Aku terbangun beberapa jam kemudian, aku menatap langit-langit yang bernuansa putih. Tunggu, dulu. Ini bukan kamarku! Aku melihat ke sekeliling, tempat yang terasa dingin dan asing.Aku melirik ke sampingku, ada Mas Hendra yang tengah duduk, menelungkup kan kepalanya pada sisi ranjang. Tempat yang aku tiduri saat ini.Aku menyentuh kepalanya. Sebenarnya tidak berniat untuk mengganggu tidurnya, namun aku merasa tak nyaman berada disana.Mas Hendra menggeliat kala jari tanganku menyentuh rambutnya."Engh!" Mas Hendra mengucek matanya, kemudian tersenyum melihatku."Win, kau sudah bangun?" sapanya.Aku tersenyum simpul, " Mas, kenapa kau membawaku kemari?" tanyaku, aku kebingungan. Seingatku aku hanya pingsan, tapi Mas Hendra malah membawaku ke rumah sakit. Lebay sekali."Tadi kau pingsan, Win. Aku takut kau kenapa-napa, apalagi kau pingsannya sangat lama. Jadi aku membawamu kemari." ujarnya."Kalau begitu.... Ayo kita pulang, Mas!" seruku."Sekarang sudah malam, kita pulang besok saja."
Aku duduk di bibir ranj-ang, masih memikirkan bagaimana nasibku kedepannya. Mas Hendra setelah ini pasti akan menceraikanku. Dia tak mungkin mempertahankan wanita yang sudah hamil dengan pria lain. Aku memijat pelipis, merasa bingung dengan nasibku yang terasa malang.KREK!Bunyi pintu kamar terbuka, menampakkan Mas Hendra yang lebih terlihat segar, tidak se kusut sebelumnya. Apa kondisi hatinya sudah membaik?Mas Hendra menyunggingkan senyum, kemudian berjalan ke arahku. "Mas...." sapaku."Apa, kau sudah membaik?" sambungku.Mas Hendra duduk di sampingku. Dia menghembuskan napas perlahan."Sejujurnya aku senang tidak baik-baik saja, Win." Dia menoleh ke arahku."Setelah mengetahui semua kebenarannya, aku minta maaf pada mu. Selama ini aku selalu menuduhmu, menyudutkanmu, bahwa kau yang bermasalah, haha." Mas Hendra tertawa sumbang. "Tapi ternyata malah aku sendiri yang m@ndul. Tidak bisa memberimu keturunan. Maafkan aku." sambungnya.Aku tersenyum simpul, kemudian menatapnya dengan l
Seorang pria duduk di sampingku, yang tengah terbaring lemah di rumah sakit. Ada luka perban di area kepala akibat benturan keras di aspal.Aku masih belum sadar setelah kecelakaan itu.Tak berselang lama Dokter pria, memakai jas berwarna putih datang, usianya sekitar 40 tahun. Dia masuk ke ruangan dimana ada aku yang masih tak sadarkan diri."Anda siapa?" tanya nya. Pada seseorang yang berada di samping ran-jangku."Saya suaminya, Dok." ujarnya, yang tak lain adalah Mas Hendra.Dokter itu berjalan ke arah ranj-ang, kemudian mulai memeriksaku dengan teliti."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Mas Hendra."Luka di kepalanya tidak terlalu parah, tidak sampai mengalami pembekuan darah. Beruntung tidak ada luka dalam. Dan hanya terluka di bagian luar saja.""Lalu bagaimana dengan...." Mas Hendra melirik ke arah perutku."Oh untuk itu—Janin yang di kandung oleh pasien bernama Winda ini, baik-baik saja, Pak. Dia sangat sehat dan kuat.""Em, begitu ya, Dokter?!" Mas Hendra terlihat
Di sebuah pabrik bangunan yang sudah tak terpakai, Firman memukul tembok berkali-kali. Meluapkan kekesalannya. Dia tak perduli dengan darah yang keluar dari sela-sela jarinya yang terluka.Rasa sakit di tangannya tak sebanding dengan sakit di hatinya. Dua kali Firman mengalami kegagalan cinta. Dan kali ini lebih sakit dari sebelumnya. Hatinya terluka kala mendengar pengakuan Mas Hendra tentangku."Aaaaaaaahhh!" Firman mendongak, dia berteriak kencang, urat-urat di lehernya sampai terlihat.Firman luruh ke lantai, dia terduduk, bersandar pada tembok yang terlihat usang. Firman memijat pelipisnya. Pikirannya begitu kacau. Di satu sisi dia masih mencintaiku, disisi lain dia begitu kecewa terhadapku."Kenapa, Winda? Kenapa?! Kenapa kau tak datang, mungkin aku tidak sekecewa ini jika kau mengatakannya secara langsung.""Aku begitu senang saat kau mengajakku bertemu tapi apa? Kau malah memberiku luka sesakit ini, hiks!" Firman menangis, meraung sejadi-jadinya disana. Tanpa ada yang mendenga
Mata Mas Hendra membulat sempurna.Aku masih menatapnya dengan tatapan curiga. Dia semakin gelagapan."Tentu saja dari kantor, Win. Memangnya kamu pikir dari siapa. Aku kan selama dua hari , izin. Untuk menjagamu."Aku mengangguk, mendengar jawabannya.Mas Hendra langsung masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Aneh, aku tidak mungkin salah dengar, jelas-jelas tadi aku mendengar suara Firman. Itu tidak mungkin cuma hayalanku. Apa mungkin Mas Hendra sedang berbohong?Tiba-tiba saja aku teringat dengan ucapan Firman tempo lalu, yang mengatakan dia telah mencariku kemana-kemana. Sedangkan Mas Hendra tak pernah mengatakannya, dia bilang Firman sedang sibuk dengan kekasih barunya.Aku akan mencari yang sebenarnya, Mas Hendra sangat mencurigakan akhir-akhir ini. Terkadang dia bersikap baik, terkadang dia juga terlihat kesal. Aku sama sekali tidak mengerti dengan dirinya.Aku menyusuli Mas Hendra masuk ke dalam rumah, kulihat dia sedang menonton televisi. Aku berjalan mendekat kemudian duduk di
Aku sangat bahagia, di tanganku saat ini ada kotak cincin. Rencananya aku akan melamar wanita yang menjadi kekasihku selama 2 tahun ini. Renata namanya. Aku sangat mencintainya.Renata selalu meminta untuk aku segera menikahinya, namun aku selalu mengatakan padanya, tunggu aku mapan dan punya banyak tabungan.Kini setelah tabunganku cukup. Aku akan segera menikahinya. Aku mengeluarkan ponsel dari saku celanaku. Ting! Notifikasi pesan masuk di ponselku. Aku segera membukanya. Seketika mataku membulat sempurna, saat melihat video yang di kirimkan oleh nomor asing. Disana ada video tak senon0h Renata dengan seseorang. Aku tak bisa melihat dengan jelas siapa pria di video itu.Mendadak napasku memburu, rahangku mengeras dan hatiku berdenyut. Aku meremas ponselku. Aku tidak boleh gegabah. Mungkin saja ini hanya editan. Mungkin ada seseorang yang ingin menghancurkan hubungan kami. Aku segera menyimpan ponselku lagi ke dalam saku celana.Aku segera mengendarai sepeda motorku, tak lupa juga
Aku mulai mengatur rencana untuk membalas perbuatan Kak Hendra dan juga—Renata. Jika hubunganku dan Renata usai. Maka hubungan Kak Hendra dan istrinya itu juga harus usai.Aku meminta kepada bos di tempatku bekerja, untuk memindahkanku di tempat yang dekat dengan rumah Kak Hendra. Agar nantinya aku bisa menumpang dan mengawasinya.Setelah aku dimutasi tempat kerjaku. Aku langsung mendatangi Kak Hendra bicara empat mata dengannya untuk menumpang tinggal di rumahnya. Kak Hendra setuju, dia tidak curiga bahwa aku telah mengetahui perselingkuhannya dengan Renata.Kak Hendra mengatakan niatku itu pada istrinya yang bernama Winda. Aku tidak akrab dengan wanita itu, hanya beberapa kali bertemu setelah mereka menikah. Dan aku juga tidak pernah mengobrol secara intens selama dia menjadi kakak iparku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mendengar mereka bertengkar di dalam kamar. Sepertinya istrinya Kak Hendra Tidak setuju jika aku tinggal bersama mereka. Namun tak berselang lama, Kak Hendra k
