THE INCREDIBLE GIRL 1
Seorang gadis tengah berjalan di sebuah lorong kelas yang sepi. Sesekali terdengar suara celotehan para murid yang menggema di setiap sudut-sudut ruang yang ia tapaki. Tepat di depannya saat ini, seorang lelaki berpunggung lebar menggunakan setelan baju khas para guru berwarna coklat itu tengah menunjukan jalan, lebih tepatnya dia adalah guru barunya yang bernama Bapak Arya. Dia kelihatan belum terlalu tua, malah terkesan masih muda. Bisa ditebak, mungkin umurnya sekitar 35 tahun.
Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua. Suara bising dari dalam ruangan tersebut juga terdengar sampai keluar.
Pak Arya menoleh pada sang gadis, "Kamu tunggu disini sebentar, nanti saya akan memanggilmu."
Dia berucap sembari merapikan pakaiannya. Gadis itu menoleh dan hanya tersenyum sembari mengangguk patuh. Pak Arya masuk ke dalam kelas, ajaib! ruang kelas itu hening seketika.
"Selamat pagi, anak-anak!" Pak Arya menyapa sembari berjalan ke arah tempat duduknya.
"Selamat pagi, pak guru!" serentak para murid itu membalas sapaan dari si guru.
"Sebelum memulai pembelajaran pada hari ini, bapak ingin memberitahukan kepada kalian bahwa kita kedatangan seorang murid baru."
"Wah! Ada murid baru coyy!"
"Cewe atau cowo, ya?" seru para murid.
Pak Arya menepuk kedua telapak tangannya, memberi isyarat agar para murid itu diam. Sedetik kemudian, ia menoleh ke arah ambang pintu, tepat si gadis alias murid baru itu berada. "Kamu, silahkan masuk!"
Gadis itu menoleh, secepat mungkin ia merapikan seragam sekolahnya lalu beranjak masuk ke dalam ruangan kelas itu. Seketika itu pula para murid di dalam kelas itu melongo dibuatnya, bagaimana tidak? di hadapan mereka kini telah berdiri sosok seorang gadis yang bisa dinilai mempunyai rupa wajah yang cantik. Hidung kecil bangirnya itu bak perosotan, wajahnya yang simetris itu berpadu sempurna dengan mata belo dengan warna bola mata hazel yang unik. Bibir mungilnya yang berwarna merah muda alami dan rambut cokelat yang tergerai lurus natural itu menambah kesan cantik dan manis di wajah imutnya itu.
Lamunan para murid itu terputus ketika terdengar suara dari sang guru yang memerintahkan agar si gadis cantik itu untuk memperkenalkan dirinya.
"Halo semuanya, perkenalkan namaku Veyana Almeera, kalian bisa memanggilku Vey. Semoga kita bisa menjadi teman baik." Gadis itu tersenyum manis untuk mengakhiri kalimatnya. Ah, manis sekali.
"Hai, Vey! salam kenal, aku jomblo loh,"
Salah satu murid berambut klimis dengan cengiran kuda di wajahnya berteriak, yang dengan cepat mendapat sorakan dari murid yang lain. Gadis yang digoda itu hanya tersenyum kecut.
"Baiklah, sekarang kamu boleh duduk di sana!" ujar Pak Arya sembari menunjukan arah tempat duduk yang kosong.
Gadis cantik itu patuh mengikuti arahan dari sang guru. Dia duduk di bangku bagian tengah paling belakang. Tak lama kemudian kegiatan pembelajaran pun dimulai.
***
Para murid tengah fokus dengan kegiatan pembelajaran, begitupun dengan Vey. Matanya dengan jeli mengikuti setiap arahan dari guru. Sesekali dia tersenyum ketika beberapa murid yang memperhatikannya. Dia sudah terbiasa mendapatkan pandangan kagum dari orang sekitar. Meskipun sejujurnya dia cukup merasa tak nyaman apalagi jika yang memandangnya adalah para lelaki.
Cuaca hari itu cukup cerah bahkan bisa dibilang panas, rasa gerah menerpa tubuh Vey, perlahan butiran bening menghiasi pelipis. Tangan mungilnya mengelap lembut butiran bening itu, sesekali dia mengipas lembut wajahnya menggunakan buku tulisnya.
Merasa masih terasa panas dan tak nyaman, dia berinisiatif untuk mengikat rambutnya itu. Dengan perlahan dia merapikan sedikit demi sedikit helaian rambutnya yang berwarna coklat tua itu lalu mengikatnya.
