Mungkinkah Papa Syaron tahu kalau aku memang menantu mereka. Aku sama sekali nggak ada niat untuk mengelabuhi mereka yang sudah selama lima tahunan mencariku juga pastinya repot karena harus mengurus anak-anakku. Meskipun mertuaku sudah semakin berumur tapi mereka tetap tampil prima dan modis.
Mbok Sumi mengantarkan teh dengan tergopoh-gopoh. Seperti yang ku duga semua jadi heboh. Diantara keriuhan ini justru suamiku yang paling anteng. Karena dia sudah tahu semua yang ku rencanakan.
“Tumben kamu tampil rapi hari ini, Vriel? Ada gerangan apa? Bukan karena ART baru ini kan?” Ucap Tante Haruka. Ia benar-benar tak tahu sikon. Mulutnya ternyata benar-benar beracun.
Aku benar-benar harus menahan emosiku menghadapi mulut pedas Tante Haruka, kupikir ia wanita yang beradab dan sangat tulus pada keluarga Besar Matsuyama tidak tahunya ia Serigala berbulu Domba.
“Ini sudah lima tahun Ma, Renata tidak ditemukan. Tapi aku masih
Pak Khamdan berdiri mematung. Aku yakin beliau masih bingung dengan keadaan ini. Karena aku duduk di sofa paling ujung, jadi aku mendatangi Pak Khamdan.“Alhamdulillah saya masih sehat, Pak. Ayo Bapak duduk dulu.” Pak Khamdan menurut, ia lalu duduk.“Bapak jangan ikutan sedih Pak. Hari ini sudah banyak orang yang menangis di sini.” Bujukku dengan setengah bercanda. Tapi rupanya hal itu tidak mempan juga. Pak Khamdan menangis tanpa suara.“Saya menemukan tas nyonya yang remuk di dekat puing-puing pesawat. Karena itu saya yakin nyonya sudah tiada.” Kata Pak Khamdan pelan.Aku yakin pasti keluarga besar Baskoro mengalami hari-hari yang pahit. Tak beda jauh dengan apa yang ku alami selama lima tahun ini.Pak Khamdan lantas menyeruput teh yang ada di meja. Kami akhirnya ngobrol santai. Mas Gavrielle dengan entengnya menyalakan televisi. Ia memutar iklan yang memperlihatkan produk teh yang ku rac
Mataku semakin pedas saja dan rasanya aku semakin ingin menangis. Ternyata sambal yang ku makan pedas sekali. Aku meraih tempat air yang di bawa Mas Gavrielle lalu menuang air ke gelas.“Huh, pedesss.” Mas Gavrielle memberiku tissue makan.“Kenapa kamu nggak ngomong sejak dulu, Sen?” Protes Mas Gavrielle di sertai tatapan tajam.Nyali Arsen pasti ciut. Ia jadi menundukkan pandangannya. Tak berani menatap aku maupun Mas Gavrielle.“Sudah dong Mas, jangan marahi Arsen. Yang penting kita sudah kumpul lagi.”Mas Gavrielle lantas berjalan ke wastafel untuk mencuci tangan. Ia kembali setelah mencuci wajahnya.“Maafin Papa, Cen. Bukan maksud Papa begitu.” Mas Gavrielle mengacak rambut Arsen lalu ia duduk kembali.Aku nggak menyangka sama sekali kalau putraku ternyata adalah sosok yang sudah memberi modal secara tidak langsung pada usahaku. Dulu aku merintis usaha itu dari nol. Kal
Klek.Pintu kamar kembali terbuka ternyata Mas Gavrielle tidak pergi kemanapun. Ia hanya menguping di belakang pintu.“Ternyata kalian rese sama Papa ya?”Anak-anakku turun dari ranjang sambil membawa guling juga bantal. Mereka mencebikkan bibirnya membuat geli. Persis aku juga Mas Gavrielle kalau ngambek.“Makanya lain kali jangan iseng. Besok kita ke tempat kakek setelah ambil rapor.”Anak-anakku membawa bantal dan guling keluar kamar sambil tertawa.“Yes.” Ucap Arsen.“Kita ke Jepang?”Mas Gavrielle menggeleng.”Ke Bogor Ren. Kakek Kenzo tinggal di Indonesia setelah di perbolehkan keluar dari rumah sakit.”Aku bisa bernafas lega setelah tahu kabar ini.“Kita ke kantor polisi sebentar besok. Kamu nggak perlu takut, Ren. Lini bisnis kita aman. Barang bukti yang ada aman di tangan Kapten Luis. Salinan juga sudah di bawa ke pengacara papa.”Meskipun semua bukti aman tapi aku masih sedikit was-was. Ku pikir Kakek Kenzo adalah pria yang kejam tidak tahunya semua tindakannya karena kesalah
Itu taruhannya itu banyak Tante. Uang saku selama dua bulan.” Kata Yogi dengan senyum getir dan wajah cemberut.Arsen dan Ancel tertawa nyengir sesaat. Mas Gavrielle melirik ke arah mereka dan mereka pun kicep.“Berdiri.” Ku raih tangan Yogi dan anak yang sedikit gembul itu pun berdiri dengan sedikit kesusahan.“Sekarang kalain batalkan taruhannya. Tante akan mentraktir kalian di kedai Tante. Kalian mau?”Teman-teman Arsen pun bersorak.“Tante ini beneran ya punya channel video yang viral dan di omongin Arsen itu?”Ternyata selama ini putraku benar-benar antusias dengan tayangan channelku.“Iya, Tante yang siaran di video yang selalu di tonton Arsen.” Jawabku lugas. Tidak baik berbohong pada anak-anak. Orang tua idealnya menjadi panutan dan contoh yang baik bagi anak-anak.“Kalau begitu mamaku fans tante dong. Mamaku belajar memasak dari channel Tante. Sekarang papa ja
