Hubungan antara Marchel dengan Karina ini terjalin secara diam-diam. Tidak ada yang mengetahui apa yang sebenarnya mereka jalanin lebih dari seorang atasan dengan bawahan. Terlebih karena ruang kerja mereka dalam satu ruangan hanya dibatasi oleh sekat biasa, hubungan mereka semakin aman terkendali dari gosip kantor. Setelah resmi Karina berstatus sebagai pacar Marchel, saban hari selalu saja ada kisah romantis antara mereka. Dari yang awalnya hanya saling menyapa mengucapkan selamat pagi, kini mereka sudah melampui batas. Tidak lain adalah meninggalkan ciuman di pipi Karina karena Marchel selalu menyapanya sekaligus mencium aroma wangi parfum milik Karina yang masih fresh. Begitu juga Karina, setelah berhari-hari dirinya merasa sudah tidak lagi canggung, tentunya tingkah yang dilakukan juga semakin berani. Tidak jarang Karina setiap kali streching karena penat dengan kerjaan dirinya menghampiri Marchel dan duduk di atas kursi kantor sembar tangannya dilingkarkan ke leher Marchel.
Daniel memasuki ruangan dengan bersiul. Kali ini wajahnya sumringah seolah mendapat sebuah hadiah yang tidak terduga. Namun, dalam batinnya dia juga merasa kesal karena Karina ternyata berpihak pada Marchel bukan dirinya. “Usaha gue buat ngeyakinin itu cewe biar ga kemakan sama duda ternyata gagal. Dasar cewe matre emang dia!” ketus Daniel dalam batinnya. Kekesalan yang dialami oleh Daniel ini memnag berasal dari kejadian yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tidak ada yang bisa dihindari dari kejadian itu termasuk Karina yang memasang wajah seperti ketakutan akan kejadiannya dengan boss sendiri. “Baiklah, sekarang gue tahu apa yang bakal lo lakuin di ruangan itu, Karina. Lo mau gue spill ke semua orang atau bagaimana nih?” imbuhnya dalam hati sambil tersenyum mengejek. Saat Daniel menaruh dokumen di atas meja, tiba-tiba ada sedikit keributan di ruangannya. Ada kesalahan dari anak baru yang tak lain itu adalah Luna. Daniel menoleh, melihat wajah gadis itu seperti ingat p
“Bagaimana, Pak? Apa ada yang saya bantu?” tanya Daniel. Lewat dua puluhmenit Daniel baru bisa masuk ke dalam ruangan milik Marchel. Di ruangan itu memang sepi hanya ada suara ketikan dari laptop Karina dan selebihnya Marchel yang memainkan bolpoint diputar-putar. “Aku memanggilmu tau karena apa?” tanya Marchel menjawab pertanyaan dari Daniel.“Aku tidka mengetahuinya, Pak,” balas Daniel sok polos. Marchel mengeluarkan dokumen berwarna kuning dan map berawrna hijau botol. Itu adalah tugas yang dikirim oleh Daniel satu hari yang lalu. “Liat itu dokumen milik siapa,” kata Marchel sedikit melemparkan kedua benda tersebut. Dengan sedikit ketakutan, Daniel berusaha untuk membuka map tersebut dan ternyata apa yang disampaikan oleh Marchel benar apadanya. Dia menaruh dokumen tersebut bukan ditujukan untuk Marchel tetapi kepada divisi yang lain. Dengan gegabah, Daniel pun langsung menepuk jidatnya sendiri sembari meminta maaf sambil tertawa. Sikap Marchel yang cenderung jarang sekali m
Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pikiran yang rumit, kini waktunya Karina mencoba memantapkan diri dengan pilihan pakaian yang akan dikenakan untuk bertemu dengan gadis kecil yang tak lain adalah anak Marchel. Jauh hari Karina sempat berpikir apakah dirinya bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk Reyna atau tidak. Meskipun dirinya baru menjalin kedekatan dengan Marchel beberapa hari yang lalu, tetapi Karina sudah terlalu jauh memikirkan untuk menjadi sosok ibu yang baik. Dia pun sudha tidak ingin menjalin hubungan yang tanpa kejelasan seperti kisah cinta anak sekolah. Yang dia pikirkan adalah keseriusan hubungan, terlebih usianya yang sudah matang juga membuatnya berpikiran demikian. “Gue terlihat norak kah pake pink?” tanya Karina. Kepribadian Karina yang sedikit tomboy itu meragukan dirinya sendiri di depan cermin. Tidak ada rasa percaya diri ketika dia memakai dress berwarna pink mengkilap. Sambil menjinjing sedikit kainnya, dia pun mengubah ekspresi wajahnya. “Serius
“Hei, Reyna! Ayo jangan malu, kenalan dulu sama kakak!” ajak Marchel kepada anaknya.Gadis kecil itu masih bersembunyi di belakang kaki Marchel, ayahnya sendiri. Mencoba mengintip siapa orang yang datang bersama ayahnya itu masuk ke rumah pertama kali.Karina yang tersenyum kini pun langsung berlutut agar bisa melihat Reyna secara dekat. Dia mencoba mengulurkan tangannya agar bisa mengajak berkenalan langsung.“Halo, Reyna. Ayo! Kenalan dulu sama kakak sini!” ajak Karina sambil melambaikan tangannya. Seperti yang dikatakan oleh Marchel sebelumnya, anak gadis itu memang sedikit pemalu dan susah buat kenalan dengan Karina.Belum sempat mengajaknya bermain, gadis kecil itu langsung ebrlari masuk ke ruang tengah sambil memanggil baby sitternya.Karina hanya tersenyum dan langsung berdiri kembali. “Tenanglah, memang Reyna seperti itu. Nanti juga dia akan luluh sendiri kalo kamu dan dia sering berinteraksi.Ajak dia ngobrol, biasanya akan ikut juga,” ucap Marchel memberikan pesan kep
“Dia siapa, Marchel?” tanya Tania. Karena Reyna berlari seperti orang yang dikejar sesuatu, tiba-tiba Tania yang merupakan mama kandung Marchel pun langsung menghampiri menuju ruangan depan. Bersama dengan mertua Marchel, mereka pun datang beriringan. Sampai akhirnya Kkarina sadar bahwa di momen tersebut harus bisa berkenalan dan memeprkenalkan diri kepada orang tua Marhcel. Umur Tania belum terlalu tua, dia masih bergabung dalam komunitas wanita sosialita di daerahnya sendiri termasuk beberapa kelompok ibu-ibu penghuni perumahaan elite tersebut. Sambil mencoba untuk bersiap, Karina melihat gaya pakaian Tania yang sederhana tetapi terkesan elegan. Dengan blouse pendek bermotif bunga sakura kecil dipadupandankan kulot berwarna putih tulang dan belt yang menghiasi pinggang ramping tersebut membuat dirinya menelan ludah seketika. “Gila sih, konglomerat banget,” ucap Kkarina di dalam hatinya. “Kenalin, Mah. Ini Karina, salah satu teman kerja Marchel yang merupakan sekertaris pribadi
Di rumah yang mewah itu, Tania yang merupakan ibu kandung Marchel pun mulai bercengkerama dengan tamu.Termasuk Rosa yang merupakan ibu kandung dari almarhum istri Marchel. Dia bertemu dengan Anita yang merupakan ibu kandung Luna karena ada janji selepas arisan.Anita sudah ketiga kalinya datang ke rumah Tania untuk menemani Rosa bersilaturahmi dan sekedar menjenguk Reyna yang masih kecil.“Nampaknya tadi itu seperti bukan teman biasa,” sindir Rosa.Tania yang mendengar ucapan itu pun merasa tersindir. Sebab Marchel memang sudah lama sekali tidak pernah menunjukkan kedekatannya dengan seorang wanita setelah istrinya meninggal.“Oh, itu teman bisnis. Marchel mungkin ada urusan dengan sekertarisnya,” jawab Tania mencoba meyakinkan wanita yang ada di depannya itu.Sambil disajikan beberapa camilan, Anita mulai melirik ke arah Rosa. Dia merasa ini adalah kesempatan yang bagus untuk membuat dua keluarga itu saling membenci.“Ini yang aku tunggu. Semoga saja Tania bisa membenci Rosa
“Mah! Gimana, Ma?” tanya Luna menganggetkan Anita, ibu kandungnya sendiri. Sore menjelang malam itu pun mereka bertemu. Di sebuah kafe yang tak jauh dari tempat kerja Luna, karena Anita sengja memilih tempat itu agar anaknya tidak terlalu jauh untuk pergi setelah pulang kerja. “Astaga, kamu ini Lun! Mama kaget gini masih aja kamu tuh!” tegur Anita sambil menepuk lengan Luna yang tiba-tiba ada di sampingnya. Pertemuan itu memang sudah direncanakan untuk membahas masalah yang masih hangat. Bahkan Luna pun sempat berbohong kepada atasan untuk pulang cepat karena ada masalah keluarga yang harus di urus di rumah sakit. Pernyataan bohong itu pun disetujui oleh atasan sehingga Luna berhasil keluar jam kantor setengah jam lebih cepat dibanding teman yang lainnya. “Buset dah! Beneran ini mama mau ngasih tau yang penting. Penting, penting, pentingggggggg bangetttt!” ungkap Anita dengan penuh semangat. Luna sedikit mengangkat salah satu alisnya seolah menagnggap hal ini sedikit aneh. Tetapi