"kurasa itu adalah sebuah petunjuk yang harus kau pecahkan." Ron menjawab dengan menolehkan pandangannya kearah dinding, dimana foto lama Dani tergantung disana.
Tiba-tiba suara bergemuruh terdengar, dan lampion yang tergantung mulai bergetar. Dandi dan teman-temannya mulai khawatir dengan kondisi tersebut. Ron seolah mengerti apa yang terjadi hanya bertukar pandang dengan Lily dan diikuti anggukan bersamaan.
"Apa yang terjadi?" Fernando berteriak karenan sedikit panik, ia merasa ada yang tidak beres saat itu. Seketika pula terdengar dentuman keras dari pintu batu seperti ada sesuatu yang memaksanya untuk terbuka. Namun Lily mengatakan kalimat yang tidak mereka duga.
"Kami gantungkan masa depan suku Tandero kepadamu Dandi." Dengan menatap lurus kemata Dandi penuh harap. "Aku akan menahan mereka selagi bisa, dan cepat kalian pergi sekarang!" Lily mulai mengambil langkah maju dan membelakangi Dandi dan teman-temannya.
"Jangan lupakan aku nona, para an
Sekitar pukul enam petang Dandi sampai dirumahnya. Namun ia dibuat terkejut oleh pemandangan pintu rumah yang jebol dan jendela yang pecah. Ia segera berlari masuk kedalam rumah untuk mencari ibunya. Ia terus meneriaki ibunya dan berlarian kesetiap ruangan hanya untuk mendatapi ibunya tidak ada dirumah. Dengan seisi rumah yang berantakan, Dandi berfikir apa yang terjadi sebelum ia pulang, dan dimana ibunya kini.Ditengah keputusasaannya ia melihat sebuah buku catatan yang tergeletak dilantai kamar ibunya. Perlahan ia mendekatinya, disana ia melihat nama Dani Crustave tertulis disampul buku catatan itu. Ia membuka halaman demi halaman buku catatan itu. Yang membuatnya heran adalah didalam buku itu tergambar simbol-simbol dan coretan-coretan acak, namun meski terlihat acak Dandi merasa tidak asing dengan hal itu.Dandi seperti teringat sesuatu hal dimasa lalu. Saat itu ayahnya bermain detektif bersamanya dan memberinya rumus yang mengartikan makna tulisan yang mirip core
"Terimakasih Ren, tapi mengapa kamu datang kesini?" Rena meletakkan ponselnya dan berpaling ke arah Dandi. "Aku hanya kebetulan lewat, dan aku melihat lampu di rumah mu masih padam tapi pintunya terbuka, jadi aku berinisiatif memeriksa apa yang terjadi. Dan setelah aku masuk, aku melihatmu terbaring dilantai." Rena sedikit mengerutkan keningnya saat berbicara penuh prihatin. Dandi mengangguk sambil tersenyum lalu menambahkan. "Jadi begitu, sebenarnya aku juga baru pulang dan saat aku datang kondisi rumahku sudah seperti ini, dan sayangnya aku tidak bisa menemukan ibuku." Dandi menundukkan kepala diakhir kalimatnya. "Jadi bibi Yuli tidak ada di rumah? Lalu kemana kita harus mencarinya? Ini sudah malam." Rena langsung menjadi cemas usai mengetahui bahwa ibu Dandi tidak ada di rumah, sementara kondisi rumah saat ini berantakan. Rena khawatir hal buruk terjadi menimpa ibu Dandi. Dandi bangkit dari tempat duduknya, ia melihat sekeliling ruangan dan berkata
"Tenanglah Ron, beristirahatlah. Beruntung kau masih selamat dan berhasil sampai disini." Dandi menenangkan Ron, setelah mengalami kejadian-kejadian sebelumnya temperamennya menjadi lebih tenang karena terbiasa. Melihat kondisi Ron yang sangat lemah, ia mengurungkan untuk bercerita tentang pengelihatan yang tadi ia alami."Baiklah, kita istirahat dulu untuk malam ini. Aku yakin besok akan ada hal baik yang menanti kita." Dandi menatap Ron dengan penuh keyakinan dan bergegas dari duduknya dan berjalan mengunci pintu."Tapi... Dimana Yuli?" Ron bertanya dengan cemas, karena melihat kondisi rumah Dandi yang berantakan dan sedari tadi ia tidak melihat keberadaan Yuli, ibu Dandi.Dandi tidak menjawab hanya menarik nafas panjang lalu menggelengkan kepalanya. Ron langsung tercengang dan menggertakkan giginya. Mengerti bahwa kelompok Hodes telah menculik Yuli.Malam pun berlalu, dua pria itu tertidur lelap. Menjelang pagi, Dandi beranjak dari tempat i
Hari itu, Dandi bangun agak kesiangan. Karena semalaman dia mengerjakan banyak tugas kuliah. Tentu bukan berarti Dandi adalah anak yang pemalas hingga repot-repot mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam. Namun tugas-tugas itu adalah pundi-pundi uang bagi Dandi. Ya, itu tugas milik teman-teman di kampusnya yang pemalas, dan rela membayar Dandi untuk mengerjakannya.Terdengar suara sedikit berteriak dari balik pintu"Dandi...! Bangun nak, sudah siang!"Suara seorang wanita paruh baya terdengar dari balik pintu berlapis triplek penuh bekas noda dan debu."Hoam... Iya bu.."Dengan nada masih mengantuk Dandi menjawab lirih. Dan tak lama ia beranjak dari tempat tidurnya. Sambil masih mengucek kedua matanya."Ibu juga sudah siapkan sarapan. Hari ini Ibu pulang agak malam nak. Soalnya Ibu disuruh bersih-bersih rumahnya si Rena sekaligus menjaga rumahnya sampai yang punya pulang"Ibu Dandi berbicara sambil berlalu pelan d
Setelah menyantap kentang goreng dan setengah iris telur, dengan tergesa Dandi sedikit berlari meninggalkan rumahnya. Ia tidak bisa melewatkan sarapannya, karena ia tak punya cukup uang untuk membeli makanan diluar. Untungnya jarak tempuh dari rumah menuju kampusnya tidak begitu jauh. Ia hafal betul gang-gang yang mengantarnya menuju kampus dengan lebih dekat. Bahkan di sebelahmana ada kubangan yang harus ia hindari pun tak luput dari kamusnya. Namun sayang, sesampainya di gerbang kampus, ia harus menerima sedikit masalah."Berhenti kau!!"Terdengar teriakan seseorang dari seberang jalan masuk. Dandi pun kaget tak karuan sebab sebelumnya ia sengaja memelankan langkahnya untuk memastikan tidak ada penjaga yang melihatnya telat. Dan ia pun berhenti dan sepontan menoleh ke sumber suara."Akhh.. sial kau Fer..! Bikin jantungan saja!"Dengan nada sedikit mengumpat namun tenang Dandi menjawab teriakan orang tersebut. Ia lega karena suara itu berasal dari salah
Semua yang berada di sana serentak menoleh. Dan ternyata itu adalah suara dari seorang gadis yang tidak asing bagi Juan. Leona adalah nama gadis itu. Ia adalah primadona kampus, bahkan Juan mengincarnya untuk menjadikannya pacar. Namun bukan hal mudah bagi Juan, karena Leona berbeda dengan gadis lainnya yang mudah luluh hanya oleh uang dan kemewahan. Muncul rencana licik dari Juan untuk mengambil hati Leona."Ohh kawan.. siapa yang tega melakukan ini padamu?"Dan seketika teman-teman Juan yang mengelilingi Dandi yang terkapar terkejut atas ucapan Juan. Dan tanpa ragu Juan berusaha merangkul Dandi dan membantunya berdiri. Rendi salah satu teman Juan yang mengerti apa maksud semua itu, ia ikut masuk dalam permainan Juan."Astaga, untung ada Juan dan kami disini. Ayo biar kami bantu" sambil tersenyum licik ke arah Juan. Dan Juan menganggukkan kepalanya.Dandi yang masih menahan sakit di tubuhnya hanya meringis kesakitan dan tak menjawab perkataan Juan. Namun
Saat jam makan siang Dandi pergi kesalah satu kantin dan ia mendapati ada Fernando disana."Dandi..! Disini..!" Teriak Fernando sambil melambaikan tangan ke arah Dandi. Dandi pun berjalan menghampiri. Disana sudah ada teman-teman dekatnya yang lain juga."Hey kenapa pipimu membiru Dandi? Apakah kamu habis berkelahi?" Dengan nada cemas Fernando bertanya sambil berdiri dari tempat duduknya.Dan sebaliknya Dandi tidak ingin sahabatnya terlalu menghawatirkan keadaannyapun mengarang cerita."Oh.. ini tadi aku terpeleset dan terbentur pintu toilet. Hehehe... Sungguh kesialanku" jawab Dandi santai sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. Dandi sengaja berbohong agar Fernando tidak ikut dalam masalahnya dan juga tidak ingin memperburuk situasi."Hahaha... Aku kira kamu berkelahi. Dan jika iya, aku berharap kamulah yang memenangkannya. Sama seperti waktu SMA dulu, kamu berkelahi dengan kakak kelas kita dan kamu mengalahkannya!" Fernando tertawa lepa
Mereka berempat berjalan beriringan meninggalkan kantin. Sambil dalam hati Fernando mengumpat atas kelakuan semua orang yang memandang rendah Dandi. Sesampainya ditaman mereka memilih untuk beristirahat sejenak sambil duduk di bawah pohon."Hey Dandi, kenapa sih kamu memilih diam padahal mereka sering mempermalukanmu dan mengolok-olok kamu? Sesekali kita beri merepa pelajaran lah!" Fernando yang tidak terima dengan apa yang baru saja terjadi membuka obrolan dengan sedikit emosi."Iya, kamu harus berani. Dan jangan diam saja" Aldi yang tidak kalah emosinya ikut menyayangkan Dandi yang selalu mengalah dan diam ketika mengalami intimidasi dari orang-orang."Hmmm... tidak apa-apa kok. lagian yang merka katakan tidak sepenuhnya salah. Aku memang miskin, berpenampilan kampungan dan banyak lagi kekuranganku." Dandi menghela nafas panjang dan menatap ke arah awan sembari menjawab dengan tenang."Ya tapi kan...""Sudahlah, lagian kekerasan bukan jalan terba
"Tenanglah Ron, beristirahatlah. Beruntung kau masih selamat dan berhasil sampai disini." Dandi menenangkan Ron, setelah mengalami kejadian-kejadian sebelumnya temperamennya menjadi lebih tenang karena terbiasa. Melihat kondisi Ron yang sangat lemah, ia mengurungkan untuk bercerita tentang pengelihatan yang tadi ia alami."Baiklah, kita istirahat dulu untuk malam ini. Aku yakin besok akan ada hal baik yang menanti kita." Dandi menatap Ron dengan penuh keyakinan dan bergegas dari duduknya dan berjalan mengunci pintu."Tapi... Dimana Yuli?" Ron bertanya dengan cemas, karena melihat kondisi rumah Dandi yang berantakan dan sedari tadi ia tidak melihat keberadaan Yuli, ibu Dandi.Dandi tidak menjawab hanya menarik nafas panjang lalu menggelengkan kepalanya. Ron langsung tercengang dan menggertakkan giginya. Mengerti bahwa kelompok Hodes telah menculik Yuli.Malam pun berlalu, dua pria itu tertidur lelap. Menjelang pagi, Dandi beranjak dari tempat i
"Terimakasih Ren, tapi mengapa kamu datang kesini?" Rena meletakkan ponselnya dan berpaling ke arah Dandi. "Aku hanya kebetulan lewat, dan aku melihat lampu di rumah mu masih padam tapi pintunya terbuka, jadi aku berinisiatif memeriksa apa yang terjadi. Dan setelah aku masuk, aku melihatmu terbaring dilantai." Rena sedikit mengerutkan keningnya saat berbicara penuh prihatin. Dandi mengangguk sambil tersenyum lalu menambahkan. "Jadi begitu, sebenarnya aku juga baru pulang dan saat aku datang kondisi rumahku sudah seperti ini, dan sayangnya aku tidak bisa menemukan ibuku." Dandi menundukkan kepala diakhir kalimatnya. "Jadi bibi Yuli tidak ada di rumah? Lalu kemana kita harus mencarinya? Ini sudah malam." Rena langsung menjadi cemas usai mengetahui bahwa ibu Dandi tidak ada di rumah, sementara kondisi rumah saat ini berantakan. Rena khawatir hal buruk terjadi menimpa ibu Dandi. Dandi bangkit dari tempat duduknya, ia melihat sekeliling ruangan dan berkata
Sekitar pukul enam petang Dandi sampai dirumahnya. Namun ia dibuat terkejut oleh pemandangan pintu rumah yang jebol dan jendela yang pecah. Ia segera berlari masuk kedalam rumah untuk mencari ibunya. Ia terus meneriaki ibunya dan berlarian kesetiap ruangan hanya untuk mendatapi ibunya tidak ada dirumah. Dengan seisi rumah yang berantakan, Dandi berfikir apa yang terjadi sebelum ia pulang, dan dimana ibunya kini.Ditengah keputusasaannya ia melihat sebuah buku catatan yang tergeletak dilantai kamar ibunya. Perlahan ia mendekatinya, disana ia melihat nama Dani Crustave tertulis disampul buku catatan itu. Ia membuka halaman demi halaman buku catatan itu. Yang membuatnya heran adalah didalam buku itu tergambar simbol-simbol dan coretan-coretan acak, namun meski terlihat acak Dandi merasa tidak asing dengan hal itu.Dandi seperti teringat sesuatu hal dimasa lalu. Saat itu ayahnya bermain detektif bersamanya dan memberinya rumus yang mengartikan makna tulisan yang mirip core
"kurasa itu adalah sebuah petunjuk yang harus kau pecahkan." Ron menjawab dengan menolehkan pandangannya kearah dinding, dimana foto lama Dani tergantung disana.Tiba-tiba suara bergemuruh terdengar, dan lampion yang tergantung mulai bergetar. Dandi dan teman-temannya mulai khawatir dengan kondisi tersebut. Ron seolah mengerti apa yang terjadi hanya bertukar pandang dengan Lily dan diikuti anggukan bersamaan."Apa yang terjadi?" Fernando berteriak karenan sedikit panik, ia merasa ada yang tidak beres saat itu. Seketika pula terdengar dentuman keras dari pintu batu seperti ada sesuatu yang memaksanya untuk terbuka. Namun Lily mengatakan kalimat yang tidak mereka duga."Kami gantungkan masa depan suku Tandero kepadamu Dandi." Dengan menatap lurus kemata Dandi penuh harap. "Aku akan menahan mereka selagi bisa, dan cepat kalian pergi sekarang!" Lily mulai mengambil langkah maju dan membelakangi Dandi dan teman-temannya."Jangan lupakan aku nona, para an
"lalu mengapa kau mengatakan bahwa aku keturunan suku Tandero?" Dandi menyela percakapan. Lily menatap Dandi dan menarik nafas panjang. "Huft.. paman Dani adalah putra tertua kakekku. Dia berdarah suku Tandero." Setelah mendengar ucapan Lily, Dandi langsung terbelalak kaget. Ternyata latar belakang pria itu tidak sesederhana kelihatannya. Lily melanjutkan ceritanya, dia mengatakan bahwa dalam kitab lama suku Tandero terdapat kekuatan yang jauh lebih besar dari Liontin Langit Bumi. Kekuatan itu berasal dari ikatan hati dan darah dua keyakinan yang berbeda. Dahulu, Dani adalah pria yang dikenal jenius dan pemberani. Sebagai putra tertua dalam keluarga, ia memegang peran penting untuk melindungi martabat keluarga dan melindungi adik-adiknya. Suatu hari ia jatuh cinta dengan seorang gadis dari suku Flon. Namun suku Tandero dengan suku Flon adalah musuh bebuyutan sejak nenek moyang kami. Kedua belah pihak suku tentu tidak merestui hubungan mereka, mengingat tulisan dalam
