Bagaimanapun juga, Tuan Li bertekad untuk membuat Yu Shi mencapai keberhasilan secepat mungkin. Ia menyusun jadwal sangat ketat di mana Yu Shi boleh dibilang nyaris tidak memiliki waktu istirahat kecuali saat makan, mandi dan tidur - tidur pun hanya kurang lebih lima jam sehari. Tuan Li menginginkan Yu Shi mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan, mulai dari ilmu politik dan ketatanegaraan, manajemen dan administrasi pemerintahan, strategi perang, bahkan juga mencakup seni, kesusasteraan serta budaya. Yu Shi sendiri tidak mengeluh. Ia telah terbiasa hidup dalam kesengsaraan perbudakan, jadi jadwal ketat ini bukan apa-apa baginya. Bahkan Yu Shi meminta Tuan Li mengajarinya ilmu beladiri.
"Saya ingin menjadi sempurna, Guru. Karena saya berasal dari kasta rendah, dan orang tidak akan memandang kasta rendah kecuali mereka memiliki sesuatu yang lebih dan bernilai."
Tuan Li memandang paras Yu Shi yang pucat dan tubuhnya yang kurus kering. "Tapi kulihat kau sudah sangat kelelahan..."
Yu Shi berseru penuh tekad, "Tidak apa-apa, Guru! Saya yakin saya akan bisa melakukannya!..."
Tapi Tuan Li dengan tegas menggelengkan kepalanya. "Tidak! Segala sesuatu ada jalannya dan batasannya sendiri. Bila kau gegabah seperti itu, jangankan untuk meraih cita-cita kita, bertahan hidup pun kau tak akan mampu karena sudah mati kelelahan."
Yu Shi terdiam - ucapan Tuan Li memang benar. Ia pun bertekad untuk menguasai seluruh pelajaran yang dijadwalkan Tuan Li secepat mungkin agar ia mampu mempelajari beladiri yang ia inginkan itu.
Namun entah mengapa, pelajaran yang harus dikuasai Yu Shi seakan tiada habis-habis. Sebulan, dua bulan, tiga bulan... Setengah tahun sudah waktu berlalu, tetapi Tuan Li tetap belum mengatakan Yu Shi telah mencapai tahap yang boleh dikatakan memuaskan. Ilmu baru selalu ada sementara Yu Shi tidak boleh melupakan ilmu yang dulu telah dipelajari. Dan tubuh Yu Shi semakin kurus dari waktu ke waktu.
Nyonya Li sangat khawatir dengan kondisi tubuh Yu Shi. "Lihat, dia semakin kurus saja. Kau jangan memaksanya belajar terlalu keras," ia menegur suaminya.
Tuan Li menarik nafas panjang. "Tetapi memang harus seperti itu jalan yang mesti ia tempuh. Tidak ada pencapaian besar tanpa perjuangan yang besar pula."
"Dan bagaimana kalau dia tidak kuat menanggung semua itu? Dia akan mati karena kelelahan atau sakit! Tidak perlu lah merebut kembali takhta kekaisaran, bertahan hidup sebagai rakyat biasa pun sudah cukup baik baginya."
"Kau tak usah khawatir," ujar Tuan Li, penuh kesungguhan. "Yu Shi pasti bisa melalui segala kesukaran ini. Ia seorang anak yang kuat, tegar, dan pandai, persis seperti kakeknya. Ia pasti akan mampu mengembalikan kejayaan Han Yang Agung seperti sedia kala."
Terdengar pintu berkeriut membuka. Yu Shi muncul di baliknya, wajahnya nampak sangat pucat dan lelah. Tuan Li menatapnya.
"Ini terlalu lama. Seharusnya tugas ini sudah selesai dari setengah jam yang lalu," tegurnya tajam.
Yu Shi membungkuk rendah, sembari menjawab dengan nada penuh penyesalan. "Maafkan saya, Guru, namun tugas kali ini jauh lebih sulit..."
"Kau tahu, apa yang harus kau lakukan bila kau terlambat seperti ini?"
Masih dalam keadaan membungkuk, Yu Shi menjawab, "Saya mengerti."
Nyonya Li terbelalak, "Tidak! Yu Shi... jangan dengarkan dia! Dia tidak sungguh-sungguh mau melakukannya!"
