Masih bisa kurasakan sakit di tubuhku akibat perbuatan Rachel and the gengs. Namun hal itu tak mematahkan semangat untuk tetap berangkat ke sekolah. Apalagi tanganku sudah gatal ingin menghajar wajah sok cantik Rachel si Nenek Lampir yang memuakkan.
Sebenarnya Pak Jonathan masih terus memaksaku untuk jujur mengatakan siapa yang berani melukaiku. Jelas sekali air mukanya menandakan sebuah kecurigaan. Namun aku terus mengelaknya. Aku ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat ini tanpa campur tangan asisten pribadi bunda itu.
Saat sampai di sekolah. Beberapa murid menatapku heran apalagi wajah dan tubuhku tertutup plester untuk menutupi luka. Sebagian dari mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu peduli.
Mila dan Loli menghampiriku, "Vey, lo baik-baik aja, kan?" cerca mereka khawatir.
Aku hanya tersenyum menanggapi mereka. Tak pernah lupa. Mereka berdua terus menasehatiku agar tak lagi berurusan dengan Rachel. Namun, justru aku semakin penasaran dengan nenek lampir ini.
Kringgg!
Bel tanda jam pembelajaran dimulai sudah berbunyi. Semua murid masuk ke dalam kelas masing-masing. Namun aku tak melihat Laras di dalam kelas. Apa dia telat datang ke sekolah?
Jujur saja, aku sangat khawatir jika terjadi sesuatu lagi pada Laras. Pikiranku berkecamuk apalagi memikirkan bagaimana Rachel berani melakukan kekerasan fisik di sekolah dengan santai. Dia bahkan berani melakukan kekerasan fisik padaku apalagi pada Laras.
Drrtt!
Pintu kelas terbuka dan dengan santainya seorang murid lelaki melenggang masuk biasa saja seakan tak bersalah padahal sudah jelas ia terlambat. Bahkan beberapa murid terlihat biasa saja melihatnya. Lelaki itu adalah Ray, murid mesum yang menolongku kemarin.
"Maaf bu, saya telat," ucap Ray sembari duduk di bangkunya, tepat di samping Vey.
Aneh! Guru bahkan tak menegurnya sama sekali. Seharusnya ia dihukum seperti anak-anak yang lain. Siapa sebenarnya dia?
Ray menyadari Vey tengah memperhatikannya. Ia menengok dan tersenyum sok tampan. "Hai cantik, ngapain lo liatin gue?" ujarnya begitu santai dengan nada mengejek.
Seluruh murid yang ada di dalam kelas melihat ke arah Vey. Blush! Muka gadis itu langsung merah semerah tomat. Sedangkan Ray tetap santai tersenyum sok cool.
'Hah? Astaga! Memalukan!' teriak Vey dalam hati merutuki kebodohannya. Gadis itu menutup wajahnya menggunakan buku, ia malu dilirik beberapa murid bahkan mereka saling berbisik.
"Sudah anak-anak, diam. Kita lanjutkan pelajaran lagi, ya!" tukas Bu Guru sambil tersenyum ke arah para murid.
Untung saja semua murid kembali fokus memperhatikan pelajaran. Vey masih nampak kesal ditambah ia merasa dipermalukan. 'Awas aja, bakal gue bales!'
***
"Vey, kenapa lo liatin Ray tadi?" cerca Mila dan Loli seketika.
Gadis yang ditanya malah melengos tak menjawab. Ia mengalihkan perhatian kedua teman barunya itu dengan mengajaknya pergi ke kantin.
Kantin terlihat ramai penuh dengan para murid. Bahkan sulit mencari bangku untuk sekedar duduk sambil menyantap makan siang. Beruntung Mila menemukan tempat duduk yang kosong.
Vey dan kedua temannya duduk dan kini tengah menyantap makanan yang telah tersaji di meja. Semangkuk bakso benar-benar membuat nafsu makan Vey bertambah, ia melahap bakso itu dengan lahap.
Tiba-tiba …
"Wuihh … rakus banget lo!" Ray menepuk punggung Vey dari samping, seketika bakso yang ada dalam mulut Vey meluncur ke lantai. Gadis itu terbatuk karena tersedak.
"Uhuk … uhuk,"
Mila menyodorkan segelas air minum, Vey menenggak sambil sesekali terbatuk. Gadis itu menoleh ke arah Ray yang masih berdiri tepat di sampingnya.
"Dasar cowok mesum kurang kerjaan!" Vey menyikut tepat di perut Ray, lelaki itu mengaduh sambil meringis seraya memegang perutnya.
Mila dan Loli terpaku di buatnya. Bagaimana tidak? Rayhan Malik Aburra adalah salah satu Prince di sekolah mereka, pria tampan yang tsundere.
"Dasar cewek gila!" ejek Ray masih memegangi perutnya.
"Minggir lo, nafsu makan gue udah hilang!" Vey berdiri dari duduknya dan pergi begitu saja setelah membentak Ray.
Gadis cantik itu bersungut kesal. Rasa lapar yang sejak tadi terasa hilang sudah akibat kejahilan dari murid mesum tadi. Ia bergegas menuju ke WC untuk menenangkan dirinya.
POV VEY
Aku masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi dan menguncinya. Lalu duduk tepat di atas kloset yang tertutup. Dadaku naik turun dengan nafas yang masih memburu.
Klakk!
Suara pintu kamar mandi terbuka. Terdengar suara beberapa perempuan. Mungkin mereka bergerombol karena jelas terdengar bukan hanya satu atau dua, tapi lebih.
"Princess, gue masih inget muka cewek murahan kemaren itu, hahaha! Pasti dia sekarang masih syok sama kejadian kemaren," suara salah satu dari mereka memulai pembicaraan.
"Bener banget! Siapa suruh dia berani ngelawan kita! Murid baru tapi kelakuannya nyebelin banget!"
"Girl's … siapa sih yang bakalan berani nantangin gue? Rachel … putri semata wayang dari seorang Kepala Sekolah yang berkuasa di sekolah elit ini. Cewek jelek memang perlu kita kasih pelajaran!" suara cempreng terdengar, pasti itu Si Nenek Lampir!
Rasanya telingaku panas mendengar celotehan mereka yang semakin memekakan telinga apalagi suara cekikikan mereka yang mengganggu. Geram. Kubuka pintu bilik dan keluar dengan wajah acuh. Awalnya mereka tak menyadari kehadiranku. Tapi setelah aku berjalan menuju wastafel tepat dimana Rachel sedang memoles make up, mereka diam. Lebih tepatnya terkejut akan kehadiranku.
Aku memutar kran, lalu membasuh kedua tanganku. Wajahku menghadap cermin besar memandang dengan pandangan acuh, tepat di belakangku para geng Rachel menatap tak percaya, bahkan Rachel diam saja.
Ku kibaskan tangan hingga membuat Rachel terkena cipratan air dari tanganku. Dia menutup mata berusaha menghindar dan menatap tak percaya, lebih tepatnya tatapan penuh kebencian. Iya menggerutu tertahan.
"Sebentar!" tukasku sebelum dia berteriak.
Aku mengusap wajahnya yang penuh dengan polesan make up tebal yang menor. Rachel terperangah tak percaya dengan hal yang baru saja aku lakukan.
"Perbaiki dulu polesan make up di wajahmu, baru kamu boleh mengoreksi penampilan seseorang." Kuusap telapak tanganku tepat di bahu Nenek Lampir itu.
Air muka Rachel terlihat begitu merah padam, jelas ia sangat marah atas penghinaan dari Vey. "Jaga ucapan lo, Jalang!" Rachel melayangkan tangannya berusaha menampar Vey.
Namun Vey tak diam saja. Ia dengan mudah mengelaknya dan menahan tangan Rachel dengan erat.
"Lepas!" Rachel meronta merasakan rasa sakit di tangan kanan miliknya.
Vey menghempaskan tangan Rachel dengan kasar. "Sejujurnya aku tidak ingin melakukan hal kasar padamu. Tapi perilaku burukmu yang memaksaku melakukan ini."
Setelah puas menghina Rachel, Vey pergi melengos begitu saja. Tapi kemudian dia berbalik menatap sinis Rachel dan Gengnya. "Jangan memancing amarahku, karena jika aku bertindak sekali saja, bahkan sebuah senyuman tak akan lagi terukir di wajah busuk kalian!"
Vey melangkah pergi meninggalkan Rachel yang terlihat kesal sambil menghentak-hentakan kakinya di lantai seraya mengumpat.
***
Saat masuk ke dalam kelas, Mila dan Loli sudah ada di sana. Suasana kelas masih terlihat sepi, mungkin beberapa murid masih berada di kantin.