Mereka langsung disambut dengan lampu minyak besar yang tergantung ditengah ruangan. Terdapat empat obor api yang berwarna biru di setiap sudut ruangan. Mereka dapat melihat dengan jelas dan detail relief disetiap permukaan dinding. Brian yang tadinya masih merasa pusing karena mabuk kendaraan seketika langsung merasa bugar karena tidak sengaja menghirup asap dupa yang diletakkan di kanan kiri pintu masuk."Ruangan apa ini sebenarnya? Mengapa terdapat barang-barang antik yang terlihat cukup bersejarah." Fernando bertanya sambil melangkah mendekati sepasang pedang yang tergantung di dinding. Pandangannya terpaku ke arah kedua pedang itu."Ini adalah ruangan persembunyian milik keluargaku. Setelah bencana terjadi kami mengasingkan diri disini." Jawab Lily sambil sedikit menundukkan kepalanya."Bencana? Apa maksudmu Lily?" Fernando semakin terheran-heran.Kemudian Lily membimbing mereka berjalan ke arah cawan emas yang dihiasi batu mulia. Cawan itu diletakka
Namun, Dandi yang mendengar tanggapan Ron justru mengerutkan keningnya. Ia tidak suka jika ia disamakan dengan ayahnya. Citra buruk ayahnya telah tertanam dalam hati Dandi. Namun ia juga heran mengapa Ron terlihat sangat menghormatinya. Dan kini muncul perasaan ingin tahu orang seperti apa ayahnya sebenarnya."Tuan Ron, ijinkan saya bertanya. Sebenarnya apa tujuanmu anda membawa kami ke sini? Dan bagaimana cara kami kembali?" Fernando memecah keheningan dengan bertanya dengan sopan. Ia sama sekali tidak mengenali pria itu sehingga kekhawatiran menyelimuti hatinya."Maafkan kelancanganku, baiklah sebelumnya perkenalkan diriku, namaku Ron Wilson sahabat Dani Crushtave ayah Dandi. Aku mengenal kalian semua, aku telah menyelidiki semua tentang Dandi dan termasuk lingkar pertemanan kalian." Ron membalikkan tubuhnya menghadap Fernando dan bertukar pandang dengan masing-masing pemuda itu. Kemudian ia menjelaskan bahwa tujuannya membawa Dandi adalah didalam misi dari Dani. Dan
Dandi menatap Ron dengan serius, dari matanya terpancar perasaan kesal juga bingung. Karena mengingat bahwa surat yang Ron berikan kepada Dandi adalah surat dari ayahnya.Mendengar pertanyaan dan ekspresi serius dari Dandi, Ron mencoba menjelaskan. Ia menarik nafas panjang dan sedikit berdehem."Ehm.. baiklah, aku akan berkata jujur. Sebenarnya isi surat yang kamu terima adalah salah satu benda pusaka kuno peninggalan dari suku Tandero. Benda itu disebut Dream of Walk." Dengan masih fokus menatap kearah jalan dan menegang kemudinya, Ron berbicara dengan rokok di tangan kanannya."Lalu, apa kegunaan dan tujuan kau memberikannya padaku?" Dandi tidak mengalihkan tatapannya dari Ron."Dream of Walk digunakan untuk membuka portal gaib. Portal itu sendiri dapat menjadi penghubung antara waktu dan ruang. Dan dapat dilihat bahwa kamu sudah menggunakannya." Ron menghisap rokok dan sedikit tersenyum diakhir kalimatnya."Apa? Jadi maksudmu kami berempat telah
Kemudian keempat pemuda itu berteriak serempak."Kanvas!"Belum cukup dibuat bingung dan khawatir, mereka berempat dibuat tercengang oleh keberadaan kanvas yang diduga adalah kanvas yang dilemparkan oleh Dandi tadi ke arah sungai. Berbagai pertanyaan dan spekulasi muncul dalam benak mereka."Mungkinkah... Mungkinkah kalian berfikir seperti apa yang aku pikirkan?" Tanya Dandi dengan sedikit tergagap, karena benda yang ia lempar ke sungai kini berada di telapak tangannya. Ia beranggapan bahwa kanvas yang ia pegang adalah media pembuka portal yang secara tidak langsung memberi akses keempat pemuda itu untuk berpindah tempat."Mustahil, apa sebenarnya yang terjadi? Bagaimana bisa?" Brian langsung enunjukkan kecemasannya sekaligus tidak dapat memahami apa yang baru saja mereka alami.Namun ketika keempat pemuda itu saling mendiskusikan keadaan itu, seketika pula suara deru mesin bergemuruh di belakang mereka. Dengan kompak keempat pemuda itu menoleh kea