"Tidak ada perjanjian yang tidak bersungguh-sungguh," Tuan Li berujar tajam, sembari memperhatikan Yu Shi yang kini mengambil setumpuk besar kertas dan membawanya ke dalam kamar. Isi perjanjian di antara mereka berdua ialah: Bila Yu Shi terlambat menyelesaikan tugasnya, ia harus menyalin salah satu bab pilihan dalam Kitab Konfusius ataupun Kitab Strategi Sun Tzu sebanyak 1000 kali. Selama ini Yu Shi telah seringkali terlambat menyelesaikan tugasnya - karena waktu yang ditentukan Tuan Li memang terlalu pendek, dan sekarang ia masih punya utang menyalin sebanyak 7000 lembar ditambah hukuman hari ini. Dengan gontai, Yu Shi beranjak ke kamarnya dan nyaris menutup pintu.
"Tunggu sebentar!" Tiba-tiba Tuan Li memanggil. "Tugasmu masih belum selesai."
Yu Shi menoleh. "Masih ada tugas lagi, Guru?" Ia memanglingkan wajah ke arah jendela yang menampakkan matahari sore yang bersiap tenggelam.
Tuan Li mengangguk. "Ya. Karena kita hanya bisa menemui mereka setelah hari berubah gelap."
Pernyataan Tuan Li ini segera memancing keingintahuan Yu Shi juga Nyonya Li. Tetapi Tuan Li memilih untuk bungkam untuk sementara waktu. Pria tua itu hanya menggerakkan jarinya sebagai tanda agar Yu Shi mengikutinya, yang kini melangkah keluar dari rumah dan berjalan menuju ke dalam hutan lebat yang memang terletak tak jauh dari rumah mereka. Dalam hati, Yu Shi merinding juga. Hutan tersebut sangat terkenal di daerah mereka karena keangkerannya. Para penduduk hanya berani melintasinya pada siang hari, dan mereka banyak membuat cerita serta mitos mengerikan tentang hutan tersebut saat malam hari. Yu Shi melemparkan pandangan ke arah sekelilingnya, kemudian kembali memandangi gurunya yang berjalan di depannya. Iapun berpikir, apa jangan-jangan sang guru mau menguji nyalinya dengan memasang perangkap di hutan ini, yang akan menyerangnya di saat-saat tak terduga?...
Langkah Tuan Li berhenti tanpa peringatan. Ia berbisik, "Kita sudah sampai."
"A..." Masih tercegang dengan pernyataan mendadak Tuan Li, Yu Shi kembali mendapat kejutan lain. Secercah sinar terang menyorot tepat ke bola matanya, disusul dengan rekahnya sinar-sinar lain yang membuat seluruh hutan menjadi terang benderang. Dan saat melihat sosok-sosok yang muncul dari balik terangnya cahaya, bola mata Yu Shi sontak membelalak sangat lebar.
Yang pasti, mereka bukanlah orang negara Liang. Mereka semua adalah orang-orang dari bangsa lain - negara lain. Tse-Kuan, Chang, Pheu-Kam, Sutta, Tukhestan, Yeong-Shan, Kishov, bahkan juga dari Qi yang misterius serta Khanate yang tengah dimusuhi Liang. Yu Shi memang telah mengetahui sedikit banyak corak budaya mereka dari pengetahuan yang ia dapatkan dari membaca, namun tetap saja pertemuan dengan orang-orang ini secara langsung memberikannya kesan tersendiri.
"Karena itulah, aku tak dapat mempertemukan mereka denganmu pada siang hari. Terlalu riskan, apalagi Liang menyatakan permusuhan terbuka terhadap Khanate," jelas Tuan Li. Ia menatap Yu Shi yang masih tengah dilanda keterkejutan dan kebingungan. "Mereka adalah sahabat-sahabat karibku dari seluruh penjuru dunia, dan mereka bersedia membimbingmu dalam hal mengenali budaya dan bagaimana caranya berpolitik dengan kaum mereka."
Yu Shi membalas dengan suara agak tercekat. "Ini... luar biasa sekali, Guru..."
Tuan Li tersenyum. Ia mengangguk pada salah satu dari orang-orang asing itu, yang merupakan orang Tukhestan.