Mas Gavrielle buru-buru menyelesaikan makannya. Tak seperti biasanya ia tidak menghabiskan Dara Bacem Bakar yang sudah disajikan Mas Badrun.Mas Gavrielle meninggalkan meja.”Aku sudah selesai makan, mau ketemu Mas Badrun dulu.” Pamit suamiku. Ia meninggalkan mejaArsen masih saja cemberut. Aku ingin segera menemui kakek juga eyang putriku. Aku penasaran juga dengan apa yang di lakukan oleh suamiku.Mas Gavrielle ternyata benar menemui Mas Badrun. Mereka berdua ngobrol di salah satu bangku pengunjung. Sembari menghisap sebatang rokok Mas Gavrielle terbahak. Entah apa yang di bicarakan dengan Mas Badrun. Aku menyimak di belakang dinding.“Akhirnya nyonya besar pulang juga Mas.” Kata Mas Badrun.”Kok surem banget wajahnya. Ada masalah?”Mas Gavrielle mengambil es jeruk yang ada di depannya lalu menyeruputnya.“Menurutmu Renata masih cinta sama aku nggak ya? Aku tiba-tiba saja kepikiran hal ini. Bayangkan lima tahun Drun, aku nggak menyentuh istriku.”Sungguh di luar dugaan apa yang ku den
Eyang putri menatapku dengar nanar. Selama lima tahun ini pastilah beliau menyangka kalau aku cucu satu-satunya sudah tiada. Pasti eyang sangat terpukul saat itu.“A-ta? Kamu beneran cucuku? Kamu masih hidup nak?”Eyang merengkuh tubuhku. Kami larut dalam tangis. Aku pun tak bisa berbuat banyak saat kecelakaan pesawat itu selain menyelamatkan diri dan berupaya menemukan dalang jatuhnya pesawat yang hendak membawaku pulang ke Jakarta.Mas Gavrielle duduk di samping kursi eyang putri.“Gavrielle kenapa kamu tega sekali pada eyang nggak memberi tahu keberadaan Renata?” Protes eyang.Mas Gavrielle hanya diam. Anak-anakku ikutan duduk seperti papanya. Mereka duduk di samping kursi suamiku. Mereka berebut kursi dan akhirnya Arsen duduk di samping kiri eyangku. Aku duduk di sebelah kanan kursi Arsen.“Ma, lupa ya oleh-olehnya tadi. Pa, bagasinya di kunci atau nggak?” Arsen berdiri menghadap Mas Gavrielle hendak turun menuruni undakan yang ada di depan teras.“Papa ambilkan. Ayo temani Papa.”
“Kek, yang penting Ata sudah ada di sini. Kakek harus sehat lagi ya.”Kakek menggenggam tanganku.”Maafin Kakek, Ata. Kakek tidak bisa melindungimu. Kakek masih ingin sehat lagi, semoga keluarga kita di lindungi Tuhan.”Setelah permintaan maaf kakekku beberapa tahun yang lalu. Dan satu persatu misteri di keluarga besar Matsuyama terkuak, baru aku sadar kalau kakekku juga sosok yang begitu kesepian juga tertekan. Meski ia memasang sejuta topeng kebengisan juga kekejaman. Ternyata jauh di dalam hatinya, ia begitu merindukan keluarganya.“A-ta keluar dulu. Istirahat lagi. Besok kalau keadaan kakek sudah membaik kita jalan-jalan bareng anak-anak.”Ku tinggalkan ruangan eyang putri. Mas Gavrielle dan eyang putri duduk di ruang keluarga sembari nonton televisi. Rupanya Arsen yang memutar Spong Bob. Ia terbahak-bahak sambil guling-guling. Betapa berharganya waktu kebersamaan itu. Demi hari ini selama lima tahun ini, mataku selalu saja bengkak setiap menjelang malam. Aku ingat anak-anakku. Kam
“Kalau nggak cinta aku nggak kembali.” Jawabku lugas.Mas Gavrielle menatap wajahku dan menyatukan kedua dahi kami.”Aku sama sekali nggak merawat diriku sejak nggak ada kamu, Ren.” Ucapnya dengan suara parau.”Aku nggak menyangka ternyata feelingku kalau selama ini kamu masih hidup nggak salah.”Aku sempat memikirkan kalau suamiku menikah lagi atau bahkan punya banyak gandengan baru. Ternyata aku masih menjadi ratu di hatinya.“Anak-anak beranjak dewasa, Mas harus jaga kesehatan.” Ucapku. Ku tepuk kedua pipinya dengan kedua tanganku.Mas Gavrielle justru menitikkan air mata. Sejak aku masuk kembali ke kediaman suamiku, aku bahkan tak pernah melihatnya bersedih. Aku melihat gairah hidupnya kembali. Apalagi saat ia tahu kalau aku memang Renata bukan Tari, pemulung yang menyamar.“Lima tahun aku begitu menyesali kepergianmu, hari itu aku memang meminta Kapten Luis untuk menjagamu juga Shandy. Apapun
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang