Home / Urban / TERSESAT DALAM GAIRAH / 4. Kedatangan Nay

Share

4. Kedatangan Nay

Author: SURIYANA
last update Last Updated: 2022-08-13 18:30:25

Pukul delapan pagi dan Cherry sudah tiba di gedung tempatnya bekerja. Bukan hal yang aneh bagi gadis itu karena memang ia suka. Menunggu lift yang akan mengantarnya ke lantai perusahaannya beralamat, Cherry melirik penampilannya di cermin. Walaupun pakaian yang ia kenakan adalah bekas semalam, Cherry masih tetap memesona. Itu berkat riasan wajah yang ia pastikan menonjolkan kelebihan-kelebihannya.

Seorang laki-laki tersenyum kepadanya seraya mengambil posisi di samping Cherry. Gadis itu melirik, lalu tidak mengindahkannya. Mata pria itu mengingatkannya kepada Dika. Lengkapnya Dika Irandi, pria ke-13 yang berkasih-kasihan dengannya. Laki-laki yang ditinggalnya tadi merupakan harapan Cherry akan suatu hubungan asmara yang membara. Rupanya, gagal.

Sama seperti pria-pria yang pernah dekat dengan Cherry sebelumnya, Dika tidak mampu memberikan hubungan yang panas dan menghanyutkan. Apaan tuh dikit-dikit bertanya, ‘Suka nggak dibeginikan?’ atau ‘Siap-siap, ya’, Cherry menggeleng-gelengkan kepala. Padahal, usia Dika tiga tahun lebih muda darinya. Harusnya, pria seumuran Dika memiliki libido yang luar biasa. Tapi mengapa Cherry tidak kunjung mendapatkan apa yang ia damba; gelora percintaan yang menggelegar seperti petir. Bersama Dika, tidak ada spontanitas. Semuanya selalu terencana. Tidak ada keliaran dan ini yang paling penting, tidak ada orgasme.

Kalian boleh menganggap hal ini tidak penting. Tapi, bagi seorang wanita modern seperti Cherry, hal ini sama pentingnya dengan memilih cowok berkulit cerah atau yang gelap eksotik. Bahkan, kepuasan hasrat adalah salah satu kriterianya dalam memilih jodoh. Laki-laki, umurnya boleh lebih muda maksimal 4 tahun atau lebih tua maksimal 8 tahun. Berpenampilan rapi, memiliki penghasilan lebih tinggi dari Cherry, memperlakukannya seperti seorang putri, dan harus bisa memuaskannya di tempat tidur. Dan, Dika gagal dalam urusan penghasilan dan urusan tempat tidur.

Mengapa susah sekali ya mencari pria dengan kualitas seperti yang Cherry mau? Cherry mengingat-ingat lagi pengalaman bercintanya. Pertama dengan Rio. Saat itu yang pertama juga buat Rio jadi ia tidak merasakan enaknya bercinta karena mereka berdua sama-sama gugup.

Kedua, ada Sofyan. Laki-laki itu termasuk golongan pria dengan nafsu besar tapi tenaga kurang. Setiap bercinta dengan Sofyan, Cherry selalu mengalah membiarkan laki-laki itu puas duluan. Masalahnya, ketika Sofyan sudah merasa puas, laki-laki itu langsung jatuh tertidur.

Ada lagi Surya. Sebenarnya dari segi fisik, mantan pacarnya ini paling memenuhi syarat ideal yang didambakan Cherry. Tinggi, atletis, mukanya sungguh bersinar tanpa jerawat, dan bertutur kata lembut. Tapi, lama-kelamaan bersama dengannya, Cherry baru mengetahui bahwa Surya tidak berminat dengan perempuan dan lebih tertarik dengan pria. Wah, jangan-jangan karena hubungan percintaan mereka yang mengecewakan makanya Surya mengubah haluan dengan lebih memilih jenis kelamin yang sama dengan laki-laki itu, pikir Cherry asal-asalan.

Setelah itu masih ada Ian, Adeo, dan beberapa laki-laki yang muncul sekilas saja dalam hidupnya. Meskipun banyak pria, semuanya sama saja. Belum ada yang bisa membuatnya terhanyut dalam menikmati hubungan penuh keintiman. Belum ada seorang pria yang memenuhi semua persyaratan yang ia mau. The whole package!

Telepon seluler Cherry bernyanyi bersamaan dengan dentang lift yang terbuka. Ia kaget bukan kepalang karena dering teleponnya sangat kencang. Ini pasti karena tadi malam, ia menghadiri kelab malam sehingga merasa perlu menaikkan volume perangkat komunikasinya. Perhatian Cherry terbagi antara telepon dan keharusan menaiki lift.

“Ikut, Mbak?” tanya pria yang tadi berdiri di sampingnya.

Bunyi telepon genggam Cherry belum mereda sehingga gadis itu menggelengkan kepala. Menyingkir dari antrian lift dan mengangkat teleponnya.

“Cherryyy,” panggil suara di ujung telepon.

Cherry memelototi teleponnya tidak percaya. Memang tidak ada wajah penelepon di layarnya. Tapi, dari suaranya, Cherry tahu identitas orang yang menghubunginya itu. “Hello, Nay,” pekiknya gembira. “Apa kabar kamu?”

“Baik… eh, gue nggak bisa lama-lama. Gue lagi di bandara.”

Suara lawan bicaranya begitu pelan. Cherry menempelkan ponselnya lebih dekat ke telinga. “Eh, Nay?” tanyanya memastikan kalau apa yang ia dengar tadi benar.

“Nggak bisa lama-lama, Cherry,” ulang Nay. “Gue segera ke Jakarta hari ini juga. Gue nginap di rumah lo, boleh ya?”

“Eh, tunggu.” Nay ke Jakarta. Sahabat kuliahnya yang pernah mengatakan kalau dirinya haram menjejakkan kaki di kota penuh polisi dan gudang kapitalisme, datang ke Jakarta?

“Sampai di bandara sekitar jam sebelas. Jemput, ya?”

“Nay, Nay… cerita dulu dong. Flight-mu juga masih lama, kan? Kamu apa kabar? Terus, ini nomor telepon barumu?”

“Udah, deh nanti aja ceritanya. Ini HP penumpang lain yang gue pinjam. Jadi, lo harus jemput gue, Cher.”

“Terus, gimana caranya –

“Tunggu di kedatangan, tempat tunggu taksi,” jawab Nay seraya menyebutkan nomor penerbangannya. Setelah itu, telepon ditutup.

Wow, Nay datang ke Jakarta. Itu sudah pasti kejutan yang tak terduga. Bagaimana tidak? Sahabatnya sejak SMA itu punya prinsip tidak akan menginjakkan kaki di Jakarta meski ia sekarat dan tujuannya ke kota ini hanya karena harus dirawat di rumah sakit sekalipun. Dahulu, jelas-jelas ia sudah bilang memilih mati daripada tinggal di Jakarta. Bagi Nay, Jakarta adalah wujud neraka dengan kemacetan, kondisi kota yang awut-awutan, dan tingkah laku penduduknya yang sudah sangat individualistis.

Tentu saja, kerelaannya datang ke Jakarta, membuat Cherry bertanya-tanya.

***

Suasana kantor Melody masih sepi. Beberapa set meja kerja yang dipisahkan dengan kubikel belum terisi oleh para karyawan. Ini hal yang wajar. Sebagai pekerja di bidang media, tepatnya sebuah penerbitan majalah musik, para reporter memiliki jam kerja yang fleksibel. Maklum, mereka lebih sering melakukan peliputan sore dan malam hari. Jadi, pihak kantor pun tidak pernah memaksakan karyawannya, -terutama di bagian redaksi -, untuk absen di pagi hari.

“Weiss, seperti biasa Cherry si morning person.”

Cherry mengatur tas dan dokumen-dokumennya di meja. “Mas Dewan, hari ini jadi meeting?” tanyanya.

Pria yang Cherry panggil itu adalah atasannya, Redaktur Pelaksana. Mas Dewan yang mengatur tugas mereka serta menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Setiap minggu, mereka rutin menjalankan rapat koordinasi, dan pagi itu adalah jadwalnya.

“Diundur, Cher. Bagian marketing minta ikut. Jam dua siang.”

Cherry mengernyitkan dahi. Kadang-kadang, jadwal sefleksibel yang dianut oleh Melody menjadi bumerang. Pasalnya, ia sudah rela bangun terkantuk-kantuk dan menyetir jauh-jauh dari rumahnya di bilangan pinggiran Jakarta, hanya untuk mengetahui bahwa seharusnya Cherry bisa tidur lebih lama. Mendadak, sosok Dika Irandi melayang di pikirannya yang membuat gadis itu cemberut. Tidak, tidak, takdirnya memang harus datang lebih pagi hari ini.

“Aman, Cher?”

Cherry meringis. Ia boleh datang awal pagi ini. Tapi, ia baru saja teringat akan telepon Nay yang meminta untuk menjemputnya di bandara. Cherry mencari-cari sesuatu yang dapat menjadi alasannya untuk mangkir dari rapat. Ia memeriksa undangan peliputan di mejanya. “Ehm, ini ada undangan interview dari label,” katanya mengangsurkan kertas kepada Mas Dewan.

Atasannya itu meneliti dan mengangguk-angguk. “Ya, sudah. Kamu nggak perlu ikut meeting –

Cherry mengepalkan tangan pertanda senang dengan keputusan atasannya itu.

“Tapiii,” sela Mas Dewan agar Cherry tidak terlalu bersemangat, “Saya mau proposal untuk pitching dari kamu sudah ada di email saya sebelum lunch.”

***

Related chapters

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   5. Hasrat Maya Maria

    Mendengar dering telepon, Maria mengangkatnya dan langsung berkata, “Delia, Yazid, and Partners. May I help you?” Ternyata atasannya, Delia yang menelepon. Maria mendengarkan sambil menuliskan perintah-perintah yang dilontarkan bosnya tersebut di secarik kertas. Tidak terdengar kata apa pun selain kata, “Iya” dan gumaman “He eh” dari Maria. Sesekali, wajahnya berkernyit tanda tidak nyaman berkomunikasi dengan Delia. Ketika akhirnya Maria meletakkan gagang telepon di tempatnya semula, ia langsung menghembuskan napas lega. Seraya melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 09.15 WIB, ia membaca daftar tugas yang harus ia kerjakan hari ini. - Ambil baju di laundry. - Tulis surat perjanjian kerjasama dengan Mr. Gordy. - Telepon Pak Yazid dan atur ulang rapat. - Sepulang kerja nanti tolong belikan pensil 2B untuk Nazmi. Huft, baru membaca empat daftar tersebut, Maria sudah kehilangan semangat bekerja. Padahal masih ada sepuluh perintah lagi yang harus segera ia kerjakan. Ia melirik ja

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   6. Kabur atau Berkunjung?

    Cherry memandang penyanyi perempuan yang duduk di depannya. Inilah akibatnya mengambil undangan permintaan wawancara secara sembarangan. Cherry terpaksa harus mendengarkan celoteh penyanyi baru yang ada di hadapannya saat itu.Ruangan tempat Cherry melaksanakan tugasnya merupakan ruang khusus yang disediakan pihak perusahaan musik untuk melakukan sesi wawancara dengan artis-artis orbitan mereka. Di sana ada sofa dua dudukan, satu kursi, dan seperangkat alat musik akustik. Pada dindingnya, dipajang poster beberapa musisi terkenal. Cherry mengenali semua penyanyi yang ada di sana.Sang penyanyi yang diwawancara oleh Cherry mengenakan crop top yang menurutnya tampak kedodoran. Ia yakin baju itu adalah pinjaman. Dalam industri musik, penyanyi baru tidak memiliki anggaran khusus untuk penampilan, sehingga wajar kalau mereka tidak tampak glamor.Pihak label musik tadi menyatakan kalau jatah untuk wawancara dan sesi foto untuk Melody adalah sebanyak satu jam. Ini baru berjalan sepuluh menit,

    Last Updated : 2022-08-13
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   7. Reuni Empat Sahabat

    Cherry menyesap air mineral yang ia pesan dan merasakan dingin menukik ke ubun-ubun kepalanya. Sepertinya harus mengurangi minum minuman dingin-dingin, nih, pikir Cherry. Di sebelahnya ada Nay yang duduk sambil menyelupkan roti ke dalam sup makaroni yang tersaji. Sahabatnya itu tampak ogah-ogahan menikmati menu yang ia pesan tadi dari Kafe Starlite.“Lo belum cerita kok bisa ya tiba-tiba ke Jakarta?” tanya Cherry. Begitulah ia. Sebaik rasa penasaran hinggap di kepala, ia tidak akan bisa melepaskannya dari usaha mencari tahu.“Bukannya datang ke Jakarta itu biasa? Apalagi lo, Dewi, dan Maria kan sudah tinggal di sini?”Cherry mengamati temannya itu lekat-lekat. “Believe me, Nay! Untuk ukuran lo yang anti sama Jakarta, itu bikin kita takjub.” Ia duduk lebih dekat dengan Nay dan membisikkan, “Nay, lo cuma bawa ransel.”Nay terdiam dan menjatuhkan roti ke dalam sup makaroninya. Cherry meneliti air muka

    Last Updated : 2022-09-16
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   8. Tersesat Dalam Cinta

    Cherry ingin menertawakan pertanyaan Maria itu. Tapi, ia batal tertawa. Pasalnya, kalau ia pikir-pikir, ia sendiri tidak tahu apa jawaban yang tepat untuk itu. “Kalau panduannya majalah metropolitan, yang bisa bikin kita merasakan the big O.” “Lo pernah dong, Cher?” Nay bertanya. Nah, ini kenapa ia tidak tahu jawabannya. Ia bukanlah wanita kuno yang tidak pernah bercinta dengan pacar-pacarnya. Tapi, apa tepatnya orgasme yang digembar-gemborkan oleh berbagai media itu, ia tidak tahu. “Kayak gimana, sih? Yang rasanya berdenyut-denyut itu bukan, sih?” katanya asal-asalan. “Katanya sih, saat merasakannya, aliran napas dan jantung kita berhenti sepersekian detik,” sambung Nay. “Rasanya aliran darah mengalir naik terus ke kepala sementara badan kita seperti dialiri aliran listrik ringan yang membuat jantung kita menyerap perasaan bahagia?” Semua orang memandang Maria yang setelah berdiam diri cukup lama jika mereka membicarakan topik

    Last Updated : 2022-09-17
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   9. Keputusan Penting

    Cherry terbelalak melihat siapa yang ada di luar yang menuntutnya membuka jendela. Dika Irandi. Cowok yang tadi pagi ia tinggalkan diam-diam. Cowok yang rencananya akan ia putuskan satu atau dua hari ke depan. Cowok yang tidak mampu memuaskannya di tempat tidur. “Buka saja, Cher! Nggak enak kalau tetangga sampai ke luar melihat ribut-ribut gini,” suruh Nay. Cherry menurut. Ia menurunkan kaca jendela. Hanya setengahnya saja. Ia menghindari kemungkinan laki-laki bertindak nekad dengan mencekik lehernya. “Cherry, kenapa?” Gadis itu memalingkan wajah. Inilah salah satu kesulitan dalam berkomitmen. Waktu hubungan itu harus berakhir. Cherry tidak piawai menyusun kata-kata perpisahan sehingga cara yang terbaik menurutnya adalah dengan pergi saja dan mengabaikan yang lainnya. Rupanya, lajang nomor tiga belas di sampingnya itu tidak dapat membaca petunjuk yang ia layangkan tadi pagi. “Aku tadi telepon kamu berulang kali. Tapi nggak diangkat.” “

    Last Updated : 2022-09-18
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   10. Pembantu Rumah Tangga

    Seraya mendesah, Dewi menatap Odetta dengan permohonan maaf. Dewi mengangkat bayi Romeo dari boks bayi. Untungnya ketika digendong sebentar, bayi Romeo langsung menghentikan tangisnya. Jika tidak, Ibu Mertua pasti akan segera menghambur ke kamar mereka dan seperti biasa mengomelinya tentang ketidakbecusan Dewi sebagai seorang ibu. Setelah menggantikan popok basah bayinya, Dewi langsung menyerahkan Romeo kepada Anton. Ia tidak mau berlama-lama lagi di rumah ini. Hari ini, sepulang bekerja, ia berencana mencari rumah kontrakan agar bisa segera pergi dari rumah ini. Bisa terbebas dari Anton yang tidak bisa memberinya apa-apa kecuali kemiskinan. Ia mencari Odetta yang duduk meringkuk di sofa di ruang tamu. Ia menunduk dan memeluk Odetta tanpa berkata-kata. Ia berharap putrinya mengerti. Ia akan menjemput mereka saat keadaan sudah membaik. Ia janji! “Dewi….” Anton menggenggam tangan istrinya tersebut. Dewi menepisnya. Setelah mengecup kening Romeo sekilas,

    Last Updated : 2022-09-19
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   11. Tanda Masalah

    Awalnya, Maria diajak tinggal bersama di rumah ini karena mereka bersimpati dengan penderitaannya dianiaya oleh kakak-kakaknya. Maria tentu saja berpikir kebaikan Keluarga Delia akan membuatnya selamat dari kejamnya dunia. Ternyata, ini sih namanya keluar dari mulut singa, malah masuk mulut buaya! Sama-sama berakhir dengan mati! Maria adalah bungsu dari empat bersaudara. Kakak-kakaknya bukan orang yang berkecukupan. Oleh sebab itu, ketika Maria menumpang hidup di salah satu rumah kakaknya, mereka merasa keberatan. Sampai sekarang Maria heran mengapa kakak-kakaknya bersikap tidak peduli sejak kedua orangtua mereka meninggal? Padahal sebagai anak bungsu sudah sepantasnya Maria mendapat sedikit bantuan dari mereka. Setelah berkelana dengan banyak pekerjaan paruh-waktu yang tidak begitu memuaskan dari segi pendapatan, Delia kemudian memberikan pekerjaan yang bernama keren. Pekerjaan itu adalah sekretaris di kantor hukum Delia, Yazid, and Partners. Akan tetapi, dengan tug

    Last Updated : 2022-09-20
  • TERSESAT DALAM GAIRAH   12. Kenalan atau Tidak

    “Meeting proyeksi hanya kita berlima?” tanyanya seraya meletakkan tas kantornya di meja. Rapat proyeksi yang disebut-sebut oleh Mas Dewan tadi adalah pertemuan antara anggota redaksi untuk mengetahui perkembangan artikel yang sudah selesai diatur tata letaknya. Semua artikel tersebut akan dipajang dan akan ketahuan, mana saja yang belum selesai agar segera dicarikan penggantinya. “Iya, kita ngobrol-ngobrol dulu, Cher. Tapi penting.” “Soal apa?” “Ya, seperti yang sekilas sudah saya bicarakan dengan yang lainnya juga, ini masalah kelangsungan majalah kita. Bagian pemasaran dan iklan menyampaikan protes bahwa isi majalah kita ini tidak up to date, sehingga susah dijual. Jadi, di sini kita berlima berusaha melakukan review pada setiap rubrik – “Maaf, Mas Dewan! Saya masih kurang mengerti dengan istilah nggak ‘up to date’ yang dikatakan bagian iklan,” sambar Cherry sembari memainkan nada suaranya mengejek penilaian karya

    Last Updated : 2022-09-21

Latest chapter

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   58. Perubahan Hidup

    “Masnya nggak tahu apa-apa,” lapor Maria.Jantung Cherry berdegup kencang. Kekhawatirannya terhadap Nay semakin bertambah. Ia ingat meninggalkan sahabatnya itu di sana. Di parkiran. Mereka berpisah cuma karena Cherry terlampau egois hanya mementingkan nafsunya untuk bertemu laki-laki.Ia menyesali tindakannya yang bodoh. Seberapa sering Nay bertemu dengan mendatanginya ke Jakarta? Tidak cukup sering. Itupun ia malah mengabaikan sahabatnya itu. Dan, sekarang akibat perbuatannya, mereka tidak tahu Nay ada di mana. Cherry berpacu dengan waktu. Ia tidak mau terlambat. Ia tidak mau menyesal.“Ayo, Maria. Kita harus ke rumahku!” kata gadis itu seraya memesan taksi.***Ini bukan kali pertama Maria datang ke rumah Cherry. Ia ingat diundang ke sini pada saat gadis itu pertama kali menempati rumah itu. Dulu, tidak ada banyak perabotan ada di sana. Sekarang, kediaman Cherry itu laksana stok foto yang menggambarkan desain interior di m

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   57. Tak Ingin Ditemukan

    Taksi yang ditumpangi Cherry memasuki sebuah gedung tinggi yang berlokasi di Sudirman. Sebaik kendaraan itu berhenti, ia pun turun. Kaos pink dan rok abu-abu selutut yang ia pakai sungguh kontras di antara para karyawan yang mengenakan setelan professional. Namun, situasi itu tidak membuatnya merasa terintimidasi. Ia tahu kalau beberapa karyawan pria pasti menelan ludah mengamati penampilannya.Cherry memiliki trik khusus untuk menjaga kepercayaan dirinya di hadapan publik. Tanamkan diri kalau dirinya adalah sosok yang lebih berharga dibandingkan orang-orang asing itu.Ini bukan tentang masalah cantik atau jelek. Soalnya, ada juga mereka yang wajahnya terpahat seperti ukiran perupa Yunani namun tidak memancarkan kepercayaan diri yang hakiki. Jatuhnya, tetap terlihat biasa di mata orang awam.Aura kepercayaan diri Cherry terus mengikuti sewaktu gadis itu menaiki lift dan keluar di lantai sembilan. Lantai itu merupakan lokasi perusahaan tempat Maria bekerja. Di de

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   56. Lukisan yang Terasa Penuh

    Tidak banyak pengunjung di kafe Sara’s Pan, bahkan bisa dibilang hanya Cherry dan Farid yang ada di sana. Oleh karena itu, keduanya bebas memilih tempat duduk.Cherry tentu saja langsung mendatangi meja yang paling sudut dan tersembunyi dari penglihatan. Ia langsung memesan kopi Americano. Cherry perlu asupan kafein demi membangkitkan semangatnya. Maklum, tadi malam ia kurang tidur.“Tadi malam menyenangkan, ya.”Cherry tahu kalau kalimat itu bukan pertanyaan. Ia yakin Farid mengingat momen ketika mereka berada di kamar kos laki-laki itu tadi malam. Oleh karenanya, ia nyengir-nyengir sendiri.“Mau diulangi?” tanya Cherry dengan nada menggoda.Farid tersenyum. Di mata Cherry, senyum pria itu adalah yang paling indah sedunia.Pembicaraan mereka terhenti karena pelayan kafe membawakan pesanan mereka. Kopi Americano untuk Cherry, sedangkan Farid memesan kopi gula aren dan camilan pisang goreng.&ldqu

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   55. Sisi Cinta yang Lain

    Regita meletakkan kuas yang sedang ia gunakan. Nay yang melihat itu mengira perempuan itu tidak suka dengan pertanyaannya. Ia ingin meralatnya cepat-cepat.Tapi, belum sempat ia mengutarakan revisi pertanyaannya, tahu-tahu, Regita sudah berkata, “Aku dan suami sebenarnya saling mencintai. Kami bercerai baik-baik. Aku bahkan masih berteman dengannya. Sampai sekarang.”“Terus?” tanya Nay bertambah bingung. Jika tidak ada masalah, mengapa keduanya harus bercerai? Apalagi jika pengakuan Regita benar bahwa keduanya saling mencintai.“Kami nggak bisa membayangkan masa depan kami bersama-sama.”“Kenapa? Katanya sama-sama cinta.”“Ada bentuk cinta yang lain. Cinta itu punya banyak sisi, salah satunya yang aku miliki terhadap mantan suamiku itu.”Nay tersentak. Kata-kata itu mirip dengan yang pernah ia ucapkan dulu. Satu lagi fakta yang membuatnya tercengang. Bukan karena sesuatu yang buruk,

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   54. Takdir itu Aneh

    Pada kanvas, terlukis sebuah gambar yang sangat indah. Lukisannya berupa sosok perempuan yang seolah-olah tidak nyata. Namun, sosok itu tampak begitu suci dan damai. Warna-warna yang mengelilingi sosok itu begitu beragam. Nay bahkan tidak pernah mengenali jenis warna yang terlukis di sana.“Wow,” celetuk Nay tanpa sadar.“Suka?” tanya Regita yang telah berdiri di samping Nay, sama-sama menatap lukisan di hadapan mereka.Nay serta-merta mengangguk.“Tapi belum selesai,” kata Regita.Nay menoleh ke arah wanita itu. “Lo yang lukis?” tanyanya.Sekarang, giliran Regita yang mengangguk.Nay masih menatap wanita itu, ini kali dengan penuh kekaguman.“Bagi anak kecil yang nggak mengerti jahatnya dunia, satu-satunya pelarian aku waktu itu yaaah lewat menggambar.”Kata-kata Nay membuatnya menundukkan kepala. Apa yang paling sedih dari seorang anak yang dilahirkan ke dunia

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   53. Menghilang Semalaman

    Cherry membuka pintu rumahnya yang sudah ia tinggali selama hampir empat tahun itu. Rumahnya kecil saja. Ruang-ruangnya berukuran mungil dan sederhana. Namun, semua itu sudah mencukupi kebutuhannya. Tapi, apakah hidup seperti ini yang ia mau? Terbersit pertanyaan itu dalam benaknya.Cherry melemparkan tasnya asal-asalan ke atas sofa ruang tamu. Ia melirik baju atasannya yang sebagian sudah terbuka. Itu membuatnya teringat kepada Farid. Langkahnya cepat menuju tempat tidur. Cermin setinggi badan menjadi sasarannya.Dengan saksama, Cherry memeriksa pantulannya di kaca. Tubuhnya cukup tinggi untuk standard perempuan Indonesia. Meskipun tidak memenuhi kriteria seorang peragawati, tidak juga mengintimidasi kaum laki-laki. Rambutnya sengaja dipanjangkan karena ia tahu kaum pria kebanyakan menyukai yang seperti itu. Lekuk badannya juga tidak malu-maluin, Lemaknya menempel di bagian-bagian yang tepat, terutama pada dadanya. Tidak ada pria yang tidak tergoda dengan aset yang ia

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   52. Menyudahi Penderitaan

    Nay terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya itu. Kalimat itu mirip yang dikatakan oleh Cherry dulu. Di tempat yang sama pula, ujarnya dalam hati seraya melihat sekelilingnya.“Nggak perlu takut. Meskipun malam hari, ada saja wisatawan yang datang ke sini, untuk tur museum malam hari,” ucap Regita.Apa yang dikatakan oleh perempuan itu betul. Di sebelah kiri, ada beberapa orang yang berjalan beriringan mengikuti instruksi satu orang yang Nay duga adalah pemandu tur tersebut.“Jadi, tempat ini?” tanya Regita.Nay sendiri tidak tahu. Jangan salah sangka. Bukannya ia tidak hapal lokasi tempatnya berada saat itu. Ia hanya tidak mengerti mengapa ia membawa perempuan yang baru dikenalnya itu ke sini.“Gue pernah ke sini bersama Cherry.”Alih-alih mempertanyakan tujuannya datang ke tempat itu, Regita berkata, “Pasti momen itu spesial banget, ya.”Nay mengangguk. Tampak jelas kalau be

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   51. Tak Ada yang Sempurna

    Nay keluar dari minimarket dengan membawa dua buah botol minuman. Ia memberikan salah satunya kepada Cherry yang duduk di lantai selasar minimarket itu.Nay memperhatikan sahabatnya yang meneguk minuman itu sampai tandas. Penampilan Cherry jauh dari biasanya. Tidak ada riasan di wajahnya. Padahal, Cherry selalu tampil dengan peralatan kosmetik sejak temannya itu bisa berdandan. Pakaian yang dikenakan gadis itu juga jauh dari gaya sehari-hari Cherry. Sahabatnya itu hanya mengenakan kaos polo dan celana bahan.“Mau pulang?” tanya Nay.“Nggak bisa,” kata Cherry lirih.“Oke, ikut gue.”Tanpa banyak berkata-kata, Cherry menurutinya.Nay sendiri tidak tahu hendak membawa sahabatnya itu ke mana. Ia bukan orang Jakarta. Ia juga tidak menetap di kota metropolitan itu. Bagaimana bisa ia menemukan tempat yang asyik untuk Cherry menjelaskan apa yang terjadi dengannya?Keduanya berjalan kaki dalam diam. Nay yang

  • TERSESAT DALAM GAIRAH   50. Tempat Teraman

    Regita Amelia sudah melewati usia kepala tiga. Tepatnya, 38 tahun. Tidak seperti perempuan lainnya, tidak ada keluarga yang memaksanya untuk menikah. Bukan karena keluarganya berpikiran modern, melainkan karena Regita sudah meninggalkan rumah sejak berusia 17 tahun. Jadi, tidak ada keinginan keluarga yang harus ia turuti.Pengalaman hidupnya sesuai dengan usia yang ia miliki. Banyak. Tidak semuanya menyenangkan. Lebih seringnya, Regita harus berkutat dengan cara dan strategi untuk bertahan hidup. Bayangkan saja, apa yang harus dilakukan oleh anak berusia tujuh belas tahun untuk bertahan hidup?Namun, kerasnya pengalaman hidup Regita membuatnya menjadi pribadi yang peka dan sensitif, terutama terhadap mereka yang memiliki pengalaman hidup yang tidak menyenangkan.Ketika melihat Nay di Kafe Starlite, perhatian Regita langsung tertuju kepada gadis itu. Mata Nay terlihat kelam. Padahal, di sekeliling perempuan itu ada dua orang temannya. Dari pengamatan Regita, Nay

DMCA.com Protection Status