“Sumpah gue bisa gila kalo hari ini kerja!” ucap Karina di depan jendela kamarnya. Usai bangun tidur di hari libur, Karina merasa lega karena masih bisa menghirup udara pagi dan cahaya matahari belum begitu masuk ke dalam kamarnya yang artinya dia bangun tidak terlalu siang. Bukan tanpa sebab, melainkan Karina sendiri sudah seperti mabuk dengan pernyataan dari Marchel soal pertemuannya semalam. “Gue gak habis pikir gimana caranya gue menyikapi dia. Sedangkan gue masih butuh informasi kejelasan soal dia, mantan istri, dan anaknya itu,” ungkap Karina sedikit melamun melihat pot bunga yang sudah terbelah jadi dua. Di balik jendela itu, Karina mulai menghela napas panjang. Mencoba untuk memikirkan soal perasaan Marchel kepada dirinya di malam hari kemarin. “Apa ini momen yang pas buat gue minta penjelasan ke dia sebelum gue sendiri menjawab pertanyaan itu,” ungkap Karina. “Tapi … ngapain juga gue jawab pertanyaan dia, kan ga ada hubungannya sama dia. Lah orang dia sendiri yang ngung
Siapa sangka, kalimat yang dilontarkan oleh Karina ternyata cukup membuat Luna sakit hati. Tepat di hari pertama masuk kerja setelah libur weekend, kini Luna merencanakan sesuatu yang akan membuat kakak tirinya kembali mengalami masalah! “Tunggu saja pembalasan gue. Dalam bentuk apa pun itu, gue akan terus mencari cara bagaimana caranya untuk ngancurin lo perlahan!” gumam Luna dengan sedikit geram. Lift tertutup. Bayangan Karina pun hilang begitu saja dari balik pintu lift. Luna yang sedari tadi berdiri di depan sebuah meja kecil pun akhirnya melangkah perlahan. Dia berpapasan dengan Kayla yang sudah dia ingat sebelumnya bahwa wanita tersebut adalah adik dari Marchel. Sedikit saling berpandangan, tetapi Luna memilih untuk cuek dan tidak mau menyapa sama sekali kepada Kayla. Di tempat lain, Karina masih tidak percaya bahwa hari ini adalah hari yang membuatnya sedikit bergetar hatinya. Bagaimana tidak, usai Marchel mengungkapkan semua perasaannya secara terang-terangan, kini dia d
“Lepasin tangan gue Marchel!” kecam Karina. “Lepasin! Gue bisa jalan sendiri, ish!” teriaknya sedikit meninggikan suara. Sejak keluar dari mobil, Marchel seolah memborgol tangan Karina dengan salah satu tangannya untuk masuk ke dalam sebuah resto. Malam ini seperto malam penyiksaan bagi Karina karena dirinya dituntut untuk menjawab pertanyaan Marchel tiga hari yang lalu. Seolah ini bukan lagi PR seperti anak sekolahan, tetapi seperti tugas yang dikejar deadline. “Lo bisa ga sih memperlakukan cewe baik-baik gitu!” ketusnya ketika berada di tengah keramaian menuju tempat meja nya. “Kamu ini dari dulu sama saja! Kalo aku sampe lepasin nih tangan, yang ada malah kabur kaya bocah tau ga!” jawab Marchel dengan ketus. Omongan itu nyatanya tidak membuat Karina sakit hati sama sekali. Malahan yang dirasakan oleh Karina seperti mengingat masa lalu di waktu sekolah. Sikapnya yang keras kepala karena tidak mau diatur mengingatkannya bagaimana dulu Marchel juga sering geram dan memarahinya h
Di bawah penerangan yang kurang, Karina merasa sangat gugup. Tidak sanggup rasanya untuk menegur Marchel agar menyalakan lampu dalam mobil. Entah kenapa Karina merasa seperti orang yang terlahir kembali setelah menerima semua kenyataan Marchel meskipun dirinya masih ingin obrolan tersebut berlanjut. Sedangkan Marchel, dia merasa sangat senang karena bisa menaklukkan hati Karina dan bersyukur karena Karina bisa menerima masa lalu dirinya yang sudah pernah menikah sebelumnya. “Eee … gue bisa nanya lebih lanjut lagi ga?” tanya Karina sedikit ragu. Marchel yang sedang fokus menyetir itu pun langsung menoleh ke arah Karina, lalu dengan jelas dia berkata, “Karina, tanya saja apa yang membuat kamu penasaran.” Karina merasa canggung sekali. Padahal, waktu yang lama sudah seharusnya membuat dirinya tak lagi merasa canggung hanya sekedar bertanya kepada Marchel. Tetapi, kali ini dia mencoba untuk membunuh pikiran negatifnya tersebut. “Gue masih pengen tau soal masa lalu lo. Emang lo ga keb
Hubungan antara Marchel dengan Karina ini terjalin secara diam-diam. Tidak ada yang mengetahui apa yang sebenarnya mereka jalanin lebih dari seorang atasan dengan bawahan. Terlebih karena ruang kerja mereka dalam satu ruangan hanya dibatasi oleh sekat biasa, hubungan mereka semakin aman terkendali dari gosip kantor. Setelah resmi Karina berstatus sebagai pacar Marchel, saban hari selalu saja ada kisah romantis antara mereka. Dari yang awalnya hanya saling menyapa mengucapkan selamat pagi, kini mereka sudah melampui batas. Tidak lain adalah meninggalkan ciuman di pipi Karina karena Marchel selalu menyapanya sekaligus mencium aroma wangi parfum milik Karina yang masih fresh. Begitu juga Karina, setelah berhari-hari dirinya merasa sudah tidak lagi canggung, tentunya tingkah yang dilakukan juga semakin berani. Tidak jarang Karina setiap kali streching karena penat dengan kerjaan dirinya menghampiri Marchel dan duduk di atas kursi kantor sembar tangannya dilingkarkan ke leher Marchel.
Daniel memasuki ruangan dengan bersiul. Kali ini wajahnya sumringah seolah mendapat sebuah hadiah yang tidak terduga. Namun, dalam batinnya dia juga merasa kesal karena Karina ternyata berpihak pada Marchel bukan dirinya. “Usaha gue buat ngeyakinin itu cewe biar ga kemakan sama duda ternyata gagal. Dasar cewe matre emang dia!” ketus Daniel dalam batinnya. Kekesalan yang dialami oleh Daniel ini memnag berasal dari kejadian yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tidak ada yang bisa dihindari dari kejadian itu termasuk Karina yang memasang wajah seperti ketakutan akan kejadiannya dengan boss sendiri. “Baiklah, sekarang gue tahu apa yang bakal lo lakuin di ruangan itu, Karina. Lo mau gue spill ke semua orang atau bagaimana nih?” imbuhnya dalam hati sambil tersenyum mengejek. Saat Daniel menaruh dokumen di atas meja, tiba-tiba ada sedikit keributan di ruangannya. Ada kesalahan dari anak baru yang tak lain itu adalah Luna. Daniel menoleh, melihat wajah gadis itu seperti ingat p
“Bagaimana, Pak? Apa ada yang saya bantu?” tanya Daniel. Lewat dua puluhmenit Daniel baru bisa masuk ke dalam ruangan milik Marchel. Di ruangan itu memang sepi hanya ada suara ketikan dari laptop Karina dan selebihnya Marchel yang memainkan bolpoint diputar-putar. “Aku memanggilmu tau karena apa?” tanya Marchel menjawab pertanyaan dari Daniel.“Aku tidka mengetahuinya, Pak,” balas Daniel sok polos. Marchel mengeluarkan dokumen berwarna kuning dan map berawrna hijau botol. Itu adalah tugas yang dikirim oleh Daniel satu hari yang lalu. “Liat itu dokumen milik siapa,” kata Marchel sedikit melemparkan kedua benda tersebut. Dengan sedikit ketakutan, Daniel berusaha untuk membuka map tersebut dan ternyata apa yang disampaikan oleh Marchel benar apadanya. Dia menaruh dokumen tersebut bukan ditujukan untuk Marchel tetapi kepada divisi yang lain. Dengan gegabah, Daniel pun langsung menepuk jidatnya sendiri sembari meminta maaf sambil tertawa. Sikap Marchel yang cenderung jarang sekali m
Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pikiran yang rumit, kini waktunya Karina mencoba memantapkan diri dengan pilihan pakaian yang akan dikenakan untuk bertemu dengan gadis kecil yang tak lain adalah anak Marchel. Jauh hari Karina sempat berpikir apakah dirinya bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk Reyna atau tidak. Meskipun dirinya baru menjalin kedekatan dengan Marchel beberapa hari yang lalu, tetapi Karina sudah terlalu jauh memikirkan untuk menjadi sosok ibu yang baik. Dia pun sudha tidak ingin menjalin hubungan yang tanpa kejelasan seperti kisah cinta anak sekolah. Yang dia pikirkan adalah keseriusan hubungan, terlebih usianya yang sudah matang juga membuatnya berpikiran demikian. “Gue terlihat norak kah pake pink?” tanya Karina. Kepribadian Karina yang sedikit tomboy itu meragukan dirinya sendiri di depan cermin. Tidak ada rasa percaya diri ketika dia memakai dress berwarna pink mengkilap. Sambil menjinjing sedikit kainnya, dia pun mengubah ekspresi wajahnya. “Serius
Minggu terakhir di bulan itu, Marchel mencoba untuk menyendiri lebih dulu. Di teras lantai dua rumahnya, terlihat sudah secangkir kopi dan biskuit yang menemani Marchel untuk kali ini.Dia sama sekali tidak ingin terlalu banyak pikiran setelah beradu debat dengan orang terdekatnya di kantor, Daniel.“Aku sama sekali tidak menyesal mengeluarkan dia. Harusnya dia yang menyesal karena sudah aku keluarkan di perusahaanku,” ucap Marchel sambil memandang ke arah taman rumahnya.Meskipun pikiran sedang ruwet, tetapi Marchel bukan lah orang yang suka menyesap sigaret. Dia selalu saja membiarkan dirinya termenung dan mengisitrahatkan pikirannya.“Benar, aku harus segera menjelaskan kepada mama secaptnya,” ucapnya.Pagi hari itu memang sudah dijadwalkan oleh Marchel untuk berbicra empat mata dengan Tania. Meskipun di balik itu semua Kayla tetap saja ragu dan takut kalo saja mama bisa marah atas tindakan yang dilakukan oleh kakanya.Karena tidak mendapat izin untuk berunding, Kayla hanya
Hari ini sesuai dengan janji Marchel, dia akan membawa Karina datang ke rumahnya. Semua dilakukan agar Tania atau mama kandungnya sendiri yang harus segera mengetahui semua sebelum Rosa berulah lagi.“Dengarkan aku, Karina,” ucap Marchel sambil memegang tangan Karina yang dingin karena merasa gugup sudah berada di depan rumah Marchel.“Mama tidak menakutkan seperti yang kamu pikirkan. Dia orang yang punya empati yang tinggi dan bisa melihat masalah dari berbagai sisi.Jadi, tolong berikan citra positif dan yakinkan dia bahwa kamu bukan orang yang sembarangan dan semua tuduhan itu salah,” ucap Marchel meyakinkan.Karina hanya memandang ke arah Marchel dengan dalam lalu menghela napas dalam saat melihat pintu rumah Marchel masih tertutup rapat.Karina mengangguk dan melepaskan seat belt lalu turun berdampingan dengan Marchel masuk ke rumah tersebut.Agenda ini memang sudah dijadwalkan untuk Karina sendiri karena Tania juga siap untuk menerima penjelasan dari karina.Dari situ,
“Apa benar kamu mengajak wanita itu ke hotel, Marchel!” Teriakan itu membuat salah satu asisten rumah tangga di rumah Marchel langsung kembali mengambil alat pel dan keluar dari ruangan tersebut.Satu kalimat yang tinggi itu sontak membuat Kayla langsung berdiri menghadap mama nya sendiri. Termasuk Mmarchel yang juga tidak tau apa tuduhan yang selanjutnya diterima kepadanya.“Apa maksud—”“Berhenti, Marchel!” bantah Tania dengan menodong tangannya ke arah anak pertamanya itu. Sekian dirinya mulai mendapat kabar tentang hotel yang diberikan oleh Rosa berupa sebuah foto.“Sekarang, jawab jujur kepada mama! Apa yang kamu lakukan dengan wanita murahan itu di hotel hah!” bantah Tania.Marchel langsung menggeleng kepalanya karena tidak ingin mendengar Karina mendapat tuduhan wanita seperti itu.Dia pun sadar bahwa mama nya belum bisa mengontrol emosinya atau memang masih mendapat teror dari mertuanya sendiri.“Mah, sekarang Marchel mau jelasin dulu. Mama tenang dulu, duduk di sini
Tuduhan kesekian kalinya membuat Tania sedih. Rosa dan Anita selalu saja datang saat dirinya tak ingin mengharapkan itu.Terlebih lagi soal Marchel yang dituduh menginap di hotel dengan Karina. “Ini benar sesuatu yang tidak bisa aku terima. Apa benar Marchel itu melakukan hal itu?” pikir Tania di dalam hatinya.Pagi menuju siang itu membuat Ttania sedikit pening. Dia pun langsung menutup pintu rumah dan beristirahat sejenak.Kayla, yang sudah mengetahui semua masalah itu pun mengelak bahwa Kkarina tidak mungkin berbuat demikian.“Kak, kamu harus segera bilang ke mama. Aku tidak biasa mendengar tudahan seperti ini. Apalagi ini juga menyangkut kedua keluarga besar.Aku takut citra kakak pasti jelek di antar keluarga mereka,” ucap Kayla kepada Marchel saat berada di ruang tengah.“Sudah pasti, Kayla. Citra kakak sudah hancur saat itu juga. Aku tidak percaya Mama Rosa akan mengatakan hal ini kepadaku terlebih soal tuduhan itu.Ini sangat berbahya buat diriku sendiri dan semua mas
“Kamu gila Marchel! Ngapain wanita penggoda itu malah mau kau jadikan sebagai istrimu?” tanya Tania dengan membentak.“Aku sama sekali tidak pernah setuju mama bilang dia adalah wanita penggoda. Sekarang, tenangkan semua emosi mama.Aku akan menceritakan semuanya dengan jelas. Dengan bukti. Bukti siapa yang menyebarkan video itu dan siapa dibalik dalang semua ini,” tegas Marchel.“Mama tidak—”Tiba saja Marchel langsung keluar dari ruangan tersebut. Percakapan pun berakhir karena Marchel tau jika nantinya ucapan itu akan diteruskan, pasti tidak ada jalan temunya.Semua yang dijelaskan olehnya akan sia-sia saja karena Marchel tidak mau berdebat dengan Tania yang masih marah.Untuk menghindari hal itu, Marchel langsung keluar dari ruangan utama. Kembali ke rumahnya di pagi hari setelah menjalankan satu hari weekend di rumah.Tania memang belum menyentuh rumah Marchel dalam seminggu setelah kasus itu terjadi. Dia merasa sangat gagal mendidik Marchel dan masih terpengaruh oleh uca
“Jadi, dia membayar upah untukmu?” “Maaf, Pak Marchel … Say—”“Berhenti! Mulai sekarang, kamu saya berhentikan kerja di sini. Urus semua data ke HRD hari ini juga! Saya tidak mau tau!” Percakapan singkat itu membuat Marchel semakin geram kepada petugas cctv yang selama ini dia percayai. Bagaimana tidak, petugas tersebut menerima upah dari Daniel untuk meminta salah satu video yang sampai saat ini sudah tersebar.Kecewa yang sangat mendalam itu pun akhirnya membuat Marchel semakin murka. Dia berjalan dnegan langkah yang lebar denganw ajah yang kesal.Bukan kembali ke ruangan kerjanya melainkan ke ruangan HRD. Di dalam ruangan itu, Marchel benar-benar sudah bulat untuk menyampaikan apa yang dia inginkan.“Sekarang, atas nama Daniel. Buat suarat PHK untuknya. Urus semua adm dan segalanya hari ini juga. Saya tidak mau tau, sekarang surat itu harus turun ke Daniel!” gugat Marchel.HRD perusahaan pun kaget melihat emosi Marchel yang mendadak. Dia tidak tau apa yang sedang terjadi, sehingg
“Lo gapapa ngajak gue makan malam gini?” tanya Karina.Marchel hanya memandang dirinya tanpa mengatakan apa pun, lalu mengaduk minuman yang dia pesan sebelumnya.Dengan wajah yang cukup lesu, karena penuh dengan kerjaan yang harus segera dilaporkan, Marchel pun berdecak.“Tidak ada yang melarang aku buat ngajak kamu makan di sini. Biarkan saja orang lain tau hubungan kita, memang aku serius juga kok,” jawab Marchel dengan santai.Karina mencoba menancapkan garbu pada steak miliknya, lalu berhenti sejenak. Dia melihat ke arah Marchel dengan tatapan kosong saaat lelaki itu berhenti berkata.Ada salah satu ucapan yang membuat Karina sedikit bingung, bukan lain adalah kata serius. “Serius maksudnya?” tanyanya.Marchel mencoba menelan makanan yang sudah ada di mulutnya, lalu mengambil selembar tissu dan mengelapnya di ujung bibir.Saat itu, Marchel langsung menyesap minumannya sedikit. “Aku bilang benar dan jujur. Aku bilang ke kamu kalo hubungan ini akan dibawa serius, Karina.”K
“Gue sama sekali gak tau siapa orang itu,” ucap Karina dalam hatinya.Setelah mengetahui bahwa Marchel mengatakan dirinya menjadi tuduhan, kini Karina sama sekali dibuat pusing dengan beredarnya foto tersebut.Dia pun melihat ke arah cctv ruangan tersebut dan segera memukul ringan kepalanya berulang kali. “Gue juga gak sadar sih gila kali ngelakuin hal semacam itu bisa-bisanya ada cctv dan gue seenaknya gitu gak sadar!”Karina terus memarahi dirinya sendiri. Seolah ini adalah kesalahannya sendiri, terlebih ketika dia melihat foto yang dikirim oleh Marchel melalui teleponnya.“Gila lo Karina! Pantes aja mereka bilang nuduh gue ini itu karena gue juga gak sadar ada kamera cctv di sini. Belum lagi orang stress itu kok bisa sampai berani pasang video?” lanjut Karina.Hari ini Marchel datang terlambat. Izin kepada seluruh bawahannya untuk menunda meeting di sore hari. Karina, yang masih duduk di depan laptopnya pun masih tak bisa berpikir untuk bekerja saat itu juga.Energinya seol
"Apa kamu lupa dengan janjimu, Marchel!?" bantah Tania.Setelah melakukan banyak sekali perdebtan soal Kkarina, kini Marchel tertampar dengan kalimat Tania, ibu kandungnya sendiri.Dia ngat bahwa salah satu pesan dari mantan istrinya yang meninggal adalah bukan tentang wanita lain. Tetapi, soal anak mereka yang baru saja lahir ke dunia."Mah, Marchel bisa jelasin semuanya. Ini bukan tentang Karina, dan ini salah paham, Mah," jawab Marchel memohon.Lepas pulang dari kantor, Marchel kembali menghadap Tania yang terus seperti layaknya seorang wartawan. Tania bercerita maksud kedatangan Rosa ke rumahnya di siang hari itu.Saat itu juga Tania memberikan semua bukti foto yang sudha berhamburan di lantai dengan jelas kepada Marchel."Lihat apa yang kamu lakukan!" bantah Tania.Seperti sebuah ancaman, Tania pun seperti ingin menampar anaknya sendiri. Pengaruh ucapan dan bukti foto yang diterima dari Rosa membuatnya seketika kesal dengan Marchel sendiri.Dia tak bisa menjelaskan secar