TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS
Part 80 Pov Ismail: Kini Aku Sadari
“Aku istrimu, Mas! Aku yang seharusnya kamu sebut di setiap mimpidan hatimu!”
“Kamu mencintai wanita kampungan yang jauh di bawah level aku!”
“Aku seorang Dokter dan juga kaya, aku tak terima jika suamikumemikirkan wanita lain meskipun ia mantan istrimu!”
“Aku tidak terima! Aku tidak mau!”
Ririn menangis dalam meluapkan emosi. Berdiri sambil menunjukdengan amarah yang tak sanggup kukendalikan. Ya, ia pantas marah atau berteriakdengan rasa kecewa. Baru melakukan malam pertama, mimpi itu datang tanpa diundanghingga aku mengigau menyebut nama Sarah. Wanita yang kupermainkan dalam sebuahikatan pernikahan, hanya demi memenu
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 81 Kenyataan yang membuat bahagia campur sedihKehidupan baru adalah kata yang tepat dalam kondisikusekarang. Tinggal di panti asuhan yang dikelolah olah seorang wanita janda darikota. Bu Maryam namanya. Ia hanya bisa mengunjungi panti asuhan ini sekali dua minggu,karena ia juga mengelola rumah zakat di kota. Dari sanalah pemasukan panti asuhanini selain dari sumbangan yang berdatangan.Di sini ada sekitar tiga puluh dua orang anak dari usia tigatahun sampai tujuh belas tahun. Dari cerita yang aku dengar, kala anak di sinitak ada yang mengadopsi hingga tamat SMA, mereka akan mencari kerja merantau kekota dan tentu campur tangan Bu Maryam karena banyak relasi. Aku dan Bu Yuniberbagi tugas, menjaga dan memasak buat mereka. Bu Yuni adalah salah satu wargasini yang juga bekerja seperti aku.
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 82 (Melihat Dia)“Ahamdulillah, pasti orang baik yang memborong gorengankita,” ucapku senang sambil menerima keranjang kue dari Tia.“Iya, Ma. Om itu baik. Katanya aku seumuran anaknya yangudah meninggal setahun yang lewat. Kasihan sekali, Ma.” Tia mendekati meja, lalumenuangkan air putih ke gelas.Semua pekerjaan dapur kulanjutkan. Menanak nasi dan dan jugamasak sayur bening. Tenanga ini sedikit lemah tapi tetap dilawan demi tetapmenyelesaikan tugasku secepatnya.“Mama kok pakai masker?” Tia mulai duduk di sampingku sambilmembawa segelas air putih, lalu meminumnya.“Oh, Mama nggak tahan bau amis belut,” jawabku sambilmemotong kentang.
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 83 (Dia ke Panti Asuhan)Rasanya aku tak menyangka melihat dia di sini. Kenapa nasibselalu mempertemukan kami di saat aku tak ingin melihatnya lagi. Melihatnyasama menyiksaku kala mengingat ia telah menikah lagi dan berhasil mencampakanaku demi wanita atas dasar status sosial. Ia mempermainkan raga dan hati, hinggabenih ini ada di rahim.“Mama!” teriak Tia sambil melangkah melambaikan tanganpadaku.Ya Tuhan, Mas Ismail dan rombongannya pasti melihatku.Secepatnya aku membalikkan badan agar wajah tidak terlihat. Jantung iniberdegup kencang, takut mereka melihat dan akan ada cacian lagi karena kondisiTia terlihat sedang jualan gorengan. Aku tak ingin Mami mencaci anakku hinggaini akan mempengaruhi kondisi mentalnya. Tidak! Jangan sampai mereka melihatkudan Tia
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 84 Pov IsmailPov IsmailMami dan Ririn menyusul ke sini karena kebetulan mereka menujuke panti asuhan, dalam rangka agenda kunjungan kegiatan sosial yang akandiliput di sebuah surat kabar. Ini kegiatan rutin ke panti asuhan terpencilatau pelosok karena jarang dijangkau. Kebetulan panti asuhan ini punya Bu Maryam.Bu Maryam adalah teman Mami dalam kegiatan sosial, atau dia salah satu penyalursumbangan. Rasanya aku mendengar suara Tia. Ah, tidak mungkin ia disini. Mungkin kebetulan saja karena tidak mungkin ia berada di sini berjualangorengan seperti anak-anak kurang mampu. Setahu aku ibunya Arga cukup memanjakanTia karena cucu satu-satunya. Lagian uang yang aku transfer bisa memenuhikebutuhan hidup Sarah lebih dari cukup.
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 85 Masih di Panti AsuhanRasanya jantung ini berdetak tak karuan. Ia ada di dekat,tapi bukan miliku lagi. Benih yang ia tanam sudah bersemayam dan akan segeramelihat dunia. Apa yang akan kukatakan pada anakku nanti kalau bertanya siapaayahnya?Apakah Mas Ismail mengenaliku? Ia berusaha mengajak komunikasidan bahkan melangkah mendekat seolah ingin melihat wajahku lebih dekat. Untungaku cepat beranjak ke dekat kompor seolah sedang sibuk masak. Padahal jantungini berdetak kencang takut ketahuan. Ya, belum siap rasanya bertemu dia danmengatakan, ‘Ini anakmu ada di rahimku, Mas.’Terduduk lemas, keringat dingin bercucuran. Mendadak badanini terasa lemah. Baru sedikit beraktifitas, sudah kelelahan seolah melakukanpekerjaan berat. Mungkin efek hamil muda dan pikir
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 86 (Demi Tia?)“Maaf, saya mau bicara sesuatu,” ucap mas Ismail melihatpadaku.Ya Tuhan, ia ingin mengajakku berkomunikasi. Pasti MasIsmail masih curiga kalau aku adalah Sarah yang ia kenal. Lagian kenapa iatidak ke ruang tamu ikut bergabung dengan Ririn dan maminya.Aku tetap diam.“Maaf, Mbak. Saya masuk lewat pintu samping karena terbuka.”Mas Ismail menujuk pintu di dekatnya berdiri.Aku harus cari cara agar jauh darinya tanpa diketahui akuadalah Sarah.Tetap diam menundukkan wajah. Bahkan menatapnya saja tidakberani.“Saya sudah dengar dari Bu Maryam kalau Mbak menolakbeasiswa dari kami. Bo
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 87 (Uang?)"Mbak, kami tidak akan mengabaikan Tia meskipun kamu udah cerai dengan Mas Arga," sambung Andi terlihat meyakinkan.Air mata ini tumpah. Aku merasa ibu yang tidak bisa memberikan yang terbaik bagi Tia. Dari kecil ia dimanja di rumah neneknya, tapi nasib membuat harus menerima keadaan untuk menjajakan gorengan seperti anak tak punya ibu bapak."Apa yang terjadi antara kita selama ini, jangan pernah mengorbankan cucuku, Sarah. Jauh-jauh kami datang dari kota, bahkan istirahat saja belum saking tak tenangnya mendengar Tia tinggal di panti asuhan. Aku tau putraku banyak salah padamu, aku sadar memaksakan hubungan demi berharap kamu tetap jadi menantu dan aku tidak terpisah dengan cucuku. Tapi, tidak pernah terbayangkan Tia seperti ini. Aku masih hidup dan mampu membiayai Tia. Tolong, biarkan anakmu me
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 88 (Rezeki)“Yakin mau kembalikan uang itu?” tanya bu Yuni, setelah aku berceritatentang uang yang ada di rekening.“Iya, Bu. Itu bukan uangku. Lagian aku tidak mau gara-garauang itu mereka semakin menginjak harga diriku. Dampaknya suatu saat akanmenjadi bahan hinaan untuk Tia.”“Kamu nih aneh deh, kan lagi butuh uang. Lagian kamu nggakminta, ngapain juga dibalikin, Sar?”“Tapi bagaimana kalau seandaiknya suatu saat Tia bertemumereka dan menjadikan ini sebagai bahan merendahkan atau ....”Aku tahu betul sikap Mami dan Ririn. Merendahkan adalah cirikhas kesombongan yang dilontarkan kalau tidak menyukai sesuatu. Di depan orangbanyak mereka akan sepert