Mila dan Loli menghampiri Vey yang baru saja duduk di bangkunya. "Vey, gimana ceritanya lo bisa kenal sama Ray?" cerca Mila seketika.
"Ray? Cowok mesum yang tadi gangguin gue pas makan di kantin itu?"
Mila dan Loli seketika mengangguk mengiyakan pertanyaan Vey.
Vey menghela nafas perlahan. "Duh, males gue bahas cowok ngeselin itu!"
"Yah … cerita dong, Vey! Kita itu teman, jadi lo harus cerita sama kita, dong!" Mila menggoyangkan bahu Vey seraya memaksa.
"Stop! Iya-iya nanti gue cerita deh di line! Gue sekarang males banget buat bahas dia, oke?" ucap Vey.
Mila dan Loli tertawa girang mendengar ucapan Vey. Dalam sekejap mereka sudah tak membicarakan Ray lagi.
***
Jam pembelajaran sudah selesai. Setiap murid telah bersiap untuk pulang. Begitu pula dengan Vey dan kedua temannya. Mereka berjalan menuruni tangga dan melewati lorong kelas hingga sampai di area tempat parkir.
"Vey, kita main dulu, yuk!" ajak Mila diikuti anggukan oleh Loli.
Vey menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya berfikir sejenak. "Hem … gimana ya?"
Mila mengapit lengan kanan Vey, "Ayolah … ya?" Mila memohon.
"Oke, gue ngabarin orang rumah dulu."
Mila dan Loli bersorak gembira seperti anak kecil. Sedangkan Vey merogoh saku bajunya dan mengirimkan pesan pada Pak Jo bahwa ia akan pulang terlambat nantinya.
Mereka pergi berjalan sambil bergandengan layaknya sahabat dekat. Sesekali mereka mampir di sebuah toko dan berbelanja. Entah itu toko baju, tas bahkan toko make up.
Kruyuk!
Suara perut Loli terdengar begitu keras. Seketika Vey dan Mila tertawa renyah. "Maaf … gue laper," Loli tersipu.
"Kita makan dulu, yuk! Gue juga udah mulai laper nih," ajak Mila.
Mila menatap sekeliling mencari tempat yang cocok untuk mereka bertiga makan siang. Pilihan mereka jatuh di sebuah kedai makan tak jauh di seberang yang terlihat tak terlalu ramai pengunjung.
Mereka bertiga duduk seraya meletakan barang belanja mereka masing-masing. Mila memanggil waiters. "Nah … gue pesen nasi goreng seafood dua sama minumnya es jeruk dua, lo mau pesen apa, Vey?"
"Sama, deh!"
Tak perlu menunggu lama, seorang waiters datang mengantarkan oesanan mereka. "Terimaka-" ucapan Mila terpotong, "Eh! Kak Nathan? Kerja di sini?"
Vey ikut mendongak memperhatikan sang waiters. Ternyata dia adalah anak lelaki yang mungkin seumuran dengan mereka bertiga. Lelaki itu tersenyum ramah pada mereka bertiga.
"Iya, aku kerja sambilan di sini," jelasnya.
Mila dan Loli bercengkrama sesaat, Vey diam saja sebab dia sama sekali tak mengenal anak itu.
"Silahkan nikmati makanannya, aku ke belakang dulu, mari …," anak lelaki itu pergi namun ia menyunggingkan senyum manis sesaat pada Vey. Sedangkan gadis itu acuh tak menanggapi.
"Ah … ganteng banget!" ungkap Loli sembari memukuli meja dengan gemas.
Mila menyikut Loli mengisyaratkan agar gadis satu ini diam. "Ssstt! Bikin malu aja lo!"
Air muka Loli berubah masam mendengar ucapan dari Mila. Namun tak perlu waktu lama, Loli sudah menyibukan diri dengan menyantap makanannya.
Loli mengusap mulutnya sambil bersendawa, "Ahh … Kenyang …," gadis itu berucap tanpa beban."Ish, dasar nggak punya rasa malu, lo!" Mila menyubit geram lengan kanan Loli, membuat gadis itu meringis menahan sakit."Bawel banget sih!" Loli cemberut seraya mengusap lengannya yang terasa sakit. Vey tertawa menanggapi tingkah lucu kedua temannya.Setelah selesai menyantap makan siang, mereka bertiga berlalu pergi setelah membayarnya di kasir."Eh … sebelum pulang kita foto dulu, yuk!" Mila merogoh saku bajunya.