"Sayang, siapa yang datang?" seketika mataku langsung terbuka.Seorang wanita yang ku kenali datang menghampiri kami."Re—Renata," kataku terbata.Aku melihat ke arah Firman dan Renata secara bergantian, kenapa mereka tinggal di tempat yang sama? Rumah siapa yang ku datangi ini?Renata melihat sinis ke arahku. Dia bergelayut di lengan Firman. Aku menggeleng, ini tidak mungkin, tidak mungkin Firman kembali pada Renata."Sayang, kenapa wanita ini datang kemari?" ujarnya.Aku menatap Firman dengan penuh tanya, "Firman, apa maksud semua ini?" tanyaku dengan tu buh yang sedikit bergetar.Firman menghela napas kemudian membuang pandangan ke arah lain."Ada juga aku yang harus bertanya, ada apa Mbak Winda ingin bertemu denganku?""Tidak, katakan dulu, Kenapa Renata ada di sini? Ini rumah siapa?" tanyaku lagi. Jantungku berdegup kencang menanti jawaban Firman."Ini rumahku." jawabnya."Lalu, Renata..." Aku melirik ke arah Renata sekilas."Istriku," jawabnya datar.Aku menggeleng kuat, "Tidak,
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu ... Aku dan anak-anak terus mencoba untuk menghibur Winda. Jangan sampai dia sedih dan terus memikirkan Farah. Ternyata, tidak ada usaha yang menghianati hasil. Winda yang tadinya menangisi Farah setiap malam. Kini sedikit berkurang. Hari ini adalah hari jadi pernikahan kami yg ke 6 tahun, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku berencana mengajaknya liburan di bali sekaligus merayakan anniversary kami. Anak-anak sengaja kutitipkan pada Kak Santi selama aku liburan di bali.Kami sampai di resort Bali setelah sebelumnya naik pesawat selama 2 jam. Winda langsung merebahkan diri di kamar hotel. Aku tau dia pasti kelelahan.Setelah memasukan isi koper ke dalam lemari, aku langsung membuka tirai jendela. Terlihat deburan ombak yang sangat kencang di sertai dengan pemandangan yang sangat cantik. Aku sengaja memilih resort yang menghadap langsung dengan laut. Jadi, saat berdiri di jendela seperti yang kulakukan i
“Bagaimana? Apa ada perkembangan?” itu suara Kak Santi. Aku segera menoleh ke arah nya. Kemudian menggeleng, “Belum, Winda masih belum sadar.” jawabku. Aku menatap ke arah ranjang di mana ada Winda yang tengah berbaring dengan luka perban di kepalanya. Kejadian dua hari yang lalu membuatnya tak berdaya di rumah sakit ini. “Anak-anak bagaimana, mereka sama siapa?” Aku menghela napas sejenak, “Bersama asisten rumah tangga kami.” “Kakak ke rumahmu ya, kasian keponakanku. Dua kali ibu mereka masuk rumah sakit.” Aku mengangguk,“Terima kasih, Kak.” “Ya sudah. Kakak pamit ingin menemui mereka. kamu jangan terus bersedih, doakan saja istrimu cepat pulih.“ “Oh iya, bagaimana dengan pelaku yang menyebabkan Winda begini?” “Aku sudah melaporkannya kepada pihak berwajib, biarkan mereka yang mengurusnya.” Kak Santi tersenyum, “Aku tau, adikku tau apa yang harus di lakukan.”
POV Firman Aku baru saja sampai di kantor. Berbarengan dengan aku masuk ke dalam loby, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku segera mengangkatnya karena itu berasa dari rumah. Aku sangat takut terjadi sesuatu di rumah. Apalagi itu menyangkut Winda. Kondisi nya masih belum stabil. “Halo, Bibik. Ada apa?” “Halo, Pak. Ibu ... Ibu ....” “Ada apa? Bicara yang jelas?! Winda kenapa?” bertubi-tubi pertanyaan kulontarkan, aku benar-benar merasa khawatir. “Ada apa dengan Winda?” “Tadi Ibu pamit keluar sebentar katanya, dia membawa tas.” Ah, aku meraup wajah kasar. “Sudah kuduga, dia pasti akan berpergian. Harusnya aku tetap di rumah.” Aku menyesal. Kupikir memang benar Winda hanya per
Pagi hari .... Firman membuka matanya perlahan. Kepala yang semalam terasa berat, kini menghilang perlahan. Meskipun dia demam tinggi semalam, tapi dia ingat semalam Winda mengompres dirinya. Firman pikir Winda percaya pada ucapan seseorang yang mengatakan dirinya adalah penyebab kematian Hendra—kakaknya sendiri. Ternyata wanita itu masih perduli padanya. Firman mengulum senyum. Dia menoleh ke samping. Kosong! Winda tidak ada di sana. Entah semalam istrinya itu tidur di mana dia tidak tau. Sebab, setelah minum obat matanya terasa berat. Dia tertidur dan baru bangun sekarang. Firman menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia harus segera pergi ke kantor. Hari ini ada jadwal meeting pagi. Sebagai manager yang disiplin tentu saja Firman tidak ingin telat. Meskipun tubunya masih terasa tidak enak. Namun, semangatnya tidak berkurang sedikitpun. Ada wajah Fira dan Farhan, yang menjadi semangatnya ketika rasa malas itu datang. D
Setelah itu Winda mendekat ke arah Firman duduk di sampingnya, dia menatap muka wajah yang tengah terlelap. Wajah yang sangat teduh, tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang saat menatapnya. Winda menyentuh dadanya sendiri. Deg Deg Deg!Benar, jantungnya berdebar-debar. Padahal Firman Tengah tertidur.“Perasaan apa ini? Apakah aku jatuh cinta pada Firman?”“Ah, sudahlah. Jika memang iya, bukankah tidak apa-apa. Toh, dia suamiku.” Winda mengulum senyum.Senyum di wajah Winda pudar saat melihat bibir Firman bergetar.“A—aku tidak melakukan apapun, Win. Tidak ...” gumam Firman dengan mata yang masih terpejam.Winda langsung menyentuh keningnya.“Sshh, panas!”“Ternyata Firman demam, pantas saja dia tidak turun untuk makan malam.”Winda segera bangun dari ranjang. Kemudian keluar dari kamar. Dia mengambil sesuatu kemudian kembali lagi ke dalam kamar. Sambil membawa bak berisi air hangat dan juga
Firman pulang setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan permasalahannya di kantor. Dia segera memarkirkan mobilnya ke garasi. Sebelumnya, dia sudah mendapatkan kabar dari asisten rumah tangganya bahwa Winda sudah pulang.Dengan tergesa dia segera masuk ke dalam rumah. Terlihat Winda tengah duduk di sofa, dengan tangan bersedekap dada. Pandangannya tajam lurus ke depan.Firman tersenyum kemudian berjalan perlahan ke arah nya.“Sayang kamu dari mana saja,” ujarnya saat sudah dekat. Firman duduk di samping Winda. Jarak di antara mereka hanya satu jengkal saja.Winda melirik tajam ke arah Firman. Pria di sampingnya tanpa aba-aba langsung merangkul pundak nya.“Sejak tadi aku mencarimu. Kamu membuatku khawatir, tapi syukurlah kamu sudah pulang.”“Sayang ...”“Berhenti memanggilku dengan sebutan sayang, Firman!” Winda menepis kasar tangan Firman.“Ka—kamu kenapa?”“Aku sudah tau apa yang telah kamu lakukan
Pintu ruangan terbuka membuat keduanya terkejut. Delia dan Firman menoleh ke arah sumber suara.Terlihat seorang Office boy datang membawa ember dan kain pel. Dia terkejut melihat Firman yang sedang berada di sana. Berdebat dengan seorang wanita. Wanita yang tentu saja bukan pegawai di sana.“Ma—maaf, Pak. Saya kira bapak tidak masuk hari ini. Sebelumnya saya di tugaskan untuk membersihkan ruangan bapak.” ujar sang office boy dengan wajah menunduk, takut. Dia takut di pecat karena kelancangannya ini.Namun, Firman malah bersyukur. Adanya dia di sana akan membebaskan dirinya dari Delia. Wanita tidak war4s yang ingin menjadi madunya.“Tidak apa-apa, masuk lah. Kau juga tidak lama kan?”“I—iya, Pak.”Delia menghela napas. Dia membuang pandangan ke arah lain. Kedatangan Office boy di sana mengganggu saja.Firman menatap ke arah Delia kembali. Terlihat wajah wanita itu seperti kesal.“Delia, pergilah. Aku harus bekerja.” pinta Firman. “Firman, ku mohon ... Jadikan aku istri keduamu.”“A
“Ya, aku percaya, sangat percaya padamu sayang.” bisik Firman dengan lembut. Membuat darah Winda berdesir.Firman mendekat, menaruh dagunya di bahu Winda. Membuat wanita itu menjadi gugup. Firman menghirup aroma shampoo yang di pakai Winda. Selalu manis, sama seperti awal mereka dekat. Shampoo beraroma strawberry yang membuat Firman jadi bertekuk lutut padanya.“Fi—Firman ....” suara Winda terdengar lirih. Dia bertopang pada sisi lemari. Selimut yang melekat di tubuh Firman jatuh sehingga belalai itu langsung menyentuh paha Winda yang mu lus. Berdiri tegak begitu gagahnya. Napas Winda memburu saat Firman mencium tengkuknya.“Firman, a—aku ....” Winda tergagap.“Sudhalah, semalam kamu sangat menikmatinya.”Ya, memang Winda akui semalam dia sangat menikmati permainan Firman di atas r@njang. Tapi bukan itu yang ingin dia sampaikan tadi.Winda bergeming menatap ke arah lain. Firman memeluknya dengan erat. Setidaknya Winda hanya lupa, bukan menolaknya.“Ayolah sayang, kita ulangi permainan
Delia tertawa sambil memainkan laptop, “Lihat Firman. Aku kurang paham yang bagian ini. Apa kamu bisa mengajariku dan apa ada saran lain darimu?” Delia terus bicara. Sedangkan Firman hanya fokus pada bibirnya.Suasana semakin terasa panas, Firman mulai melepas jaz kerjanya. Lalu membuka dua kancing bagian depan untuk mengurangi rasa panas di tu buhnya.“Firman hei, kau kenapa?” Delia menyentuh pahanya. Membuat Firman terhenyak sesuatu di bawah sana semakin tak bisa di kendalikan. Sentuhan itu kini semakin terasa. Firman menghembuskan napas kasar, ia menginginkan hal lebih dari ini.Melihat Firman yang gelisah, dengan deru napas nya yang tidak beraturan, membuat Delia tersenyum. Rencananya telah berhasil.“Apa kamu merasa gerah, sama aku juga. Sepertinya akan datang hujan.” Delia melepas blazer yang ia kenakan sejak tadi memperlihatkan bahunya yang mulus.Firman yang terbakar gairah. Mulai tak tenang, ada sesuatu yang harus dia tuntaskan.Ia segera bangun dari sofa. Namun matanya masi