Share

3

Penulis: Noerally
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-22 15:12:03

Mataku mengerjap pelan saat sebuah cahaya yang masuk dari sela-sela jendela mengusik lelapnya tidurku. Udara pagi ini terasa dingin tapi menyejukan, menghipnotisku agar tak beranjak dari busa empuk ini. Aku melirik jam di samping kasur, menunjukan angka enam.

Sesekali aku menguap perlahan lalu merenggangkan otot tubuhku. Tak butuh waktu lama, aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin dari shower berhasil menyadarkan tubuhku secara sempurna.

Selesai mandi, aku berjalan keluar dengan handuk yang masih melilit di tubuh, kemudian duduk di depan meja rias berkaca lebar. Lalu dengan cekatan memakaikan rangkaian produk kecantikan untuk menjaga kulitku. Setelah dirasa cukup, aku segera bergegas untuk memakai seragam sekolah.

Setelah rapi bersolek, aku segera turun ke bawah menuju meja makan. Pak Jonathan sudah menunggu dengan beberapa maid di belakangnya. "Selamat pagi, Nona!" Sapa mereka hampir bersamaan. Aku tersenyum menanggapi, lalu mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai coklat, dengan lahap kumakan. Perut sudah terasa kenyang, tak lupa ku teguk segelas susu hangat yang sudah tertata rapi di atas meja.

"Pak jo, apa anda sudah sarapan?" tanyaku pelan.

Beliau tersenyum, "Sudah, Nona …."

Aku menatap lurus ke arah meja makan, rasa sepi kembali menyeruak ke relung hati. Bunda dan Ayah belum pulang, mereka terlalu sibuk mencari uang. Alasan yang seringkali kudengar begitu sederhana, 'kami bekerja hanya untuk membuatmu bahagia.' Aku tersenyum sinis kala mengingat perkataan mereka itu. Belum cukupkah harta sebanyak ini? Bahkan untuk sekedar sarapan bersama pun rasanya sulit. Entah kapan terakhir kali kita sarapan bersama. 

"Pak Jo, aku ingin berangkat ke sekolah sendiri, tolong siapkan aku sebuah kendaraan. Mungkin ... sebuah sepeda motor sudah cukup," ucapku sembari membersihkan mulut dengan tissue.

Lelaki dewasa itu terlihat kaget dengan apa yang kupinta, "Mo-motor? tapi …,"

Aku memutar bola mata malas, "Pak, tolonglah ... aku bosan jika harus di antar jemput."

"Baiklah, Nona. Tetapi anda harus tetap dalam pengawasan kami," ucapnya meyakinkanku.

Segera saja aku mengangguk patuh diiringi tawa lebar. Pak Jonathan bergegas menyiapkan apa yang kupinta. Tak perlu menunggu waktu yang lama, di halaman depan sudah terpajang rapi sebuah kendaraan beroda dua yang kupinta. Tanpa menunggu aba-aba, segera naik ke motor itu.

"Aduh, Nona. Hati-hati ... tolong jangan mengebut," ucap Pak Jo dengan nada khawatir.

Aku tersenyum licik, dengan cepat ku tarik pedal gas sepeda motor itu. Dari belakang, aku dapat mendengar teriakan para maid dan Pak Jonathan yang mampu membuatku tertawa renyah.

Jalanan di Ibukota negara ini cukup padat meskipun masih pagi hari. Tetapi untungnya jalan yang kupilih tak macet. Sesekali aku berhenti di pinggir jalan, aku menoleh ke belakang. Mobil yang dikendarai Pak Jonathan masih setia mengikutiku.

Setelah menempuh perjalanan cukup lama sekitar 30 menit. Aku sampai tepat di halaman luas sebuah sekolah elit di kota ini. Beberapa murid melihatku dengan tatapan heran dan kagum, mungkin baru pertama kali melihat seorang murid perempuan mengendarai motor yang sepantasnya dipakai oleh anak laki-laki.

Aku berjalan cepat menaiki tangga sebelum masuk ke gedung sekolah, kulihat banyak murid yang dihukum di depan sana. Salah satunya adalah Princess Rachel, aku tertawa melihatnya mengangkat kedua tangan dengan posisi tegap. Beruntunglah aku memakai seragam lengkap dengan aksesorisnya.

Saat melewati setiap tangga menuju lorong kelas, dapat kulihat gerombolan para murid mulai dari laki-laki ataupun perempuan. Tak heran, ada pula yang sedang berpacaran. Lantai kelasku berada di lantai dua. Sampai di depan pintu berwarna coklat tua, ku geser pintu itu. Serentak para murid yang tengah asyik dengan kegiatannya masing-masing ikut menoleh. Aku tersenyum menyapa mereka, Mila dan Loli lantas berlari menuju ke arahku, kemudian dengan cepat mengapit kedua lengan tanganku.

"Pagi, Vey!" sapa kedua orang itu.

"Ya ... selamat pagi juga," balasku sambil tersenyum.

Kami lantas segera duduk di bangku masing-masing, "Vey, lo masih berani berangkat ke sekolah?" bisik Loli.

Dengan cepat Mila mencubit tangan Loli, "Heh, lo itu ya ... dibilangin nggak usah bahas masalah itu!"

Loli terlihat kesakitan sambil mengusap tangannya yang dicubit, "Duh, sakit tau! gue cuma nanya kok!"

"Emangnya kenapa?" tanyaku heran.

Mila dan Loli segera mendekatiku lalu berbisik, "Lo belum ikut grup chat di kelas kita, ya?" 

Aku menggeleng dengan cepat. "Princess Rachel sudah menargetkan lo buat jadi Black Wanted," sambung Mila.

"Black Wanted? Apaan sih?" tanyaku masih belum mengerti.

"Aduh, pokoknya lo bakal di bully sama geng mereka, Vey!" jelas Mila diikuti anggukan dari Loli.

Aku hanya mengangguk tanda paham. 'Aku akan ikuti permainanmu.' Batinku.

"Vey, gue minta id line lo dong," ucap Mila sembari menyodorkan handphonenya.

"Oh ya, kok gue nggak liat si kacamata sih?" Mila celingukan.

"Iya, gue juga nggak liat tuh!" balas Loli sambil mengangguk.

Aku menyapu pandangan ke arah ruangan kelas, benar saja. Laras tak ada di dalam kelas ini, dimana dia?

Tak lama, bel bunyi tanda masuk berbunyi. Hampir semua murid sudah berada di dalam kelas, namun Laras masih tak terlihat.

***

Kringgg!

Bel tanda istirahat bergema di seluruh sekolah, semua murid bergegas membereskan alat tulisnya dan ada pula yang pergi menuju kantin maupun perpustakaan.

Drrtt! pintu kelas bergeser terbuka, di ambang pintu terlihat seorang gadis berkacamata dengan mata sembab dan seragam yang lusuh kotor. Dia menunduk, kemudian mendongak ke arahku dengan mata berkaca-kaca. Laras? Dia menghampiriku dengan keadaan yang sudah jelas tak baik-baik saja.

 "Vey ... itu laras kenapa ya?" bisik Mila membuyarkan lamunanku.

Aku menepis pelan tangan Mila lalu berjalan ke arah Laras, "Ras, kamu ..."

Ucapanku terpotong ketika Laras secara tiba-tiba merengkuh tanganku dengan cepat. Matanya menatapku dengan ekspresi mengiba. "Vey, tolong ... ikutlah denganku, sebentar …," pintanya dengan badan bergetar. 

Aku segera merengkuh tubuh kecil Laras, ku papah dia agar duduk. Awalnya dia menolak dan bersikeras agar aku mau mengikutinya. Tapi setelah dibujuk perlahan oleh Mila dan Loli, dia pun menurut.

"Vey, tolong aku ... tolong!" ucap Laras tergugu, matanya bergerak liar mengamati sekitar. Seakan tengah diawasi seseorang.

Aku berusaha menenangkannya dengan terus mengelus pelan pundaknya, "Ras ... Laras, kamu minta tolong kenapa?"

Sedetik kemudian, Laras tergugu. Air matanya jatuh berderai membasahi kedua pipinya. Mila dan Loli gelagapan, segera saja mereka menenangkannya. Laras menceritakan kejadian yang baru saja dia alami dan pelaku yang membuat laras ketakutan setengah mati ini sudah bisa ditebak. Ya, geng Princess Rachel.

"Lo lihat sendiri kan, Vey! ini akibatnya kalo kita berurusan sama geng Princess Rachel," seloroh Mila.

Aku mengepalkan tanganku geram mendengar penjelasan dari Laras. Tega sekali mereka membully Laras bahkan tak meminta maaf satu kali pun. Segera bergegas keluar dari dalam kelas. Mila dan Loli berusaha menahanku.

"Vey, jangan temui mereka! Bahaya!" bujuk Mila dan Loli bersamaan. 

Tak kuhiraukan nasehat mereka, lalu berjalan dengan cepat menuju lantai paling atas di sekolah ini, tempat di mana geng Princess Rachel sudah menunggu dengan persiapan sempurna. Saat melewati para murid, bisa kudengar mereka saling berbisik tentang 'Black Wanted'. 

Sampai di tangga lantai terakhir. Di depan sana, tepatnya di depan pintu menuju atap, geng Princess Rachel sudah menunggu dengan seringai liciknya. Tapi ada yang mengganjal, hanya ada tiga orang termasuk Rachel si ratu lampir itu. Aku menghampiri mereka bertiga dengan perasaan geram.

Tiba-tiba ...

Dug!

Aku merasakan suatu benda tumpul menghantam leher belakangku dengan keras, sedetik kemudian badanku limbung dan jatuh tepat di depan kaki Rachel. Pandanganku mulai kabur, suatu hal yang kulihat terakhir kali sebelum pingsan adalah seringai licik Rachel.

***

Mataku mulai terbuka perlahan akibat siraman sebuah air, rasa pening menjalar sempurna tepat di kepalaku. Di depanku saat ini tengah berdiri lima orang gadis gila yang dengan santainya tertawa renyah.

Plakkk!

Rachel menamparku hingga darah segar mengalir di sudut kanan bibirku. Perih. 

"Udah sadar lo cewek murahan!" ucap Rachel sembari menjambak rambutku dengan kasar disertai tawa keempat sahabatnya itu.

Aku mendesis perlahan, rasa perih di sudut bibir belum hilang tapi sekarang rasa pening di kepala kembali berdenyut. Rachel tertawa dengan mata nyalang penuh kebencian.

"Ini akibatnya kalo lo berani macem-macem sama gue!" bentak Rachel dengan pandangan nyalang bagai singa siap menerkam mangsanya.

"Bungkam mulut cewe murahan ini, cepet!" Rachel memerintah pada sahabatnya yang kutahu bernama Liz.

Liz menatapku iba tetapi dengan segera ia membungkam mulutku menggunakan kain. Aku meronta mencoba melepaskan diri, namun nihil. Tanganku terikat sempurna ke belakang sedangkan kedua kakiku diikat dengan lakban. Sial!

Rachel mengelus pelan rambutku, kemudian dengan cepat merengkuh daguku agar mendongak ke arah nya. "Nah, sekarang lo bisa menikmati kesendirian lo ini!"

"Nggak bakal ada yang bantuin lo disini! yuk kita pergi dari sini!" ucap Rachel seraya berjalan pergi meninggalkanku diikuti keempat sahabatnya. 

Sesekali Liz menengok ke belakang, pandangannya terlihat iba. Pintu terdengar tertutup dengan keras disertai suara gelak tawa Rachel dan sahabatnya itu. 

Aku berusaha memberontak, ingin melepaskan ikatan di tanganku. Langit terlihat begitu cerah, panas. Keringat mulai bercucuran di tubuhku. Aku berusaha melepaskan ikatan pada kakiku, tapi tiba-tiba badanku kehilangan keseimbangan dan ...

Brakkk!

Badanku jatuh ke samping kiri dalam keadaan masih terikat pada kursi. Aku mendengus kesal. Kulihat di depanku, Handphone ku jatuh tak jauh. Aku berusaha mengambilnya, badanku menggeliat pelan. Ah, rasanya aku ingin menghajar hidung bangir Rachel yang sudah jelas hasil remake itu!

Dari ekor mataku, aku melihat seorang murid laki-laki sedang duduk santai, ah tidak ... maksudku sedang tidur bersandar di dekat tumpukan kardus bekas di pojok pintu. Aku mencoba berteriak, namun yang keluar hanyalah suara lenguhan tertahan. Cukup lama aku mencoba berteriak hingga tenggorokanku terasa sakit.

Kesal! itu yang kurasa sebab anak lelaki itu tak menoleh sedikit pun. Langit terasa begitu cerah, cahaya matahari begitu menyilaukan bahkan mataku tak kuat menatapnya. Rasa haus dan gerah membuatku merasa ingin menyerah. 

Tiba-tiba … .

Next … .

Bab terkait

  • THE INCREDIBLE GIRL   4

    Tiba-tiba … .Di depanku kulihat sepasang kaki berdiri. Mataku mengerjap pelan mencoba memastikan. Pandanganku menangkap sepasang kaki menggunakan sepatu tepat di samping handphone ku yang jatuh, seseorang itu berjongkok lalu mengambil benda pipih itu. Aku serasa mengenalnya, dia ... anak lelaki yang duduk di sebelah kiriku, tepat di samping jendela.Aku berusaha meminta tolong dengan berteriak. Anak lelaki itu menatapku sebentar kemudian menguap. Sialan!"Lo lagi ngapain sih?" pertanyaan polos darinya berhasil membuatku tersulut emosi, apakah dia bodoh? Rasanya ingin aku memukulnya saat ini juga.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • THE INCREDIBLE GIRL   5

    Masih bisa kurasakan sakit di tubuhku akibat perbuatan Rachel and the gengs. Namun hal itu tak mematahkan semangat untuk tetap berangkat ke sekolah. Apalagi tanganku sudah gatal ingin menghajar wajah sok cantik Rachel si Nenek Lampir yang memuakkan.Sebenarnya Pak Jonathan masih terus memaksaku untuk jujur mengatakan siapa yang berani melukaiku. Jelas sekali air mukanya menandakan sebuah kecurigaan. Namun aku terus mengelaknya. Aku ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat ini tanpa campur tangan asisten pribadi bunda itu.Saat sampai di sekolah. Beberapa murid menatapku heran apalagi wajah dan tubuhku tertutup plester untuk menutupi luka. Sebagian dari mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu p

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24
  • THE INCREDIBLE GIRL   6

    Loli mengusap mulutnya sambil bersendawa, "Ahh … Kenyang …," gadis itu berucap tanpa beban."Ish, dasar nggak punya rasa malu, lo!" Mila menyubit geram lengan kanan Loli, membuat gadis itu meringis menahan sakit."Bawel banget sih!" Loli cemberut seraya mengusap lengannya yang terasa sakit. Vey tertawa menanggapi tingkah lucu kedua temannya.Setelah selesai menyantap makan siang, mereka bertiga berlalu pergi setelah membayarnya di kasir."Eh … sebelum pulang kita foto dulu, yuk!" Mila merogoh saku bajunya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24
  • THE INCREDIBLE GIRL   7

    Sinar mentari menyongsong pagi diiringi cahaya cerah matahari. Meskipun hari ini begitu cerah, berbeda dengan suasana hati dari Vey. Sejak semalam dia masih merasakan kehampaan dalam hati.Candaan dari Mila dan Loli tak membuat bibir Vey tergerak sedikitpun untuk tersenyum. Dia lebih banyak diam. Hal ini membuat kedua gadis itu heran. Sebab tak biasanya Vey sediam ini. Saat pelajaran di mulai pun Vey masih diam bahkan seringkali melamun tak fokus mempethatikan pelajaran dari guru.Jam pelajaran berganti. Mila dan Loli segera menghampiri Vey di bangkunya."Vey, sekarang kita ganti baju, yuk!" Mila Berujar seraya mengajak Vey.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-26
  • THE INCREDIBLE GIRL   8

    "Veyana!" Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundakku.Aku menoleh dan mendapati Ray tengah menatapku dengan mata elangnya, "Bareng, yuk!"Aku terperangah mendengar ucapannya itu. Lagipula kenapa cowok mesum ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Padahal aku lebih sering melihatnya terlambat.Aku tak menggubris ajakannya dan berlalu pergi melangkah lebih dahulu. Rasanya risih harus berdekatan dengannya apalagi menjadi pusat perhatian oleh murid yang lain.Bukannya berlalu pergi, dia malah mengekori langkahku dan berusaha mengimbanginya. "Tunggu dong!" uja

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29
  • THE INCREDIBLE GIRL   1

    THE INCREDIBLE GIRL 1Seorang gadis tengah berjalan di sebuah lorong kelas yang sepi. Sesekali terdengar suara celotehan para murid yang menggema di setiap sudut-sudut ruang yang ia tapaki. Tepat di depannya saat ini, seorang lelaki berpunggung lebar menggunakan setelan baju khas para guru berwarna coklat itu tengah menunjukan jalan, lebih tepatnya dia adalah guru barunya yang bernama Bapak Arya. Dia kelihatan belum terlalu tua, malah terkesan masih muda. Bisa ditebak, mungkin umurnya sekitar 35 tahun.Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua. Suara bising dari dalam ruangan tersebut juga terdengar sampai keluar.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • THE INCREDIBLE GIRL   2

    Tiba-tiba ... .... Klanggg!Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22

Bab terbaru

  • THE INCREDIBLE GIRL   8

    "Veyana!" Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundakku.Aku menoleh dan mendapati Ray tengah menatapku dengan mata elangnya, "Bareng, yuk!"Aku terperangah mendengar ucapannya itu. Lagipula kenapa cowok mesum ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Padahal aku lebih sering melihatnya terlambat.Aku tak menggubris ajakannya dan berlalu pergi melangkah lebih dahulu. Rasanya risih harus berdekatan dengannya apalagi menjadi pusat perhatian oleh murid yang lain.Bukannya berlalu pergi, dia malah mengekori langkahku dan berusaha mengimbanginya. "Tunggu dong!" uja

  • THE INCREDIBLE GIRL   7

    Sinar mentari menyongsong pagi diiringi cahaya cerah matahari. Meskipun hari ini begitu cerah, berbeda dengan suasana hati dari Vey. Sejak semalam dia masih merasakan kehampaan dalam hati.Candaan dari Mila dan Loli tak membuat bibir Vey tergerak sedikitpun untuk tersenyum. Dia lebih banyak diam. Hal ini membuat kedua gadis itu heran. Sebab tak biasanya Vey sediam ini. Saat pelajaran di mulai pun Vey masih diam bahkan seringkali melamun tak fokus mempethatikan pelajaran dari guru.Jam pelajaran berganti. Mila dan Loli segera menghampiri Vey di bangkunya."Vey, sekarang kita ganti baju, yuk!" Mila Berujar seraya mengajak Vey.

  • THE INCREDIBLE GIRL   6

    Loli mengusap mulutnya sambil bersendawa, "Ahh … Kenyang …," gadis itu berucap tanpa beban."Ish, dasar nggak punya rasa malu, lo!" Mila menyubit geram lengan kanan Loli, membuat gadis itu meringis menahan sakit."Bawel banget sih!" Loli cemberut seraya mengusap lengannya yang terasa sakit. Vey tertawa menanggapi tingkah lucu kedua temannya.Setelah selesai menyantap makan siang, mereka bertiga berlalu pergi setelah membayarnya di kasir."Eh … sebelum pulang kita foto dulu, yuk!" Mila merogoh saku bajunya.

  • THE INCREDIBLE GIRL   5

    Masih bisa kurasakan sakit di tubuhku akibat perbuatan Rachel and the gengs. Namun hal itu tak mematahkan semangat untuk tetap berangkat ke sekolah. Apalagi tanganku sudah gatal ingin menghajar wajah sok cantik Rachel si Nenek Lampir yang memuakkan.Sebenarnya Pak Jonathan masih terus memaksaku untuk jujur mengatakan siapa yang berani melukaiku. Jelas sekali air mukanya menandakan sebuah kecurigaan. Namun aku terus mengelaknya. Aku ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat ini tanpa campur tangan asisten pribadi bunda itu.Saat sampai di sekolah. Beberapa murid menatapku heran apalagi wajah dan tubuhku tertutup plester untuk menutupi luka. Sebagian dari mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu p

  • THE INCREDIBLE GIRL   4

    Tiba-tiba … .Di depanku kulihat sepasang kaki berdiri. Mataku mengerjap pelan mencoba memastikan. Pandanganku menangkap sepasang kaki menggunakan sepatu tepat di samping handphone ku yang jatuh, seseorang itu berjongkok lalu mengambil benda pipih itu. Aku serasa mengenalnya, dia ... anak lelaki yang duduk di sebelah kiriku, tepat di samping jendela.Aku berusaha meminta tolong dengan berteriak. Anak lelaki itu menatapku sebentar kemudian menguap. Sialan!"Lo lagi ngapain sih?" pertanyaan polos darinya berhasil membuatku tersulut emosi, apakah dia bodoh? Rasanya ingin aku memukulnya saat ini juga.

  • THE INCREDIBLE GIRL   3

    Mataku mengerjap pelan saat sebuah cahaya yang masuk dari sela-sela jendela mengusik lelapnya tidurku. Udara pagi ini terasa dingin tapi menyejukan, menghipnotisku agar tak beranjak dari busa empuk ini. Aku melirik jam di samping kasur, menunjukan angka enam.Sesekali aku menguap perlahan lalu merenggangkan otot tubuhku. Tak butuh waktu lama, aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin dari shower berhasil menyadarkan tubuhku secara sempurna.Selesai mandi, aku berjalan keluar dengan handuk yang masih melilit di tubuh, kemudian duduk di depan meja rias berkaca lebar. Lalu dengan cekatan memakaikan rangkaian produk kecantikan untuk menjaga kulitku. Setelah dirasa cukup, aku segera berg

  • THE INCREDIBLE GIRL   2

    Tiba-tiba ... .... Klanggg!Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.

  • THE INCREDIBLE GIRL   1

    THE INCREDIBLE GIRL 1Seorang gadis tengah berjalan di sebuah lorong kelas yang sepi. Sesekali terdengar suara celotehan para murid yang menggema di setiap sudut-sudut ruang yang ia tapaki. Tepat di depannya saat ini, seorang lelaki berpunggung lebar menggunakan setelan baju khas para guru berwarna coklat itu tengah menunjukan jalan, lebih tepatnya dia adalah guru barunya yang bernama Bapak Arya. Dia kelihatan belum terlalu tua, malah terkesan masih muda. Bisa ditebak, mungkin umurnya sekitar 35 tahun.Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua. Suara bising dari dalam ruangan tersebut juga terdengar sampai keluar.

DMCA.com Protection Status