Han Yu Shi mengusap bulir-bulir peluh yang membasahi wajahnya. Sinar matahari siang ini lebih terik dari biasanya, atau mungkin hanya karena ia bekerja jauh lebih berat dari hari-hari sebelumnya. Raja Tukhestan, Yerzhan, baru saja menikahkan puterinya. Sang Raja ingin membangun istana baru yang dipenuhi limpahan emas dan permata, dan karenanya para penambang harus mampu mengumpulkan bebatuan berharga tersebut dengan cepat pula dalam jumlah besar. Para penjaga membentak-bentak kasar dan akan memukulkan cambuk berduri jika mereka melihat pekerja berhenti bekerja bahkan hanya untuk sebentar saja. Yu Shi sudah dua tiga kali terkena cambukan mereka.
Pemuda itu memandangi telapak tangannya yang kini terbalut keringat bercampur darah. Kepalanya sakit, serta pening luar biasa, pening yang ditimbulkan dari rasa haus yang amat sangat. Ia bergegas menghampiri sumur pengambilan air. Ia harus buru-buru, para penjaga tidak mengizinkan penambang beristirahat lama-lama dan akan menyiksa mereka yang terlambat bahkan hanya untuk beberapa detik.
Ia datang cukup terlambat. Rekan-rekannya yang lain telah mengelilingi sumur, menggunakan airnya untuk minum, ataupun membasuh keringat serta luka-luka. Ia lantas mengikuti jejak mereka. Percikan air sumur terasa amat segar membasuh wajahnya, dan terasa lebih segar lagi saat memasuki kerongkongannya yang kering dan perih.
Seseorang menepuk bahunya. Yu Shi menoleh. Cao Xun, sesama rekan penambang yang merupakan temannya yang paling akrab.
"Kau tidak seharusnya melamun saat itu. Kita semua tahu hari ini Raja mengutus Kaskyrbai yang terkenal akan keganasannya."
"Tidak apa-apa," Yu Shi menjawab tabah. "Luka sebegini kecil tidak akan membuatku mati."
Cao Xun hendak menjawab, namun seruan kasar penjaga mencegahnya berbicara. "Heh budak-budak, cepat kembali! Waktu istirahat kalian sudah habis!"
Terpaksa Cao Xun menutup mulutnya. Diikuti Yu Shi, ia beserta para penambang yang lain bergegas melangkahkan kaki kembali ke area perbudakan.
***
Malam akhirnya tiba. Bulan purnama yang sangat besar muncul menghiasi langit hitam keunguan.
Di barak luas yang pengap dan penuh bau keringat manusia, Yu Shi menghela nafas. Hari ini benar-benar melelahkan, dan ia tidak yakin ia akan bisa bertahan hidup melewati satu tahun bila Kaskyrbai tidak berhenti menyiksanya. Saudara-saudaranya yang lain telah lebih dulu meninggalkannya, hanya ia seorang yang tersisa dari keluarganya yang masih bertahan hidup. Namun sebentar lagi ia juga akan menyusul mereka.
Dan setelahnya, jejak seluruh keluarganya akan musnah. Dengan begitu hina dan menyedihkan, padahal keluarganya dulu adalah penguasa negara terbesar di dunia, Kekaisaran Han.
Yu Shi kembali menghela nafas. Bola matanya mendadak terasa berat, dan ia juga tidak mau menghabiskan malam ini dengan merutuki nasibnya. Ia pun segera merebahkan dirinya ke atas kasur jerami berbau apak yang sudah sembilan tahun ditidurinya sejak ia pertama kali tiba di barak ini.
Saat bencana itu terjadi, Yu Shi kecil berusia sembilan tahun, dan masih merupakan salah satu anggota keluarga kerajaan yang terhormat. Ayahnya masih merupakan penguasa kekaisaran Han yang paling disegani di seluruh dunia, walaupun sekarang nama dinastinya telah dimusnahkan ke dasar bumi. Kemewahan dan kegemerlapan senantiasa menyelimuti dirinya. Ke manapun ia melangkah, para pelayan dan pengawal akan membuntutinya dan orang-orang yang berpapasan dengannya akan membungkuk memberi hormat. Ia pula merupakan seorang pangeran yang tampan pula cerdas, semua orang memuji dan menyayanginya. Hidupnya bagaikan di surga, ketika Perdana Menteri kepercayaan ayahnya membunuh sang Kaisar. Keesokan harinya, seluruh anggota keluarga istana mendapatkan mereka terpelanting ke roda kehidupan terbawah. Yang pria dihukum buang untuk menjalani hidup bagaikan budak, sementara yang wanita dipaksa menjadi selir para menteri pembantu sang Kaisar baru.
"Tapi mengapa Ayahanda begitu mudahnya dibunuh dan kita begitu mudahnya dibuang ke neraka ini? Seharusnya mereka tidak bisa menyentuh kita seujung jaripun. Kita adalah keluarga kekaisaran!"
Yu Shi yang sudah lebih dewasa dan mulai dapat mengerti getir pahitnya kehidupan, menuntut penjelasan saudara terakhirnya yang saat itu masih hidup. Sang kakak menarik nafas panjang.
"Karena Ayah terlalu terlena akan kebahagiaan duniawi dan melakukan perbuatan-perbuatan laknat yang bukan hanya merugikan seluruh rakyat, namun juga merugikan dirinya serta keluarganya pada akhirnya."
Yu Shi tidak langsung dapat menerima alasan kakaknya. Kakak Yu Shi itu menaruh tangannya di atas bahu adiknya. "Kau harus tegar, Yu Shi. Kau tidak boleh lemah dan cengeng. Ingat, kau adalah putera dari Kaisar Han Shang Xing dan cucu dari Kaisar Han Wen Xing Yang Agung. Pewaris sah Penguasa Dunia ini. Kaulah yang akan mengambil alih takhta dunia selanjutnya."
"Kakak juga putera pewaris Kekaisaran Han. Kita berdua akan kuat, dan bersama-sama mengambil kembali takhta Ayahanda!"
Sang kakak tersenyum. Semula Yu Shi tidak menyadari arti senyumannya, dan baru mengetahuinya beberapa minggu kemudian setelah sang kakak wafat. Rupanya kakaknya itu telah mengidap penyakit kronis yang tak tersembuhkan, dan karena ia tidak ingin adiknya mengkhawatirkannya, ia berusaha keras menyembunyikannya. Dan Yu Shi hanya bisa memandang kelu jasad kakaknya terbujur kaku di hadapannya. Ia memandang nanar pemuda yang senantiasa menyemangati dan mendukungnya itu. Satu-satunya saudara sekandungnya yang masih tersisa, namun yang kini telah meninggalkannya untuk selamanya.
Sekelompok manusia menendang jasad sang kakak dengan kasar. Terbakar amarah, Yu Shi sontak bangkit berdiri.
"Dia sudah mati, dipelototi seabad pun tidak akan menghidupkannya! Daripada kau membuang-buang waktu, lebih baik cepat kembali bekerja!" Mandor penambangan membentak keras.
Yu Shi mencoba berargumen, "Aku baru saja ingin menguburkannya..."
"Budak seperti kalian tidak akan memperoleh prosesi mewah macam penguburan!" Si mandor berteriak ke orang di sebelahnya. "Lemparkan mayat orang ini ke dalam sumur!"
"Kalian selalu membuang keluargaku yang telah mati ke dalam sumur!" Yu Shi berseru penuh emosi. "Kumohon pada kalian... Sekali ini saja, tolong berikan aku kesempatan menguburkannya..."
Kaki si mandor melesat menghantam wajahnya. Ia jatuh terpelanting ke tanah.
"Bocah kecil sombong! Sekali lagi kau memprotes, kau akan segera menyusul keluargamu! Cepat bekerja! Kau sudah menghabiskan begitu banyak waktuku!"
Si mandor membalikkan tubuhnya. Di belakangnya, Yu Shi memandang hampa budak-budak lain menyeret jasad kakaknya untuk dilemparkan ke dalam sebuah sumur bau yang menjadi makam massal para budak yang mati kelelahan karena bekerja. Ia masih belum bergerak, bahkan ketika para budak telah mencapai sumur dan membuka penutupnya. Baru saat mereka mengangkat jasad sang mantan pangeran, Yu Shi melompat berdiri, melesat ke arah mereka bagaikan memecah angin.
Ia tiba tepat di saat mayat kakaknya baru saja dilempar ke dalam sumur.
"Kakak!" Yu Shi menjerit. Dirasakannya matanya memanas, bulir-bulir air mata mengaburkan pandangannya dan membasahi wajahnya. Kedua tangannya yang bertumpu di atas mulut sumur bergetar hebat. Ia mengarahkan pandangannya jauh ke dasar sumur, di mana tubuh kakaknya kini tergeletak di atas tulang belulang dan sisa-sisa potongan tubuh mayat lainnya yang telah hancur.
Dan di kemudian hari, mayat-mayat lain yang akan menimpa jasad kakaknya.
Kakinya tak sanggup lagi menopang berat tubuhnya, iapun jatuh berlutut, terisak di mulut sumur. Cao Xun menepuk pundaknya. "Aku turut berduka, Yu Shi."
Budak-budak lain yang merupakan rekan senasib Yu Shi ikut menyatakan belasungkawa. Betapapun, simpati mereka tidak bisa menghilangkan kesedihan Yu Shi. Ia terus menangis, sembari memanggil-manggil kakaknya beserta seluruh keluarga lainnya.
"Budak kecil tidak tahu diri! Siapa yang menyuruhmu menangis di situ?! Cepat bekerja!"
Menyadari bawahannya tidak mengikuti perintahnya, si mandor lantas menarik Yu Shi, memaksanya berdiri meninggalkan mulut sumur. Seraya berteriak ke arah budak lainnya. "Kalian juga! Jangan coba-coba memakai alasan solidaritas untuk melarikan diri! Kerja, cepat!"
Yu Shi tahu dirinya tak punya pilihan lain. Ia mengerlingkan pandangan ke arah sumur, kemudian menggertakkan gigi.
Aku akan bertahan hidup. Dan aku harus tetap hidup, agar aku dapat merebut kembali semua yang seharusnya menjadi milikku. Suatu hari, akan kurebut semuanya itu!
Delapan tahun telah berlalu. Delapan tahun penuh penderitaan, dan sudah puluhan kali ia nyaris tergoda untuk menyerah. Biasanya yang kembali membangkitkan semangatnya adalah bayangan anggota keluarganya yang mati secara tak layak. Membayangkan mereka akan selalu membuat semangat Yu Shi kembali tumbuh.
Akan tetapi, kali ini sepertinya telah mencapai puncaknya. Dalam tidurnya yang tak pulas, Yu Shi bergumam rendah, "Aku telah berusaha hidup selama sembilan tahun, dan tak ada perubahan tingkat yang bisa kucapai bahkan sekecil apapun, aku masih tetap seorang budak. Jadi, apa gunanya aku terus memaksakan diri bertahan hidup?"
Cuaca di keesokan harinya masih sama panasnya dengan kemarin. Yu Shi sama sekali tak menyukai hawa panas di Tukhestan yang derajat panasnya berkali-kali lipat dibanding hawa panas di An Chang, masih ditambah hembusan angin kering padang pasir. Memang kota barat seperti Yitmaiszk ini paling cocok menjadi tempat hukuman bagi orang-orang Han seperti dirinya dan Cao Xun. Namun di hari itu Raja Tukhestan Yerzhan, tiba-tiba saja muncul di penambangan disertai iring-iringannya yang megah. Hal ini cukup mengherankan Yu Shi, mengingat sang Raja biasanya hanya muncul saat musim yang sejuk dan menyegarkan, dan bukan di saat yang panas dan menyiksa seperti sekarang ini. Mandor Karkysbai datang terbungkuk-bungkuk ke hadapan sang Raja yang bertanya, "Apa yang menyebabkan kalian lama sekali mengumpulkan permata yang diminta?" "Ampun Baginda, akhir-akhir ini para budak tidak mampu bekerja sesuai harapan," Ka
Kira-kira pukul sebelas malam, Yu Shi disertai Cao Xun mengendap-endap menuju tembok tempat Yu Shi melihat "sang bola mata" siang tadi. Sebetulnya ia tidak ingin membawa Cao Xun turut serta, bagaimanapun ini adalah urusannya. Bila mereka sampai tertangkap prajurit, maka Cao Xun akan dihukum karena kesalahan yang tidak diperbuatnya. "Tapi sekarang ini hanya kita berdualah yang merupakan orang Han. Kita senasib sepenanggungan satu sama lain. Kita harus saling membantu satu sama lain," ujar Cao Xun sungguh-sungguh. Melihat kesungguhan dan solidaritas Cao Xun yang begitu tulus, Yu Shi pun mengizinkannya menyertainya. Mereka harus berjalan dengan mengendap-endap seperti maling untuk bisa menghindari penjagaan prajurit, karenanya setelah lama kemudian mereka baru dapat tiba di tempat tujuan. Suasana saat itu sunyi senyap, tak ada tanda-tanda kehadiran manusia sama sekali. Yu Shi melongok ke balik tembok. Tidak ada siapa-siapa.
Di dalam Istana... Seisi Aula Utama terdiam dalam kesenyapan yang mengerikan tatkala si utusan selesai membacakan petisinya. Mereka semua pun ganti memandangi Kaisar Liang Wang Di, yang kini menatap utusan tersebut dengan sorot mata tajam menusuk. "Jadi intinya, bangsa Khanate ingin memerdekakan diri?" Sang Kaisar bertanya perlahan. Si utusan menelan ludah. "Anu... Yang Mulia... mereka sudah memerdekakan diri..." Sunyi. Kemudian Kaisar Liang memukul meja di sebelahnya keras-keras. Kemarahan membuat wajahnya memerah. Ia segera bangkit berdiri. "Benar-benar keparat! Segera kirim pasukan ke Khanate dan seret para pemberontak itu ke sini!" Seorang menteri veteran keluar dari barisan para pejabat. "Baginda, mohon Anda pertimbangkan masak-masak perintah Anda tersebut. Kita telah mengirim puluhan, bahkan mungkin ratusan
Bagaimanapun juga, Tuan Li bertekad untuk membuat Yu Shi mencapai keberhasilan secepat mungkin. Ia menyusun jadwal sangat ketat di mana Yu Shi boleh dibilang nyaris tidak memiliki waktu istirahat kecuali saat makan, mandi dan tidur - tidur pun hanya kurang lebih lima jam sehari. Tuan Li menginginkan Yu Shi mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan, mulai dari ilmu politik dan ketatanegaraan, manajemen dan administrasi pemerintahan, strategi perang, bahkan juga mencakup seni, kesusasteraan serta budaya. Yu Shi sendiri tidak mengeluh. Ia telah terbiasa hidup dalam kesengsaraan perbudakan, jadi jadwal ketat ini bukan apa-apa baginya. Bahkan Yu Shi meminta Tuan Li mengajarinya ilmu beladiri. "Saya ingin menjadi sempurna, Guru. Karena saya berasal dari kasta rendah, dan orang tidak akan memandang kasta rendah kecuali mereka memiliki sesuatu yang lebih dan bernilai." Tuan Li memandang paras Yu Shi yang pucat dan tubuhnya yang ku
"Waktunya telah tiba." Tuan Li menyerahkan secarik kertas besar pada Yu Shi yang langsung membacanya. "Ujian seleksi pemilihan pejabat negara..." Ia mendongak, kembali memandang Tuan Li dengan bola mata melebar. "Pada minggu ini, Guru?" "Kenapa? Kau tak siap?" "Tidak! Tentu saja saya siap!..." Yu Shi buru-buru menukas. "Saya hanya merasa sedikit gugup..." "Oh, baguslah kalau hanya begitu. Aku nyaris khawatir kau tidak siap." Tuan Li tersenyum lebar. Sambil menepuk pundak muridnya, ia kembali meneruskan, "Kita telah berlatih sangat keras, Nak, dan kau telah memperlihatkan kemampuanmu yang sangat baik itu. Kau pasti akan lulus, Nak. Lebih dari itu, kau pasti akan menjadi zhuangyuan." Nampak jelas Tuan Li sangat yakin dengan kata-katanya, Yu Shi pun ikut tersenyum lebar. "Terima kasih, Guru. Murid tidak akan mengecewakan Guru." Keesokan harinya, Yu
Tuan Li kurang lebih telah dapat menebak hasil seperti apa yang didapatkan Yu Shi, karena mimik depresi yang ditampakkan pemuda itu sangat jelas. "Kau tidak berhasil?" "Lebih parah lagi, Guru. Aku tidak bisa memberikan jawaban apapun." Selanjutnya Yu Shi menceritakan apa persisnya yang telah dialaminya. Tuan Li segera bangkit berdiri, berseru marah. "Mereka jelas telah melanggar ketentuan! Bahkan negara dengan pemerintahan terbodoh sekalipun tidak akan mengeluarkan jenis soal seperti itu!" "Percuma saja Guru. Rasa-rasanya memang seperti itulah jenis soal yang mereka ujikan setiap tahunnya," Yu Shi menggumam letih. "Kalau begini caranya, kita harus menempuh cara lain..." Tuan Li menarik nafas, kemudian menepuk bahu Yu Shi. "Ya, pasti ada cara lain."*** Dua tahun kembali berlalu, namun Yu Shi masih belum mendapatkan jalan masuk ke istana. Tuan Li telah mencoba
"Berangkat!" Yu Shi duduk di atas kuda putihnya, menyerukan aba-aba pada pasukannya yang langsung berderap maju. Saat itu masih pagi buta dan para prajurit belum terjaga sepenuhnya, bagaimanapun instruksi yang datang dari atas mengharuskan mereka bergerak di saat musuh masih terlelap. Yu Shi mengamati pasukannya tidak dengan sepenuh hati mengikuti aba-abanya. Mereka berjalan dengan langkah berat dan gontai. Yu Shi mendesah. Timnya terdiri dari pasukan yang seluruhnya berasal dari kaum awam dan tidak memiliki pengalaman perang sama sekali, tentu saja mereka tidak bisa diharapkan memiliki mental selayaknya seorang prajurit. Memang Panglima Liu selaku panglima tertinggi dapat memaklumi keadaan mereka sehingga mengizinkan mereka berada di barisan belakang, tetapi bagaimanapun ini adalah perang. Segalanya menjadi tidak pasti. Bisa saja mereka tahu-tahu diinstruksikan maju ke barisan paling depan. Betapapun, Yu Shi masih bisa sed
Jenderal salah besar. Dia sendiri tidak pernah mengamati langsung para prajuritnya, karena itu dia tidak tahu seberapa besar rasa takut para prajurit terhadap An Dao Dui, dan strateginya yang memutar jalan berbelit-belit itu tidak melenyapkan ketakutan mereka, yang ada hanya memperpanjang perang dan semakin lama mengekang mereka dalam rasa takut. Kalau saja ada cara yang lebih baik... Secara kebetulan ia melihat salah seorang prajurit yang merupakan anak buahnya melintas. Yu Shi bergegas menghentikan si anak buah. "Kau tahu, seperti apa persisnya An Dao Dui?" "Maafkan saya, Tuan. Saya sendiri juga kurang mengerti karena belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya menurut kabar burung saja, kalau mereka..." "Ada di antara kalian yang pernah melihat An Dao Dui dengan mata kepala sendiri?" Si prajurit berpikir sejenak. "Katanya A Lan pernah bertatap muka langsung dengan mereka." "
Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak
"Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi
Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya
Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar
Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &
"Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be
Itu merupakan gua dalam gunung di negeri yang terisolir. Tenang, hening dan damai. Tiada suara apapun yang akan mengusik. Dan kalaupun terdengar suara, maka itu pastilah suara yang membuat hati tenteram dan bahagia. Kebahagiaan itulah yang mendorong Feng Lan untuk datang ke tempat itu. Ia memang sudah tahu Negeri Qi adalah negeri yang menutup diri dari Dunia Luar, begitu pula dari kefanaan dan kesengsaraannya. Ia sudah muak akan seluruh kehidupan duniawi. Cita-citanya sebetulnya bukanlah menjadi pertapa, keadaan hidup lah yang memaksanya mengambil jalan ini. Ia sudah pasrah, ia sudah menyerah dalam pergelutannya dengan Takdir. Takdir tidak mengizinkan aku meraih apa yang aku inginkan. Bagaimanapun, Ying Lan sendiri memang menyukainya Feng Lan memilih pergi dari Istana. Sementara Xiu Lan mencegahnya mati-matian. "Kakak, jangan pergi ke Qi! Itu tempat u
Liang dipenuhi sukacita. Pasalnya, pemimpin mereka yang baru telah lahir. Pemimpin yang memberikan nuansa baru bagi mereka, karena beliau berbeda dari generasi sebelum-sebelumnya. Pemimpin Liang sekarang ini berjenis kelamin wanita. Liang Ying Lan menjadi Kaisar Wanita pertama yang memerintah Liang. Ying Lan menggeser tradisi Liang, dan berhasil meyakinkan para petinggi Liang bahwa ia - walaupun seorang wanita - namun sangat memenuhi kriteria untuk menjadi seorang pemimpin. Dan tidak dibutuhkan waktu lama untuk itu. Ia memiliki kharisma amat kuat dimana tak seorangpun bisa membantahnya. Ia memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, bukan menjadi seorang pemimpin yang andal. Ying Lan gemar berpesta pora dan menikmati pria. Ia memelihara puluhan pria tampan dalam satu istana, dan menikmati mereka bergantian. Ia mencintai semua pria itu sampai-sa
"Putri Feng Lan!" "Kataku jangan mendekat!" Feng Lan menjerit. "Ternyata apa yang mereka katakan memang benar! Padahal selama ini aku tidak pernah ingin mempercayainya. Mereka selalu mengatakan kau berusaha menggoda kakakku, kau juga turut menjadi salah satu prianya, dan banyak lagi, tapi aku tidak pernah berusaha menggubrisnya. Aku kira aku bisa mempercayaimu. Aku kira kau hanya mencintaiku apapun yang akan terjadi. Ternyata... ternyata..." Setetes air mata jatuh mengaliri pipinya. "Aku memang tidak bisa mempercayaimu..." "Putri Feng Lan, itu semua tidak benar, tolong berikan aku waktu untuk menjelaskan..." "Tidak perlu!" Feng Lan kembali menjerit, bahkan menyentak tangan Yu Shi yang berusaha menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku tak mau melihatmu lagi! Pergi! Pergi dari hadapanku, pergi!!!" Yu Shi tergugu. Ia pandangi Feng Lan yang tampak murka, Ying Lan