Home / Urban / TERSESAT DALAM GAIRAH / 1. Dewi Pagi Hari

Share

TERSESAT DALAM GAIRAH
TERSESAT DALAM GAIRAH
Author: SURIYANA

1. Dewi Pagi Hari

Author: SURIYANA
last update Last Updated: 2022-08-13 18:27:23

Suara tangisan bayi membangunkan Dewi dari tidur lelapnya. Pukul 06.00 WIB! Tak ada waktu untuk bermalas-malasan! Sekilas ia melihat Anton yang masih terlelap. Dewi menarik selimut yang dipakai suaminya itu dengan sekali hentakan.

Anton terlonjak kaget. Dewi mengeraskan rahang dan menatap tajam suaminya namun tidak berkata apa-apa. Ia sudah bosan menasihati suaminya agar mengurangi sifat malasnya itu. Tapi, apa? Sampai saat ini, tidak ada perubahan apapun dari suaminya itu.

***

Aktivitas pagi harinya selalu sama. Dewi akan menghampiri boks bayi dan mengangkat Romeo ke luar kamar. Sambil menggendong anak keduanya yang masih berusia tujuh bulan itu, ia akan menyiapkan MPASI. Makanan pendamping ASI. Sering kali, ia hanya menyajikan bubur instan karena berpacu dengan waktu.

Betul sekali. Ia wajib cepat-cepat, karena setelah makan, bayinya itu harus dimandikan. Di momen tersebut, Dewi berusaha menciptakan senyum pada wajah jagoan kecilnya itu dengan bersenandung. Prinsipnya, suasana boleh sedang susah, tapi anak-anaknya tidak boleh mengetahuinya.

Senyum yang diberikan Romeo adalah penghiburan baginya. Kebahagiaan yang sejenak dapat membuatnya lupa bahwa hari demi hari harus Dewi lewati dengan perjuangan. Giginya gemeretak mengingat apa penyebab hidupnya begitu menderita seperti sekarang ini. Ralat, bukan apa, melainkan siapa. Tidak lain dan tidak bukan adalah Anton yang sekarang terbaring di tempat tidur mereka.

***

Dewi membungkus tubuh Romeo dengan handuk dan membawanya kembali ke kamar. Mulutnya terkatup rapat karena menyaksikan suaminya masih molor. Benar-benar babi pemalas! Ayah dari anak-anaknya tersebut kembali tidur setelah tadi jatuh dari tempat tidur karena Dewi menarik selimut yang Anton pakai. Samar-samar, Dewi mendengar suara dengkuran dari entah mulut atau hidung suaminya. Sudah tidak mau membantu apa-apa, terus membuat polusi suara pula pagi-pagi begini, gerutu Dewi dalam hati.

Dewi mencoba menguasai emosinya. Secara teratur, ia menarik dan mengembuskan napas untuk merasa rileks. Setelah melakukannya sebanyak empat kali repetisi, ia semampunya berusaha mengabaikan hal-hal yang membuatnya kesal pagi ini. Ia masih memiliki tugas mengurus Romeo.

Pada awal pernikahan mereka, Dewi tidak akan membiarkan kejadian itu begitu saja. Ia menjelma menjadi istri paling cerewet sedunia. Ia memarahi Anton bila tidak bertindak seperti yang ia mau. Tidak mencuci piring setelah makan, Dewi akan meneriakinya. Tidak meletakkan baju kotor di keranjang cucian, Dewi akan memungut dan melemparkan baju kotor itu kembali ke wajah Anton. Jangan coba-coba bersikap manja dan meminta dilayani bak raja! Akibatnya Dewi tidak segan-segan mendaratkan cubitan ganas yang bekasnya tidak akan hilang selama sebulan. Namun, karena itu tidak membuat Anton berubah menjadi lebih baik, Dewi menjadi tidak acuh.

Jika tidak karena kehadiran kedua anaknya; Odetta dan Romeo, Dewi tidak tahu apa yang akan ia lakukan terhadap suaminya itu. Ia ingin anak-anaknya tetap merasakan kehangatan kasih sayang seorang ayah. Itu sebabnya ia bertahan dalam pernikahan ini.

Penipu, ujarnya dalam hati. Celetukan itu lebih ditujukan kepada dirinya sendiri karena pandai berpura-pura. Tapi kalau Dewi pikir-pikir lagi, semua hal tentang pernikahan ini juga merupakan penipuan.

Mendadak, kamar tidur mereka dipenuhi dengan gema riang dari celoteh seorang anak kecil. Anak perempuan berambut ikal panjang dan berpipi montok menggelayuti kaki sambil sesekali menunjukkan kertas yang ia bawa. Ganjalan hati Dewi tentang suaminya yang mengawang-awang di kepalanya tadi pun terhenti untuk sejenak.

“Mama! Mama!”

Dewi tidak dapat mengangkat anak perempuannya itu karena sedang menggendong bayi laki-lakinya.

“Lihat gambar Odet deh, Ma!” pinta Odetta yang sekarang berdiri di hadapannya sambil melambai-lambaikan kertas lusuh.

“Wah bagus sekali, sayang!” Dewi memuji sambil lalu. Di kepalanya sama sekali tidak ada imaji gambar yang baru saja ditunjukkan oleh Odetta. Penipu lagi, ujarnya dalam hati.

“Bener, Ma?”

Dewi sedang membaringkan Romeo ke dalam boks bayi sehingga ia hanya mengangguk asal-asalan. Tidak ada sedikit pun usahanya untuk menebak gambar apa yang ditorehkan oleh Odetta di kertas tersebut. Ia malah memikirkan apa saja yang harus dilakukannya hari ini. Yang jelas, sudah waktunya membayar tunggakan tagihan kartu kredit.

Dewi sebenarnya bukan tipe yang senang menggunakan kartu kredit. Tapi, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap bulannya, wanita itu masih mengandalkan fasilitas utang tersebut. Walaupun pada akhirnya ia sendiri yang akan kelimpungan memikirkan cara untuk membayar cicilannya. Dewi menarik dan mengembuskan napas perlahan-lahan agar emosinya tidak semakin membara.

“Kan bagus, jadi Odet udah bisa masuk sekolah?”

Dewi yang sedang mencari-cari busana kerja menghentikan aksinya. Ia tahu kalau anaknya itu sudah berusia tujuh tahun. Sudah waktunya masuk SD. Ia juga tidak lupa kalau Anton yang berjanji untuk mendaftarkan Odetta. Namun, lihat apa yang terjadi sekarang? Suaminya itu bersuka ria di alam mimpi, cibirnya melirik Anton yang tahu-tahu tersenyum dalam tidurnya.

Salah besar kalau Dewi tetap mengandalkan suaminya itu. Tidak ada apapun yang beres kalau Anton yang ambil kendali. Mau tidak mau, harus Dewi juga yang turun tangan, termasuk urusan pendaftaran sekolah Odetta. Bagaimana ini, ya? Pekerjaan di kantor sedang banyak-banyaknya. Tak mungkin ia bolos hari ini.

Terdengar suara tawa pelan dari suaminya yang cengar-cengir saat tidur. Kembali tenggorokan Dewi terasa seperti dipenuhi batu-batu kerikil yang besar-besar. Kesal luar biasa! Ayah seperti apa yang melupakan urusan pendaftaran sekolah Odetta, putri mereka. Selalu begini! Selalu Dewi yang pontang-panting membereskan keperluan rumah tangga mereka sejak menikah enam tahun yang lalu.

Tidak ada waktu memikirkan itu sekarang! Tidak ada lagi tempat di otaknya untuk masalah yang baru. Nanti saja sepulang kerja! Tidak ada waktu untuk berdiam saja di rumah! Termasuk hari ini, ujar Dewi dalam hati. Ia bergegas ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya laksana bebek yang sedang dikejar-kejar buaya.

***

Sebenarnya, Dewi bersyukur karena kamar mereka dilengkapi kamar mandi sehingga ia dapat mondar-mandir dengan mengenakan kimono saja. Tapi, kebebasannya terenggut total karena semua anggota keluarganya akan berkumpul dalam satu tempat. Jadi, ia tidak lagi heran kalau melihat Odetta menungguinya di pintu toilet.

Dewi sedang terburu-buru sehingga tidak mengindahkan gadis kecilnya itu. Ia harus memoles wajahnya dengan riasan sebelum berangkat ke tempat kerja. Odetta mengekor di belakangnya dan tak lepas memandanginya. Lagi-lagi Dewi mengabaikannya, meskipun ia dapat melihat anak kecilnya itu dari cermin. Ia memoles pemerah pipi.

Dewi sebenarnya tidak suka berdandan. Akan tetapi, pekerjaannya sebagai staf marketing menuntutnya untuk tampil rapi dan menarik. Sekilas, ia mengamati bentuk tubuhnya yang belum kembali langsing setelah melahirkan. Masih ada sedikit lemak di beberapa tempat. Satu alasan kuat lain untuk tidak melewatkan acara dandan demi mengalihkan perhatian orang-orang dari bentuk tubuhnya yang tidak ideal itu.

Dewi beralih ke lemari untuk mengganti kimononya dengan baju kerja. Ia selalu melakukan hal ini di saat yang paling akhir. Bukan apa-apa, keberadaan dua anak yang masih kecil-kecil akan merusak penampilannya. Mungkin saja bajunya kusut atau kecipratan noda bubur. Jadi, lebih aman apabila ia akan mengenakan busana kerja saat benar-benar sudah akan berangkat.

“Mama…” rengek Odetta.

Di tengah kesibukannya yang berpacu dengan waktu, haruskah ia menghentikan aktivitasnya demi mencari tahu dan memenuhi keinginan Odetta?

***

Related chapters

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   2. Bakti Pada Suami

    Dewi menengok jam dinding. Jika ia memusatkan perhatiannya pada Odetta, bisa dipastikan Dewi akan terlambat masuk kantor. Kalau sudah begitu, gajinya bisa terkena potongan. Jangan sampai, pikirnya. Oleh karena itu, ia berusaha mengabaikan saja rengekan anak pertamanya itu.Rupanya Odetta tidak menyerah karena sekarang anak perempuannya itu menarik-narik ujung kimononya.“Mama harus kerja, Odet!” tegur Dewi.Bukannya mengerti situasi Dewi yang sedang terburu-buru, Odetta semakin mengguncang-guncang tubuhnya. Tidak cukup sampai di situ, anak pertamanya itu kemudian berteriak memanggil-manggilnya tanpa henti.Teriakan itu rupanya membangunkan Romeo. Anak laki-laki Dewi pun ikut-ikutan merengek seperti kakaknya. Lama-lama pelan, tetapi beberapa detik kemudian bertambah keras.“Mamaaaa,” panggil Odetta dengan nada suara yang terseret-seret.Dewi kehilangan sabar, “Odetta!” hentaknya. “Mama sudah bilang Mama harus kerja! Biar dapat duit. Sekolah itu perlu duit. Kalau nggak ada, kamu malah n

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   3. Cherry yang Merekah

    Setelah beberapa saat mengalami pergulatan batin, Dewi akhirnya menerima begitu saja kehendak Anton. Ia merespon aksi suaminya itu seadanya saja, tanpa antusiasme tinggi seperti yang dimiliki Anton. Ketika Dewi berbaring telentang dengan Anton berada di atas tubuhnya, ia membuka mata dan menyaksikan pemandangan paling mengerikan yang pernah ia lihat. Wajah Anton terpejam dengan keringat yang bercucuran. Dewi mendesahkan semangat palsu agar semua ini cepat selesai. Matanya terpejam rapat-rapat mencoba mengenyahkan pemandangan buruk tersebut. Bagaimana bisa dulu ia pernah menganggap laki-laki yang ada di hadapannya sekarang ini adalah jodohnya? *** Pagi itu, di sebuah kompleks perumahan yang berada di pinggiran Jakarta, penghuninya masing-masing sibuk bersiap-siap untuk menjalani hari. Tapi, tidak demikian halnya di kamar yang berada di satu rumah yang mungil dan sederhana. Pukul 6.30 WIB! Seorang wanita berparas cantik dan berpipi tirus mematikan bunyi alarm dari telepon selulernya.

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   4. Kedatangan Nay

    Pukul delapan pagi dan Cherry sudah tiba di gedung tempatnya bekerja. Bukan hal yang aneh bagi gadis itu karena memang ia suka. Menunggu lift yang akan mengantarnya ke lantai perusahaannya beralamat, Cherry melirik penampilannya di cermin. Walaupun pakaian yang ia kenakan adalah bekas semalam, Cherry masih tetap memesona. Itu berkat riasan wajah yang ia pastikan menonjolkan kelebihan-kelebihannya.Seorang laki-laki tersenyum kepadanya seraya mengambil posisi di samping Cherry. Gadis itu melirik, lalu tidak mengindahkannya. Mata pria itu mengingatkannya kepada Dika. Lengkapnya Dika Irandi, pria ke-13 yang berkasih-kasihan dengannya. Laki-laki yang ditinggalnya tadi merupakan harapan Cherry akan suatu hubungan asmara yang membara. Rupanya, gagal.Sama seperti pria-pria yang pernah dekat dengan Cherry sebelumnya, Dika tidak mampu memberikan hubungan yang panas dan menghanyutkan. Apaan tuh dikit-dikit bertanya, ‘Suka nggak dibeginikan?’ atau ‘Siap-siap, ya’, Cherry menggeleng-gelengkan ke

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   5. Hasrat Maya Maria

    Mendengar dering telepon, Maria mengangkatnya dan langsung berkata, “Delia, Yazid, and Partners. May I help you?” Ternyata atasannya, Delia yang menelepon. Maria mendengarkan sambil menuliskan perintah-perintah yang dilontarkan bosnya tersebut di secarik kertas. Tidak terdengar kata apa pun selain kata, “Iya” dan gumaman “He eh” dari Maria. Sesekali, wajahnya berkernyit tanda tidak nyaman berkomunikasi dengan Delia. Ketika akhirnya Maria meletakkan gagang telepon di tempatnya semula, ia langsung menghembuskan napas lega. Seraya melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 09.15 WIB, ia membaca daftar tugas yang harus ia kerjakan hari ini. - Ambil baju di laundry. - Tulis surat perjanjian kerjasama dengan Mr. Gordy. - Telepon Pak Yazid dan atur ulang rapat. - Sepulang kerja nanti tolong belikan pensil 2B untuk Nazmi. Huft, baru membaca empat daftar tersebut, Maria sudah kehilangan semangat bekerja. Padahal masih ada sepuluh perintah lagi yang harus segera ia kerjakan. Ia melirik ja

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   6. Kabur atau Berkunjung?

    Cherry memandang penyanyi perempuan yang duduk di depannya. Inilah akibatnya mengambil undangan permintaan wawancara secara sembarangan. Cherry terpaksa harus mendengarkan celoteh penyanyi baru yang ada di hadapannya saat itu.Ruangan tempat Cherry melaksanakan tugasnya merupakan ruang khusus yang disediakan pihak perusahaan musik untuk melakukan sesi wawancara dengan artis-artis orbitan mereka. Di sana ada sofa dua dudukan, satu kursi, dan seperangkat alat musik akustik. Pada dindingnya, dipajang poster beberapa musisi terkenal. Cherry mengenali semua penyanyi yang ada di sana.Sang penyanyi yang diwawancara oleh Cherry mengenakan crop top yang menurutnya tampak kedodoran. Ia yakin baju itu adalah pinjaman. Dalam industri musik, penyanyi baru tidak memiliki anggaran khusus untuk penampilan, sehingga wajar kalau mereka tidak tampak glamor.Pihak label musik tadi menyatakan kalau jatah untuk wawancara dan sesi foto untuk Melody adalah sebanyak satu jam. Ini baru berjalan sepuluh menit,

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   7. Reuni Empat Sahabat

    Cherry menyesap air mineral yang ia pesan dan merasakan dingin menukik ke ubun-ubun kepalanya. Sepertinya harus mengurangi minum minuman dingin-dingin, nih, pikir Cherry. Di sebelahnya ada Nay yang duduk sambil menyelupkan roti ke dalam sup makaroni yang tersaji. Sahabatnya itu tampak ogah-ogahan menikmati menu yang ia pesan tadi dari Kafe Starlite.“Lo belum cerita kok bisa ya tiba-tiba ke Jakarta?” tanya Cherry. Begitulah ia. Sebaik rasa penasaran hinggap di kepala, ia tidak akan bisa melepaskannya dari usaha mencari tahu.“Bukannya datang ke Jakarta itu biasa? Apalagi lo, Dewi, dan Maria kan sudah tinggal di sini?”Cherry mengamati temannya itu lekat-lekat. “Believe me, Nay! Untuk ukuran lo yang anti sama Jakarta, itu bikin kita takjub.” Ia duduk lebih dekat dengan Nay dan membisikkan, “Nay, lo cuma bawa ransel.”Nay terdiam dan menjatuhkan roti ke dalam sup makaroninya. Cherry meneliti air muka

    Last Updated : 2022-09-16
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   8. Tersesat Dalam Cinta

    Cherry ingin menertawakan pertanyaan Maria itu. Tapi, ia batal tertawa. Pasalnya, kalau ia pikir-pikir, ia sendiri tidak tahu apa jawaban yang tepat untuk itu. “Kalau panduannya majalah metropolitan, yang bisa bikin kita merasakan the big O.” “Lo pernah dong, Cher?” Nay bertanya. Nah, ini kenapa ia tidak tahu jawabannya. Ia bukanlah wanita kuno yang tidak pernah bercinta dengan pacar-pacarnya. Tapi, apa tepatnya orgasme yang digembar-gemborkan oleh berbagai media itu, ia tidak tahu. “Kayak gimana, sih? Yang rasanya berdenyut-denyut itu bukan, sih?” katanya asal-asalan. “Katanya sih, saat merasakannya, aliran napas dan jantung kita berhenti sepersekian detik,” sambung Nay. “Rasanya aliran darah mengalir naik terus ke kepala sementara badan kita seperti dialiri aliran listrik ringan yang membuat jantung kita menyerap perasaan bahagia?” Semua orang memandang Maria yang setelah berdiam diri cukup lama jika mereka membicarakan topik

    Last Updated : 2022-09-17
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   9. Keputusan Penting

    Cherry terbelalak melihat siapa yang ada di luar yang menuntutnya membuka jendela. Dika Irandi. Cowok yang tadi pagi ia tinggalkan diam-diam. Cowok yang rencananya akan ia putuskan satu atau dua hari ke depan. Cowok yang tidak mampu memuaskannya di tempat tidur. “Buka saja, Cher! Nggak enak kalau tetangga sampai ke luar melihat ribut-ribut gini,” suruh Nay. Cherry menurut. Ia menurunkan kaca jendela. Hanya setengahnya saja. Ia menghindari kemungkinan laki-laki bertindak nekad dengan mencekik lehernya. “Cherry, kenapa?” Gadis itu memalingkan wajah. Inilah salah satu kesulitan dalam berkomitmen. Waktu hubungan itu harus berakhir. Cherry tidak piawai menyusun kata-kata perpisahan sehingga cara yang terbaik menurutnya adalah dengan pergi saja dan mengabaikan yang lainnya. Rupanya, lajang nomor tiga belas di sampingnya itu tidak dapat membaca petunjuk yang ia layangkan tadi pagi. “Aku tadi telepon kamu berulang kali. Tapi nggak diangkat.” “

    Last Updated : 2022-09-18

Latest chapter

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   58. Perubahan Hidup

    “Masnya nggak tahu apa-apa,” lapor Maria.Jantung Cherry berdegup kencang. Kekhawatirannya terhadap Nay semakin bertambah. Ia ingat meninggalkan sahabatnya itu di sana. Di parkiran. Mereka berpisah cuma karena Cherry terlampau egois hanya mementingkan nafsunya untuk bertemu laki-laki.Ia menyesali tindakannya yang bodoh. Seberapa sering Nay bertemu dengan mendatanginya ke Jakarta? Tidak cukup sering. Itupun ia malah mengabaikan sahabatnya itu. Dan, sekarang akibat perbuatannya, mereka tidak tahu Nay ada di mana. Cherry berpacu dengan waktu. Ia tidak mau terlambat. Ia tidak mau menyesal.“Ayo, Maria. Kita harus ke rumahku!” kata gadis itu seraya memesan taksi.***Ini bukan kali pertama Maria datang ke rumah Cherry. Ia ingat diundang ke sini pada saat gadis itu pertama kali menempati rumah itu. Dulu, tidak ada banyak perabotan ada di sana. Sekarang, kediaman Cherry itu laksana stok foto yang menggambarkan desain interior di m

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   57. Tak Ingin Ditemukan

    Taksi yang ditumpangi Cherry memasuki sebuah gedung tinggi yang berlokasi di Sudirman. Sebaik kendaraan itu berhenti, ia pun turun. Kaos pink dan rok abu-abu selutut yang ia pakai sungguh kontras di antara para karyawan yang mengenakan setelan professional. Namun, situasi itu tidak membuatnya merasa terintimidasi. Ia tahu kalau beberapa karyawan pria pasti menelan ludah mengamati penampilannya.Cherry memiliki trik khusus untuk menjaga kepercayaan dirinya di hadapan publik. Tanamkan diri kalau dirinya adalah sosok yang lebih berharga dibandingkan orang-orang asing itu.Ini bukan tentang masalah cantik atau jelek. Soalnya, ada juga mereka yang wajahnya terpahat seperti ukiran perupa Yunani namun tidak memancarkan kepercayaan diri yang hakiki. Jatuhnya, tetap terlihat biasa di mata orang awam.Aura kepercayaan diri Cherry terus mengikuti sewaktu gadis itu menaiki lift dan keluar di lantai sembilan. Lantai itu merupakan lokasi perusahaan tempat Maria bekerja. Di de

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   56. Lukisan yang Terasa Penuh

    Tidak banyak pengunjung di kafe Sara’s Pan, bahkan bisa dibilang hanya Cherry dan Farid yang ada di sana. Oleh karena itu, keduanya bebas memilih tempat duduk.Cherry tentu saja langsung mendatangi meja yang paling sudut dan tersembunyi dari penglihatan. Ia langsung memesan kopi Americano. Cherry perlu asupan kafein demi membangkitkan semangatnya. Maklum, tadi malam ia kurang tidur.“Tadi malam menyenangkan, ya.”Cherry tahu kalau kalimat itu bukan pertanyaan. Ia yakin Farid mengingat momen ketika mereka berada di kamar kos laki-laki itu tadi malam. Oleh karenanya, ia nyengir-nyengir sendiri.“Mau diulangi?” tanya Cherry dengan nada menggoda.Farid tersenyum. Di mata Cherry, senyum pria itu adalah yang paling indah sedunia.Pembicaraan mereka terhenti karena pelayan kafe membawakan pesanan mereka. Kopi Americano untuk Cherry, sedangkan Farid memesan kopi gula aren dan camilan pisang goreng.&ldqu

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   55. Sisi Cinta yang Lain

    Regita meletakkan kuas yang sedang ia gunakan. Nay yang melihat itu mengira perempuan itu tidak suka dengan pertanyaannya. Ia ingin meralatnya cepat-cepat.Tapi, belum sempat ia mengutarakan revisi pertanyaannya, tahu-tahu, Regita sudah berkata, “Aku dan suami sebenarnya saling mencintai. Kami bercerai baik-baik. Aku bahkan masih berteman dengannya. Sampai sekarang.”“Terus?” tanya Nay bertambah bingung. Jika tidak ada masalah, mengapa keduanya harus bercerai? Apalagi jika pengakuan Regita benar bahwa keduanya saling mencintai.“Kami nggak bisa membayangkan masa depan kami bersama-sama.”“Kenapa? Katanya sama-sama cinta.”“Ada bentuk cinta yang lain. Cinta itu punya banyak sisi, salah satunya yang aku miliki terhadap mantan suamiku itu.”Nay tersentak. Kata-kata itu mirip dengan yang pernah ia ucapkan dulu. Satu lagi fakta yang membuatnya tercengang. Bukan karena sesuatu yang buruk,

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   54. Takdir itu Aneh

    Pada kanvas, terlukis sebuah gambar yang sangat indah. Lukisannya berupa sosok perempuan yang seolah-olah tidak nyata. Namun, sosok itu tampak begitu suci dan damai. Warna-warna yang mengelilingi sosok itu begitu beragam. Nay bahkan tidak pernah mengenali jenis warna yang terlukis di sana.“Wow,” celetuk Nay tanpa sadar.“Suka?” tanya Regita yang telah berdiri di samping Nay, sama-sama menatap lukisan di hadapan mereka.Nay serta-merta mengangguk.“Tapi belum selesai,” kata Regita.Nay menoleh ke arah wanita itu. “Lo yang lukis?” tanyanya.Sekarang, giliran Regita yang mengangguk.Nay masih menatap wanita itu, ini kali dengan penuh kekaguman.“Bagi anak kecil yang nggak mengerti jahatnya dunia, satu-satunya pelarian aku waktu itu yaaah lewat menggambar.”Kata-kata Nay membuatnya menundukkan kepala. Apa yang paling sedih dari seorang anak yang dilahirkan ke dunia

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   53. Menghilang Semalaman

    Cherry membuka pintu rumahnya yang sudah ia tinggali selama hampir empat tahun itu. Rumahnya kecil saja. Ruang-ruangnya berukuran mungil dan sederhana. Namun, semua itu sudah mencukupi kebutuhannya. Tapi, apakah hidup seperti ini yang ia mau? Terbersit pertanyaan itu dalam benaknya.Cherry melemparkan tasnya asal-asalan ke atas sofa ruang tamu. Ia melirik baju atasannya yang sebagian sudah terbuka. Itu membuatnya teringat kepada Farid. Langkahnya cepat menuju tempat tidur. Cermin setinggi badan menjadi sasarannya.Dengan saksama, Cherry memeriksa pantulannya di kaca. Tubuhnya cukup tinggi untuk standard perempuan Indonesia. Meskipun tidak memenuhi kriteria seorang peragawati, tidak juga mengintimidasi kaum laki-laki. Rambutnya sengaja dipanjangkan karena ia tahu kaum pria kebanyakan menyukai yang seperti itu. Lekuk badannya juga tidak malu-maluin, Lemaknya menempel di bagian-bagian yang tepat, terutama pada dadanya. Tidak ada pria yang tidak tergoda dengan aset yang ia

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   52. Menyudahi Penderitaan

    Nay terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya itu. Kalimat itu mirip yang dikatakan oleh Cherry dulu. Di tempat yang sama pula, ujarnya dalam hati seraya melihat sekelilingnya.“Nggak perlu takut. Meskipun malam hari, ada saja wisatawan yang datang ke sini, untuk tur museum malam hari,” ucap Regita.Apa yang dikatakan oleh perempuan itu betul. Di sebelah kiri, ada beberapa orang yang berjalan beriringan mengikuti instruksi satu orang yang Nay duga adalah pemandu tur tersebut.“Jadi, tempat ini?” tanya Regita.Nay sendiri tidak tahu. Jangan salah sangka. Bukannya ia tidak hapal lokasi tempatnya berada saat itu. Ia hanya tidak mengerti mengapa ia membawa perempuan yang baru dikenalnya itu ke sini.“Gue pernah ke sini bersama Cherry.”Alih-alih mempertanyakan tujuannya datang ke tempat itu, Regita berkata, “Pasti momen itu spesial banget, ya.”Nay mengangguk. Tampak jelas kalau be

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   51. Tak Ada yang Sempurna

    Nay keluar dari minimarket dengan membawa dua buah botol minuman. Ia memberikan salah satunya kepada Cherry yang duduk di lantai selasar minimarket itu.Nay memperhatikan sahabatnya yang meneguk minuman itu sampai tandas. Penampilan Cherry jauh dari biasanya. Tidak ada riasan di wajahnya. Padahal, Cherry selalu tampil dengan peralatan kosmetik sejak temannya itu bisa berdandan. Pakaian yang dikenakan gadis itu juga jauh dari gaya sehari-hari Cherry. Sahabatnya itu hanya mengenakan kaos polo dan celana bahan.“Mau pulang?” tanya Nay.“Nggak bisa,” kata Cherry lirih.“Oke, ikut gue.”Tanpa banyak berkata-kata, Cherry menurutinya.Nay sendiri tidak tahu hendak membawa sahabatnya itu ke mana. Ia bukan orang Jakarta. Ia juga tidak menetap di kota metropolitan itu. Bagaimana bisa ia menemukan tempat yang asyik untuk Cherry menjelaskan apa yang terjadi dengannya?Keduanya berjalan kaki dalam diam. Nay yang

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   50. Tempat Teraman

    Regita Amelia sudah melewati usia kepala tiga. Tepatnya, 38 tahun. Tidak seperti perempuan lainnya, tidak ada keluarga yang memaksanya untuk menikah. Bukan karena keluarganya berpikiran modern, melainkan karena Regita sudah meninggalkan rumah sejak berusia 17 tahun. Jadi, tidak ada keinginan keluarga yang harus ia turuti.Pengalaman hidupnya sesuai dengan usia yang ia miliki. Banyak. Tidak semuanya menyenangkan. Lebih seringnya, Regita harus berkutat dengan cara dan strategi untuk bertahan hidup. Bayangkan saja, apa yang harus dilakukan oleh anak berusia tujuh belas tahun untuk bertahan hidup?Namun, kerasnya pengalaman hidup Regita membuatnya menjadi pribadi yang peka dan sensitif, terutama terhadap mereka yang memiliki pengalaman hidup yang tidak menyenangkan.Ketika melihat Nay di Kafe Starlite, perhatian Regita langsung tertuju kepada gadis itu. Mata Nay terlihat kelam. Padahal, di sekeliling perempuan itu ada dua orang temannya. Dari pengamatan Regita, Nay

DMCA.com Protection Status