Dari ekor matanya, dia melihat bayangan seseorang tengah memperhatikan gerak-geriknya. Reflek, Vey menoleh ke arah bayangan itu berada. Namun hanya ada seorang anak lelaki yang duduk di pojok dekat jendela, bahkan anak itu tengah mengobrol dengan teman di bangku depannya. Aneh!
Vey tak ambil pusing, segera saja dia fokus kembali pada pembelajaran. Tak lama, bunyi bel tanda jam istirahat tiba pun terdengar menggema di seluruh sekolah. Vey segera merapikan alat tulisnya.
Secepat kilat, seorang gadis berpenampilan nyentrik duduk dengan santainya di bangku depan Vey. Dia tersenyum ke arah Vey. Sedangkan di samping kanan Vey ada seorang gadis berpenampilan nyentrik pula, dia sedang mengemut sebuah permen lolipop.
"Hai! kenalin, gue Siti Jamilah Binti Imron, panggil aja mila," ucap si gadis berpenampilan nyentrik yang tengah duduk di depan Vey sambil menyodorkan tangannya yang berhias aksesoris ngejreng.
Vey tersenyum kemudian menjabat tangan gadis itu. "Vey ...," balasnya singkat.
Gadis nyentrik itu tersenyum lebar, gigi putih rapinya berjejer sempurna.
"Oh ya! kenalin juga, ini temen gue namanya Loli," jelas Siti sambil menarik lengan Loli. Gadis itu, ah maksudku Loli tak jauh berbeda, dia tersenyum lebar juga, hanya saja giginya dihiasi kawat behel.
Meskipun mereka baru saja berkenalan, mereka bertiga sudah terlihat akrab. Terbukti saat mereka saling bercerita, lebih tepatnya dua gadis nyentrik itu yang dominan berbicara panjang lebar.
"Eh, by the way … lo pindahan dari mana?" celetuk Mila sambil memainkan ujung rambutnya centil.
Vey mendongak, "Dari Korsel," balasnya singkat.
Seketika pula Mila dan Loli terperangah, sedetik kemudian mereka saling berpandangan lalu melempar pandang pada Vey, air mukanya menggambarkan rasa tidak percaya. Vey menautkan kedua alisnya bingung.
"Korsel? Ko-korea Selatan, maksud lo?" Mila tergagap.
Vey tersenyum kemudian mengangguk tanda mengiyakan.
Brakk!
Mila dan Loli menggebrak meja secara bersamaan, tak ayal mereka langsung menjadi pusat perhatian. Sadar, mereka berdua segera kembali tenang dengan senyuman canggung.
"Ow em ji! Lo serius, Vey?" Mila dan Loli masih penasaran.
"Iya, kenapa sih?" tanya Vey heran.
"Ya ampun, kok bisa-bisanya lo pindah ke sini?"
"Udah enak disana, kan?"
"Banyak cogan pasti disana!" protes Mila sambil berusaha membenarkan ucapannya pada Loli.
Vey tersenyum kecut, 'gue juga nggak mau pindah,' batinnya.
"Kenalin gue dong sama temen lo yang orang Korea, Vey!" bujuk Mila beserta Loli.
"Kalo bisa sih biar gue punya pacar orang Korea," jelas Mila dengan wajah malu-malu kucing.
Vey tersenyum geli, "Gue juga jomblo, mana bisa gue mau ngenalin kalian."
Lagi-lagi ucapan Vey berhasil membuat kedua teman barunya itu terperangah heran. Sesaat kemudian, Mila dan Loli tersenyum kecut. "Ah, lo pasti bohong, kan? mana ada cewe cantik kayak lo jomblo,"
Vey tersenyum renyah, "Emang gue jomblo, Kok!"
"Cewek cantik kayak lo kok jomblo sih?" Mila dan Loli keheranan.
"Ya ... gue males aja pacaran," ujar Vey cuek.
"Duh, cewek cantik emang beda, Ya?" Mila berucap sambil menggelengkan kepalanya diikuti dengan anggukan tanda setuju oleh Loli.
"Yaudah deh, kalo lo nggak mau kenalin gue sama temen Korea lo, yang penting lo harus ajarin gue biar fasih ngomong bahasa Korea, Titik!" Mila memaksa dengan bibir monyong lima sentinya. Vey hanya terkekeh pelan.
Setelah lelah bercengkrama, mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke kantin. Vey terpaksa ikut, lagi pula perutnya tak bisa dikompromi, sebab suara cacingnya sudah bergemuruh menandakan rasa lapar.
***
Saat perjalanan mereka bertiga ke kantin, mereka menjadi pusat perhatian ketika mereka melangkah kan kaki. Lebih tepatnya pusat perhatian itu tertuju pada Vey. Bukan hanya para murid lelaki tetapi juga murid perempuan ikut memperhatikannya.
"Lo mau makan apa, Vey?" tanya Loli.
"Em, gue terserah aja deh!" ucap Vey sembari tersenyum.
"Kalo minumnya apa?"
"Es jeruk aja," seloroh Mila diikuti anggukan tanda setuju dari Vey.
Loli mengangguk tanda mengerti, kemudian dia segera melenggang pergi ke arah Ibu kantin berada. Sedangkan Mila dan Vey memilih tempat duduk yang kosong.
Tak butuh waktu yang lama, Loli datang dengan tiga piring spaghetti bolognaise yang menggugah selera. Tak lupa dia juga membawa tiga gelas jus jeruk yang terlihat dapat menghilangkan dahaga. Mereka bertiga kemudian menyantap makanan masing-masing.
Pintu kantin terdengar dibuka dengan keras. Sesaat kemudian, muncul beberapa perempuan yang penampilannya begitu menor. Satu, dua, lebih tepatnya ada lima orang perempuan yang sudah bisa dipastikan mereka adalah salah satu murid di sekolah ini. Dua orang berjalan di depan, satu orang berada di tengah dan dua lainnya berjalan di belakang. Mereka menatap sinis ke arah para murid yang ada di kantin.
"Mil, mereka siapa sih?" tanya Vey dengan rasa penasaran.
"Sstt, Vey udah deh. Lo diem aja ya, nggak usah liatin mereka!" Mila dan Loli terlihat ketakutan.
"Mereka itu gengnya Princess Rachel," sambung Mila.
"Princess Rachel? mana sih yang princess?" tanya Vey keheranan.
"Itu, yang ditengah itu loh! dia itu ketua geng, kalo yang di depan itu Momo sama Leoni, yang di belakang itu Meimei sama Liz. Pokoknya lo harus jauh-jauh dari mereka, jangan sampai ada masalah sama mereka!" jelas Mila panjang lebar dan Vey hanya mengangguk tanda mengerti.
Kelima gadis itu menghampiri seorang gadis berkacamata yang tengah duduk sendirian. "Heh, cupu! Lo nggak mampu beli makan disini, Hah!" bentak salah satu dari mereka diikuti suara gelak tawa yang lainnya.
Gadis berkacamata itu terlihat gugup, dia menunduk semakin dalam. "Lo budek, Ya?" ujar yang lainnya.
Tiba-tiba salah satu dari mereka menarik paksa kotak makan milik dari si gadis berkacamata itu lalu menumpahkan isinya di atas meja. Gadis berkacamata itu tergugu.
"Aduh, maaf ya. NGGAK SENGAJA!" ucap dari gadis yang menumpahkan makanan itu, lebih tepatnya ia adalah Rachel.
"Eh, kasian tuh. Dia kan nggak mampu beli makanan, mending makan tuh yang udah tumpah!" seloroh salah satu dari mereka.
Mereka tersenyum sinis, "Nah, karna gue lagi baik, mending lo makan tuh! Cepet makan!" ucap mereka sambil memaksa si gadis berkacamata untuk memakan makanan yang telah tumpah.
Geram. Vey akhirnya merapikan makanannya, kemudian bergegas pergi.
"Vey, lo mau kemana?" bisik Mila dan Loli.
Vey tak menjawab pertanyaan kedua teman barunya itu, ia tetap bergegas berjalan dengan acuh. Dan … .
Klangggg!
Next.
Tiba-tiba ... .... Klanggg!Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.
Mataku mengerjap pelan saat sebuah cahaya yang masuk dari sela-sela jendela mengusik lelapnya tidurku. Udara pagi ini terasa dingin tapi menyejukan, menghipnotisku agar tak beranjak dari busa empuk ini. Aku melirik jam di samping kasur, menunjukan angka enam.Sesekali aku menguap perlahan lalu merenggangkan otot tubuhku. Tak butuh waktu lama, aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin dari shower berhasil menyadarkan tubuhku secara sempurna.Selesai mandi, aku berjalan keluar dengan handuk yang masih melilit di tubuh, kemudian duduk di depan meja rias berkaca lebar. Lalu dengan cekatan memakaikan rangkaian produk kecantikan untuk menjaga kulitku. Setelah dirasa cukup, aku segera berg
Tiba-tiba … .Di depanku kulihat sepasang kaki berdiri. Mataku mengerjap pelan mencoba memastikan. Pandanganku menangkap sepasang kaki menggunakan sepatu tepat di samping handphone ku yang jatuh, seseorang itu berjongkok lalu mengambil benda pipih itu. Aku serasa mengenalnya, dia ... anak lelaki yang duduk di sebelah kiriku, tepat di samping jendela.Aku berusaha meminta tolong dengan berteriak. Anak lelaki itu menatapku sebentar kemudian menguap. Sialan!"Lo lagi ngapain sih?" pertanyaan polos darinya berhasil membuatku tersulut emosi, apakah dia bodoh? Rasanya ingin aku memukulnya saat ini juga.
Masih bisa kurasakan sakit di tubuhku akibat perbuatan Rachel and the gengs. Namun hal itu tak mematahkan semangat untuk tetap berangkat ke sekolah. Apalagi tanganku sudah gatal ingin menghajar wajah sok cantik Rachel si Nenek Lampir yang memuakkan.Sebenarnya Pak Jonathan masih terus memaksaku untuk jujur mengatakan siapa yang berani melukaiku. Jelas sekali air mukanya menandakan sebuah kecurigaan. Namun aku terus mengelaknya. Aku ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat ini tanpa campur tangan asisten pribadi bunda itu.Saat sampai di sekolah. Beberapa murid menatapku heran apalagi wajah dan tubuhku tertutup plester untuk menutupi luka. Sebagian dari mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu p
Loli mengusap mulutnya sambil bersendawa, "Ahh … Kenyang …," gadis itu berucap tanpa beban."Ish, dasar nggak punya rasa malu, lo!" Mila menyubit geram lengan kanan Loli, membuat gadis itu meringis menahan sakit."Bawel banget sih!" Loli cemberut seraya mengusap lengannya yang terasa sakit. Vey tertawa menanggapi tingkah lucu kedua temannya.Setelah selesai menyantap makan siang, mereka bertiga berlalu pergi setelah membayarnya di kasir."Eh … sebelum pulang kita foto dulu, yuk!" Mila merogoh saku bajunya.
Sinar mentari menyongsong pagi diiringi cahaya cerah matahari. Meskipun hari ini begitu cerah, berbeda dengan suasana hati dari Vey. Sejak semalam dia masih merasakan kehampaan dalam hati.Candaan dari Mila dan Loli tak membuat bibir Vey tergerak sedikitpun untuk tersenyum. Dia lebih banyak diam. Hal ini membuat kedua gadis itu heran. Sebab tak biasanya Vey sediam ini. Saat pelajaran di mulai pun Vey masih diam bahkan seringkali melamun tak fokus mempethatikan pelajaran dari guru.Jam pelajaran berganti. Mila dan Loli segera menghampiri Vey di bangkunya."Vey, sekarang kita ganti baju, yuk!" Mila Berujar seraya mengajak Vey.
"Veyana!" Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundakku.Aku menoleh dan mendapati Ray tengah menatapku dengan mata elangnya, "Bareng, yuk!"Aku terperangah mendengar ucapannya itu. Lagipula kenapa cowok mesum ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Padahal aku lebih sering melihatnya terlambat.Aku tak menggubris ajakannya dan berlalu pergi melangkah lebih dahulu. Rasanya risih harus berdekatan dengannya apalagi menjadi pusat perhatian oleh murid yang lain.Bukannya berlalu pergi, dia malah mengekori langkahku dan berusaha mengimbanginya. "Tunggu dong!" uja
"Veyana!" Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundakku.Aku menoleh dan mendapati Ray tengah menatapku dengan mata elangnya, "Bareng, yuk!"Aku terperangah mendengar ucapannya itu. Lagipula kenapa cowok mesum ini berangkat lebih pagi dari biasanya. Padahal aku lebih sering melihatnya terlambat.Aku tak menggubris ajakannya dan berlalu pergi melangkah lebih dahulu. Rasanya risih harus berdekatan dengannya apalagi menjadi pusat perhatian oleh murid yang lain.Bukannya berlalu pergi, dia malah mengekori langkahku dan berusaha mengimbanginya. "Tunggu dong!" uja
Sinar mentari menyongsong pagi diiringi cahaya cerah matahari. Meskipun hari ini begitu cerah, berbeda dengan suasana hati dari Vey. Sejak semalam dia masih merasakan kehampaan dalam hati.Candaan dari Mila dan Loli tak membuat bibir Vey tergerak sedikitpun untuk tersenyum. Dia lebih banyak diam. Hal ini membuat kedua gadis itu heran. Sebab tak biasanya Vey sediam ini. Saat pelajaran di mulai pun Vey masih diam bahkan seringkali melamun tak fokus mempethatikan pelajaran dari guru.Jam pelajaran berganti. Mila dan Loli segera menghampiri Vey di bangkunya."Vey, sekarang kita ganti baju, yuk!" Mila Berujar seraya mengajak Vey.
Loli mengusap mulutnya sambil bersendawa, "Ahh … Kenyang …," gadis itu berucap tanpa beban."Ish, dasar nggak punya rasa malu, lo!" Mila menyubit geram lengan kanan Loli, membuat gadis itu meringis menahan sakit."Bawel banget sih!" Loli cemberut seraya mengusap lengannya yang terasa sakit. Vey tertawa menanggapi tingkah lucu kedua temannya.Setelah selesai menyantap makan siang, mereka bertiga berlalu pergi setelah membayarnya di kasir."Eh … sebelum pulang kita foto dulu, yuk!" Mila merogoh saku bajunya.
Masih bisa kurasakan sakit di tubuhku akibat perbuatan Rachel and the gengs. Namun hal itu tak mematahkan semangat untuk tetap berangkat ke sekolah. Apalagi tanganku sudah gatal ingin menghajar wajah sok cantik Rachel si Nenek Lampir yang memuakkan.Sebenarnya Pak Jonathan masih terus memaksaku untuk jujur mengatakan siapa yang berani melukaiku. Jelas sekali air mukanya menandakan sebuah kecurigaan. Namun aku terus mengelaknya. Aku ingin menyelesaikan masalah yang sudah kubuat ini tanpa campur tangan asisten pribadi bunda itu.Saat sampai di sekolah. Beberapa murid menatapku heran apalagi wajah dan tubuhku tertutup plester untuk menutupi luka. Sebagian dari mereka saling berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu p
Tiba-tiba … .Di depanku kulihat sepasang kaki berdiri. Mataku mengerjap pelan mencoba memastikan. Pandanganku menangkap sepasang kaki menggunakan sepatu tepat di samping handphone ku yang jatuh, seseorang itu berjongkok lalu mengambil benda pipih itu. Aku serasa mengenalnya, dia ... anak lelaki yang duduk di sebelah kiriku, tepat di samping jendela.Aku berusaha meminta tolong dengan berteriak. Anak lelaki itu menatapku sebentar kemudian menguap. Sialan!"Lo lagi ngapain sih?" pertanyaan polos darinya berhasil membuatku tersulut emosi, apakah dia bodoh? Rasanya ingin aku memukulnya saat ini juga.
Mataku mengerjap pelan saat sebuah cahaya yang masuk dari sela-sela jendela mengusik lelapnya tidurku. Udara pagi ini terasa dingin tapi menyejukan, menghipnotisku agar tak beranjak dari busa empuk ini. Aku melirik jam di samping kasur, menunjukan angka enam.Sesekali aku menguap perlahan lalu merenggangkan otot tubuhku. Tak butuh waktu lama, aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin dari shower berhasil menyadarkan tubuhku secara sempurna.Selesai mandi, aku berjalan keluar dengan handuk yang masih melilit di tubuh, kemudian duduk di depan meja rias berkaca lebar. Lalu dengan cekatan memakaikan rangkaian produk kecantikan untuk menjaga kulitku. Setelah dirasa cukup, aku segera berg
Tiba-tiba ... .... Klanggg!Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.
THE INCREDIBLE GIRL 1Seorang gadis tengah berjalan di sebuah lorong kelas yang sepi. Sesekali terdengar suara celotehan para murid yang menggema di setiap sudut-sudut ruang yang ia tapaki. Tepat di depannya saat ini, seorang lelaki berpunggung lebar menggunakan setelan baju khas para guru berwarna coklat itu tengah menunjukan jalan, lebih tepatnya dia adalah guru barunya yang bernama Bapak Arya. Dia kelihatan belum terlalu tua, malah terkesan masih muda. Bisa ditebak, mungkin umurnya sekitar 35 tahun.Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat tua. Suara bising dari dalam ruangan tersebut juga terdengar sampai keluar.