Mas Dani menemui aku dan Mbak Sri di sebuah rumah warung mie ayam. Tapi nampaknya Mbak Sri begitu akrab dengan Mas Dani. Bahkan duduk di sebelah Mas Dani dan bercanda sementara aku yang istrinya hanya diam dan melirik Mas Dani. "Gimana Dek Minah sudah beres minta tanda tangannya di kelurahann desamu?" tanya Mas Dani."Sudah Mas," jawabku singkat. "Oh ya besok Medikal ya, Mbak Sri?" tanya Mas Dani sambil tersenyum pada wanita berambut cepak di sebelahnya. "Iya Mas. Doakan ya Mbak Minah kondisinya bagus sehingga nanti akan segera masuk penampungan," jawab Mbak Sri. "Oh ya dapat pesangon berapa kalau ke Singapura?" tanya Mas Dani. "Ya sekitar 4 jutaan Mas," ujar Mbak Sri. "Wah kalau begitu aku juga dapat dong dari sponsor?" tanya Mas Dani lagi. "Dapat Mas, nanti aku yang memberikan," kata Mbak Sri. "Dek Minah nanti uang pesangon yang dapat itu dikasih saya loh, karena saya kan yang ngurus anak-anak," kata Mas Dani. Mendengar ucapannya aku menatap tajam ke arah MAs Dani. "Kok en
Semalaman aku kepikiran dengan tawaran Mas Rizki yang akan membukakan tempat terapi untukku di Jakarta. Namun dengan membawa Zaki dan Arsyad. Memang aku tidak meninggalkan anak-anak dan masih terus bersama tapi bagaimana dengan Mas Dani? Belum pergi saja dia sudah merongrong aku dan selalu minta uang. Bagaimana kalau tahu aku sudah punya tempat usaha dan mempunyai uang sendiri. Pasti dia akan datang kepadaku dengan alasan anak-anak. Aku tidak mau itu terjadi mending sekalian aku pergi jauh dari Mas Dani. Memang mungkin aku ini ibu yang sangat egois karena saat ini aku masih menyusui Zaki. Tapi aku tega akan meninggalkannya semuanya. Ini demi kamu anak-anakku . Aku tidak bisa tidur sangat gelisah hingga Zaki malam ini juga merasakan apa yang ada dalam hatiku. Dia sedikit rewel hingga hampir semalaman tidak mau lepas dari ASI. Setelah Zaki tidur, aku memeluk Arsyad dan mencium putra sulungku itu. Maafkan ibu ya Nak. Kelak kamu dewasa dan bisa mencari pekerjaan yang laya
Aku dan Mbak Sri mendaftar di klinik yang khusus menyediakan medikal untuk Tenaga Kerja Indonesia. Klinik itu berada di pusat kota Semarang. Halamannya luas dan tempat tunggunya juga nyaman. Banyak sekali TKI yang terdiri dari pria wanita antri di sana menunggu namanya dipanggil. Aku menunggu giliran sesuai dengan nomor urut yang diberikan oleh pihak administrasi. Setelah menunggu setengah jam lamanya kemudian namaku dipanggil. Dalam hati aku berdoa semoga medikal kali ini aku lolos. Urutan proses aku lakukan. Dari cek mata mengambil urine bahkan mengambil sampel darah. Kemudian aku memeriksa kondisi jantung apakah baik atau tidak. Setelah semuanya selesai kemudian aku meninggalkan tempat itu. Di depan klinik Mbak Sri mengajakku untuk makan di sebuah warung. Dia yang akan mentraktir semuanya. Bahkan dia juga memberikan uang saku. “Mbak, semoga medikal kali ini lolos ya,” kata Mbak Sri. “Iya Mbak,” jawabku. “Kamu mantapkan saja tidak usah memikirkan apa-apa. Pasti kalau
Dua hari kemudian hasil medikal dari klinik sudah keluar.Mbak Sri mengirimkan pesan itu lewat ponselku. Ada rasa gembira dan sedih yang bercampur jadi satu. Sedih karena harus meninggalkan kedua anaku dan meingggalkan orang-orang yang sangat aku sayang. Ah, siapa yang aku sayang. Punya saudara layaknya tidak punya saudara. Tidak mau yang mau menolongku. Aku hidup bagai seorang diri. Kini kenapa aku harus sedih meninggalkan mereka. Kelak aku juga sendiri. Sebuah panggilan telepon di ponselku yang terletak di atas meja.Sebagian besar semua barangku sudah aku kemas.Karena besok aku akan meninggakan kontrakan ini. "Iya halo Mas," ujarku ketika tahu siapa penelpon itu. Siapa lagi kalau bukan suamiku. Pasti dia sudah mendapatkan kabar dari Mbak Sri kalau medikalku lolos. Sehingga tentu aku akan mendapatkan uang saku seperti yang dijanjikan pihak penyalur kepadaku."Dek Minah, medikalmu kan sudah lolos. Jadi nanti kamu mendapatkan uang saku kan. Nah, aku harus kamu beri separo karena aku m
Menempuh perjalanan hampir satu jam, akhirnya aku dan Mas Dani sampai juga d rumah emak yang ikut adikuku , Delia. Di sana adik dan iparku tidak berada di rumah karena memang mereka punya warung di pasar. Hanya ada emak yang sedang menjahit kerudungnya yang sobek."Asslamualaikum ,Mak," sapaku.Dani juga masuk dengan mencium punggung tangan emak. Terkadang Mas Dani tu seperti menanti idaman yang lain. Dia datang selalu membawa oleh-oleh atau hanya sekedar buah untuk emak. Naun entah dia bisa berubah menjadi apa saja. Jadi tidak nampak kalau dia itu sudah menyakiti hati orang lain. Bagi dia nampak seperti biasa saja."Wa alaikum salam Min," jawab Emak.Aku duduk sebentar karena sangat capekk menggendong Zaki yang tertidur dalam gendongan.Emak membuatkan kopi dan teh panas untukku. Lalu ikut duduk di kursi sebelahku."Bagaimana Min? Apa kamu jadi ke luar negeri. Pikiran emak kok gak karuan ya kalau kamu kerja di luar negeri. Takut terjadi sesuatu seperti yang emak lihat di televisi," u
Setelah aku pamit dengan Arsyad dan keluarga Mas Dicky, aku segera pulang ke kontrakan. Sebelumnya Mas Dani mengajakku untuk pergi pada orang pintar yang ada di dekat desa untuk mencari syarat agar aku mendapatkan majikan yang baik serta selamat sampai tujuan.Untuk semalaman aku menciumi anaku Zaki untuk terakhir kalinya. Karena besok aku harus menitipkan dia pada Bulek yang ada di kota R. Rasanya sakit sekali sih. Zaki yang tidak berdosa dan masih membutuhkan seorang ibu harus aku tinggal. Namun bagaimana lagi semua sudah diatur oleh Tuhan. Memang aku harus seperti ini.Zaki sudah tidur. Kupandangi anaku itu untuk yang terakhir kalinya. Besok dia sudah tidak lagi menyusu padaku dan harus digantikan dengan susu formula. Mungkin aku adalah ibu jahat yang ingin meninggalkan dia tapi hidupku tidak ada pilihan. Semua sudah aku putuskan. Akhirnya aku beresi semua baju Zaki dan semua mainannya. Ini semua demi kamu, Nak. Kelak jika kamu dewasa pasti kamu mengerti.Paginya, setelah aku meman
Tepat tengah hari aku sudah sampai lagi di Semarang. Langsung menuju ke penampunganku. Aku menghapus air mata yang terus mengalir. Untuk apa disesali toh semuanya sudah terjadi. Aku harus bangkit untuk menatap masa depan. Tidak mau membahas tentang dia lagi. Waktu sekolah memang aku selalu berkhayal dan meminmpikan hidup yang bahagia dengan sang pangeran yang setia. Namun kenyataan berkata lain. Aku mempunyai suami yang masih punya istri. Malas untuk bekerja dan menghabiskan uang. Rasa cinta di hatiku menutupi segala kenyataan yang ada.Setelah aku pindah bis menuju ke penampungan akhirnya aku tiba di rumah yang mempunyai lantai dua itu. Ponsel lama yang aku miliki masih aku pegang. Dalam perjalanan sejak tadi ponselku itu berbunyi. Sengaja aku tidak mengangkatnya. Ah, paling juga dari Mas Dani. Mana ada dia menanyakan tentang Zaki. Entah mengapa dia sangat membenci anak keduaku itu. Padahal dia adalah anak kandungnya. Dia tidak pernah menyentuh apalagi menggendongnya."Selamat datang
Rupanya Mas Dani sedikit marah denganku karena uang saku yang diberikan oleh PT tidak aku berikan kepadanya. Aku hanya memberikan beberapa lembar untuknya. Pria mana yang mau memeras keringat istrinya hanya dia saja. Mungkin pria lain tidak mau menerima uang dari istrinya. Ah dia memang lain. Tanpa menyentuhku dia langsung pulang. Bahkan dia bilang akan keluar bersama Mbak Sri. aku tidak peduli. Terserah dia mau ke mana. Toh aku tidak melihatnya yang penting tekadku sudah bulat untuk pergi ke Singapura.Apalagi Zaki sudah berada di tempat Bulek. Jadi tidak mungkin aku mengundurkan diri. Lina sangat baik denganku bahkan ketika malam waktunya makan bersama dia selalu denganku menunjukkan tempat dan mengambilkan makan. Dia juga mempunyai makanan selalu memberikan denganku."Mbak, kalau di sini jangan terlalu bercerita dengan banyak orang atau menceritakan rumah tangga kita kepada orang lain. Takutnya dia menceritakan lagi kepada orang lain dan akan memalukan Mbak Minah. Cukup disimpan sa