“Tolong rahasiakan pernikahan kita!” Hana meletakkan jari di bibirnya. “Hana masih koas. Ribet kalo ketahuan udah nikah ama konsulen sendiri. Hana takut di-bully!”Reza seketika terbebas dari sihir pesona. Ia tertampar oleh kenyataan, niat awalnya menyeret Hana ke sisinya. Bukankah ia hanya ingin memajang Hana sebagai kekasih gadungan di hadapan keluarga? Tak ada ekspektasi sama sekali menjadikan gadis—yang dipandangnya tak lebih dari bocah ingusan itu--sebagai istri.“Narsis. Siapa juga yang ngakuin lo jadi istri?” balas Reza, acuh tak acuh. Pemuda berdarah ningrat itu menghempaskan diri ke ranjang pengantin yang wangi. Kelopak-kelopak bunga yang terserak di permukaan seprai, terburai akibat hempasan tubuh atletisnya. “Berhubung ini nikah pura-pura—““Siapa bilang pura-pura? Emang ada ijab kabul pura-pura?” Reza memotong ucapan Hana. Ia rebah miring, memandangi gadis imut yang baru saja sah dinikahinya sebagai istri. “Emang pura-pura, kaan?” Hana cemberut.“Waktu aku ... sama kamu
Hana berdiri hendak keluar kamar. Sesuai kebiasaan, ia menyambar kerudung, lalu mengenakannya. Sebab, para kerabat dan sebagian warga masih ramai memenuhi rumahnya. Saat membenahi kerudung instan berbahan crincle di depan cermin besar yang berseberangan dengan ranjang, Hana melihat bayangan Reza yang sedang rebahan.Hana menekap mulut dan terbelalak. Celaka! Ia khilaf melepas kerudung di depan Reza. Lafaz istighfar lolos dari bibirnya.“Kenapa? Baru nyadar, ya, kalo kamu pamer-pamer rambut?” celetuk Reza yang entah kapan sudah membuka mata. Rupanya ia mendengar Hana beristighfar.Hana ingin sekali menyambit Reza pakai jarum pentul dari kotak hias. Tapi, ia tersadar jika memulai peperangan lagi, niat luhurnya akan tertunda. Gadis itu buru-buru keluar, ingin menemui enyak dan babe.Reza tadinya ingin kembali memejamkan mata, tetapi ponselnya berdering. Ia terlonjak begitu mendapati telepon dari ayah sambungnya di Singapura. “Za, kondisi ibumu membaik.” Suara sang ayah bergetar di ujung
Hana berkemas ala kadarnya. Sementara Reza tetap mengenakan kemeja putih dan tidak membawa barang apa pun selain tas sandang berisi dompet dan ponsel. Ia akan belanja pakaian ganti di Singapura saja. Sebelum berangkat, mereka menyalami orang tua, kerabat, dan tetangga. “Sekalian bulan madu aje!” sorak para emak ganjen yang mengantar kepergian mereka.Wajah Hana semendung langit musim hujan. Sementara Reza tersenyum ramah seperti biasa. Hana tertegun tatkala Reza mendorong motor N-Max metallic blue roda dua tipe tercanggih ke hadapannya. Pemuda itu naik, lalu memberi isyarat agar Hana membonceng di belakangnya.“Naik motor?” Mata gadis itu membulat. “Kok, nggak bilang kalo mau naik motor .... Babe, gimana niii ....” Hana setengah merengek pada babenya.“Mobil Babeh masih rusak. Babeh juga belum sempat beli mobil baru,” ungkap Juragan Akram yang berdiri melepas kepergian mereka. “Mobil Gavin udah kukembalikan. Tadi ngasi upah si Ujang anak tetangga sebelah, buat nganterin ke rumahny
“Jangan samakan Hana dengan cewek-cewek yang Kak Reza campakkan dengan gampangnya. Terus-terang, Hana ngerasa murahan banget waktu Kak Reza ngelakuin hal menjijikkan itu. Tega sekali Kak Reza. Sebelum dan sesudah hijrah, Hana selalu jaga diri, gak pernah kayak gitu. Kak Reza ngerusak Hana. Hana gak bisa maapin Kak Reza. Benci banget pokoknya. Pengen banget minta talak, tapi gak tega ama orang tua kita. Bakal banyak hati yang tersakiti kalo kita pisah. Kak Reza mikir nggak sih? Kak Reza ... Kak ..., ehh ... kok, malah bobok, sih?”Hana kesal sekali melihat Reza tahu-tahu sudah ketiduran. Ia sudah bicara panjang lebar, malah tidak didengarkan. Bahkan kepala pemuda itu tersandar ke bahu Hana. Gadis itu menjauhkan kepala Reza sambil meringis jijik. Tenaga Hana cukup kuat. Tak ayal lagi, kepala Reza langsung membentur kaca jendela mobil di sebelahnya.Reza mengaduh dengan mata masih terpejam. Rasa iba jatuh ke hati Hana, menyaksikan ekspresi kesakitan suaminya. Naluri kemanusiaan sebaga
Sang dara terserang kebimbangan. Ia tak rela memperlihatkan keindahan mahkotanya di hadapan Reza, walau pemuda itu suami sahnya. Namun, tegakah ia menolak keinginan seorang ibu yang kritis, hanya karena ego diri? Mata Reza yang biasanya tajam penuh intimidasi, saat itu terlihat redup sarat permohonan. “Kalo malu gegara ada Bapak, Bapak keluar aja, ya ....” Ayah tiri Reza berinisiatif meninggalkan mereka bertiga di ruang VIP ICU.Hana melepaskan kerudungnya perlahan-lahan. Terpampang jelas rambut berombaknya yang dikuncir mirip buntut kuda. Ciput berbahan kaos, membingkai keliling kepala, tapi membebaskan bagian leher kuning langsat. Gadis itu berbalik membelakangi Reza. Apel adam Reza naik turun saat jari-jemarinya yang gemetar melingkari leher jenjang Hana dan memasangkan kalung emas di situ. Tanpa sengaja, ujung jarinya menyentuh kulit Hana. Terasa setruman yang menggetarkan hatinya hingga getarannya menjalar ke seluruh tubuh.Fix, ia sudah gila. Belum pernah ia merasa “seterbaka
“Jangan ulangi lagi! Awas kalo deket-deket! Hana gak jamin kalo muka Kak Reza bakal tetep mulus!” ancam Hana sambil ke kamar mandi.Reza hanya meringis sambil mengusap-usap bokongnya yang nyeri. Baru beberapa hari bersama Hana, tubuhnya sudah nyaris hancur lebur. Ditonjok, ditampar, disikut, ditendang. Cewek ini kayaknya jelmaan macan betina ganas. Apa nama jurusnya? Jurus maung? Pantas ganas, rupanya menguasai jurus harimau. Reza membatin, lalu bergidik sendiri. Cewek macam apa yang ia nikahi? Tak terbayangkan bakal seperti apa nasibnya jika seumur hidup.Rupanya gara-gara kalut dipaksa kawin, isi otaknya berubah jadi benang kusut, korslet, dan gagal berfungsi. Tapi betulkah itu penyebab rasionya anjlok?Sepertinya ia mesti mempertimbangkan syarat dari Hana. Merahasiakan pernikahan, saling jaga jarak, dan berpisah setelah satu bulan. Hana keluar dari kamar mandi saat Reza sedang menimbang-nimbang, apakah menyetujui surat perjanjian dari Hana ataukah mengusulkan klausul baru demi m
Reza kelihatan tenang saat ibunya dimakamkan. Sepanjang perjalanan pulang menjelang maghrib, pemuda itu juga anteng. Tenang dan diamnya Reza justru membuat Hana pilu. Dalam kuliah psikiatri dan psikologi yang ia ikuti, Hana mengerti, terlalu sakit kehilangan, bisa membuat seseorang menekannya sampai tidak bisa menangis. Setibanya di hotel, Reza menolak semua makanan yang dihidangkan. Baik makanan hotel, maupun masakan Hana. Selera makannya raib. Pemuda itu lebih banyak bengong menatap ke luar jendela saat malam tiba.Hana akhirnya tidur duluan. Namun, tengah malam ia terbangun oleh suara isak tangis tertahan hingga terasa sangat menyedihkan. Hana gegas menyalakan lampu utama suite hotel tersebut. Seketika ia melihat Reza duduk meringkuk di sofa dekat jendela. Pemuda itu memegang ponsel.Saat Hana mendekat, ia melihat Reza menonton video ibunya. Rupanya video tersebut direkam saat mereka saling video call terakhir kali. Pemuda itu tampak sekuat tenaga menahan agar tangisnya tidak me
Saat menginjak lantai kamar kosnya, Hana mendadak merasa asing. Dunianya tak lagi sama. Padahal, belum satu bulan ia meninggalkan rumah kos yang telah ditinggalinya sejak kuliah semester pertama. Beberapa teman satu kos menyambutnya gembira, lalu menanyakan kabar tentang Prisha yang baru saja kematian neneknya. Hana menjawab seperlunya, sebelum minta izin untuk istirahat.Usai mandi dan bersalin baju, ia rebahan sambil mengecek ponsel. Ada pemberitahuan pesan masuk dari Musuh Abadi. Terkirim sekitar 20 menit lalu.[Malam ini aku free. Siap-siap, ya, aku mau apel ke kosanmu]Hana tersentak sampai ponsel terjatuh dari tangannya. [Apa maksudnya, nih?] Gadis itu membalas chat setelah mengumpulkan ketenangannya yang sempat berantakan.Tak ada balasan chat dari Reza. Hana jadi gelisah. Kalau apel yang dimaksud pemuda itu serupa kunjungan pacar, itu bahaya! Teman-teman kosnya bakal punya bahan gosip. Kakak tingkat yang satu organisasi dengannya pasti akan ribut pula. Hana tak kuasa membayan