali Florence memberikan ice creamnya berbagi dengan sang suami. Dan Leonardo pun tak menolak.
Setelah ice creamnya habis, Florence bingung ia tak menemukan tisu untuk mengelap tangannya yang lengket. Leonardo yang mengerti dengan kondisi istrinya pun langsung menangkap tangan Florence dan membersihkan jari jemari Florence kedalam mulutnya, tak ada rasa jijik atau apapun dalam diri Florence, sebaliknya wanita itu tampak tersenyum bahagia.
Setelah dirasa jari jemari Florence sudah bersih, Leonardo pun mengecup satu persatu jari istrinya dan menempatkan tangan wanita itu ke paha kirinya.
Florence tersenyun simpul, ia lalu meraih anggur yang ada di hadapannya. Lalu memakan anggur itu, entahlah ia senang sekali mengemil akhir-akhir ini.
Saat tangan Florence akan menyuapi mulutnya anggur, tangan itu melayang dan berhenti tepat di depan mulut Leonardo. Florence mengerti ia pun me
Gia menjalankan kakinya menjauhi mobil Loenardo yang juga perlahan mulai menghilang. Wanita itu sesekali mengusap air mata yang perlahan mulai menurun. Tangannya bergetar menyentuh dadanya yang sesak, sesekali ia menutup matanya berharap rasa sesak itu hilang dari dadanya.Tangannya yang tadi memegang buket bunga Leonardo perlahan naik dan ia menatap buket bunga mawar yang di rancang indah, buket bunga itu milik Florence bukan miliknya. Ia kembali mengalirkan air matanya."Mengapa nasibku sangat sedih seperti ini Tuhan." Ucap Gia dengan menaikkan kepalanya menatap langit hitam yang hanya bertabur beberapa bintang.Benar saja tak lama hujan turun, Gia tetap berada di tempatnya. Tak lama sebuah payung melindunginya. Gia menatap pada sebuah tangan besar yang tepat berada di sisi kanannya. Ia menengadahkan kepalanya menatap si pelaku. Gia menatap wajah itu, ia langsung menubrukkan tubuhnya memeluk erat dada bidang pria yang ada dihadapannya."Sst, menangislah
Leonardo membeku ditempatnya saat mendengar bahwa Michell telah tewas. Ia mejalankan kakinya mendekati Maxime dan menatap pria itu penuh keseriusan."Jangan bercanda Max!" Ucap Leonardo dengan tegas."Aku tak bercanda, Leo. Temanku yang satu unit dengan Michell menemukan Michell sudah tewas di dalam kamarnya.""Tapi bagaimana bisa! Ini pasti ada sangkut pautnya dengan sindikat itu.""Bisa jadi.""Kita lihat."Leonardo lalu menjalankan kakinya keluar dari ruangan Maxime, diikuti oleh Maxime dari belakang. Leonardo dengan cepat menaiki motornya sementara Maxime berlari memasuki mobilnya. Leonardo mengemudikan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata ia tak perduli orang akan mencacinya, yang terpenting adalah ia bisa mengetahui penyebab dari kematian Michell.Leonardo memberhentikan motornya tepat didepan apartemen milik Michell. Diikuti oleh Maxime yang juga sudah keluar dari mobilnya. Kedua orang itu sama-sama berdiri tepat didepan
Leonardo menatap pada Alfonzo, ia menegakkan duduknya dan semakin menatap penuh intimidasi pada lawan bicaranya."Apa maksud dari ucapanmu?" Tanya Leonardo dengan mengangkat satu alisnya."Ya, seperti yang kau ketahui aku mencoba untuk mendekati Gia lagi. Dan ternyata wanita itu mau menerimaku kembali.""Bagus kalau begitu, jadi kau bisa menikahinya nanti." Jawab Leonardo acuh."Apa kau sama sekali tak memperdulikan Gia lagi?""Aku perduli, namun kau harus ingat. Aku dan dia hanya sebatas kakak adik tak lebih." Sanggah Leonardo tajam."Well, aku tau.""Lalu untuk apa kau kemari?""Aku kemari hanya ingin berterimakasih padamu Leonardo." Ucap Alfonzo menjeda dan menaikkan penglihatannya menatap wajah tegas Leonardo."Atas?""Karena kau yang mendatangi mansionku waktu itu. Sebab itulah aku mulai berpikir dengan saran yang kau aj
Leonardo dan Alfonzo sama sama menatap kedua wanitanya didepan mereka yang tengah sibuk berpelukan. Leonardo berdehem menyadarkan kedua wanita di depannya hingga membuat Florence melepas pelukannya pada Gia."Jadi kalian sudah berdamai?" Tanya Alfonzo dengan mengangkat satu alisnya."Tidak ada pertengkaran diantara kami." Sanggah Florence dengan senyum manisnya."Ya, Florence benar. Kami tak bertengkar." Tambah Gia dengan mengapit tangan kanan Florence."Baguslah." Komentar Leonardo pendek.Florence mendengus menghadapi Leonardo yang tampak sangat acuh, padahal jika dipikirkan masalahnya dengan Gia berhubungan dengan Leonardo. Namun lihatlah pria itu tampak sangat tenang ditempatnya berdiri."Adakah respon lain selain 'baguslah'?" Tanya Florence dengan menekan kata 'baguslah'.Leonardo dengan gerakan cepat namun tetap hati-hati menarik pergelangan tangan Florence hingga tubuh istrinya menabrak dada bidangnya yang keras."Jangan
Florence menatap sendu pada Abigial, sesekali wanita itu melirik takut pada sepupunya. "Abi dengarkan aku ...""Tak ada yang perlu kau katakan Flo!""Abi_" Abigail menjalankan kakinya kearah pintu utama mansion berhenti disana dan membalikkan tubuhnya berhadapan dengan Florence."Aku sangat iri pada hidupmu, sejak kecil kau selalu diistimewakan oleh Mommy ku, apa aku pernah protes akan hal itu? Tidak kan? Lalu saat Mommy meminta mu untuk tetap tinggal dirumah sementara aku bekerja, apakah aku berontak? Tidak kan? Itu semua karena aku selalu memandam rasa iri ku, Flo!""Abi, kau salah paham. Aku bukan tetap diam dirumah aku ikut bekerja.""Pembohong!""Abi_""Sadarkah kau Flo, salah satu alasan mengapa aku pergi dari apartemen adalah karena mu, aku sesak saat kau berada didekatku!""Abigail, aku_" Ucapan Florence terhenti saat m
Florence tersentak saat tiba-tiba mobil yang ia tumpangi berhenti mendadak. Wanita itu dengan gerakan cepat memegangi perutnya berusaha melindungi bayi yang tumbuh di rahimnya. Florence menatap sang supir dengan mengangkat satu alisnya."Ada apa?" Tanya Florence pelan dengan suara yang khawatir."Ada seseorang yang tertabrak nyonya.""Siapa?"Benar saja setelah ucapan Florence lama-kelamaan sudah berkumpul orang di depan mobilnya. Florence pun turun namun tetap dihalangi bodyguard Leonardo."Tolong tetap di dalam nyonya.""Aku ingin lihat korbannya.""Tapi Nyonya_""Ini perintah!" Ucap Florence menalak ucapan bodyguard Leonardo."Baik Nyonya."Florence benar-benar keluar dari mobilnya dan menghampiri kerumunan itu. Langkah kakinya memelan saat menatap punggung pria yang tengah memunggunginya, netra milik Florence menatap pria itu yang mulai membersihkan jas nya yang kotor, tak lama pria itu membalikkan tubuhnya da
Florence menatap kepergian suaminya, punggung suaminya yang mulai menjauh dan ditelan oleh pintu, Florence menatap sekilas pada ponselnya yang berdering. Wanita itu mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal, ia mengernyitkan dahinya lalu tetap meletakkan ponsel itu ditelinga kanannya."Halo?""Hai, Cia."Florence menegang kaku ditempatnya saat ini, suara jernih dari ujung telepon membuatnya kembali teringat akan sosok Edward, dan panggilan khas yang diberikan pria itu benar-benar mengganggu Florence. Florence langsung memperbaiki posisi duduknya, menelan salivanya susah payah lalu kembali menghela napasnya lembut."Edward?""Ya, Cia. Ini aku Edward." Ucap suara itu dengan nada girangnya."Dari mana kau dapat nomorku?""Temanmu yang memberikannya.""Siapa?""Yang tadi siang bersamamu."Floren
Edward menarik lengan Florence dan tanpa kata melumat bibir Florence rakus. Florence berontak di dalam kungkungan pria itu, Wanita itu memukul dada Edward keras namun tak sedikit pun menghentikan tindakan kurang ajar pria di hadapannya saat ini. Merasa diperlakukan sangat rendah Florence membulirkan air matanya deras, yang ada dipikirannya hanya nama Leonardo, suaminya.Florence dengan cepat mendorong tubuh Edward sekuat tenaga dan menatap sekilas wajah pria itu sebelum menamparnya keras.Plak!Napas Florence memburu, ia menatap penuh kekecewaan pada Edward, hati kecilnya tak menyangka bahwa teman masa kecilnya yang begitu melindunginya ternyata memperlakukannya begitu rendah."Apa yang kau lakukan?!" Sentak Florence dengan tangis yang sudah meraung."Mengklaim mu!" Jawab Edward dengan seringainya."KAU KETERLALUAN!""Dan kau penyebab aku melakukan semua itu, Cia!""Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi! Cia-mu su