“Apa ada yang keberatan dengan penunjukkan cucuku sebagai CEO perusahaan ini?” Tanya eyang putri.
Semua anggota dewan di reksi bungkam.
“Aku yang keberatan, Nyonya Kinarsih.” Kata Paman Hiromi dengan lantang. Keadaan pun kembali gaduh.
“Tahu apa Renata tentang perusahaan ini? Tau apa kamu tentang investasi dan racikan teh? Kamu hanya pembawa berita yang memiliki keberuntungan dijadikan menantu Syaron Baskoro!"
Tangan Mas Gavrielle mengepal. Wajahnya sudah memerah. Ku pegang tangan kanannya, dan ku usap pundaknya.
“Saya memegang resep racikan teh warisan Hirata Matsuyama.”
Ku katakan itu dengan lantang dan keras. Paman Hiromi begitu meremehkanku. Aku tak masalah kalau ia menganggap rendah diriku. Tapi ia sudah menyeret nama papa mertuaku juga suamiku, aku tidak terima.
“Jangan membawa nama papa mertua saya—Syaron Baskoro ke dalam pusaran masalah ini. Anda tahu siapa pa
Ku tutup meeting dengan dewan direksi. Saat kami hendak keluar, Paman Hiromi mendekati suamiku.“Kamu pikir ruangan ini tidak memiliki CCTV yang bisa ku pantau, huh?”Paman Hiromi murka sekali pastinya. Bukan namanya yang muncul sebagai pemegang saham 10% dari Kakek, tapi nama Neil. Apa nilai saham itu yang di ributkan oleh Tante Haruka?“Sebegitunya Paman membenci Renata?” Tanya Mas Gavrielle dengan lantang.Anggota dewan direksi satu per satu meninggalkan ruangan. Tiba-tiba saja Paman Hiromi mengikuti Tuan Agusto yang berjalan keluar bersama dengan asistennya.“Agusto.” Paman Hiromi menarik tangan Tuan Agusto untuk masuk ke lift.Dari ruangan meeting, tak terlihat lagi mereka. Tante Haruka dan Neil mendatangi suamiku.“Kurasa, ke depannya Hiromi akan terus mengganggu Renata.”Kata Tante Haruka sembari mengucapkan selamat pada suamiku. Aku yang jad
Ku tekan tombol emergency yang ada. Dari luar Mas Gavrielle langsung masuk menerobos. Kupikir Neil yang masuk ternyata suamiku. Dokter Kenichiro langsung masuk memeriksa kakekku.“Kenzo, sudah ku bilang jangan terlalu stress dan banyak pikiran.” Keluh dokter Kenichiro. “Kalian keluarlah dulu.”Oksigen kakek di pasang kembali. Tadinya kakek sudah bisa bicara dengan normal hanya selang infus yang terpasang. Monitor jantungnya juga terbaca sudah normal. Aku dan Mas Gavrielle terpaksa keluar dari ruang rawat.“Pasti Kakek banyak bicara.”Mas Gavrielle mengajakku duduk di kursi tunggu di luar ruangan. Aku benar-benar tidak melihat keberadaan Neil. Apa Mas Gavrielle tahu apa yang di katakan Neil? Atau hanya aku saja yang di beritahunya? Tidak mungkin Tante Haruka atau kakekku tidak tahu.Mengapa dia harus mengatakan hal ini dalam keadaan genting seperti ini. Egois sekali. Kalaupun dulu aku adalah
Kepala restauran menyerahkan buket bunga ternyata.“Silahkan Tuan. Teriamakasih atas kunjungannya. Kami akan senang hati bekerjasama untuk mempromosikan produk perusahaan Tuan.”Kapan Mas Gavrielle negosiasi dengan orang di depan kami? Suamiku kenal dengan manajer restauran ini?“Tolong sampaikan pada Tuan Agusto, saya dengan senang hati akan berinvestasi.”Mulutku menganga tak percaya. Aku hanya asal tunjuk restauran. Benar-benar tak tahu kalau restauran ini milik Tuan Agusto.“Tentu saja, Tuan. Silahkan menikmati.”Mas Gavrielle menyerahkan buket bunga itu padaku. Salah satu bunga kesukaanku, Mawar warna putih.“Aku menghargai kejujuranmu, Ren. Meskipun jengkel juga. Di belahan bumi manapun ada saja laki-laki yang naksir kamu. Apa kamu pakai masker dan topeng aja ya biar nggak ada yang lihat wajahmu.”Kurang kerjaan itu namanya. Di tengah ide brilliant yang sudah d
Suamiku tak membalas saat Tuan Agusto hendak menonjok kembali lengannya. Ia hanya menghindar. Mas Gavrielle lalu menarik tangan Tuan Agusto lalu memeluknya ala-ala pria.“Aku janji akan membantu sebisaku, Agusto. Catat, sebisaku!” Kata Mas Gavrielle.”Aku ingin segera pulang. Aku sampai berjauhan dengan anakku gara-gara perusahaan yang sekarat ini.”Ucapan Mas Gavrielle menyentil hati. Apa Mas Gavrielle tidak iklas membantu? Atau ia terlampau rindu sama anak-anak. Kalau di tanya besar mana rasa sayangnya antara aku dan suamiku ke anak-anakku? Tentu saja kami sama-sama sayang. Tapi memang anak-anakku lebih sering nemplok pada suamiku. Ia memang benar-benar memberi treatment yang terbaik untuk anakku.“Agusto, aku tahu bagaimana rasanya terpisah dengan anak juga belahan jiwa kita. Bersabarlah Agusto semoga semua ada waktunya.”Mas Gavrielle menjabat tangan Tuan Agusto lalu kami keluar dari r
Ku raih ponselku. Semalam aku lupa mengaktifkan pada mode pesawat gara-gara terlalu penasaran pada cerita Mas Gavrielle.“Hallo, ada apa Tony. Kakek baik-baik saja kan?” Jantungku ekstra dag dig dug. Mas Gavrielle mematikan ponselnya, benar saja telfon penting masuk ke ponselku.[Tuan Syaron dan Tuan Arsen menelfon ke nomor Tuan Gavrielle tidak bisa jadi mereka minta tolong saya menghubungkan.]Aku bisa bernafas lega. Ku pikir ada masalah urgen. Padahal semalam aku berencana menelfon mereka ternyata lupa karena panik. Adzan subuh belum lama berkumandang di ponselku. Mas Gavrielle bergegas mengaktifkan ponselnya lalu beranjak turun dari ranjang. Ia berlari ke kamar mandi untuk mandi lalu sembahyang Subuh.Aku mlipir ke sofa untuk menelfon papa. Aku akan menelfon sebentar saja, nanti akan ku lanjutkan setelah sembahyang Subuh. Belum ku tekan nomor ponsel papa. Ternyata nomorku sudah lebih dulu di hubungi.[Assalamu alaikum] Sapa papa di video call. Entah mengapa perasaanku jadi kurang
Kami meninggalkan daerah hutan rimbun itu. Suara dentuman kebakaran pesawat masih terdengar dengan nyaring. Aku bahkan tak bisa menatap lagi dengan jelas pesawat yang sudah jadi puing-puing itu.Tak ada suara diantara bodyguard kami, pilot dan co pilot ku selamat meski pilot pesawat kakinya terluka. Anakku, bagaimana keadaannya. Aku ingin pulang untuk menemui Ansel, tapi keadaan kacau seperti ini.“Matikan ponsel kalian jangan tinggalkan jejak apapun.” Kata pilot pesawat.“Kapten, mengapa baru sekarang memberitahu kami. Harusnya sejak awal Anda memberi kami kode kalau ada bom di pesawat!” Protes salah satu bodyguard kakek bernama Sandy.“Kapten Luis, Anda melanggar protocol keselamatan yang sudah di tetapkan Tuan Matsuyama.” Lagi-lagi Sandy memprotes. Urat lehernya sampai terlihat karena ia ngotot bicara.“Kamu pikir mudah berada dalam posisiku, hah?” Kapten Luis berte
Betul ternyata Tuan Sagef sempat mendekat ke arah kami, ia melihat wajahku dengan seksama. Bersyukurnya Sandy yang sadar dengan hal itu langsung memintaku untuk masuk ke belakang.“Madam, tadi Chef Luisa memanggil Anda!”Luisa? Kutajamkan pendengaranku, ternyata memang benar. Sandy memanggil nama Kapten Luis dengan sebutan Luisa.Aku hanya mengangguk kemudian melengang masuk ke dapur tempat kami memasak. Setelah masuk ke dapur aku mengintip dari celah pintu kalau ternyata Mr. Sagef ngobrol lama dengan Sandy.Tak lama setelah mereka selesai makan, mereka pun meninggalkan tempat. Lega sekali rasanya.“Madam.” Panggil Chef Luis. Ia sedang menumis bumbu untuk Kepiting.Aromanya menusuk hidungku. Aku teringat kembali pada anak-anakku. Sudah sebesar apa meerka sekarang. Tak ada satu medsos pun yang bisa kami akses untuk mencari berita tentang anak-anakku. Yang ada hanya berita keluarga Baskoro Group itu pun ha
Di dekat tempat pembuangan sampah itu terdapat beberapa rumah yang berderet. Banyak anak-anak kecil yang bermain di sekitarnya. Kapten Luis menarik lenganku, begitu juga Sandy. Ia langsung sigap untuk berjalan mlipir ke samping rumah. Kami bersembunyi. Apa karena kami sudah di Jakarta? Kedua orang kepercayaanku ini memang sudah macho dan rapi penampilannya. Hari ini aku hanya mengenakan dress di bawah lutut lengkap dengan balzer warna putih. Aku juga tak berpenampilan terlalu mencolok.Dari kejauhan ku lihat iring-iringan mobil berwarna hitam. Mereka memarkir mobil agak jauh dari tempat pembuangan sampah. Siapa pria yang berdiri paling depan sambil menggandeng anak perempuan itu? Pria itu, rasanya aku sangat familiar dengannya. Ta-pi? Tak mungkin kalau itu Mas Gavrielle. Suamiku tak pernah berpenampilan segarang itu. Rambutnya ia ikat, tubuhnya memang lebih berisi. Dan sejak kapan ia mengenakan kacamata hitam?Sebegitu drastis kah perubahan penampilan
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang