“Ibu yakin dia simpanan Pak Hamdan?” Amira masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bu Sukma. Jauh di lubuk hatinya ia mengingkari berita itu. "Kenapa, kamu nggak percaya, ya, Mir?” Bu Sukma melemparkan pandangan ke arah Amira yang terlihat memasang wajah tak percaya. Amira mengangguk. Bu
“Sejak tadi aku perhatikan mukamu kusut banget, Bro. Kayak baju nggak pernah disetrika. Kenapa, masih kepikiran tentang istrimu yang menghilang itu? Katanya nggak cinta, tapi dicariin juga. Dipikirkan sampai kerja nggak konsen. Beberapa kali mengalami kesalahan.” Seorang laki-laki mencebikkan bibirn
Derap langkah kaki Tama berhenti tepat di samping motornya, di tempat parkir karyawan bersamaan dengan dering handphone di saku celana kerjanya. Dengan sigap, cowok tersebut merogoh saku celananya, lalu mengambil benda canggih itu dari sana “Mbak Santi? Tumben nelpon. Ada apa?” Tama bergumam sendi
“Mir. Tolong ke ruangan saya sebentar,” titah Bu Sukma kepada Amira melalui sambungan telepon. Setelah mengatakan baik, Amira segera melangkahkan kakinya ke arah ruangan sang bos besar di konveksi tersebut. “Masuk, Mir,” ucap Bu Sukma dari dalam ruangannya setelah mendengar ketukan pintu. Sebenarny
Tama terdiam sejenak di samping motornya sebelum melangkahkan kaki menuju pintu rumah Amira. Seketika laki-laki itu kehilangan nyali setelah sampai di halaman rumah Amira. Padahal, sebelumnya sudah segunung mental yang telah ia persiapkan untuk menghadapi mertua serta mantan istrinya tersebut. Takut
“Katakan dengan jujur. Jangan mengulangi kesalahan yang sama, berbohong!” Bu Sumi menatap tajam netra Tama yang kini sedikit berani menatap Bu Sumi. Tama kembali merasa dikuliti oleh Bu Sumi. “Pertama, saya ingin bersilaturahmi, kedua saya ingin minta maaf kepada Ibu. Ketiga, saya ingin tahu baga
Tama mengerjap, lalu menggerakkan anggota badannya, melemaskan otot-otot tangannya usai bangun tidur. Perjalanan yang panjang membuatnya ketiduran dalam mobil yang ditumpangi. Selanjutnya, ia melirik jam yang melingkar di tangannya, alat penunjuk waktu digital itu sudah menunjukkan pukul setengah du
“Kamu jadi mendatangi rumahnya Lilik?” tanya Akbar begitu bertemu Tama di parkiran setelah libur selama dua hari, Saptu dan Minggu. “Jadi, dong. Ini oleh-oleh yang aku bawa dari sana.” Tama menyerahkan sekantong kresek berwarna hitam pada Akbar. Alih-alih menerima kresek tersebut, Akbar justru men