"Ini adalah mantan Menteri Luar Negeri Tukhestan, Klumike Zhao." Tuan Li mengenalkan, sementara Tuan Klumike Zhao memberi hormat, ala Tukhestan. Karena sudah mengerti benar seluk-beluk budaya Tukhestan, Yu Shi mampu membalas menghaturkan hormat sesuai dengan budaya mereka. Tuan Li tersenyum. Ia pun mengangguk pada si orang kedua, yang merupakan seorang wanita paruh baya berwajah tegas.
"Mantan Menteri Luar Negeri Yeong-Shan, Nyonya Jang Yu-jin."
Nyonya Jang melangkah maju, kemudian membungkuk lebih rendah dari yang biasa orang Han lakukan. Melihat kegugupan merayapi wajah Yu Shi, Tuan Li kembali berujar. "Bangsa Yeong-Shan sangat menjunjung tinggi kesopanan dan penghormatan, terutama penghormatan kepada orang yang lebih tua. Yu Shi, kau jauh lebih muda dibandingkan Nyonya Jang, kusarankan kau membungkuk lebih rendah dari yang beliau lakukan padamu."
Masih dalam keadaan tergugu, Yu Shi melakukan apa yang diperintahkan Tuan Li. Ia membungkuk sampai dalam sekali, dan ketika ia mengangkat kembali tubuhnya ia merasakan pandangan matanya berkunang-kunang karena pusing.
Kemudian Tuan Li memanggil orang ketiga, yang bertubuh paling kurus dan kecil bila dibandingkan orang bangsa lainnya. "Dan ini Mantan Sekretaris Negara Pheu-Kam, Tuan Sakngea."
Tuan Sakngea tersenyum, sangat lebar. "Apa kabar Tuan Han? Senang bertemu dengan Anda."
"Bangsa Pheu-Kam sangat menjunjung tinggi keramahtamahan. Balas tersenyumlah setiap kali kau bertatap muka dengan mereka." Tuan Li kembali menjelaskan. Yu Shi pun memaksakan sebuah senyuman rikuh. "Saya pun juga senang bertemu dengan Anda, Tuan Sakngea."
Dan begitulah seterusnya. Tuan Li mengenalkan mereka pada Yu Shi satu demi satu, dan selanjutnya mereka semua memberikan pelajaran kepadanya mengenai budaya dan adat istiadat mereka.
Tapi bagimanapun juga semua pelajaran yang keras dan melelahkan fisik ini membuat Yu Shi sempat frustrasi suatu hari.
"Bagaimana mungkin aku dapat menguasai semua ini dalam sekejap, Guru?" tanyanya frustrasi. Saat itu ia tengah mempelajari kitab budaya klasik, dan ia tidak sanggup menghafalkan kitab sastera yang ditunjuk Tuan Li.
"Justru ini merupakan pelajaran yang sangat penting! Kau harus tahu, kitab budaya klasik memegang peranan sangat penting dalam dunia aristrokrasi. Dunia yang akan kau masuki sama sekali lain dengan dunia perbudakanmu dulu!" Tuan Li menjawab dengan nada keras yang tidak bisa ditawar. Namun saat dilihatnya Yu Shi benar-benar nampak depresi, suaranya melembut. "Kakekmu, Kaisar Han Wen Xing menguasai semua karya sastera ini dengan sangat baik."
Pernyataan itu membuat Yu Shi terdiam, cukup lama.
"Aku tak akan pernah bisa sesempurna dia," bisiknya lirih.
Tuan Li balik menantang, "Bukankah kau ingin menjadi sempurna?"
Yu Shi tidak mampu menjawab, alih-alih demikian ia hanya menunduk. Lalu menggelengkan kepalanya.
"Aku salah ketika itu, Guru," katanya masih dalam suara lirih yang sama dengan sebelumnya. "Aku sadar sekarang, aku tak akan pernah bisa sempurna."
"Kalau begitu, jadilah manusia yang paling mendekati kesempurnaan." Tuan Li menatap tepat ke bola mata Yu Shi. "Aku tak menyukai ini. Kaisar Han Wen Xing bukanlah tipe orang yang mudah menyerah. Ia akan berusaha mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang menghadangnya, dan ia selalu berhasil menemukannya. Yu Shi, wajahmu sangat mirip dengannya, Nak. Seharusnya kecerdasan dan semangatmu pun juga persis seperti dirinya."
Yu Shi mengatupkan bibirnya. "Aku tidak akan pernah bisa mirip seperti dia, Guru. Aku tak akan pernah bisa..."