Sinar mentari menyongsong pagi diiringi cahaya cerah matahari. Meskipun hari ini begitu cerah, berbeda dengan suasana hati dari Vey. Sejak semalam dia masih merasakan kehampaan dalam hati.Candaan dari Mila dan Loli tak membuat bibir Vey tergerak sedikitpun untuk tersenyum. Dia lebih banyak diam. Hal ini membuat kedua gadis itu heran. Sebab tak biasanya Vey sediam ini. Saat pelajaran di mulai pun Vey masih diam bahkan seringkali melamun tak fokus mempethatikan pelajaran dari guru.Jam pelajaran berganti. Mila dan Loli segera menghampiri Vey di bangkunya."Vey, sekarang kita ganti baju, yuk!" Mila Berujar seraya mengajak Vey.
"Veyana!" Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundakku.Aku menoleh dan mendapati Ray tengah menatapku dengan mata elangnya, "Bareng, yuk!"Aku terperangah mendengar ucapannya itu. Lagipula kenapa cowok mesum ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Padahal aku lebih sering melihatnya terlambat.Aku tak menggubris ajakannya dan berlalu pergi melangkah lebih dahulu. Rasanya risih harus berdekatan dengannya apalagi menjadi pusat perhatian oleh murid yang lain.Bukannya berlalu pergi, dia malah mengekori langkahku dan berusaha mengimbanginya. "Tunggu dong!" uja
THE INCREDIBLE GIRL 1Seorang gadis tengah berjalan di sebuah lorong kelas yang sepi. Sesekali terdengar suara celotehan para murid yang menggema di setiap sudut-sudut ruang yang ia tapaki. Tepat di depannya saat ini, seorang lelaki berpunggung lebar menggunakan setelan baju khas para guru berwarna coklat itu tengah menunjukan jalan, lebih tepatnya dia adalah guru barunya yang bernama Bapak Arya. Dia kelihatan belum terlalu tua, malah terkesan masih muda. Bisa ditebak, mungkin umurnya sekitar 35 tahun.Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua. Suara bising dari dalam ruangan tersebut juga terdengar sampai keluar.
Tiba-tiba ... .... Klanggg!Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.
Mataku mengerjap pelan saat sebuah cahaya yang masuk dari sela-sela jendela mengusik lelapnya tidurku. Udara pagi ini terasa dingin tapi menyejukan, menghipnotisku agar tak beranjak dari busa empuk ini. Aku melirik jam di samping kasur, menunjukan angka enam.Sesekali aku menguap perlahan lalu merenggangkan otot tubuhku. Tak butuh waktu lama, aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin dari shower berhasil menyadarkan tubuhku secara sempurna.Selesai mandi, aku berjalan keluar dengan handuk yang masih melilit di tubuh, kemudian duduk di depan meja rias berkaca lebar. Lalu dengan cekatan memakaikan rangkaian produk kecantikan untuk menjaga kulitku. Setelah dirasa cukup, aku segera berg
Tiba-tiba … .Di depanku kulihat sepasang kaki berdiri. Mataku mengerjap pelan mencoba memastikan. Pandanganku menangkap sepasang kaki menggunakan sepatu tepat di samping handphone ku yang jatuh, seseorang itu berjongkok lalu mengambil benda pipih itu. Aku serasa mengenalnya, dia ... anak lelaki yang duduk di sebelah kiriku, tepat di samping jendela.Aku berusaha meminta tolong dengan berteriak. Anak lelaki itu menatapku sebentar kemudian menguap. Sialan!"Lo lagi ngapain sih?" pertanyaan polos darinya berhasil membuatku tersulut emosi, apakah dia bodoh? Rasanya ingin aku memukulnya saat ini juga.
"Veyana!" Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundakku.Aku menoleh dan mendapati Ray tengah menatapku dengan mata elangnya, "Bareng, yuk!"Aku terperangah mendengar ucapannya itu. Lagipula kenapa cowok mesum ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Padahal aku lebih sering melihatnya terlambat.Aku tak menggubris ajakannya dan berlalu pergi melangkah lebih dahulu. Rasanya risih harus berdekatan dengannya apalagi menjadi pusat perhatian oleh murid yang lain.Bukannya berlalu pergi, dia malah mengekori langkahku dan berusaha mengimbanginya. "Tunggu dong!" uja
Sinar mentari menyongsong pagi diiringi cahaya cerah matahari. Meskipun hari ini begitu cerah, berbeda dengan suasana hati dari Vey. Sejak semalam dia masih merasakan kehampaan dalam hati.Candaan dari Mila dan Loli tak membuat bibir Vey tergerak sedikitpun untuk tersenyum. Dia lebih banyak diam. Hal ini membuat kedua gadis itu heran. Sebab tak biasanya Vey sediam ini. Saat pelajaran di mulai pun Vey masih diam bahkan seringkali melamun tak fokus mempethatikan pelajaran dari guru.Jam pelajaran berganti. Mila dan Loli segera menghampiri Vey di bangkunya."Vey, sekarang kita ganti baju, yuk!" Mila Berujar seraya mengajak Vey.
Loli mengusap mulutnya sambil bersendawa, "Ahh … Kenyang …," gadis itu berucap tanpa beban."Ish, dasar nggak punya rasa malu, lo!" Mila menyubit geram lengan kanan Loli, membuat gadis itu meringis menahan sakit."Bawel banget sih!" Loli cemberut seraya mengusap lengannya yang terasa sakit. Vey tertawa menanggapi tingkah lucu kedua temannya.Setelah selesai menyantap makan siang, mereka bertiga berlalu pergi setelah membayarnya di kasir."Eh … sebelum pulang kita foto dulu, yuk!" Mila merogoh saku bajunya.
Masih bisa kurasakan sakit di tubuhku akibat perbuatan Rachel and the gengs. Namun hal itu tak mematahkan semangat untuk tetap berangkat ke sekolah. Apalagi tanganku sudah gatal ingin menghajar wajah sok cantik Rachel si Nenek Lampir yang memuakkan.Sebenarnya Pak Jonathan masih terus memaksaku untuk jujur mengatakan siapa yang berani melukaiku. Jelas sekali air mukanya menandakan sebuah kecurigaan. Namun aku terus mengelaknya. Aku ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat ini tanpa campur tangan asisten pribadi bunda itu.Saat sampai di sekolah. Beberapa murid menatapku heran apalagi wajah dan tubuhku tertutup plester untuk menutupi luka. Sebagian dari mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu p
Tiba-tiba … .Di depanku kulihat sepasang kaki berdiri. Mataku mengerjap pelan mencoba memastikan. Pandanganku menangkap sepasang kaki menggunakan sepatu tepat di samping handphone ku yang jatuh, seseorang itu berjongkok lalu mengambil benda pipih itu. Aku serasa mengenalnya, dia ... anak lelaki yang duduk di sebelah kiriku, tepat di samping jendela.Aku berusaha meminta tolong dengan berteriak. Anak lelaki itu menatapku sebentar kemudian menguap. Sialan!"Lo lagi ngapain sih?" pertanyaan polos darinya berhasil membuatku tersulut emosi, apakah dia bodoh? Rasanya ingin aku memukulnya saat ini juga.
Mataku mengerjap pelan saat sebuah cahaya yang masuk dari sela-sela jendela mengusik lelapnya tidurku. Udara pagi ini terasa dingin tapi menyejukan, menghipnotisku agar tak beranjak dari busa empuk ini. Aku melirik jam di samping kasur, menunjukan angka enam.Sesekali aku menguap perlahan lalu merenggangkan otot tubuhku. Tak butuh waktu lama, aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin dari shower berhasil menyadarkan tubuhku secara sempurna.Selesai mandi, aku berjalan keluar dengan handuk yang masih melilit di tubuh, kemudian duduk di depan meja rias berkaca lebar. Lalu dengan cekatan memakaikan rangkaian produk kecantikan untuk menjaga kulitku. Setelah dirasa cukup, aku segera berg
Tiba-tiba ... .... Klanggg!Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.
THE INCREDIBLE GIRL 1Seorang gadis tengah berjalan di sebuah lorong kelas yang sepi. Sesekali terdengar suara celotehan para murid yang menggema di setiap sudut-sudut ruang yang ia tapaki. Tepat di depannya saat ini, seorang lelaki berpunggung lebar menggunakan setelan baju khas para guru berwarna coklat itu tengah menunjukan jalan, lebih tepatnya dia adalah guru barunya yang bernama Bapak Arya. Dia kelihatan belum terlalu tua, malah terkesan masih muda. Bisa ditebak, mungkin umurnya sekitar 35 tahun.Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua. Suara bising dari dalam ruangan tersebut juga terdengar sampai keluar.