Siapa sangka, kalimat yang dilontarkan oleh Karina ternyata cukup membuat Luna sakit hati. Tepat di hari pertama masuk kerja setelah libur weekend, kini Luna merencanakan sesuatu yang akan membuat kakak tirinya kembali mengalami masalah! “Tunggu saja pembalasan gue. Dalam bentuk apa pun itu, gue akan terus mencari cara bagaimana caranya untuk ngancurin lo perlahan!” gumam Luna dengan sedikit geram. Lift tertutup. Bayangan Karina pun hilang begitu saja dari balik pintu lift. Luna yang sedari tadi berdiri di depan sebuah meja kecil pun akhirnya melangkah perlahan. Dia berpapasan dengan Kayla yang sudah dia ingat sebelumnya bahwa wanita tersebut adalah adik dari Marchel. Sedikit saling berpandangan, tetapi Luna memilih untuk cuek dan tidak mau menyapa sama sekali kepada Kayla. Di tempat lain, Karina masih tidak percaya bahwa hari ini adalah hari yang membuatnya sedikit bergetar hatinya. Bagaimana tidak, usai Marchel mengungkapkan semua perasaannya secara terang-terangan, kini dia d
“Lepasin tangan gue Marchel!” kecam Karina. “Lepasin! Gue bisa jalan sendiri, ish!” teriaknya sedikit meninggikan suara. Sejak keluar dari mobil, Marchel seolah memborgol tangan Karina dengan salah satu tangannya untuk masuk ke dalam sebuah resto. Malam ini seperto malam penyiksaan bagi Karina karena dirinya dituntut untuk menjawab pertanyaan Marchel tiga hari yang lalu. Seolah ini bukan lagi PR seperti anak sekolahan, tetapi seperti tugas yang dikejar deadline. “Lo bisa ga sih memperlakukan cewe baik-baik gitu!” ketusnya ketika berada di tengah keramaian menuju tempat meja nya. “Kamu ini dari dulu sama saja! Kalo aku sampe lepasin nih tangan, yang ada malah kabur kaya bocah tau ga!” jawab Marchel dengan ketus. Omongan itu nyatanya tidak membuat Karina sakit hati sama sekali. Malahan yang dirasakan oleh Karina seperti mengingat masa lalu di waktu sekolah. Sikapnya yang keras kepala karena tidak mau diatur mengingatkannya bagaimana dulu Marchel juga sering geram dan memarahinya h
Di bawah penerangan yang kurang, Karina merasa sangat gugup. Tidak sanggup rasanya untuk menegur Marchel agar menyalakan lampu dalam mobil. Entah kenapa Karina merasa seperti orang yang terlahir kembali setelah menerima semua kenyataan Marchel meskipun dirinya masih ingin obrolan tersebut berlanjut. Sedangkan Marchel, dia merasa sangat senang karena bisa menaklukkan hati Karina dan bersyukur karena Karina bisa menerima masa lalu dirinya yang sudah pernah menikah sebelumnya. “Eee … gue bisa nanya lebih lanjut lagi ga?” tanya Karina sedikit ragu. Marchel yang sedang fokus menyetir itu pun langsung menoleh ke arah Karina, lalu dengan jelas dia berkata, “Karina, tanya saja apa yang membuat kamu penasaran.” Karina merasa canggung sekali. Padahal, waktu yang lama sudah seharusnya membuat dirinya tak lagi merasa canggung hanya sekedar bertanya kepada Marchel. Tetapi, kali ini dia mencoba untuk membunuh pikiran negatifnya tersebut. “Gue masih pengen tau soal masa lalu lo. Emang lo ga keb
Hubungan antara Marchel dengan Karina ini terjalin secara diam-diam. Tidak ada yang mengetahui apa yang sebenarnya mereka jalanin lebih dari seorang atasan dengan bawahan. Terlebih karena ruang kerja mereka dalam satu ruangan hanya dibatasi oleh sekat biasa, hubungan mereka semakin aman terkendali dari gosip kantor. Setelah resmi Karina berstatus sebagai pacar Marchel, saban hari selalu saja ada kisah romantis antara mereka. Dari yang awalnya hanya saling menyapa mengucapkan selamat pagi, kini mereka sudah melampui batas. Tidak lain adalah meninggalkan ciuman di pipi Karina karena Marchel selalu menyapanya sekaligus mencium aroma wangi parfum milik Karina yang masih fresh. Begitu juga Karina, setelah berhari-hari dirinya merasa sudah tidak lagi canggung, tentunya tingkah yang dilakukan juga semakin berani. Tidak jarang Karina setiap kali streching karena penat dengan kerjaan dirinya menghampiri Marchel dan duduk di atas kursi kantor sembar tangannya dilingkarkan ke leher Marchel.
Daniel memasuki ruangan dengan bersiul. Kali ini wajahnya sumringah seolah mendapat sebuah hadiah yang tidak terduga. Namun, dalam batinnya dia juga merasa kesal karena Karina ternyata berpihak pada Marchel bukan dirinya. “Usaha gue buat ngeyakinin itu cewe biar ga kemakan sama duda ternyata gagal. Dasar cewe matre emang dia!” ketus Daniel dalam batinnya. Kekesalan yang dialami oleh Daniel ini memnag berasal dari kejadian yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tidak ada yang bisa dihindari dari kejadian itu termasuk Karina yang memasang wajah seperti ketakutan akan kejadiannya dengan boss sendiri. “Baiklah, sekarang gue tahu apa yang bakal lo lakuin di ruangan itu, Karina. Lo mau gue spill ke semua orang atau bagaimana nih?” imbuhnya dalam hati sambil tersenyum mengejek. Saat Daniel menaruh dokumen di atas meja, tiba-tiba ada sedikit keributan di ruangannya. Ada kesalahan dari anak baru yang tak lain itu adalah Luna. Daniel menoleh, melihat wajah gadis itu seperti ingat p
“Bagaimana, Pak? Apa ada yang saya bantu?” tanya Daniel. Lewat dua puluhmenit Daniel baru bisa masuk ke dalam ruangan milik Marchel. Di ruangan itu memang sepi hanya ada suara ketikan dari laptop Karina dan selebihnya Marchel yang memainkan bolpoint diputar-putar. “Aku memanggilmu tau karena apa?” tanya Marchel menjawab pertanyaan dari Daniel.“Aku tidka mengetahuinya, Pak,” balas Daniel sok polos. Marchel mengeluarkan dokumen berwarna kuning dan map berawrna hijau botol. Itu adalah tugas yang dikirim oleh Daniel satu hari yang lalu. “Liat itu dokumen milik siapa,” kata Marchel sedikit melemparkan kedua benda tersebut. Dengan sedikit ketakutan, Daniel berusaha untuk membuka map tersebut dan ternyata apa yang disampaikan oleh Marchel benar apadanya. Dia menaruh dokumen tersebut bukan ditujukan untuk Marchel tetapi kepada divisi yang lain. Dengan gegabah, Daniel pun langsung menepuk jidatnya sendiri sembari meminta maaf sambil tertawa. Sikap Marchel yang cenderung jarang sekali m
Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pikiran yang rumit, kini waktunya Karina mencoba memantapkan diri dengan pilihan pakaian yang akan dikenakan untuk bertemu dengan gadis kecil yang tak lain adalah anak Marchel. Jauh hari Karina sempat berpikir apakah dirinya bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk Reyna atau tidak. Meskipun dirinya baru menjalin kedekatan dengan Marchel beberapa hari yang lalu, tetapi Karina sudah terlalu jauh memikirkan untuk menjadi sosok ibu yang baik. Dia pun sudha tidak ingin menjalin hubungan yang tanpa kejelasan seperti kisah cinta anak sekolah. Yang dia pikirkan adalah keseriusan hubungan, terlebih usianya yang sudah matang juga membuatnya berpikiran demikian. “Gue terlihat norak kah pake pink?” tanya Karina. Kepribadian Karina yang sedikit tomboy itu meragukan dirinya sendiri di depan cermin. Tidak ada rasa percaya diri ketika dia memakai dress berwarna pink mengkilap. Sambil menjinjing sedikit kainnya, dia pun mengubah ekspresi wajahnya. “Serius
“Hei, Reyna! Ayo jangan malu, kenalan dulu sama kakak!” ajak Marchel kepada anaknya.Gadis kecil itu masih bersembunyi di belakang kaki Marchel, ayahnya sendiri. Mencoba mengintip siapa orang yang datang bersama ayahnya itu masuk ke rumah pertama kali.Karina yang tersenyum kini pun langsung berlutut agar bisa melihat Reyna secara dekat. Dia mencoba mengulurkan tangannya agar bisa mengajak berkenalan langsung.“Halo, Reyna. Ayo! Kenalan dulu sama kakak sini!” ajak Karina sambil melambaikan tangannya. Seperti yang dikatakan oleh Marchel sebelumnya, anak gadis itu memang sedikit pemalu dan susah buat kenalan dengan Karina.Belum sempat mengajaknya bermain, gadis kecil itu langsung ebrlari masuk ke ruang tengah sambil memanggil baby sitternya.Karina hanya tersenyum dan langsung berdiri kembali. “Tenanglah, memang Reyna seperti itu. Nanti juga dia akan luluh sendiri kalo kamu dan dia sering berinteraksi.Ajak dia ngobrol, biasanya akan ikut juga,” ucap Marchel memberikan pesan kep