Tuan Li memandangi Yu Shi tajam-tajam. Didapatinya wajah Yu Shi kini sangat tirus - yang boleh dikatakan seperti tulang yang ditempeli seiris tipis kulit berwarna pucat juga kering. Bahkan kini timbul kerutan-kerutan di wajahnya, serta kantung mata hitam besar di bawah kelopak matanya. Tuan Li pun berujar, "Kau terlalu lelah. Beristirahatlah dulu, sepanjang yang kauinginkan. Dan setelah kau selesai beristirahat, renungkanlah kata-kataku tadi dan camkanlah dalam hatimu.
"Satu lagi. Hentikan juga pelajaran beladiri yang kaulakukan di pagi buta itu, kalau tidak, aku akan memberikan hukum menyalin dua kali lipat."
Semburat merah menghiasi wajah Yu Shi. Tersipu malu, ia berujar, "Murid mendengarkan perintah Guru."
"Waktunya telah tiba." Tuan Li menyerahkan secarik kertas besar pada Yu Shi yang langsung membacanya. "Ujian seleksi pemilihan pejabat negara..." Ia mendongak, kembali memandang Tuan Li dengan bola mata melebar. "Pada minggu ini, Guru?" "Kenapa? Kau tak siap?" "Tidak! Tentu saja saya siap!..." Yu Shi buru-buru menukas. "Saya hanya merasa sedikit gugup..." "Oh, baguslah kalau hanya begitu. Aku nyaris khawatir kau tidak siap." Tuan Li tersenyum lebar. Sambil menepuk pundak muridnya, ia kembali meneruskan, "Kita telah berlatih sangat keras, Nak, dan kau telah memperlihatkan kemampuanmu yang sangat baik itu. Kau pasti akan lulus, Nak. Lebih dari itu, kau pasti akan menjadi zhuangyuan." Nampak jelas Tuan Li sangat yakin dengan kata-katanya, Yu Shi pun ikut tersenyum lebar. "Terima kasih, Guru. Murid tidak akan mengecewakan Guru." Keesokan harinya, Yu
Tuan Li kurang lebih telah dapat menebak hasil seperti apa yang didapatkan Yu Shi, karena mimik depresi yang ditampakkan pemuda itu sangat jelas. "Kau tidak berhasil?" "Lebih parah lagi, Guru. Aku tidak bisa memberikan jawaban apapun." Selanjutnya Yu Shi menceritakan apa persisnya yang telah dialaminya. Tuan Li segera bangkit berdiri, berseru marah. "Mereka jelas telah melanggar ketentuan! Bahkan negara dengan pemerintahan terbodoh sekalipun tidak akan mengeluarkan jenis soal seperti itu!" "Percuma saja Guru. Rasa-rasanya memang seperti itulah jenis soal yang mereka ujikan setiap tahunnya," Yu Shi menggumam letih. "Kalau begini caranya, kita harus menempuh cara lain..." Tuan Li menarik nafas, kemudian menepuk bahu Yu Shi. "Ya, pasti ada cara lain."*** Dua tahun kembali berlalu, namun Yu Shi masih belum mendapatkan jalan masuk ke istana. Tuan Li telah mencoba
"Berangkat!" Yu Shi duduk di atas kuda putihnya, menyerukan aba-aba pada pasukannya yang langsung berderap maju. Saat itu masih pagi buta dan para prajurit belum terjaga sepenuhnya, bagaimanapun instruksi yang datang dari atas mengharuskan mereka bergerak di saat musuh masih terlelap. Yu Shi mengamati pasukannya tidak dengan sepenuh hati mengikuti aba-abanya. Mereka berjalan dengan langkah berat dan gontai. Yu Shi mendesah. Timnya terdiri dari pasukan yang seluruhnya berasal dari kaum awam dan tidak memiliki pengalaman perang sama sekali, tentu saja mereka tidak bisa diharapkan memiliki mental selayaknya seorang prajurit. Memang Panglima Liu selaku panglima tertinggi dapat memaklumi keadaan mereka sehingga mengizinkan mereka berada di barisan belakang, tetapi bagaimanapun ini adalah perang. Segalanya menjadi tidak pasti. Bisa saja mereka tahu-tahu diinstruksikan maju ke barisan paling depan. Betapapun, Yu Shi masih bisa sed
Jenderal salah besar. Dia sendiri tidak pernah mengamati langsung para prajuritnya, karena itu dia tidak tahu seberapa besar rasa takut para prajurit terhadap An Dao Dui, dan strateginya yang memutar jalan berbelit-belit itu tidak melenyapkan ketakutan mereka, yang ada hanya memperpanjang perang dan semakin lama mengekang mereka dalam rasa takut. Kalau saja ada cara yang lebih baik... Secara kebetulan ia melihat salah seorang prajurit yang merupakan anak buahnya melintas. Yu Shi bergegas menghentikan si anak buah. "Kau tahu, seperti apa persisnya An Dao Dui?" "Maafkan saya, Tuan. Saya sendiri juga kurang mengerti karena belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya menurut kabar burung saja, kalau mereka..." "Ada di antara kalian yang pernah melihat An Dao Dui dengan mata kepala sendiri?" Si prajurit berpikir sejenak. "Katanya A Lan pernah bertatap muka langsung dengan mereka." "
"Akhirnya kau sendiripun ikut ketakutan terhadap An Dao Dui?" tanya Cao Xun. Yu Shi menggeleng. Cao Xun kebingungan. "Tapi kau sendiri yang memerintahkan kami semua untuk mundur?..." "Percuma saja melawan mereka. Mental pasukan kita sudah kalah sebelum bertempur. Pula musuh sangat pintar menciptakan efek dramatis dengan muncul dari daerah berkabut tebal serta memakai pakaian dan cadar serba hitam." Yu Shi meletakkan siku tangannya ke atas kakinya yang duduk bersila. "Dan aku juga tidak takut terhadap Song Qiu. Hanya saja kata-katanya barusan memberikanku letikan ide." Cao Xun langsung tertarik. "Ide?" "Ya," Yu Shi lantas bangkit berdiri. "Aku ingin pergi ke suatu tempat. Sementara itu, tolong bantu aku mengawasi prajurit dan keadaan. Bila terjadi sesuatu, segera kirimkan si Perak kepadaku." Si Perak adalah burung merpati peliharaan Yu Shi. "Tapi kau mau pergi ke ma
Enam jam telah berlalu. Matahari pagi telah merekah menyinari ufuk timur, tapi si orang bercadar masih belum kembali juga. Yu Shi mendesah panjang. Bukan hanya tidak mendapatkan pawang, sekarang ia juga kehilangan kuda putih kesayangannya. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya karena terlalu mudah mempercayai seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Bagaimana kalau orang itu benar mata-mata? Bagaimana kalau ini semua ternyata adalah permainan Cheng Xi Bo untuk menjebaknya? Ia merosot jatuh, bersimpuh pasrah di atas tikar kemahnya, lantas menggelengkan kepala kuat-kuat. Gagallah sudah rencana terakhirnya, akhirnya ia hanya bisa membiarkan nyawanya berakhir di sini. sekarang. Dan setelah di akhirat nanti, ia masih harus menghadap arwah keluarga dan leluhurnya yang pastinya meminta pertanggung jawabannya, mengapa ia gagal mewujudkan misi suci ini. Seorang prajurit menerobos masuk ke dalam kemah dengan terburu-buru, "Tuan! Pasuk
Dengan berhasil dikalahkannya An Dao Dui, maka kekuatan Cheng Xi Bo secara drastis berkurang jauh. Hanya dibutuhkan beberapa hari untuk menumpas habis pemberontakan itu. Cheng Xi Bo sendiri terlalu malu untuk mengakui kekalahannya bunuh diri dengan menebas lehernya sendiri, dan mayatnya ditemukan tak jauh di tepi sungai Jiang Chang. Panglima Liu menepuk pundak Yu Shi dengan bangga. "Kaulah penentu kemenangan ini, Li Run Fang! Bila kau tidak mendapatkan ide tersebut, malah mungkin kita yang akan dibunuh oleh Cheng Xi Bo!" Yu Shi menundukkan kepalanya, menjawab dengan nada penuh kerendah hatian. "Jenderal terlalu memuji Ide itu pula bisa saya laksanakan berkat bantuan seseorang" Namun ia tak berhasil menemukan penolong misteriusnya. Para pawang menolak untuk memberitahukan identitas si cadar, dan kudanya tiba-tiba saja telah terikat di samping kemahnya. "Kita akan sege
"Puteri Pertama, Puteri Kedua dan Puteri Ketiga, telah tiba!" Seruan sang pengumandang lah yang mampu mengalihkan perhatian seluruh aula dari Yu Shi. Mereka segera memutar tubuh seraya menghaturkan hormat pada ketiga puteri yang kini berdiri di singgasana kerajaan. "Hormat kepada Yang Mulia Puteri. Semoga Yang Mulia sekalian diberkati Langit dan panjang umur sampai sepuluh ribu tahun!" Yu Shi pula ikut menghaturkan hormat pada ketiga puteri tersebut, seraya memandangi mereka dengan seksama. Ia sudah tahu, Kaisar Liang tidak memiliki putera seorangpun walaupun ia telah bercinta dengan sebanyak mungkin wanita yang diinginkannya, Langit hanya berkenan memberikannya tiga puteri mahkota. Puteri pertama Liang Ying Lan persis seperti desas-desus yang beredar, sangat cantik dan menawan. Ia pula terkenal pintar, handal, dan berkharisma. Semua orang - pria dan wanita senantiasa bersedia tunduk
Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak
"Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi
Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya
Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar
Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &
"Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be
Itu merupakan gua dalam gunung di negeri yang terisolir. Tenang, hening dan damai. Tiada suara apapun yang akan mengusik. Dan kalaupun terdengar suara, maka itu pastilah suara yang membuat hati tenteram dan bahagia. Kebahagiaan itulah yang mendorong Feng Lan untuk datang ke tempat itu. Ia memang sudah tahu Negeri Qi adalah negeri yang menutup diri dari Dunia Luar, begitu pula dari kefanaan dan kesengsaraannya. Ia sudah muak akan seluruh kehidupan duniawi. Cita-citanya sebetulnya bukanlah menjadi pertapa, keadaan hidup lah yang memaksanya mengambil jalan ini. Ia sudah pasrah, ia sudah menyerah dalam pergelutannya dengan Takdir. Takdir tidak mengizinkan aku meraih apa yang aku inginkan. Bagaimanapun, Ying Lan sendiri memang menyukainya Feng Lan memilih pergi dari Istana. Sementara Xiu Lan mencegahnya mati-matian. "Kakak, jangan pergi ke Qi! Itu tempat u
Liang dipenuhi sukacita. Pasalnya, pemimpin mereka yang baru telah lahir. Pemimpin yang memberikan nuansa baru bagi mereka, karena beliau berbeda dari generasi sebelum-sebelumnya. Pemimpin Liang sekarang ini berjenis kelamin wanita. Liang Ying Lan menjadi Kaisar Wanita pertama yang memerintah Liang. Ying Lan menggeser tradisi Liang, dan berhasil meyakinkan para petinggi Liang bahwa ia - walaupun seorang wanita - namun sangat memenuhi kriteria untuk menjadi seorang pemimpin. Dan tidak dibutuhkan waktu lama untuk itu. Ia memiliki kharisma amat kuat dimana tak seorangpun bisa membantahnya. Ia memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, bukan menjadi seorang pemimpin yang andal. Ying Lan gemar berpesta pora dan menikmati pria. Ia memelihara puluhan pria tampan dalam satu istana, dan menikmati mereka bergantian. Ia mencintai semua pria itu sampai-sa
"Putri Feng Lan!" "Kataku jangan mendekat!" Feng Lan menjerit. "Ternyata apa yang mereka katakan memang benar! Padahal selama ini aku tidak pernah ingin mempercayainya. Mereka selalu mengatakan kau berusaha menggoda kakakku, kau juga turut menjadi salah satu prianya, dan banyak lagi, tapi aku tidak pernah berusaha menggubrisnya. Aku kira aku bisa mempercayaimu. Aku kira kau hanya mencintaiku apapun yang akan terjadi. Ternyata... ternyata..." Setetes air mata jatuh mengaliri pipinya. "Aku memang tidak bisa mempercayaimu..." "Putri Feng Lan, itu semua tidak benar, tolong berikan aku waktu untuk menjelaskan..." "Tidak perlu!" Feng Lan kembali menjerit, bahkan menyentak tangan Yu Shi yang berusaha menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku tak mau melihatmu lagi! Pergi! Pergi dari hadapanku, pergi!!!" Yu Shi tergugu. Ia pandangi Feng Lan yang tampak murka, Ying Lan