Keyko benar-benar pusing menghadapi persiapan pernikahannya. Rasa-rasanya ingin lari saja. Tak pernah terpikir di kepalanya, bahwa akhirnya ia bakal sampai juga ke momen itu. Momen ketika ia harus menghadapi hari-hari paling ditakutinya.“Inilah yang gue hindari. Komitmen bersama satu pria selamanya.” Gadis bermata sipit yang rambut lurusnya telah rapat terlindung kerudung itu, meneguk segelas lemon segar sampai licin tandas.Mereka telah berpindah tempat dari gazebo ke kursi berpayung yang terletak tepat di pinggir kolam renang. Alasannya karena Keyko pengen healing dekat air.Dengan sabar, Prisha menuangkan segelas lemon dingin lagi dari teko ukuran jumbo. Hana ikut menyodorkan gelasnya yang telah kosong.Prisha menatap Hana sebentar. Ada kilau tanya di matanya. Apakah Hana ikut-ikutan galau?Hana mengangguk pelan, sebagai isyarat bahwa ia juga butuh gelas kedua demi menenangkan pikiran. Selain itu, meminum es lemon selepas dinas pagi di tengah terik matahari, sungguh menyegarkan. A
"Key, Han, udahan mainnya!" seru Prisha, persis ibu memanggil anak-anaknya yang sudah terlalu lama bermain air."Yaah, nanggung, Sha. Jari gue belum keriput!" sahut Keyko sebelum menyelam."Eeh, ini bocah! Kalo nunggu keriput, lo bedua bakal diusir Pak Dok! Ayok, siap-siap, bentar lagi musuh Hana datang bareng laki gue!"Hana yang sedang berenang telentang gaya punggung, sontak membalik badannya hingga mulutnya nyaris tertelan air.Gadis itu tersedak dan terbatuk-batuk di tengah kolam.Kepala Keyko menyembul ke permukaan."Lo bilang apa tadi, Sha? Gue kagak denger!" serunya seraya mengayun lengan. Tubuhnya meluncur maju ke tepian.Hana masih mengambang di tengah kolam. Rasanya ia kepingin menyelam dan tak timbul lagi begitu mendengar pemberitahuan Prisha."Dokter Reza mau jemput Hana!" Sengaja Prisha berteriak gegap gempita, mengekspresikan kekesalan hati karena sahabatnya tidak mau terbuka.Hana tertegun.Keyko sudah memanjat tangga kolam. Matanya tertumbuk pada dua buah pelampung b
Flash back.“Gimana, Nyak, Beh, boleh, nggak saya ngajak Hana ....” Reza minta izin dengan sopan. Ia baru saja mengantarkan Hana dan nyak babenya dengan selamat sampai ke tujuan. Di depannya terhidang teh yang tinggal setengah cangkir.Hana sudah meninggalkan ruang depan ke kamarnya, setengah jam yang lalu. Gadis itu pergi tanpa basa-basi, bahkan menoleh pun tidak. Reza duduk berhadapan dengan Babe Akram.Langit telah kelabu. Akram ragu-ragu. “Maapin, ya, Nak Reza. Bukannya kagak percaya, tapi rasanya kagak enak, kan ya. Masa’ cewek nyamperin rumah cowok duluan? Gimana kalo Nak Reza aja yang ngajak nyokap bokapnya maen ke sini? Ntar Babe siapkan penyambutan yang meriah ....” tawar Akram, berseri-seri.Reza tersenyum tenang. “Sebelum berangkat tadi, Babeh udah ngasih izin.”Akram tertegun. “Aye lupa, emangnya ente udah minta izin?”Nora menyikut lengan suaminya. “Babeh lupa, die pan udah bilang mo ngajak Hana maen ke ortunye. Babeh ngakurin. Nyak denger sendiri.”“Wah.” Akram mengern
“Hana, kamu tau aku bukan orang penyabar.” Tatapan Reza sarat intimidasi dii bawah penerangan lampu mobil temaram kekuningan. Hana menarik napas dalam-dalam untuk memulihkan energinya. Mulutnya sedikit mengerucut ketika mengembuskan napas. Diulanginya langkah itu sebanyak lima kali. Tanpa sadar, mata elang Reza mengamati wajah Hana, mulai dari mata, hidung, pipi, dagu, dan terakhir mentok di bibir. Bayangan Prisha yang pernah singgah di hatinya, tiba-tiba berkelebat di benaknya. Ia mulai membandingkan Prisha dengan Hana. Dua gadis itu sama-sama berhijab. Hana tidak secantik Prisha yang blasteran Turki. Namun, Reza tahu, di balik pelindungnya, Hana memiliki daya tarik yang mampu memantik api imajinasi lelaki hingga berkobar sampai tingkat panas yang tak tertahankan. Tentu saja, Reza tahu. Sebab, ia sudah jadi korbannya. Mata Hana bulat sempurna. Pantulan cahaya lampu menciptakan kilauan bintang-bintang cantik di permukaan bening matanya. Hidungnya yang bangir kearab-araban, menyim
Hana menggigil dan setengah linglung tatkala dua pelayan wanita menggandengnya. Sekujur tubuhnya laksana dilanda demam hebat. Bekas luka di punggungnya pun terasa ikut berdenyut nyeri.Bagaimanapun, ia hanyalah seorang gadis muda naif yang tak pernah mengenal sentuhan tak halal. Pikiran dan perasaannya porak poranda. Harga dirinya seperti gelas kaca yang dibanting dari ketinggian, lalu jatuh berkeping-keping.Reza betul-betul patut dinobatkan sebagai musuh abadi! Hana membencinya sampai ke tulang sumsum. Saking bencinya, Hana sampai gemetaran dan tak tahu harus berbuat apa. Berjalan pun serasa tak menjejak bumi. Sampai-sampai ia tak sadar telah tiba di sebuah kamar besar yang wangi dan tertata rapi. Dekorasi klasik kamar tersebut kental sekali beraura ningrat.Hana ingin melarikan diri, tetapi dalam kamar itu banyak pelayan yang bersiaga. Akhirnya, ia memutuskan menyerah. Oke, ia akan turuti maunya Reza supaya urusan di antara mereka lekas beres. Toh, hanya untuk malam itu ia bersand
Acara pertunangan yang khidmat itu hanya dihadiri tamu-tamu penting yang terdiri dari kerabat dan kenalan dekat saja, sehingga aula tidak terlalu penuh. Prosesi tersebut terlalu mendadak bagi Reza, sehingga ia tak sempat memperkenalkan Hana kepada seluruh anggota keluarganya. Hanya setelah acara pertunangan berakhir, barulah ia mengajak Hana bersalaman dan berkenalan dengan seluruh keluarga. Hana sudah mengira, keluarga Reza tak mungkin menyambutnya ramah. Begitu tahu latar belakangnya yang dari kalangan orang biasa, sikap keluarga yang awalnya sopan, ternyata hanya pencitraan. Untung ia telah menyiapkan telinga untuk menghadapi bullying. Pantas saja Reza jadi makhluk julid tingkat alien, rupanya sifat itu lahir dari keluarga yang julid.Berbeda dengan bapak dan ibu Reza. Mereka justru menerima Hana apa adanya. Sama sekali tak memandang rendah Hana.“Oh, ibumu yang nerima pesanan katering acara arisan Ibuk?” Ibu Reza, Miranda, berkata semringah. “Waktu itu Reza yang Ibuk suruh anter
Hana turun dari mobil dengan gerakan pelan dan takut-takut. Reza juga keluar mobil di posisi depan.Reza membuntuti langkah Hana menuju beranda rumah Juragan Akram yang diterangi lampu bohlam kuning lima watt.“Gosah ngikutin lagi. Urusan kita kelar ampe di sini,” cegah Hana, ketika menyadari Reza mengiringinya.“Maksudmu?”“Lah, dokter pinter udah spesialis juga, masih gak ngerti?” Hana mengangkat sepasang alisnya.“Hana, kok, tega banget.”Hana menekan rasa ibanya. “Kak, Hana udah ngerendahin diri, bela-belain sandiwara yang berlebihan. Dari maksa jadi pacar pura-pura, tetiba jadi tunangan palsu. Apa masih pengen ngajak nikah pura-pura? Wah, nggak bener ini.”“Hana, kamu satu-satunya yang pernah lihat aku nangis kejer. Aku nggak rela ....”“Ish, rela gak rela, mau gimana lagi. Udah takdir, Kak. T-a-k-d-i-r. Kakangmas ngerti apa itu takdir, kan?” Hana setengah bercanda memanggil Reza “kakangmas”.Sayang sekali, candaannya menggemparkan jantung Reza. Dari sekian gadis yang digoda dan
“Tolong rahasiakan pernikahan kita!” Hana meletakkan jari di bibirnya. “Hana masih koas. Ribet kalo ketahuan udah nikah ama konsulen sendiri. Hana takut di-bully!”Reza seketika terbebas dari sihir pesona. Ia tertampar oleh kenyataan, niat awalnya menyeret Hana ke sisinya. Bukankah ia hanya ingin memajang Hana sebagai kekasih gadungan di hadapan keluarga? Tak ada ekspektasi sama sekali menjadikan gadis—yang dipandangnya tak lebih dari bocah ingusan itu--sebagai istri.“Narsis. Siapa juga yang ngakuin lo jadi istri?” balas Reza, acuh tak acuh. Pemuda berdarah ningrat itu menghempaskan diri ke ranjang pengantin yang wangi. Kelopak-kelopak bunga yang terserak di permukaan seprai, terburai akibat hempasan tubuh atletisnya. “Berhubung ini nikah pura-pura—““Siapa bilang pura-pura? Emang ada ijab kabul pura-pura?” Reza memotong ucapan Hana. Ia rebah miring, memandangi gadis imut yang baru saja sah dinikahinya sebagai istri. “Emang pura-pura, kaan?” Hana cemberut.“Waktu aku ... sama kamu
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa