Tuan Li kurang lebih telah dapat menebak hasil seperti apa yang didapatkan Yu Shi, karena mimik depresi yang ditampakkan pemuda itu sangat jelas. "Kau tidak berhasil?"
"Lebih parah lagi, Guru. Aku tidak bisa memberikan jawaban apapun." Selanjutnya Yu Shi menceritakan apa persisnya yang telah dialaminya.
Tuan Li segera bangkit berdiri, berseru marah. "Mereka jelas telah melanggar ketentuan! Bahkan negara dengan pemerintahan terbodoh sekalipun tidak akan mengeluarkan jenis soal seperti itu!"
"Percuma saja Guru. Rasa-rasanya memang seperti itulah jenis soal yang mereka ujikan setiap tahunnya," Yu Shi menggumam letih. "Kalau begini caranya, kita harus menempuh cara lain..."
Tuan Li menarik nafas, kemudian menepuk bahu Yu Shi. "Ya, pasti ada cara lain."
***
Dua tahun kembali berlalu, namun Yu Shi masih belum mendapatkan jalan masuk ke istana. Tuan Li telah mencoba untuk memakai segala macam cara juga koneksi, tetapi ia kalah dari para saudagar kaya yang mampu menyuap lebih besar, dan jalan Yu Shi terlangkahi oleh anak-anak para saudagar kaya itu. Satu-satunya jalan bagi Yu Shi untuk menjadi warga istana hanyalah menjadi seorang kasim. Bila Yu Shi wanita, ia tentu tidak berkeberatan menjadi dayang, tetapi menjadi seorang kasim dan dengan demikian menjadi seorang manusia yang tak lengkap? Yu Shi masih lebih memilih menjadi seorang budak.
Betapapun, Yu Shi tetap melanjutkan menggembleng dirinya dengan tekun. Dan karena segala hal yang Tuan Li ingin ia pelajari sudah berhasil ia kuasai, ia punya banyak waktu luang untuk mempelajari apa yang sejak semula ingin ia pelajari - ilmu beladiri. Bersama Cao Xun, ia berlatih beladiri siang dan malam. Berlainan dengan ilmu bahasa asing yang sangat sulit untuk ia pelajari, ia mampu menguasai ilmu beladiri sampai ke tingkat yang cukup tinggi dalam waktu relatif singkat. Kini ia dan Cao Xun boleh disebut sebagai pendekar dengan ilmu yang sulit ditandingi lawan biasa, walaupun kemampuan Yu Shi masih setingkat lebih tinggi di atas.
Untung sekali baginya ia berhasil menguasai ilmu tersebut, karena tak lama kemudian ilmu tersebut menjadi sangat berguna baginya.
Pada suatu siang, di saat matahari panas merekah dan para penduduk kota melakukan aktivitas mereka seperti biasa, dari arah timur laut muncul segerombolan orang berpakaian perompak dalam jumlah besar. Mereka membawa berbagai macam senjata, dan mulai membuat kerusuhan. Mereka merusak barang apapun dan menyerang siapapun yang mereka temui. Dan para penduduk Cheng Shu yang malang hanya bisa berlarian ke sana kemari, menyelamatkan diri.
Yu Shi, Cao Xun dan Tuan Li termasuk di antara mereka yang sibuk berlarian.
"Pemberontakan Cheng Xi Bo!" orang-orang berseru-seru. Jerit ketakutan dan teriak kesakitan acap kali terdengar setiap para pemberontak menyerang dan melukai mereka. Bahkan anak-anak kecil pun tak luput dari sasaran mereka. Tak sengaja Yu Shi melihat seorang pemberontak tengah menyorongkan pedangnya ke arah seorang gadis kecil yang tidak sempat menghindar. Gadis itu menjerit, dan Yu Shi merasakan kakinya melayang berlari. Tahu-tahu saja ia telah berada di depan gadis itu, tangannya memegang pedang yang kini menusuk tepat ke bagian diafragma kanan si pemberontak. Si pemberontak pun jatuh tersungkur. Tapi beberapa detik kemudian, beberapa pemberontak lain datang menyerang. Namun mereka semua ternyata bukanlah tandingan Yu Shi. Dalam waktu singkat ia berhasil mengalahkan mereka semua, pun menarik si gadis untuk mengikutinya menyelamatkan diri ke tempat yang aman.
Karena tidak ada lagi tempat yang aman di Cheng Shu, semua orang yang berhasil lolos dari maut terpaksa mengungsi ke kota sebelah Xu Du.
"Bagaimana dengan Bibi Guru?!" Yu Shi bertanya panik.
Cao Xun yang muncul semenit kemudian menjawab pertanyaan Yu Shi dengan menggandeng tangan Nyonya Li, yang kini menangis terisak, "Mereka telah menghancurkan rumah kita..."
"Apakah mereka juga akan menyerang ke Xu Du ini?" seorang pengungsi bertanya.
Tuan Li termangu. "Seharusnya tidak... Kuamati Cheng Shu ini hanya merupakan pembukaan serangan semata. Tujuan mereka adalah An Chang, untuk mengacaukan stabilitas ibukota bahkan kalau bisa istana." Ia mengangkat bahu. "Kita lihat saja bagaimana Kaisar Liang mengatasi semua ini."
Perkiraan Tuan Li sangatlah tepat, pemberontakan Cheng Xi Bo dengan cepat merambah ke Ibukota An Chang. Bahkan terdengar desas-desus mereka berhasil membuat kerusakan jauh lebih parah dibandingkan saat mereka memorak-morandakan Cheng Shu.
Kaisar Liang yang marah dengan segera mengutus laskarnya untuk meredam pemberontakan kali ini. Tetapi ternyata jumlah prajurit kerajaan yang handal masih kalah jumlah dibandingkan pasukan pemberontak. Terpaksa pihak istana menarik tentara dari masyarakat awam, dan karena keadaan yang mendesak, mereka tidak melakukan tes dan siapa saja - asalkan mereka pria di atas lima belas tahun - wajib bergabung masuk angkatan militer.
"Ini kesempatan bagus, Nak! Kau bisa menjadi prajurit!" ujar Tuan Li sangat bersemangat. "Bila kau berhasil, kau bisa naik pangkat ke epselon yang lebih tinggi, dan tidak tertutup kemungkinan kau diangkat sebagai jenderal atau panglima serta memiliki pasukan sendiri!"
"Tapi... bagaimanapun ini adalah perang..." Nyonya Li berkata khawatir.
Yu Shi segera menenangkannya. "Bibi Guru tenang saja, lihat, kami telah menguasai ilmu beladiri dengan baik. Kami akan baik-baik saja dan kembali dengan selamat."
"Ya... ya... Nak..." Nyonya Li tersendat, seolah tengah berusaha menahan agar airmatanya tidak keluar. "Kalian harus kembali dengan selamat... Dan jangan pergi menyusulnya..."
"Yu Shi tidak akan apa-apa! Dewa Yama cukup menarik Run Cheng seorang, dan bila dia memiliki hati nurani, dia akan membiarkan mereka tetap bersama kita!" Tuan Li menukas.
Yu Shi terpekur. Run Cheng adalah putera satu-satunya Tuan dan Nyonya Li yang tewas dalam perang saat Han berusaha merebut kembali Tukhestan dua puluh tahun lalu.
Tapi tetap sangat sulit bagi Nyonya Li untuk dapat melepaskan genggaman tangan mereka berdua. Tiga tahun berlalu, Yu Shi dan Cao Xun telah begitu dekat dengan pasangan tua itu dan bagi mereka, kedua pemuda itu sudah seperti putera mereka sendiri. Begitu juga Yu Shi dan Cao Xun. Namun bagaimanapun juga, mereka harus pergi. Yu Shi lantas berkata, "Bibi Guru, saya pergi dengan mengusung satu tujuan; mengembalikan kejayaan Han Yang Agung seperti juga yang dicita-citakan Guru dan Bibi Guru. Ayahanda, Ibunda, kakak dan adik, serta para leluhur pendahulu saya yang berada di atas sana akan merestui perjuangan kami dan menuntun kami agar bisa kembali dengan membawa kemenangan."
Ia mengangguk meyakinkan. Nyonya Li pun turut mengangguk pelan, kemudian melepaskan genggaman tangannya. Dan mengantar kepergian kedua pemuda itu, sampai bayangan mereka menghilang dari pandangan.
"Kakak, kau mau pergi mendaftar ikut masuk militer?" Sebuah suara bertanya. Yu Shi dan Cao Xun menoleh. Ternyata gadis kecil yang tempo lalu Yu Shi selamatkan. Ia kini bersama seorang pria paruh baya yang sepertinya adalah ayahnya.
Yu Shi mengangguk. "Benar, Dik. Kami mengikuti seperti yang diinstruksikan oleh pemerintah."
Si gadis berpaling pada pria di sebelahnya tersebut. "Kakak inilah yang dahulu pernah menyelamatkanku, Ayah."
"Ah, jadi rupanya kaulah pemuda pemberani itu. Terima kasih banyak telah menyelamatkan puteriku, dan maaf sekali aku baru sempat mengucapkan terima kasih sekarang. Ah... seharusnya kami memberikanmu tanda mata sebagai tanda terima kasih..."
"Tidak perlu repot-repot, Tuan!... Lagipula, itu memang kewajiban saya harus menyelamatkan sesama yang membutuhkan bantuan..."
Ayah si gadis mengamati Yu Shi lekat-lekat. "Kau hendak mendaftar wajib militer? Sebagai apa?"
"Ah, saya hanya orang rendahan, mereka pastilah hanya menempatkanku menjadi prajurit biasa."
Alis sang pria berkeriut. "Jangan!" ia berseru. "Prajurit biasa adalah prajurit yang paling cepat mati karena mereka akan selalu ditempatkan di garis paling depan. Kau harus menempati jabatan yang lebih tinggi, pula kulihat kau memang memiliki kemampuan yang memadai."
"Tapi saya mana punya hak untuk meminta seperti itu..."
"Bisa. Bila aku yang meminta. Aku adalah Walikota Cheng Shu."
Yu Shi tak dapat mempercayai kemujuran tak terduga itu begitu saja. Tetapi semuanya berjalan begitu cepat. Walikota Cheng Shu dengan mudah mengatur agar Yu Shi mendapatkan jabatan kapten, dan Cao Xun dimasukkan dalam regu pimpinannya.
"Ini benar-benar bagus, Yu Shi," Cao Xun berujar gembira. "Memang benar katamu, Langit memihak kita. Kau mendapatkan posisi tinggi dalam kemiliteran dan karenanya kita pasti akan menang!"
Yu Shi tersenyum kecil. Ia menengadahkan wajahnya, menatap matahari senja berwarna jingga kemerahan di hadapannya, lantas menarik nafas panjang.
Ya. Langit, serta leluhurku dan keluargaku di atas sana pasti akan melindungiku.
Pasti.
"Berangkat!" Yu Shi duduk di atas kuda putihnya, menyerukan aba-aba pada pasukannya yang langsung berderap maju. Saat itu masih pagi buta dan para prajurit belum terjaga sepenuhnya, bagaimanapun instruksi yang datang dari atas mengharuskan mereka bergerak di saat musuh masih terlelap. Yu Shi mengamati pasukannya tidak dengan sepenuh hati mengikuti aba-abanya. Mereka berjalan dengan langkah berat dan gontai. Yu Shi mendesah. Timnya terdiri dari pasukan yang seluruhnya berasal dari kaum awam dan tidak memiliki pengalaman perang sama sekali, tentu saja mereka tidak bisa diharapkan memiliki mental selayaknya seorang prajurit. Memang Panglima Liu selaku panglima tertinggi dapat memaklumi keadaan mereka sehingga mengizinkan mereka berada di barisan belakang, tetapi bagaimanapun ini adalah perang. Segalanya menjadi tidak pasti. Bisa saja mereka tahu-tahu diinstruksikan maju ke barisan paling depan. Betapapun, Yu Shi masih bisa sed
Jenderal salah besar. Dia sendiri tidak pernah mengamati langsung para prajuritnya, karena itu dia tidak tahu seberapa besar rasa takut para prajurit terhadap An Dao Dui, dan strateginya yang memutar jalan berbelit-belit itu tidak melenyapkan ketakutan mereka, yang ada hanya memperpanjang perang dan semakin lama mengekang mereka dalam rasa takut. Kalau saja ada cara yang lebih baik... Secara kebetulan ia melihat salah seorang prajurit yang merupakan anak buahnya melintas. Yu Shi bergegas menghentikan si anak buah. "Kau tahu, seperti apa persisnya An Dao Dui?" "Maafkan saya, Tuan. Saya sendiri juga kurang mengerti karena belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya menurut kabar burung saja, kalau mereka..." "Ada di antara kalian yang pernah melihat An Dao Dui dengan mata kepala sendiri?" Si prajurit berpikir sejenak. "Katanya A Lan pernah bertatap muka langsung dengan mereka." "
"Akhirnya kau sendiripun ikut ketakutan terhadap An Dao Dui?" tanya Cao Xun. Yu Shi menggeleng. Cao Xun kebingungan. "Tapi kau sendiri yang memerintahkan kami semua untuk mundur?..." "Percuma saja melawan mereka. Mental pasukan kita sudah kalah sebelum bertempur. Pula musuh sangat pintar menciptakan efek dramatis dengan muncul dari daerah berkabut tebal serta memakai pakaian dan cadar serba hitam." Yu Shi meletakkan siku tangannya ke atas kakinya yang duduk bersila. "Dan aku juga tidak takut terhadap Song Qiu. Hanya saja kata-katanya barusan memberikanku letikan ide." Cao Xun langsung tertarik. "Ide?" "Ya," Yu Shi lantas bangkit berdiri. "Aku ingin pergi ke suatu tempat. Sementara itu, tolong bantu aku mengawasi prajurit dan keadaan. Bila terjadi sesuatu, segera kirimkan si Perak kepadaku." Si Perak adalah burung merpati peliharaan Yu Shi. "Tapi kau mau pergi ke ma
Enam jam telah berlalu. Matahari pagi telah merekah menyinari ufuk timur, tapi si orang bercadar masih belum kembali juga. Yu Shi mendesah panjang. Bukan hanya tidak mendapatkan pawang, sekarang ia juga kehilangan kuda putih kesayangannya. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya karena terlalu mudah mempercayai seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Bagaimana kalau orang itu benar mata-mata? Bagaimana kalau ini semua ternyata adalah permainan Cheng Xi Bo untuk menjebaknya? Ia merosot jatuh, bersimpuh pasrah di atas tikar kemahnya, lantas menggelengkan kepala kuat-kuat. Gagallah sudah rencana terakhirnya, akhirnya ia hanya bisa membiarkan nyawanya berakhir di sini. sekarang. Dan setelah di akhirat nanti, ia masih harus menghadap arwah keluarga dan leluhurnya yang pastinya meminta pertanggung jawabannya, mengapa ia gagal mewujudkan misi suci ini. Seorang prajurit menerobos masuk ke dalam kemah dengan terburu-buru, "Tuan! Pasuk
Dengan berhasil dikalahkannya An Dao Dui, maka kekuatan Cheng Xi Bo secara drastis berkurang jauh. Hanya dibutuhkan beberapa hari untuk menumpas habis pemberontakan itu. Cheng Xi Bo sendiri terlalu malu untuk mengakui kekalahannya bunuh diri dengan menebas lehernya sendiri, dan mayatnya ditemukan tak jauh di tepi sungai Jiang Chang. Panglima Liu menepuk pundak Yu Shi dengan bangga. "Kaulah penentu kemenangan ini, Li Run Fang! Bila kau tidak mendapatkan ide tersebut, malah mungkin kita yang akan dibunuh oleh Cheng Xi Bo!" Yu Shi menundukkan kepalanya, menjawab dengan nada penuh kerendah hatian. "Jenderal terlalu memuji Ide itu pula bisa saya laksanakan berkat bantuan seseorang" Namun ia tak berhasil menemukan penolong misteriusnya. Para pawang menolak untuk memberitahukan identitas si cadar, dan kudanya tiba-tiba saja telah terikat di samping kemahnya. "Kita akan sege
"Puteri Pertama, Puteri Kedua dan Puteri Ketiga, telah tiba!" Seruan sang pengumandang lah yang mampu mengalihkan perhatian seluruh aula dari Yu Shi. Mereka segera memutar tubuh seraya menghaturkan hormat pada ketiga puteri yang kini berdiri di singgasana kerajaan. "Hormat kepada Yang Mulia Puteri. Semoga Yang Mulia sekalian diberkati Langit dan panjang umur sampai sepuluh ribu tahun!" Yu Shi pula ikut menghaturkan hormat pada ketiga puteri tersebut, seraya memandangi mereka dengan seksama. Ia sudah tahu, Kaisar Liang tidak memiliki putera seorangpun walaupun ia telah bercinta dengan sebanyak mungkin wanita yang diinginkannya, Langit hanya berkenan memberikannya tiga puteri mahkota. Puteri pertama Liang Ying Lan persis seperti desas-desus yang beredar, sangat cantik dan menawan. Ia pula terkenal pintar, handal, dan berkharisma. Semua orang - pria dan wanita senantiasa bersedia tunduk
"Kenalilah musuhmu, kenalilah dirimu sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenalilah Langit, kenalilah Bumi, maka kemenanganmu akan menjadi lengkap." Dengan tegas dan gamblang, Yu Shi memaparkan isi dari Kitab Seni Perang Sun Tzu seperti yang diminta Kaisar Liang. Kaisar paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya, kekaguman yang terpancar dari sorot matanya semakin besar. Begitu pula dengan para menteri dan pejabat pemerintahan lain yang duduk menatapnya dari sudut ruangan yang lain. "Bagaimana dengan sastra dan kebudayaan? Kau juga menguasainya seterampil kau menguasai bidang ini?" Perdana Menteri bertanya. "Ya, Tuan. Saya juga menguasainya." Selanjutnya Yu Shi menjabarkan beberapa karya sastra klasik yang telah dipelajarinya berulang kali - karya sastra pilihan yang menurut Tuan Li pasti akan dapat memenangkan hati siapapun yang mengujinya. Dan benar saja, k
Si pemuda balas menatap Yu Shi, kemudian berseru, "Jalan!" Nampaknya pemuda itulah ketua kerumunan tersebut, karena mereka semua dengan amat patuh mengikuti komandonya. Yu Shi membawa mereka ke dalam sebuah ruangan kecil. Ia menutup semua pintu dan jendela, dan setelah memastikan tidak ada orang luar dapat menguping, ia berujar, "Mengapa kalian semua begitu bodoh? Bukankah sudah kubilang berkali-kali, jangan bertindak sembarangan. Apalagi sampai masuk menyerbu istana!" Nada suara Yu Shi sarat dengan kemarahan. Namun seakan tidak mau kalah, si ketua massa membalasnya dengan berapi-api, "Tuan... Anda sendiripun tidak memberikan kami kesejahteraan seperti yang dulu Anda janjikan! Padahal Anda bilang, bila kami mengikuti Anda, kami akan memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan hidup!" Kerumunan massa ikut berseru-seru. Cao Xun menukas, "Kalian pikir semua hal bisa dicapai semudah membalikkan lidah? Kali
Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak
"Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi
Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya
Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar
Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &
"Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be
Itu merupakan gua dalam gunung di negeri yang terisolir. Tenang, hening dan damai. Tiada suara apapun yang akan mengusik. Dan kalaupun terdengar suara, maka itu pastilah suara yang membuat hati tenteram dan bahagia. Kebahagiaan itulah yang mendorong Feng Lan untuk datang ke tempat itu. Ia memang sudah tahu Negeri Qi adalah negeri yang menutup diri dari Dunia Luar, begitu pula dari kefanaan dan kesengsaraannya. Ia sudah muak akan seluruh kehidupan duniawi. Cita-citanya sebetulnya bukanlah menjadi pertapa, keadaan hidup lah yang memaksanya mengambil jalan ini. Ia sudah pasrah, ia sudah menyerah dalam pergelutannya dengan Takdir. Takdir tidak mengizinkan aku meraih apa yang aku inginkan. Bagaimanapun, Ying Lan sendiri memang menyukainya Feng Lan memilih pergi dari Istana. Sementara Xiu Lan mencegahnya mati-matian. "Kakak, jangan pergi ke Qi! Itu tempat u
Liang dipenuhi sukacita. Pasalnya, pemimpin mereka yang baru telah lahir. Pemimpin yang memberikan nuansa baru bagi mereka, karena beliau berbeda dari generasi sebelum-sebelumnya. Pemimpin Liang sekarang ini berjenis kelamin wanita. Liang Ying Lan menjadi Kaisar Wanita pertama yang memerintah Liang. Ying Lan menggeser tradisi Liang, dan berhasil meyakinkan para petinggi Liang bahwa ia - walaupun seorang wanita - namun sangat memenuhi kriteria untuk menjadi seorang pemimpin. Dan tidak dibutuhkan waktu lama untuk itu. Ia memiliki kharisma amat kuat dimana tak seorangpun bisa membantahnya. Ia memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, bukan menjadi seorang pemimpin yang andal. Ying Lan gemar berpesta pora dan menikmati pria. Ia memelihara puluhan pria tampan dalam satu istana, dan menikmati mereka bergantian. Ia mencintai semua pria itu sampai-sa
"Putri Feng Lan!" "Kataku jangan mendekat!" Feng Lan menjerit. "Ternyata apa yang mereka katakan memang benar! Padahal selama ini aku tidak pernah ingin mempercayainya. Mereka selalu mengatakan kau berusaha menggoda kakakku, kau juga turut menjadi salah satu prianya, dan banyak lagi, tapi aku tidak pernah berusaha menggubrisnya. Aku kira aku bisa mempercayaimu. Aku kira kau hanya mencintaiku apapun yang akan terjadi. Ternyata... ternyata..." Setetes air mata jatuh mengaliri pipinya. "Aku memang tidak bisa mempercayaimu..." "Putri Feng Lan, itu semua tidak benar, tolong berikan aku waktu untuk menjelaskan..." "Tidak perlu!" Feng Lan kembali menjerit, bahkan menyentak tangan Yu Shi yang berusaha menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku tak mau melihatmu lagi! Pergi! Pergi dari hadapanku, pergi!!!" Yu Shi tergugu. Ia pandangi Feng Lan yang tampak murka, Ying Lan