"Goodie Bag buat Media aman semua kan Mbak Sha?" suara Vero Staf Marketing Communication mengagetkan Sasha yang sedang sibuk memeriksa kesiapan Konferensi Pers di Ballroom Hotel Kencana Dharmawangsa yang baru saja diresmikan.
"Aman, anak-anak gue udah cek semua satu persatu," jawab Sasha sambil mengintip kedalam salah satu goodie bag yang tertata rapi di atas meja penerima tamu. Anak-anak yang dimaksud oleh Sasha adalah tiga staf Public Relation yang bekerja dibawahnya langsung, ada Gita, Stevi dan si ceroboh Lala.
"Mbak Sha, udah denger gosip terbaru belum?" tanya Vero sambil sedikit terkekeh.
Sasha menggeleng,"Gossip apaan?" tanyanya sambil lalu. Vero mendekat ke arah Sasha, lalu menjawab dengan suara agak berbisik "Bu mirza mendadak resign!"Sasha terkejut,
Bu Mirza adalah General Manager Marketing Communication yang membawahi seluruh marketing team termasuk didalamnya Public Relation."Menurut lo siapa yang bakal gantiin posisi bu Mirza Ver?" tiba-tiba Gita staf Public Relation nimbrung di ikuti oleh Stevi dan Lala.
Sasha turut menatap Vero ingin tahu."Belum ada desas-desus sih, katanya siapa aja bisa naik," jawab Vero santai."Ya paling emak lo tuh yang naik!" ujar Stevi sambil menggerakan dagu ke arah Caroline yang berdiri tidak jauh dari mereka.
Caroline sendiri adalah Manager Marketing Communication lulusan salah satu universitas ternama yang terkenal galak dan tegas pada siapa saja sehingga membuat ia ditakuti nyaris seluruh karyawan didalam ataupun diluar divisinya.
"Mbak Sasha gak mau nyalonin diri mbaaak?" goda Lala sambil mencubit pinggang Sasha.
"Mau sih!" jawab Sasha sambil mengawang menatap para teknisi yang sedang mencoba suara sound system.
"Tapiiii..." suara Sasha menggantung.
Vero, Gita, Stevi dan Lala menunggu penasaran."Tapi Bohong!" lanjut Sasha sambil tertawa sendiri yang disambut cibiran Vero, Gita, Stevi dan Lala.Diam-diam dalam hati Sasha mulai memikirkan pertanyaan Lala tadi. Apa iya ia tidak mau mencalonkan diri menjadi General Manager?
Sebenarnya Sasha tidak begitu terobsesi dengan jabatan. Tapi dengan naik jabatan, apalagi langsung lompat menjadi General Manager, pasti gaji dan tunjangan yang akan didapat berkali-kali lipat lebih besar jumlahnya. Sasha membayangkan gaji besarnya nanti dapat ia kumpulkan dan ia gunakan untuk melunasi hutang-hutang Mamanya yang jumlahnya beratus juta rupiah.Lamunan Sasha terhenti seketika saat seseorang menepuk bahu Sasha dari belakang. Sasha menoleh dan mendapati Direktur Human Resource Development yang baru saja bergabung minggu lalu di Perusahaan Kencana Hotel Group berdiri dibelakangnya.
Sasha menyalami laki-laki paruh baya itu sambil menyapa "Selamat siang Pak Jimmy!"
Laki-Laki yang di panggil Pak Jimmy itu tersenyum menepuk-nepuk bahu Sasha.
"Good job Sasha! Saya dengar Media yang datang banyak ya?" gumamnya sambil melihat sekeliling. Saat itu Konferensi Pers sudah hampir selesai.Sasha tersenyum lebar,
"Iya pak, cukup banyak. Melebihi ekspektasi saya," jawabnya bangga.Pak Jimmy memainkan jam tangan mahal ditangannya sambil bergumam,
"Saya dengar kamu belajar otodidak ya Sha?"Sasha terkejut, ia terdiam sesaat sebelum menjawab Pak Jimmy.
"Iya, saya belajar sendiri pak, I didn't go to college if that what you mean? saya hanya lulusan SMA," suara Sasha menjadi dingin dan datar.Pak Jimmy tampak mengangguk-anggukan kepalanya yang sudah setengah botak, lagi-lagi ia memegang bahu Sasha,
"Jangan salah paham, saya hanya ingin bilang, untuk seorang lulusan SMA, kinerja kamu luar biasa, melebihi orang lain di divisi kamu. Keep doing what you're doing," Pak Jimmy berlalu meninggalkan Sasha yang terdiam bingung ditempatnya berdiri.Tidak banyak yang tahu Sasha memiliki rasa 'Insecure' yang selalu mengganggu hati dan pikirannya. Kencana Hotel Group merupakan perusahaan perhotelan kelas satu yang selalu menjadi incaran banyak orang untuk bekerja didalamnya. Nyaris semua posisi di kantor harus diduduki oleh minimal Sarjana Strata Satu dari Universitas yang paling tidak harus terkenal dan bonafid.
Sementara Sasha, hanyalah gadis lulusan SMA yang bekerja keras dari posisi bawah. Ia memulai karirnya sebagai resepsionis hotel, lalu dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan kerja keras yang tidak kenal lelah, Sasha berhasil naik jabatan sedikit demi sedikit hingga ia bisa sampai di posisi sekarang ini. Setengah dari dirinya bangga dengan apa yang telah ia capai, namun ia juga merasa Insecure dan minder berada di tengah orang-orang yang berlatar belakang akademik jauh melebihi dirinya, termasuk staf-staf yang berada dibawahnya.
Acara Konferensi Pers dan Peresmian Hotel Kencana telah berjalan dengan sukses dan lancar. Sasha berjalan ke arah parkiran sambil memijat tengkuknya yang terasa kaku.
Tiba-tiba Raga muncul sambil membidikkan kamera yang tadi ia gunakan untuk dokumentasi ke arah Sasha. Sasha secara otomatis bergaya bak supermodel dengan wajah 'fierce' yang dipaksakan membuat Raga tertawa terbahak-bahak.
"Dasar orang gila!" serunya sambil melihat hasil jepretannya. Sasha tertawa lalu ikut melihat foto hasil jepretan Raga dan berkali-kali berkata bahwa dirinya sangat fotogenik dan berbakat menjadi foto model yang tentu saja dibantah Raga mentah-mentah.
"Lo bawa mobil siapa?" Raga penasaran melihat kunci mobil yang ada ditangan Sasha. Saat itu mereka sedang merokok di area parkir.
Sasha membuka ponselnya, membuka aplikasi Taxi Online dan menunjukan kepada Raga. Raga melotot.
"Gile, lo mau narik Sha?"Sasha menoyor kepala Raga.
"Narik pala lo, lo kata gue supir angkot!"Raga masih terkejut,
"Sha beneran nih? Lo beneran narik? Lo jadi supir Taxi Online?"Sasha menghisap rokoknya lalu mengeluarkan asapnya dengan santai, ia menatap Raga sambil memainkan kedua alisnya turun naik, mengiyakan pertanyaan Raga.
Raga yang kehabisan kata-kata hanya menggeleng-geleng kan kepalanya sambil menatap Sasha takjub.
"Jangan sampe tengah malem Sha narik nya, bahaya tau! Ya walaupun lo cewek jadi-jadian tetep aja lo cewek, takut ada orang iseng cui!" Raga bergidik sendiri membayangkan Sasha diganggu orang jahat.
Sasha tersenyum lebar,
"Kenapa lo takut gue mati ya?"Raga menoyor kepala Sasha kesal.
"Gak lucu bercanda lo! konyol nih anak!"Sasha tertawa sambil melempar korek Raga yang tadi dipinjam nya. Ia bergegas berjalan ke mobil yang dipinjamkan oleh Rian dengan hati yang tak menentu. Dalam hati ia berdoa semoga hari pertamanya menjadi supir Taxi Online berjalan dengan lancar.
Jam di mobil menunjukan pukul 18.30 malam. Tujuh menit setelah Sasha menyalakan aplikasi di ponselnya, satu notifikasi masuk. Yup, Sasha mendapatkan order pertamanya.
Sasha terkejut melihat lokasi pick up pemesannya di Hotel Kencana Dharmawangsa dengan nama pemesan 'Lalaland'.
Sasha mencocokan nomor ponsel si pemesan dengan nomor ponsel Lala staf di kantornya, cocok. Sasha terdiam sebentar, bingung. Apakah harus melanjutkan atau membatalkan pesanan Lala.
Setelah berdebat dengan pikirannya sendiri Sasha memutuskan untuk menghubungi Lala dengan chat melalui aplikasi mengatakan akan segera menjemputnya dan memintanya untuk menunggu di Lobby.
Sasha mengenakan hoodie over size biru navy yang tidak pernah dipakainya sama sekali ke kantor, membiarkan hoodie menutupi rambut panjangnya yang pasti akan dengan mudah dikenali oleh Lala. Wajahnya tertutup masker yang memang setiap hari ia gunakan saat menaiki MRT. Tidak lupa ia mengenakan kaca mata modis yang baru saja ia pesan dari situs belanja online favoritnya.
Sekarang tidak akan ada yang mengenalinya, penyamaran yang sempurna!
Sasha tergesa menyembunyikan tas tangannya di bawah tempat duduk bagian depan saat dia sudah tiba di lobby hotel.
Disana tampak Lala sedang menunggu sambil mengobrol dengan salah satu staf ballroom hotel. Sasha menepikan mobilnya tepat saat Lala melirik ke arahnya.
Lala bergegas membuka pintu mobil dan menyapa, "Malam Mas!"
Sasha tergagap dan menjawab pelan dengan suara yang dibuat-buat.
"Malam juga mbak, maaf saya bukan Rian Indrajati, saya adiknya.Semoga mbaknya gak keberatan ya?"Sasha berdoa dalam hati berharap semoga suaranya cukup berbeda dari biasanya. Beruntung saat itu Lala sedang fokus dengan ponselnya, sehingga ia tidak terlalu memperhatikan.
"Oh maaf saya kira sama dengan yang di aplikasi, gak apa apa kok, yang penting saya diantarkan dengan selamat ya mbak," Lala menjawab dengan ceria, namun matanya tidak lepas dari layar ponselnya.
Malam itu Sasha beruntung Lala tidak mengetahui bahwa supir yang mengantarkannya pulang adalah Supervisor nya di kantor, karena sepanjang perjalanan pulang Lala sibuk menonton drama Korea kesukaannya.
Tepat pukul 12.00 malam ponsel Sasha berdering, saat itu Sasha baru saja menurunkan penumpangnya yang kelima di malam itu.
"Sha, kok belum pulang? lembur? " suara Oma terdengar serak akibat terlalu sering merokok.Sasha belum bercerita kepada Omanya mengenai pekerjaan paruh waktunya sebagai supir taksi online, takut membuat Omanya khawatir.
"Iya Oma, aku lembur, banyak kerjaan di kantor," jawab Sasha berbohong.
Oma menasehati nya panjang lebar mengenai bahaya pulang tengah malam."Tenang Oma, aku pinjem mobil temenku kok, jadi aman nanti pulangnya," Sasha berusaha untuk menenangkan Omanya yang cemas.Saat Oma masih berbicara, terlihat panggilan masuk dari Raga. Sasha mengatakan pada Omanya untuk pergi tidur dan tidak perlu menunggu Sasha pulang. Setelah Oma mengakhiri panggilan, Sasha menerima panggilan dari Raga.
"Oit!" sapa Sasha sambil mengemudi menjemput pemesan keenamnya yang lokasi penjemputan nya agak jauh.
"Gimana cui? aman?" tanya Raga lugas. "Aman cui, udah dapet lima orang dong! Ini gue mau jemput lagi!" jawab Sasha bersemangat.Ia juga menceritakan tentang tragedi 'Lala' yang sempat membuatnya tegang.
Raga berdecak heran."Emang kenapa sih Sha kalo orang kantor tau lo part time jadi driver online? gak masalah kali! Urusan amat!" omel Raga sewot.Sasha terdiam sebentar sebelum menjawab. Ia juga tidak tahu kenapa dia malu, tapi akhirnya ia berkata pelan,
"Gue udah cukup insecure di kantor cui dengan segala kekurangan gue yang bikin gue ngerasa beda. Kalau orang-orang sampai tau masalah gue yang lain, duh gak ngerti lagi deh gue Ga, bakal lebih minder lagi sih gue."Raga yang ingin menyangkal akhirnya memilih menyerah, ia tidak ada di posisi Sasha sekarang sehingga ia tidak berhak menghakimi pilihan Sasha untuk tidak terbuka dengan rekan kerjanya di kantor.
"Ya udah deh, Lo kelar jam berapa? udah hampir jam 1 malem nih!" suara Raga terdengar khawatir.
Sasha memiringkan kepalanya mengira-ngira dalam hati.
"Ini orderan terakhir deh, abis ini gue balik!" tukas Sasha riang. "Lo dimana sekarang? Terus nganter nya kemana?" tanya Raga ingin tahu."Di Kemang, nganter ke Bandara Cengkareng Raga baweeeel!" jawab Sasha sabar."UDAH GILA LO YA, BUSET DEH SHA GAK ADA CAPEKNYA LO!" ujar Raga setengah berteriak. Sasha menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Berisik banget lo!" omel Sasha.Sasha mengakhiri panggilan dari Raga setelah berjanji akan mengabari Raga jika ia sudah sampai rumah.
Pukul 01.40 dini hari.
Bandara Soekarno-Hatta tampak lengang. Sasha baru saja menyelesaikan pesanan terakhirnya dari seorang Ibu tua yang memberikan tip cukup besar untuknya. Rencananya Sasha akan menonaktifkan aplikasi taxi online nya segera setelah orderan terakhir selesai.
Namun satu notifikasi pesanan dari pemesan di Bandara masuk.Username : Daniel Park
Pick Up Point : Bandara Soekarno-HattaDestination : Hotel Kencana Lebak BulusSasha tertawa sendiri melihat tujuan yang lagi-lagi tertulis Hotel Kencana.
"Mentang-mentang gue kerja di Kencana, dari tadi Hotel Kencana melulu!" gumamnya merasa geli sendiri.
Ia memutuskan untuk menerima pesanan tersebut karena tujuannya searah dengan tempat tinggalnya di Rempoa Jakarta Selatan.
Setelah berbicara di chat dengan si pemesan, Sasha mengarahkan mobilnya ke terminal kedatangan Bandara Soekarno Hatta dan menunggu pemesan taxi online yang bernama Daniel Park.
Seorang pria dengan tinggi kira-kira 183 cm dengan wajah tampan khas campuran Barat - Oriental tampak berjalan ke arah mobil Sasha. Ia mengenakan jeans dan t-shirt putih polos. Topi dari brand ternama terlihat menghiasi wajahnya yang proposional.
Daniel Park mengetuk kaca jendela mobil pelan yang dengan cepat langsung dibuka oleh Sasha."Hi there! I'm Daniel Park!" sapanya sambil menatap wajah Sasha yang separuhnya tertutup oleh masker dan hoodie.
Sasha mengangguk dan mempersilahkan Daniel masuk. Beberapa menit setelah mobil berjalan, Daniel Park tertidur pulas di bangku belakang meninggalkan Sasha yang menyetir tanpa suara. Ia sama sekali tidak tahu bahwa pria yang tidur di belakangnya adalah seseorang yang kelak akan membuat hidupnya menjadi lebih berwarna...
Hujan lebat di pagi hari ini menyisakan hawa dingin yang menusuk tulang.Suara tukang roti keliling terdengar lantang menawarkan dagangannya kepada para penghuni perumahan.Sasha mematut diri di kaca, melihat bayangan yang menatap balik ke arahnya. Terlihat disana gadis cantik tinggi semampai dengan setelan kerja yang modis menyapa. Rambut panjang lurusnya yang sudah ditata rapi ia biarkan tergerai begitu saja membuat aroma wangi shampo dan kondisioner dapat tercium siapapun yang berada di dekatnya."Kamu mau sarapan dulu gak Sha?" teriak Oma dari ruang makan."Gak Oma, aku sarapan di mobil aja," jawab Sasha sambil berjalan ke ruang makan menghampiri Omanya.Ruang makan tampak sepi, hanya ada Oma yang sedang mengoleskan selai cokelat crunchy di atas roti panggang yang akan dibawa Sasha. Sasha celingak - celinguk mencari penghuni rumah lainnya."Pada kemana Oma?" tanyanya penasaran."Jasmine sama Katia udah berangkat, tadi jemput
Jakarta yang selalu macet dan semrawut di pagi hari bertambah kacau karena hujan yang tak kunjung reda. Beberapa pengendara motor tampak meneduh dibawah jembatan penyeberangan untuk mengenakan jas hujan yang baru dikeluarkan dari bagasi motor mereka.Sasha menguap dibalik kemudinya, membunyikan klakson berkali-kali agar mobil di depannya maju walau selangkah. Dengan gelisah ia melihat jam digital di ponselnya yang sudah menunjukan pukul 09.02 pagi.Hari ini tepat satu bulan sejak Sasha dipromosikan menjadi Manager Public Relation di kantornya. Ia dijadwalkan untuk menghadiri rapat internal rutin pada pukul 9.30 pagi ini. Rapat tersebut akan dihadiri oleh seluruh manager dan direktur Kencana Hotel Group termasuk Sasha.Dengan tergesa Sasha berlari ke lift segera setelah mobil pinjamannya terparkir di parking area. Ia membuka ponselnya dan mengirim pesan singkat ke Caroline Manager Marcom untuk menyampaikan keterlambatannya.Hari ini
Food court di lantai dasar tampak sepi, hanya ada beberapa orang yang nampak sedang menikmati makan siang mereka yang terlambat. Sasha dan Daniel memilih tempat duduk diluar ruangan karena mereka sama-sama perokok. Baik Sasha maupun Daniel sama-sama terlihat agak canggung, tidak seperti tadi saat membahas urusan pekerjaan."Sasha, kamu gak kelihatan seperti orang Indonesia pada umumnya, kamu ada turunan luar ya?" Daniel memulai percakapan, berusaha memecah kecanggungan antara mereka.Sasha mengangguk,"Indonesia - Rusia sir!" jawab Sasha dengan nada pasukan yang melapor pada komandannya, membuat Daniel tertawa kecil."Ah, tebakan saya benar! I thought you were Ukrainian!" cetus Daniel bangga pada tebakannya."Tetap beda Pak, Russian is not Ukrainian!" ujar Sasha sambil mematikan rokoknya yang sudah habis terbakar."Well they look the same though hahaa!" Daniel membela diri yang dibantah habis-habisan oleh Sasha.
"Kak Sha! Banguuuuuun! Alarm nya bunyi melulu tuh berisik!!!"Katia menepuk-nepuk pipi Sasha dan menggoyangkan tubuh Sasha yang tertidur pulas dengan mulut setengah terbuka.Sasha membuka mata dengan enggan, tangannya meraba-raba kasur mencari ponsel yang masih meneriakkan alarm bangun paginya."Lagian hari Sabtu gini mau kemana sih Kak? udah nyalain alarm pagi aja! Kakak mau kerja?" Katia dengan cerewet menginterogasi Sasha.Cahaya matahari pagi menelusup masuk lewat jendela kamar Sasha yang sudah dibuka lebar oleh Katia si gadis kecil 6 tahun dengan rambut kriwil yang cerewet minta ampun. Katia yang perkataannya selalu lebih dewasa dari usianya. Katia si adik bungsu kesayangan Sasha, yang setiap Sasha pulang kerja selalu minta oleh-oleh dari Sasha. Walau kadang oleh-olehnya hanya berupa permen kaki yang murah harganya."Bawel banget sih kriwil!" Sasha mencubit pipi Katia yang belakangan mulai berkurang bobot badannya karena mulai padat
Puncak bogor di malam minggu pukul 01.00 pagi terlihat masih agak ramai. Raga menepikan mobilnya, mencari tempat yang strategis untuk melihat pemandangan lampu-lampu yang terlihat indah dari Puncak Pass.Ia menoleh dan mendapati Sasha masih tertidur pulas dengan mulut setengah terbuka, nampak begitu kelelahan. Raga enggan membangunkan Sasha dan memilih untuk keluar dari mobil. Ia menghirup nafas dalam-dalam, merasakan hawa segar pegunungan memenuhi dadanya yang belakangan sering sesak tanpa sebab.Sesak bukan karena penyakit dalam, namun sesak karena seorang Sasha. Entah sejak kapan rasa dihatinya berubah, tapi semenjak Raga menyadari rasa itu ada, dadanya jadi sering sesak saat memikirkan perasaannya pada Sasha. Mungkin sesak karena dia sadar rasanya tak akan berbalas rasa yang sama. Karena Raga terlalu mengenal Sasha, lebih dari siapapun di dunia.Raga menghembuskan nafasnya keras-keras melepas rasa sesak aneh yang tidak ia pahami.
Gedung Kencana Hotel Group terletak di kawasan perkantoran Jl. Jend Sudirman Jakarta Pusat. Gedung setinggi 56 lantai itu dilantai bagian bawahnya difungsikan untuk ballroom, restaurant dan coffee shop, sementara seluruh lantai sisanya digunakan untuk kegiatan perkantoran Kencana Hotel.Lantai paling tinggi, yaitu lantai 56 ditempati oleh CEO, komisaris dan Direktur Utama. Sementara Departemen Marketing tempat Sasha bekerja berada di lantai 45.CEO Kencana Hotel yang bernama Muchtar Hartono adalah seorang pria keturunan tionghoa yang sudah berusia 61 tahun. Ia adalah seorang pria yang rendah hati dan sering menyapa para karyawannya walaupun ia seringkali tidak dapat mengingat nama karyawan yang ia sapa.Daniel Park, Direktur Utama yang baru saja bergabung di perusahaan Kencana Hotel Group dirumorkan memiliki hubungan yang sangat baik dengan CEO Kencana Hotel Group Muchtar Hartono. Rumor mengatakan bahwa Daniel Park merupakan anak angkat dari Muchtar Hartono, bah
Hujan deras masih mengguyur Jakarta, angin bertiup kencang menggoyangkan pohon-pohon yang tertata rapi di tepi jalan. Sasha meringis merasakan kesakitan di kakinya. Daniel meraba jok belakang mengambilkan handuk kecil lalu menyodorkannya pada Sasha membiarkan dirinya sendiri kebasahan."Kaki kamu gimana Sha?" tanyanya khawatir sambil melirik kaki Sasha."Agak sakit sedikit pak, cuma keseleo kayaknya," jawab Sasha sambil mengeringkan rambutnya yang basah."Saya antar kamu pulang ya," tukas Daniel tanpa menoleh pada Sasha. Ia juga tidak bertanya kenapa Sasha berada di trotoar dan tidak mengendarai mobilnya. Membuat Sasha jadi malu sendiri karena telah berbohong."Saya turun di stasiun MRT depan aja pak," ujar Sasha sambil menunjuk stasiun yang terlihat tidak jauh dari mereka."No way, pertama kaki kamu sakit, kedua kamu basah kuyup, there's no way kamu pulang naik MRT with that condition!" Daniel menggelengkan kepalanya sa
Pagi yang mendung, langit tampak gelap dengan yang angin dingin berhembus kencang. Sasha meringkuk dibalik selimutnya, merasakan keinginan kuat untuk kembali memejamkan mata. Suara ketukan diluar membuatnya terjaga."Sha... Shaa.." panggil Oma sambil mengetuk pintu kamar Sasha.Sasha membuka selimutnya, nampak Oma yang masih mengenakan daster tidur berdiri di pintu kamarnya."Hai Oma!" Sapa Sasha sambil mengucek matanya. Ia duduk bersandar pada dipan mencoba untuk mengumpulkan nyawa. Oma masuk kedalam lalu duduk di ranjang tempat tidur Sasha."Oma mau ngomong," tukas Oma sambil memegang tangan Sasha. Sasha menatap Omanya penasaran."Sha, kemarin sore ada yang dateng..." terang Oma, ia berhenti sebentar sebelum melanjutkan."Cari mama mu..." lanjut Oma.Sasha yang sudah mengerti arah pembicaraan Oma menghela nafas. Ia menegakkan tubuhnya segera, "Pasti tukang tagih deh!" serunya kesal.
Empat Bulan Kemudian. Kehamilan Sasha sudah menginjak usia tiga puluh delapan minggu. Berat badannya sudah naik sekitar dua belas kilogram. Sasha mulai sering mengikuti senam kehamilan karena ia sangat berharap bisa melahirkan secara normal kali ini walaupun itu semua rasanya hampir tak mungkin karena sebelumnya ia melahirkan secara Caesar. Gendis sudah lebih dulu melahirkan seorang bayi tampan yang diberi nama Shawn, mereka sempat berkumpul untuk merayakan kelahiran Shawn, bahkan Daniel ikut bergabung secara online melalui video telekonferensi. Sasha dapat melihat Daniel sudah jauh lebih baik saat ini. Sepertinya ia sudah lebih bisa menerima keadaan. Sementara Evan akhirnya bisa memulangkan Allysa dan Ibunya ke Indonesia. Evan juga mengajak Sasha dan Raga bergabung bersamanya membuka bisnis restoran yang akan segera di buka beberapa bulan ke depan. Evan juga membeli rumah di dekat rumah Sasha agar Allysa bisa bermain bersama Katia dan agar Ibu Evan bisa membantu Sasha merawat Kati
"Gimana Van menurut kamu? Itu yang terbaik yang bisa saya dan Raga lakukan," tukas Sasha setelah menjelaskan semua rencananya pada Evan. Saat itu mereka berada di dalam ruang rawat inap rumah sakit Husada, tempat Sasha sedang menjalani rawat inap. Evan manggut-manggut, "Oke, that's a good idea, saya malah gak kepikiran," sahut Evan seperti biasa dengan nada datarnya. "Well okay, kalau gitu segera kita urus surat kuasanya, begitu Sasha sehat saya dan Sasha akan langsung ke Zurich," tandas Raga tak ingin berlama-lama karena ia ingin Sasha segera beristirahat. "Okay, kita bicarakan di luar aja, kamu istirahat aja Sha. Terimakasih ya," ucap Evan kaku lalu mengulurkan sekotak cokelat pada Sasha. Setelah itu Evan keluar mengikuti Raga yang sudah lebih dahulu melangkah keluar. Sasha tertawa kecil melihat tingkah kaku Evan, dalam hati Sasha bertanya-tanya, bagaimana orang seperti Evan bisa membesarkan seorang putri seperti Allysa. *****Satu minggu kemudian. "Waaaahhh dingin banget!" seru
"Sha! Sha!" lamat-lamat suara Raga terdengar di telinga Sasha. Sasha membuka matanya perlahan, aroma Lavender menyeruak masuk ke indera penciumannya. Biasanya aroma tersebut akan memenangkannya, tapi kali ini aroma Lavender kesukaan Sasha sama sekali tidak dapat menenangkan hatinya. "Sha, kamu udah sadar?" ujar Raga dengan nada khawatir. Sasha dapat melihat Raga yang berdiri di sebelah kanannya dan Reina yang berdiri di sebelah kirinya, Sasha sampai bingung akan mengalihkan pandangan kemana, karena Sasha sedang tak ingin melihat keduanya. "Sha? Kamu bisa denger aku kan?" tanya Raga yang bingung karena bahkan setelah sadar Sasha tidak mengatakan apa-apa. Sasha mengangguk pelan, masih enggan membuka mulut. "Sasha, tadi kamu pingsan, tekanan darah kamu rendah sekali, HB kamu juga rendah, sepertinya kamu perlu dirawat paling tidak sampai HB kamu normal," tukas Reina dengan nada profesional. Sasha hanya diam saja, ia memilih untuk memejamkan mata karena tak ingin menatap Raga ataupun Re
"Sayang, jangan lupa hari ini kita check up lho!" seru Sasha sebelum Raga berangkat ke kantor. Raga mengerlingkan sebelah matanya tanda mengiyakan. Setelah Raga berangkat kerja, Sasha melakukan rutinitas yang setiap hari ia lakukan secara berulang-ulang. Membereskan piring sisa sarapan, menyedot debu, membereskan semua kamar dan membereskan baju yang akan dibawa ke laundry.Ponsel Sasha berdering saat Sasha sedang bersantai sambil menikmati secangkir cokelat panas.Sebuah nomor yang tak dikenal. "Halo?" sapa Sasha santai. "Sasha, this is Evan," sebuah suara yang sangat Sasha kenal menyapa. Sasha langsung meletakkan cangkirnya, "Evan? Oh Hai! Jadi gimana?" tanya Sasha antusias, ia sangat ingin membantu Evan, karena Sasha tak tega melihat kehidupan Evan yang terlihat sangat kesulitan sekarang ini."Can I talk with your husband too, sebenarnya saya merasa kurang nyaman kalau kita harus berkomunikasi tanpa ijin dengan suami kamu," tukas Evan datar. Wajah Sasha memerah, bukankah seharusnya
Tiga bulan kemudian.Kehamilan Sasha mulai menginjak usia lima bulan. Berat badannya sudah bertambah sekitar empat kilogram membuat Sasha merasa sangat tidak nyaman karena bajunya mulai banyak yang tidak muat. “Kenapa sih Sha marah-marah terus?” tanya Raga yang melihat Sasha sedang berdecak kesal karena bahkan celana longgar yang biasa ia kenakan tidak muat juga. “Sebel! Celana yang ini juga gak muat!” seru Sasha seraya membuka kembali celana yang sudah dipakainya sampai ke paha. Raga tertawa, “Kan aku udah bilang, belanja baju baru gih! Kamu alasannya saying uang terus,” ledek Raga sambil mengancingkan kemejanya.Sasha menekuk wajahnya,”Ya kan aku gak tau kalau berat badan aku bakal naik secepat ini,” ujar Sasha sebal. “Ya udah belanja gih, ajak Gendis aja! Berangkatnya sekalian sama aku,” tukas Raga seraya menoleh menatap Sasha yang masih menggerutu. “Beneran?” tanya Sasha, semenjak ia memutuskan untuk stay at home dan tidak bekerja, ia selalu bersalah jika harus mengeluarkan uang u
Sasha berdiri di lobby Penthouse sambil melamun menatap pilar besar. Ia teringat perpisahan terakhirnya dengan Daniel tadi, tiba-tiba dadanya menjadi agak sesak. Tapi paling tidak hanya kenangan indah yang tersisa, ia berharap Daniel akan mendapatkan kebahagiaan seperti dirinya. "Cantik!" panggil Raga dari balik kemudian saat mobilnya sampai di lobby Penthouse. Sasha langsung tersadar dari lamunannya dan tersenyum pada Raga, suaminya, tempatnya pulang. "Gimana kabar Daniel?" tanya Raga sambil mengemudi. Sasha menghela nafas panjang, "Dia keliatan jauh lebih baik, lebih sehat, kayaknya Olin ngejalanin tugasnya dengan baik!" sahut Sasha santai. Ia tak ingin terlalu menunjukkan jika ia masih sangat peduli dengan Daniel. "Wah bagus dong, semoga dia cepet balik kayak dulu ya, kayaknya Luke udah keteteran pegang LPC karena dia mesti urus perusahaan dia yang di Bali," tukas Raga. Sasha terdiam, menatap mobil yang melaju di depannya. "Daniel mau pindah ke Oslo, dia gak akan urus LPC lagi,"
Malam harinya saat Sasha kembali ke rumah, Raga terlihat tertidur di sofa ruang TV. Sementara di karpet, Jasmine dan Katia terlihat sedang menonton film. "Ssssttt," Jasmine meletakkan ibu jari di mulutnya saat Sasha nyaris membuka mulut. "Baru tidur tuh Kak Raga, kecapean kayaknya," tukas Jasmine sambil mengambil paper bag yang dibawa Sasha. "Wah cheese cake! Kakak dari mana?" tanya Jasmine sambil mengeluarkan cheese cake dari papar bag. "Abis ngobrol sama Kak Gendis, kalian udah makan?" tanya Sasha seraya meletakkan tas tangannya ke atas sofa. "Udah! Tadi Kak Raga bikin nasi goreng!" jawab Katia riang. "Oh ya? Enak gak?" tanya Sasha. "Banget!" sahut Jasmine dan Katia bersamaan, membuat Sasha mau tak mau tersenyum. Ia berjongkok di depan Raga, lalu meniup-niup wajah Raga pelan. Raga membuka matanya perlahan, "Eh, udah pulang sayang?" ujar Raga dengan wajah terkejut. Raga meregangkan tubuhnya lalu bangkit dari tidurnya. "Capek ya?" tanya Sasha seraya duduk di sebelah Raga. "Lumayan,
Dua Bulan Kemudian. Tubuh Sasha masih saja ramping walaupun kehamilannya sudah menginjak usia kandungan delapan minggu. Hari ini adalah jadwal kontrol rutin bulanan Sasha ke dokter Reina. Bulan lalu ia tidak kontrol karena merasa belum perlu, namun karena belakangan Sasha mulai sering merasa pusing dan blackout ia memutuskan untuk check up segera ke klinik dokter Reina. Dengan ditemani oleh Raga, Sasha berangkat menuju klinik dokter Reina. Hari adalah hari kerja sehingga pasien dokter Reina tidak begitu banyak. Sasha sudah hampir melupakan pesan yang ia duga dikirimkan oleh dokter Reina. Karena Raga tidak merespon pesan romantis itu, Sasha memutuskan untuk melupakannya saja. Walaupun demikian Sasha tetap merasa perlu tampil cantik dan menarik di depan dokter Reina agar ia tidak diremehkan. Ia ingin mempertegas bahwa Raga adalah miliknya, suaminya, ayah dari janin dalam kandungannya! "Sha, kamu gak pa pa? Kok kayak lagi mikir gitu sih?" tanya Raga yang melihat Sasha sedang melamun
Malam ini Sasha memutuskan untuk pulang ke rumah, ia sempat berpamitan dengan Daniel, namun Daniel hanya memunggunginya dan Raga tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Olin, saya titip Pak Daniel ya, kalau ada apa-apa do let me know, kamu udah save nomor saya kan?" tanya Sasha yang dijawab angguka sopan oleh Olin. Langkah Sasha terasa berat saat meninggalkan Penthouse. Meninggalkan Daniel dalam keadaan terpuruk seperti sekarang tentu saja tidak mudah bagi Sasha. Namun berada di dekat Daniel hanya akan membuat semuanya menjadi bertambah rumit. Sasha sama sekali tak ingin tahu lagi alasan mengapa Daniel mencampakkannya waktu itu. Ia benar-benar akan mengubur semua rasa ingin tahu itu jauh-jauh. Pernikahannya dengan Raga adalah hal yang jauh lebih penting. Raga selalu tampak sabar di depan Sasha walaupun Sasha tahu sebenarnya Raga cukup cemburu dengan Daniel. "Kita mampir ke Gandy's ya, aku mau beliin steak buat Jasmine dan Katia," tukas Raga sambil mengemudi. Hati Sasha dialiri rasa han