Bab 34"Innalilahi wa innalillahi rojiun," ucapku dan Fika secara bersamaan.Hati orangtua mana yang tak hancur, saat kehilangan anaknya secara tiba-tiba dan tak terduga? Saat berangkat, Arum sehat walafiat tapi sepuluh menit kemudian, dia malah sudah meninggal dunia. Ya Allah, aku sungguh tak bisa membayangakan bagaiamana perasaan mereka saat itu."Setelah kepergian Arum, kami masih terus mencoba menghubungi Adelia, namun tak pernah bisa, hingga akhirnya kami pun pasrah, tak lagi mencari Adel.Namun, dua hari yang lalu, istri saya bermimpi bertemu dengan Adelia. Katanya dalam mimpi tersebut, Adel menangis dengan memakai pakaian compang-camping, sepertinya sedang meminta tolong.Nah, saat itu kami mulai bingung lagi mencari Adel, karena firasat kami mengatakan dia sedang dalam bahaya, " ucap si bapak lagi sambil menyeka air matanya.Sementara ibunya Adel, terus saja menangis, dan tentu saja aku tahu apa yang kini tengah dirasakannya.Dua hari yang lalu? Berarti itu adalah hari di mana
Bab 35"Ya seperti itulah, Pak. Saya awalnya pun tak percaya, tapi semua bukti yang Adel taruh di dalam tas bersama bayi Lio, membuat saya menjadi yakin, jika Adel adalah simpanan suami saya,"jawabku pelan.Membicarakan hal ini, tentu saja rasanya seperti menguak kembali luka di hati ini."Ya Allah, maafkan anak saya ya, Bu. Padahal sejak kecil, kami selal menanamkan ilmu agama padanya, tapi kenapa kemudian sikapnya berubah menjadi seperti ini? Kami benar-benar minta maaf, Bu."Kembali si bapak berujar, kali ini kulihat ada penyesalan dan rasa bersalah di matanya."Tak perlu meminta maaf, Pak. Insyaallah saya sudah mengikhlaskan semuanya. Dan jujur, saya merasa amat terbantu, karena Adelia lah, saya jadi tahu bagaimana kelakuan suami saya diluaran sana, Pak.""Terima kasih banyak, Bu. Sudah berlapang dada memaafkan kesalahan Adelia, semoga kedepanya, Ibu dan keluarga makin bahagia," ucap si bapak lagi sambil tersenyum."Amiiin," ucapku dan Fika secara bersamaan."Bisakah kami minta ba
Bab 36Kedatangan Jenazah Adelia"Permisi, selamat siang! Apa benar ini rumah Adelia?!" tanya salah satu petugas polisi itu.Dua orang laki-laki yang tadi sedang duduk di depan kami pun, langsung berdiri, dan mendekat ke ambang pintu."Iya benar sekali, Pak. Saya orangtuanya. Mari silahkan duduk," ucap si Bapak.Kedua petugas itu pub segera duduk, tepat berderetan dengan tempat duduk Fika."Sebebarnya ada apa ya Pak, dengan Adelia anak kami? Sudah satu bulan terakhir ini dia tak ada kabar sama sekali, " ucap bapaknya Adelia, yang kini kutahu namanya Supar itu."Kami ingin mengabrakan tentang penemuan mayat Adelia, dua hari yang lalu," ucap salah satu petugas to the point."Apa maksudnya ini, Pak? Anak saya Adelia tak mungkin meninggal!" teriak Bu Supar tiba-tiba.Polisi kemudian mengeluarkan beberpaa bukti, berupa foto dari jenazah Adelia kemarin. Saat aku ikut melihat, ternyata fotonya tak jauh berbeda dengan yang diambil Fika kemarin.Setelah melihat apa yang ditunjukkan polisi ters
Bab 37"Jangan, Bu. Nanti saja kalau sudah genap kita mengirim doa untuk Adelia, baru kita bertandang ke rumah Bu Dewi. Hari ini juga, kata petugas tadi, jenazah Adelia akan diantar, jadi kita sekarang harus siap-siap.Dua jam lagi, pasti sudah sampai di sini, lebih baik, sekarang kita bersiap dulu. Biarlah cucu kita bersama Bu Dewi dulu untuk sementara ya, Bu," ucap Pak Supar berusaha menenangkan istrinya."Benar apa yang diucapkan Bapak, Bu. Dan nanti satu minggu lagi, saya janji akan mengantar Lio kesini," ucapku sembari tersenyum.Akhirnya bu Supar pun mau mengerti dan percaya pada kami. Lalu semuanya mulai mempersiapkan kedatangan jemazah Adelia,begitu pula aku dan Fika pun ikut membantu."Ma, apa ikhlas menyerahkan Lio. Aku kok nggak ikhlas ya," ucap Fika sambil tersenyum."Mama juga sebenarnya nggak ikhlas, Fik. Tapi mau bagaimana lagi, mereka leboh berhak dari pada kita. Karena kasihan juga mereka jika Lio tak dibawa ke sini," jawabku lirih."Tapi, Ma. Adel kan sudah menitipka
Bab 38Pov Adelia"Lio Sayang, maafin mama ya. Sepertinya hari ini adalah hari terakhir kita bisa bertemu. Karena setelah ini, mama akan mengantarkanmu ke rumah keluarga Papa. Dan mama akan pergi jauh dari sini, untuk mencari banyak uang. Jika uang mama nanti sudah terkumpul banyak, nanti kita bersatu lagi ya, Sayang."Malam ini, memang malam terakhirku bersama Filio Averoes, putra gantengku yang baru berusia satu bulan ini. Setelah beberapa hari ini berfikir keras, maka keputusanku sudah bulat, akan menitipkan Lio pada mbak Dewi, istri sah Om Hasan.Perkenalkan, namaku adalah Adelia, saat ini aku memang masih berumur dua puluh tahun, tapi sebulan yang lalu, aku baru saja melahirkan seorang anak. Sebenarnya, aku masih kuliah, namun sejak satu setengah tahun yang lalu, aku tak pernah masuk, malas saja rasanya.Namun, orang tuaku di desa tetap tahunya jika aku di Malang ini tetap kuliah, namun nyatanya semua bohong, aku malas sekali masuk kuliah, sejak mengenal om Hasan.Padahal aku se
Bab 39Pov AdeliaHingga kemudian aku hamil, dan awalnya aku amat senang, karena kupikir, om Hasan yang memang hanya punya satu anak itu, akan senang bila mendapatkan satu anak lagi dariku. Namun, ekspektasi sangat tak sesuai dengan harapan."Om, aku hamil loh," ucapku sembari bergelayut manja di lengannya saat itu."Apa? Hamil? Gila kamu!" ucapnya sengit, sambil mendorong tubuhku menjauh."Om kok gitu sih, ini 'kan anak Om!" teriakku."Anakku?! Hahaha gadis murahan sepertimu, pasti gemar tidur dengan banyak laki-laki. Jika tetap ingin kuperhatikan, gugurkan segera kandunganmu itu!" ucap Om Hasan marah, sembari meninggalkanku.Sejak saat itu, Om Hasan tak pernah lagi datang padaku, dan mencabut semua fasilitas yang diberikannya. Karena aku pun tak akan pernah mau menggugurkan kandunganku ini. Sampai kapanpun, karena dia adalah anakku, tak ada satu ibu pun yang akan rela mengakhiri hidup anaknya.Akhirnya, aku pun mengontrak sendiri sebuah rumah selama hamil, dam hidup dengan mengguna
Bab 40Setelah perjalanan panjang, akhirnya kini kami sampai juga di rumah. Fika segera membersihkan diri, begitu pula denganku yang memang sudah merasa kegerahan sekali."Lio masih di kamar tamu, Bik?" tanyaku sebelum mandi, pada Bik Nur."Iya, Nyonya. Den Lio itu pinter banget, seharian nggak rewel sama sekali, malah terus senyum-senyum. Sepertinya kayak ada yang ngajak bercanda gitu Nyonya, sampek saya ngerasa merinding loh," ucap Bik Nur dengan suara khasnya."Ah yang bener, Bik. Ada-ada aja sih, Bik,hahaha," kataku yang memang tak begitu percaya dengan hal- hal mistis semacam itu."Beneran, Nyonya. Tapi Den Lio nggak nangis kok, malah kelihatan seneng banget. Mungkin saja, itu ibunya yang telah meninggal dunia lagi kangen saja, Nyonya."Apa yang dikatakan Bik Nur mungkin memang ada benarnya, apalagi tadi kan memang ada acara pemakaman Adelia, mungkin saja saat itu Adel sedang pamit atau bagaimana, tak tahu juga. Yang penting tidak membuat Lio rewel saja, tidak apa-apa sih menuru
Bab 41Akhirnya kami pun sampai juga di klinik, dan hasil dari tes DNA antara Lio dan mas Hasan, menunjukkan hasil positif. Berarti apa yang diucapkan Adelia adalah bukan sebuah kebohongan."Ma, boleh nggak sih, jika saat ini aku ngerasa senang, karena ternyata Lio ini benar-benar anak Papa? Takutnya mama marah sih," tanya Fika sembari tersenyum."Aduh, Fik! Kamu itu loh! Gitu aja kok pakai nanya segala sih, mama aja bahagia kok, jadi kamu pun boleh dong bahagia. Anak dari siapapun, yang pasti saat ini, mama sudah menganggap Lio ini, anak kandung mama sendiri," jawabku sembari tersenyum.Malam itu, kami pun pulang dalam keadaan hati amat bahagia, meski mungkin orang lain melihat sikap kami ini menjadi sebuah keanehan. Terserahlah, toh hidup kita, kita sendiri lah yang akan menjalaninya. Orang lain hanya bisa melihat dan mengoreksi saja.Handphone yang kuletakkan di tas tangan tiba-tiba berbunyi, dan tentu saja aku langsung mengangkatnya, sepertinya ini dari kantor polisi yang kemarin.
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai