"Berhenti! Mau ke mana kamu Lily! Kau tak boleh pergi! Berhenti."
Tak memperdulikan teriakan sang papa, Lily terus melangkah keluar. Tepat saat itu, pintu utama di buka dengan kasar dari luar. BRAK! Lily terkejut hingga reflek mundur ke belakang. Beberapa orang berbadan kekar dengan setelan jas hitam yang melengkapi penampilan sangar mereka menerjang masuk. Lily terlalu bingung dan kaget sampai ia hanya mematung di tempat. Seorang pria masuk bersama wanita yang berpenampilan glamor nan seksi. Mereka lah paman dan bibi Axelo, Ervan dan Camellia. "Lukas?" Wajah Lukas menjadi pias dan tegang. Tubuhnya seketika lemas dan luruh. Keringat dingin membasahi punggungnya. "Kami tagih janjimu!" "Sa-saya tuan." Lukas terbata karena takut. Lalu menunjuk Lily yang berdiri tak jauh dari Ervan dan Camellia. "Dia- dia anakku yang aku maksud." Mata Lily membelalak tak percaya. Papanya benar-benar menjualnya sebagai penebus hutang. Lalu lily menatap papa dan dua pasangan yang baru datang itu bergantian. "Maaf, saya tidak bersedia," tegas Lily tanpa menoleh lagi pada papanya. Lalu menunduk memberi hormat pada orang yang lebih tua, bukan atas dasar takut. "Saya bukan anaknya, sejak aku pergi dari rumah, dia menipuku sedang sakit, dan aku terpaksa pulang. Jika ingin meminta ganti hutang, minta saja pada nya dan dua orang di sana." Lily menunjuk Clarissa dan ibunya. Mereka terlihat begitu terkejut dan takut. "Lily!" Lukas dengan nada memohon menatap anak sulungnya, Lily bergeming. "Lukas!" Wajah Lukas semakin pias dan tegang. Keringat berjatuhan dari wajahnya. "Lily, tolong Papa, Nak," mohon Lukas menangkup kedua tangannya dan wajah yang mengiba. "Mintalah pada anak papa di sana," cetus Lily menatap sinis pada Bella dan Clarisa yang masih terduduk dan ikut gemetar. Mereka pernah mendapat tekanan sebelum nya, hingga untuk menegakkan kepala saja mereka sudah tak berani. "Lily! Please." Ervan tertawa. "Seperti nya, anakmu keberatan ya, Lukas?" Lukas menatap Ervan dengan sangat ketakutan, merasa tak siap untuk kehilangan jari juga nyawanya. "Ti-tidak. Sa-saya akan membujuknya, tolong, beri saya waktu," pinta nya mengiba. Ervan tertawa lagi. Tawa yang menggelegar hingga membuat bulu kuduk merinding. "Kenapa dengan orang ini?" gumam Lily heran, "apa dia salah makan?" "Lily, papa mohon." Lukas mengiba. "Tidak, Pa. Mereka yang menikmati uangmu, kenapa tidak mereka saja?" Lily menunjuk jengah dua wanita di tengah ruangan. "Mereka lebih pantas." "Anak sialan! Berani kau..." "Diam Bella! Jika Lily tidak bersedia, maka kau dan anak-anak mu yang akan menanggung semua," bentak Lukas mengancam. Ervan tertawa semakin kencang. Lalu ia menggerakkan kepalanya. Memberi isyarat pada para bodyguard nya. Dengan cepat mereka bergerak menahan tubuh Lukas dan memukulinya. "Papa!" "Lukas!" Suara pekikan Clarisa dan Bella bersamaan merasa ngeri melihat Lukas tak berdaya. "Kau lihat itu Lily!" pekik Bella dengan mata berderai dan tubuh gemetar."Cepat lakukan sesuatu! Jangan hanya diam saja!" "Kau sendiri bagaimana Tante? Apa kau melakukan sesuatu?" sindir Lily menatap sengit. Ia marah, kenapa harus dirinya? Sudah di tipu tentang penyakit ayahnya, Lily masih harus berkorban lagi untuk menutup hutang sang papa? Sementara dua anak lain dan istri yang sudah menikmati hartanya? Apa yang sudah mereka lakukan untuk Lukas? Lily menatap Lukas yang mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi. Hingga pria itu memuntahkan darah. Hati anak mana yang tak terluka melihat papanya mendapat siksaan sedemikian rupa. Tentu saja Lily merasa iba. "Lukas.....!!" tangis Bella memeluk Clarisa yang juga menangis tanpa bergerak dari tempatnya. Clarisa menggeleng, lalu berdiri, "Tidak, Ma! Aku tidak mau! Aku tidak mau terlibat!""Lukas.....!!" tangis Bella memeluk Clarisa yang juga menangis tanpa bergerak dari tempatnya. Clarisa menggeleng, lalu berdiri, "tidak ma! Aku tidak mau! Aku tidak mau terlibat!" teriaknya berlari ke arah yang lebih dalam. Mungkin berniat Kabur sebelum ia ditangkap dan di jadikan budak keluarga kakek Douglas. "Clarisa!" panggil Bella melihat anaknya berlari menjauh membuat Bella menyusul. Sedikitpun tidak memperdulikan Lukas yang tengah mengalami siksa dari orang-orang berbadan kekar itu. Melihat hanya dirinya yang tinggal membuat lily semakin iba dan simpati pada papanya. Bahkan istri dan anaknya yang ia agungkan itu memilih pergi meninggalkan sang papa saat pria itu berada di titik terendah. "Papa...." Lirih lily menangis melihat papa yang sudah tergolek lemas di atas lantai dengan darah yang berceceran di sekitar. Walau ia berhati keras, tetap saja ia tak tega. Salah seorang pengawal Elvan mengambil pisau dari balik bajunya. "Pertama jempol nya dulu," titah Elvan menyim
"Nona Lily, silahkan letakkan barang anda di walk in kloset." Ucap Raize memberi instruksi." Saya akan menunggu anda di sini." "Baiklah." Lily berjalan ke arah yang Raize tunjuk. Di dalam walk in closed pun Lily masih di buat takjub. Pakaian serba mahal beserta aksesoris lainnya yang tersusun sangat rapi. Meski begitu, Lily tak boleh terpana terlalu lama dia harus kembali ke tempat Raize menunggu. "Anda sudah selesai?" Tanya Raize begitu Lily kembali ke dekatnya. Yang di jawab dengan anggukan oleh gadis cantik itu. "Baiklah nona, pertama saya perkenalkan dulu..." Raize berjalan mendekati ranjang di mana seorang pria yang nyaris sempurna terlelap tanpa bergerak. Wajah tampan, alis tebal, kulit bersih, hidung mancung, bibir yang tipis dengan sedikit bulu halus di wajahnya. Membuat pria itu tampak sangat sempurna, hanya ia sedang lelap kini. "Beliau adalah tuan muda Axelo, suami sah anda. Seperti yang anda ketahui, saat ini beliau mengalami kondisi vegetatif. Kondisi dimana t
Camelia yang berdiri di bantu oleh sang suami menatap tajam padanya. "Elvan, aku harus menegaskan dominasi ku!" Geram Camelia melirik ke arah kamar Axelo."Gadis busuk itu, harus tau siapa yang sudah ia singgung." Sementara di ujung lorong, Russell yang juga menyaksikan dari awal sampai akhir mengulas senyum misterius. Rasa ketertarikan nya pada Lily meningkat tajam. Sementara di ruangan lain yang tampak gelap dan terpisah, seorang pria tua dengan bertumpu pada sebuah tongkat penopang menatap monitor yang menampilkan setiap sudut mansion. Termasuk lorong tempat dua wanita itu bersitegang, Sudut bibirnya terangkat ke atas. **** Lily menatap tubuh suaminya yang masih setia terbaring di ranjang kamar berukuran king size itu. "Hei, aku menjalani hal berat di rumah ini karena kamu." "Jadi, bagaimana caraku untuk menuntaskan rasa kesal ini?" Lily bergumam sendiri. Lily membungkukkan badannya menatap lebih dekat wajah tampan Axelo. "Hemm.... Kamu tampan, tapi, aku tak mungki
"Bagaimana kalau kita cari tempat yang lebih private?" Dengan nada manja dan genit. "Kamu selalu begitu, bahkan sebelum kecelakaan itu pun kamu selalu mendatangiku." Suara Russell tak kalah menggoda. Lily menutup mulutnya yang refleks membulat. "Astaga, jadi wanita itu awalnya kekasih Axelo. Tidak kusangka..." Bisik Lily bergumam sembari berdecak. "Ayolah, kau tau, Axelo sulit sekali di ajak berduaan. Pikiran nya sangat kolot. Berbeda dengan mu... Ayolah." "Wanita picik itu, sepertinya jika aku beri dia sedikit pelajaran tak masalah kan?" Gumam Lily. Tepat saat itu seorang pelayan membawa beberapa gelas jus buah yang belum habis. Lalu Lily mencegatnya. "Ini mau di bawa kemana?" "Ke dapur." Lily mengangguk, "untuk ku saja." Sambil mengambil gelas dan mencampur sisa-sisa jus. Lalu membawa satu gelas penuh. Lily berjalan pelan ke arah dua anak manusia yang masih bercumbu itu. "Ayoooo Russell..." Dessaah Angelica menarik lengan Russel dengan penuh nafsu. Saat itu Angelica dan L
"Kenapa kamu sangat polos? Aku menginginkanmu menjadi bonekaku. Menurut padaku bukan malah melawanku." Sinis Camelia dengan senyum licik di wajahnya. "Lily.... Lily.... Kamu sudah salah memilih lawan. Aku tidak suka dengan mu, tapi, selama ini kamu malah terus melewati batas mu." Lily melirik dua orang di belakang Camelia. Ia terus berfikir keras bagaimana selanjutnya, dan apa yang mesti dikatakan. Melawan bukanlah jalan saat ini. Jika hanya Camelia, itu mudah saja. Tapi dua orang pria berbadan kekar itu, tak mungkin dia lawan. "Satu-satunya jalan saat ini hanyalah menjadi anak baik yang penurut. Lalu pikirkan bagaimana cara nya lolos." Pikir Lily membaca situasi yang tidak menguntungkannya. "Apa yang mau Tante lakukan?" "Menurutmu apa?" Camelia memberi kode pada dua orang pria di belakangnya. Lalu mereka berjalan mendekat, Lily merasa lemas seketika. "Apa yang akan mereka lakuka
Hemmm.... Jika ini racun, dan sesuatu terjadi padamu... Maka orang pertama yang jadi tersangka adalah aku. Tapi, jika ini benar adalah obat... Maka, itu berarti aku sudah menghambat kesembuhan mu..." Lily bergumam lagi, otaknya menimbang-nimbang mana yang lebih menguntungkan dan merugikan dirinya. Terlebih dia sudah mendapatkan ancaman dari Camelia agar menjadi gadis yang penurut. "Baiklah, aku tidak punya pilihan lain. Jadi jangan Salahkan aku..." Gumam Lily lagi seraya menuangkan obat itu ke sebuah cawan kecil lalu asal meletakan botol itu tanpa menutupnya. Tangan Lily hendak mengambil cawan, namun tangannya menyenggol botol hingga botol itu jatuh dan berpindah ke lantai. Menimbulkan suara yang cukup menarik perhatian. "Aaarrrggg.... Ya ampuunn... Aku menjatuhkannya, suamiku. Astaga..." Lily memutar malas matanya, seolah telah melakukan kesalahan yang di sengaja. Beberapa orang pengawal yang berjaga langsung merangsek masuk. Di belakang
"Apa kau bilang? Erik dan Regan hilang?" "Benar nyonya. Kami sudah mencari mereka di setiap sudut, bahkan kami sudah menghubungi mereka tapi...." Jawab salah satu algojo Camelia sembari menggeleng. Camelia berdecih, melempar pandangan ke samping dengan kesal. "Ke mana mereka?" Camelia terus berpikir, kenapa anak buahnya bisa sampai menghilang. Ia terus mencoba menyambungkan kejadian yang telah lalu. "Mereka tidak mencolok. Yang mereka lakukan hanyalah melecehkan gadis itu." Gumam Camelia lirih. "Tidak mungkin gadis itu memiliki kekuatan sampai bisa membuat mereka hilang." Camelia terus berfikir, kepalanya yang berdenyut membuatnya memijit pelipis dengan kedua tangannya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka tiba-tiba menghilang?" Camelia melirik pada algojo nya yang memberi laporan. "Kau tau kapan mereka menghilang?"
Lily membuka matanya, perlahan mengerjab dan melihat sekeliling. "Ya ampun, mimpi apa aku?" Gumam Lily yang tanpa sadar memeluk tubuh kaku dan hangat suaminya. "Astaga." Lily bergegas bangkit dan menatap Axelo. "Novel itu berimbas buruk padaku. Aku bahkan tidur sambil memelukmu, maafkan aku membuatmu tak nyaman suamiku." Lily terus bergumam-gumam sembari melangkah ke kamar mandi. Seusai membersihkan diri, Lily yang udah berpakaian lengkap itu menatap wajah Axelo. Lantas menyentuh bibirnya sendiri. "Padahal itu hanya dalam mimpi. Kenapa rasanya sangat nyata. Suamiku, kau tidak mungkin bangun, kan?" Lily menyipitkan matanya, menatap Axelo curiga. Tangan Lily bergerak dan menggelitiki pinggang Axelo. Namun, seperti orang mati saja. Tubuh itu tak bergerak. Lily lalu menghentikan aksinya. "Dia memang dalam kondisi vegetatif." "Baiklah, hari ini aku mau libur membacakanm
"Keluarga Nyonya Lilyana whites." Axelo segera berlari mendekat, dengan tatapan penuh harap untuk istrinya baik-baik saja. "Saya suaminya." "Pasien tidak mengalami luka dalam, Tuan. Beberapa luka luar pasien juga sudah ditangani. Kami juga melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada pasien dan semua organ normal tanpa gangguan," terang dokter. "Syukurlah! Itu artinya, Istriku baik-baik saja, kan, dok?" Dokter mengangguk sembari mengulas senyum. "Benar, Tuan. Dan dari hasil pemeriksaan ... kami menemukan sesuatu," ungkap sang dokter. "M-menemukan apa?" "Ada janin di rahim pasien, Tuan. Pasien tengah mengandung," ujar dokter membuat Axelo terdiam seketika. "A-apa?" "Pasien hamil, Tuan!" axelo diam seribu bahasa. Ia benar-benar tak menyangka akan mendapatkan kabar mengejutkan ini setelah dibuat geger ole
"Apa mau mu, Russell?" Russell menyeringai, "Mau ku? Tembak kepalamu sendiri, Axelo!" Hening, Axelo masih menggeretakkan giginya saling beradu. Ia sangat tau Russell memang membencinya, sejak dulu Russell memang selalu berusaha mengambil apapun yang menjadi haknya. Bahkan, Angelica pun tak luput dari Russell. Sayangnya, Angelica memang wanita jallang yang mudah tergoda. Axelo tidak mempermasalahkan karena memang ia tak segila itu mempertahankan wanita yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada pria lain. Tapi, Lily berbeda, wanita yang satu ini berperan besar dalam mengumpulkan bukti kejahatan Camelia dan Elvan. Dia juga menjaga diri dari bujuk rayu Russell sampai mendapatkan pelecehan dari sepupunya. "Ayo! Kenapa ragu? Atau kau lebih suka melihat kepala wanitamu menyentuh aspal dengan keras?" Russell sedikit mengangkat kakinya yang berpijak pada tali yang menggantung tubuh Lily. Karena berat badan Lily, otomatis tubuh Lily yang meng
Lily membuka matanya, ruang remang dan berbau pengap. Kepalanya terasa sangat pusing, Lily terus mencoba mengumpulkan kesadarannya. Melihat lebih jelas meski sulit untuk melihat dalam ruangan yang minim pencahayaan itu. Lily menyadari gerak tubuhnya terbatas, merasakan ikatan yang kuat di tangan dan tubuhnya. Rasa cemas dan gelisah menghinggapi nya seketika, saat ingatan akan pertemuan dengan Russel. Masih lekat dalam ingatannya, tentang pelecehan yang Russell lakukan padanya. Tubuh Lily menggigil seketika, matanya berkeliaran mencari pria yang sudah menculiknya kali ini. Lily takut, tapi, meski berteriak meminta tolong, tak akan ada yang datang karena ia yakin, Russel bukan pria bodoh yang menyekap tawanannya di tengah kota. Saat ini Lily hanya berharap, Axelo akan datang menolongnya. Segaris cahaya terlihat menyinari ruangan yang perlahan melebar sebesar pintu. Pertanda, seseorang memasuki ruang remang itu. Lily menajamkan penglihatan, sosok yang tamp
"Apa kamu bilang? Russell kabur?" Suara kakek Douglas menggema di seluruh ruangan. Ada gelisah yang tersisip amarah. Amarah untuk para penjaga yang teledor hingga Russell sampai lolos dari pulau pengasingan, dan rasa gelisah jika sampai Axelo tau, sudah pasti dia tak akan melepaskan Russell. Mengingat Axelo seorang pendendam. "Russell, jangan sampai kau mendkati Lily lagi. Kakek tak bisa melindungi mu jika kau sampai nekat." Gumam tuan Douglas. Mau semarah apapun tuan Douglas, dan seburuk apapun Russell, tetaplah cucu. Darah daging tuan Douglas juga. Ia tak akan Setega itu jika sampai Russel membuat ulah dan Axelo sampai melewati batasnya. Tuan Douglas memijit pelipisnya, sangat mudah menangani orang lain. Tinggal buang dan hancurkan, tapi Russell keluarga nya. Tak mungkin juga ia akan berlaku sama. "Temukan Russel sebelum Axelo mendengar kabar tentang bocah yang kabur itu." Perintah kakek Douglas tegas dengan sorot mata
Russel mengendap-endap keluar dari kamarnya. Melangkah di tengah malam yang pekat, pria itu memakai pakaian serba hitam, tak lupa memasang topi. Mata Russel menari kesana kemari, memastikan pergerakannya tak di sadari oleh penjaga dan pelayan di rumah itu. Russel terus berjalan dengan langkah berhati-hati tapi cepat. Russel menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan aman untuknya kabur. Rencana malam ini ia akan kabur dengan bersembunyi di dalam peti yang mengangkut sayur dan bahan makanan. Langkah Russel telah sampai di gudang tempat penyimpanan barang. Russell menyusuri tempat itu dan menunggu kapal yang biasa di gunakan untuk mengangkut bahan makanan. Selama beberapa hari Russell terus memperhatikan kapan kapal itu keluar masuk, siapa saja dan bagaimana. Sampai ia cukup yakin untuk menyelip bersama dan kabur. Russell mengendap mendekati kapal saat ia merasa keadaan cukup aman meski ada beberapa penjaga dan orang yang keluar masuk. Pria itu awal
Tubuh Bella menegang seketika. Amarah yang tadinya menggebu-gebu mendadak menguap begitu mendengar suara Axelo. Apalagi mendapat tatapan tajam mata elang Axelo yang langsung menghujam nyalinya. "Apa anda punya masalah sampai membuat keributan di kediaman ku, Nyonya Bella?" Bella mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Akan sangat memalukan jika dia sudah berniat melabrak Lily dan tiba-tiba menciut di depan Axelo. Setidaknya dia harus mencari pembenaran untuk tindakannya. "A-aku kemari karena putriku, tuan muda Axelo." "Oohh ya? Ada apa dengan putrimu?" "Clarissa dan Lily sedikit berseteru. Dan aku ingin mengkonfirmasi nya dengan Lily." "Benarkah? Aku lihat kau hanya meninggikan suara Sejak tadi. Aku pikir itu bukan konfirmasi, tapi makian." Wajah Bella makin menegang, keringat sebiji jagung turun dari wajahnya. Kalimat Axelo sekali lagi menusuk nyalinya. "I-i
Sepertinya, Lily memang tak bisa menghindari keributan kali ini. Lily tau, Clarissa melakukannya dengan sengaja, tapi ia tak ingin ini mempermalukan suaminya. "Bukankah itu istri Axelo." "Astaga, gaunnya robek parah. Bagaimana ini bisa terjadi?" "Kupikir itu gaun yang mahal, bagaimana mana bisa? Apa yang terjadi?" "Jika aku jadi dia, aku pasti sudah malu sekali," Bisikan-bisikan mulai terdengar, Lily diam dalam ketenangan pikirannya, dan Clarissa merasa sangat menang menyungging senyuman. Keributan itu tentu saja sampai di telinga dan jarak pandang Axelo. Ia tak lantas mengambil tindakan. Axelo justru ingin melihat bagaimana Lily akan menangani hal semacam ini. Lily tau posisinya, dalam keadaan seperti ini, ia harus bisa membalik keadaan dari malu jadi kekaguman. Lily melangkah mendekati meja prasmanan mengambil gunting yang kebetulan teronggok di sana. Lily
"Cantik sekali." Kalimat pujian itu Axelo lontarkan pada Lily. Wanita cantik itu baru saja keluar bersama seorang MUA terbaik. Axelo memang sudah menunggu beberapa jam yang lalu untuk membawa sang istri menghadiri pesta eksklusif sebagai pendampingnya. Axelo juga sengaja mengirim undangan untuk Clarissa agar saudara tiri Lily itu sadar, jika Lilylah yang dia cintai dan inginkan. Selama ini Axelo sudah mengikuti permainan Clarissa, membuat wanita itu melambung untuk ia jatuhkan di pesta nanti. "Aku sangat ingin menciummu saat ini, tapi aku takut akan merusak make up mu." Lily tertawa lebar, "kalau begitu jangan." "Aku akan menahan diri sampai acara ini berakhir." Ucap Axelo memeluk pinggang istrinya."Ayo berangkat." Disisi lain, Clarisa sudah berdandan sangat cantik, memakai gaun terbaik dan terseksi hanya untuk malam ini. Ia pikir, Axelo akan menjadikan nya pendamping di pesta itu.
"Hari ini Lily akan memulai launching, pastikan semua lancar tanpa hambatan." Perintah Axelo pada asisten pribadinya. "Baik." "Satu lagi, jangan sampai dia tau kita ada di belakangnya." "Baik. Akan saya selesaikan dengan bersih dan rapi." Selama beberapa hari ini Lily memang disibukkan dengan pembukaan butiknya. Gadis itu memang pandai dalam hal mendesain. Selama ini ia memang bekerja di bagian desain interior. Namun, kali ini ia ingin mencoba sesuatu yang berbeda, dan masih termasuk dalam hobinya. Axelo melihat seberapa keras Lily sudah berusaha, karena itu ia tak ingin sang istri kecewa jika launching butiknya tidak berjalan lancar. Di sisi lain, Lukas yang makin pusing karena perusahaan nya terancam bangkrut, terus mencoba menembus hutang dan investor. Papa Lily itu memijit pelipisnya setelah usai melobi salah satu investor, namun gagal. Lugas yang saat ini berada di sebuah kafe melihat ke a