Betul ternyata Tuan Sagef sempat mendekat ke arah kami, ia melihat wajahku dengan seksama. Bersyukurnya Sandy yang sadar dengan hal itu langsung memintaku untuk masuk ke belakang.
“Madam, tadi Chef Luisa memanggil Anda!”
Luisa? Kutajamkan pendengaranku, ternyata memang benar. Sandy memanggil nama Kapten Luis dengan sebutan Luisa.
Aku hanya mengangguk kemudian melengang masuk ke dapur tempat kami memasak. Setelah masuk ke dapur aku mengintip dari celah pintu kalau ternyata Mr. Sagef ngobrol lama dengan Sandy.
Tak lama setelah mereka selesai makan, mereka pun meninggalkan tempat. Lega sekali rasanya.
“Madam.” Panggil Chef Luis. Ia sedang menumis bumbu untuk Kepiting.
Aromanya menusuk hidungku. Aku teringat kembali pada anak-anakku. Sudah sebesar apa meerka sekarang. Tak ada satu medsos pun yang bisa kami akses untuk mencari berita tentang anak-anakku. Yang ada hanya berita keluarga Baskoro Group itu pun ha
Di dekat tempat pembuangan sampah itu terdapat beberapa rumah yang berderet. Banyak anak-anak kecil yang bermain di sekitarnya. Kapten Luis menarik lenganku, begitu juga Sandy. Ia langsung sigap untuk berjalan mlipir ke samping rumah. Kami bersembunyi. Apa karena kami sudah di Jakarta? Kedua orang kepercayaanku ini memang sudah macho dan rapi penampilannya. Hari ini aku hanya mengenakan dress di bawah lutut lengkap dengan balzer warna putih. Aku juga tak berpenampilan terlalu mencolok.Dari kejauhan ku lihat iring-iringan mobil berwarna hitam. Mereka memarkir mobil agak jauh dari tempat pembuangan sampah. Siapa pria yang berdiri paling depan sambil menggandeng anak perempuan itu? Pria itu, rasanya aku sangat familiar dengannya. Ta-pi? Tak mungkin kalau itu Mas Gavrielle. Suamiku tak pernah berpenampilan segarang itu. Rambutnya ia ikat, tubuhnya memang lebih berisi. Dan sejak kapan ia mengenakan kacamata hitam?Sebegitu drastis kah perubahan penampilan
Ku ikuti langkah Mbok Sumi masuk lewat pintu samping rumah hingga sampai di toilet luar rumah.“Mbak, maaf ya. Alangkah baiknya mandi dulu. Akan saya siapkan baju ganti dan seragam ART seperti Mia dan Ratmi.” Tutur Mbok Sumi pelan.Mbok Sumi lantas membuka pintu toilet. Aku termangu sesaat menatap kebun belakang toilet luar yang di sulap begitu indah. Gazebo, kolam juga air mancur. Ternyata suamiku sedang duduk di Gazebo sambil menghisap cerutu. Ia terlihat begitu dingin dan arogan. Aku memahami kesedihannya selama beberapa tahun ini. Aku pun terpaksa sembunyi demi bisa menemuinya kembali. Aku begitu rindu padanya juga anak-anakku.Mbok Sumi memberikan paper bag padaku. Ku tutup pintu toilet perlahan. Selama menempati rumah tak pernah sekalipun aku masuk ke toilet yang biasanya di gunakan bodyguard juga security ini. Tak masalah buatku, bisa kembali ke rumah saja aku sudah bersyukur.Selama setangah jam aku membersih
Apa hanya suamiku yang sadar kalau aku memang Renata. Ah, kacau. Aku kurang lihai menyamar. Malam itu juga aku masuk ke kamar. Suasana rumah sudah sunyi. Bodyguard masih berjaga di depan juga ada yang patroli jaga. Ku lepaskan kacamataku dan juga tahi lalat palsuku. Ku lepas seragamku. Ah leganya, bisa kembali ke rumah.Sejenak merebahkan tubuhku setelah perjalanan panjang yang begitu melelahkan. Para bodyguard kakek apakah sudah tiba di rumah mereka masing-masing? Aku harap perjalanan mereka lancar.Mata ini semakin berat saja. Ku ambil selimut yang ada di almari kecil berwarna coklat tua itu. Ku jerang selimut tebal itu untuk menutupi tubuhku yang meringkuk.Sayup-sayup ku dengar suara pintu dibuka. Suaranya mirip dengan suara pintu di buka di pagi hari di warung Culinary A& A yang ku tinggalkan beberapa jam lalu.Masa bodoh. Ku dengar helaan nafas, tubuhku rasanya seperti tersengat aliran listrik. Tiba-tiba saja Mas Gavrielle masuk ke kamarku.“Mas?” Tanyaku dengan kaget.Mas Gavri
Gara-gara ide Mas Gavrielle dan sikap ngeyelnya jadi aku kena batunya.“Tari, jangan mentang-mentang wajah kamu mirip dengan Nyonya Renata, kamu bisa memanfaatkan situasi ya.” Sindir Mbok Sumi.Rasanya hatiku tercubit mendengar omelan pedas dari mulut Mbok Sumi. Tapi kalau dipikir-pikir itu artinya Mbok Sumi adalah orang yang loyal pada suamiku juga diriku. Apa Mbok Sumi nggak bisa mengenaliku sama sekali? Padahal aku sangat kangen dengan Simbok. Ingat masa lalu, bagaimana ia memperlakukanku dengan baik meskipun sikap majikannya alias suamiku sangat arogan padaku.“Tuan hanya menjelaskan tugas pada saya Mbok.”Mbok Sumi melengos dan memonyongkan bibirnya. Sungguh, aku sama sekali tidak nyaman dengan sikapnya ini. Meski aku sedang menyamar. Kalau Mbok Sumi tahu semuanya bisa-bisa rencanaku justru runyam malahan.“Ya sudah, kalau begitu naiklah ke lantai dua. Bangunkan Mbak Ansel dan Mas Arsen.” Perintah Mbok Sumi. Aku tak membantah, hanya mengangukkan kepala saja.Hari pertama aku bek
Mungkinkah Papa Syaron tahu kalau aku memang menantu mereka. Aku sama sekali nggak ada niat untuk mengelabuhi mereka yang sudah selama lima tahunan mencariku juga pastinya repot karena harus mengurus anak-anakku. Meskipun mertuaku sudah semakin berumur tapi mereka tetap tampil prima dan modis.Mbok Sumi mengantarkan teh dengan tergopoh-gopoh. Seperti yang ku duga semua jadi heboh. Diantara keriuhan ini justru suamiku yang paling anteng. Karena dia sudah tahu semua yang ku rencanakan.“Tumben kamu tampil rapi hari ini, Vriel? Ada gerangan apa? Bukan karena ART baru ini kan?” Ucap Tante Haruka. Ia benar-benar tak tahu sikon. Mulutnya ternyata benar-benar beracun.Aku benar-benar harus menahan emosiku menghadapi mulut pedas Tante Haruka, kupikir ia wanita yang beradab dan sangat tulus pada keluarga Besar Matsuyama tidak tahunya ia Serigala berbulu Domba.“Ini sudah lima tahun Ma, Renata tidak ditemukan. Tapi aku masih
Pak Khamdan berdiri mematung. Aku yakin beliau masih bingung dengan keadaan ini. Karena aku duduk di sofa paling ujung, jadi aku mendatangi Pak Khamdan.“Alhamdulillah saya masih sehat, Pak. Ayo Bapak duduk dulu.” Pak Khamdan menurut, ia lalu duduk.“Bapak jangan ikutan sedih Pak. Hari ini sudah banyak orang yang menangis di sini.” Bujukku dengan setengah bercanda. Tapi rupanya hal itu tidak mempan juga. Pak Khamdan menangis tanpa suara.“Saya menemukan tas nyonya yang remuk di dekat puing-puing pesawat. Karena itu saya yakin nyonya sudah tiada.” Kata Pak Khamdan pelan.Aku yakin pasti keluarga besar Baskoro mengalami hari-hari yang pahit. Tak beda jauh dengan apa yang ku alami selama lima tahun ini.Pak Khamdan lantas menyeruput teh yang ada di meja. Kami akhirnya ngobrol santai. Mas Gavrielle dengan entengnya menyalakan televisi. Ia memutar iklan yang memperlihatkan produk teh yang ku rac
Mataku semakin pedas saja dan rasanya aku semakin ingin menangis. Ternyata sambal yang ku makan pedas sekali. Aku meraih tempat air yang di bawa Mas Gavrielle lalu menuang air ke gelas.“Huh, pedesss.” Mas Gavrielle memberiku tissue makan.“Kenapa kamu nggak ngomong sejak dulu, Sen?” Protes Mas Gavrielle di sertai tatapan tajam.Nyali Arsen pasti ciut. Ia jadi menundukkan pandangannya. Tak berani menatap aku maupun Mas Gavrielle.“Sudah dong Mas, jangan marahi Arsen. Yang penting kita sudah kumpul lagi.”Mas Gavrielle lantas berjalan ke wastafel untuk mencuci tangan. Ia kembali setelah mencuci wajahnya.“Maafin Papa, Cen. Bukan maksud Papa begitu.” Mas Gavrielle mengacak rambut Arsen lalu ia duduk kembali.Aku nggak menyangka sama sekali kalau putraku ternyata adalah sosok yang sudah memberi modal secara tidak langsung pada usahaku. Dulu aku merintis usaha itu dari nol. Kal
Klek.Pintu kamar kembali terbuka ternyata Mas Gavrielle tidak pergi kemanapun. Ia hanya menguping di belakang pintu.“Ternyata kalian rese sama Papa ya?”Anak-anakku turun dari ranjang sambil membawa guling juga bantal. Mereka mencebikkan bibirnya membuat geli. Persis aku juga Mas Gavrielle kalau ngambek.“Makanya lain kali jangan iseng. Besok kita ke tempat kakek setelah ambil rapor.”Anak-anakku membawa bantal dan guling keluar kamar sambil tertawa.“Yes.” Ucap Arsen.“Kita ke Jepang?”Mas Gavrielle menggeleng.”Ke Bogor Ren. Kakek Kenzo tinggal di Indonesia setelah di perbolehkan keluar dari rumah sakit.”Aku bisa bernafas lega setelah tahu kabar ini.“Kita ke kantor polisi sebentar besok. Kamu nggak perlu takut, Ren. Lini bisnis kita aman. Barang bukti yang ada aman di tangan Kapten Luis. Salinan juga sudah di bawa ke pengacara papa.”Meskipun semua bukti aman tapi aku masih sedikit was-was. Ku pikir Kakek Kenzo adalah pria yang kejam tidak tahunya semua tindakannya karena kesalah
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang