Bab 41Akhirnya kami pun sampai juga di klinik, dan hasil dari tes DNA antara Lio dan mas Hasan, menunjukkan hasil positif. Berarti apa yang diucapkan Adelia adalah bukan sebuah kebohongan."Ma, boleh nggak sih, jika saat ini aku ngerasa senang, karena ternyata Lio ini benar-benar anak Papa? Takutnya mama marah sih," tanya Fika sembari tersenyum."Aduh, Fik! Kamu itu loh! Gitu aja kok pakai nanya segala sih, mama aja bahagia kok, jadi kamu pun boleh dong bahagia. Anak dari siapapun, yang pasti saat ini, mama sudah menganggap Lio ini, anak kandung mama sendiri," jawabku sembari tersenyum.Malam itu, kami pun pulang dalam keadaan hati amat bahagia, meski mungkin orang lain melihat sikap kami ini menjadi sebuah keanehan. Terserahlah, toh hidup kita, kita sendiri lah yang akan menjalaninya. Orang lain hanya bisa melihat dan mengoreksi saja.Handphone yang kuletakkan di tas tangan tiba-tiba berbunyi, dan tentu saja aku langsung mengangkatnya, sepertinya ini dari kantor polisi yang kemarin.
Bab 42"Benar sekali, Bu. Saudara HS, adalah otak dari pembunuhan Adelia. Dua anak buahnya jug sudah kami tangkap tadi. Setelah kami mengintrogasinya tentang pembunuhan Adelia, tersangka langsung menjadi seperti ini," jelas petugas itu.Otakku saat ini masih berpikir dengan keras, apa iya Mas Hasan saat ini sedang kehilangan akal sehatnya karena ketakutan dengan hantu Adel? Atau mungkin juga ..."Ma, apa Papa sudah tak waras lagi?" Pertanyaan dari Fika itu membuatku bingung untuk memberikan jawaban."Entahlah. Kamu banyak berdoa saja ya," jawabku mencoba menenangkan.Tak bisa dipungkiri sih sebenarnya, meski memang Mas Hasan telah melakukan kesalahan yang fatal, tetapi jika kondisinya menjadi seperti ini tentu saja aku dan Fika pun menjadi tak tega."Lalu sekarang bagaimana, Pak?" tanyaku lagi pada petugas untuk memastikan. Sedangkan saat ini masih terdengar teriakan dari Mas Hasan."Kami akan melakukan pemeriksaan yang insentif pada tersangka HS. Silahkan jika ingin kembali pulang, n
Bab 43Wanita muda yang tadi menunduk itu pun kini mendongakkan kepalanya padaku. Cantik. Satu kata itulah yang langsung saja terlintas saat melihat wajahnya yang saat ini pucat. Pantas saja jika Mas Hasan sangat terpesona olehnya."Tetapi ... Aku sebenarnya lebih suka jika Lio dirawat oleh Mbak Dewi saja. Karena ada Mas Hasan juga," ucapnya lirih.Jika boleh memilih, aku pun pasti akan memiliki merawat sendiri bayi itu. "Tetapi kasihan orang tua kamu, Del. Setelah kepergian Arum dan juga kamu mereka menjadi kesepian dan bahkan ibu kamu terlihat sangat drop. Dengan adanya Lio, pasti nanti akan menjadi pelipur lara mereka," tegasku lagi.Adelia hanya diam, kembali sosok itu pun menunduk saat ini. "maafkan semua kesalahan yang aku buat semasa hidup ya, Mbak," ucapnya lagi dengan lirih.Segera kutarik nafas dalam dan mengehmbuskannya dengan pelan saat mendengar ucapannya itu. Jujur, jika saja saat ini Adel belum meninggal mungkin aku pun akan memberikan sedikit pelajaran padanya, sepert
Bab 44"Lalu sekarang bagaimana Pak?" tanyaku lebih lanjut."Ada sanksi yang harus diterima oleh tersangka," jawaban dari petugas itu kurasa sudah menjawab sekali rasa penasaranku.Rasanya sebuah sanksi menang harus dengan tegas diberikan kepada Mas Hasan, agar dia tak terus mempermainkan orang lain.Hampir dua puluh tahun kami menikah, satu kali pun dia tak pernah melakukan sedikit pun gak yang membuatku sakit hati. Tapi nyatanya itu semua hanya sebuah kebohongan belaka, yang akhirnya ketika Fika sudah dewasa malah semua terungkap secara gamblang.Satu harapanku saat ini, semoga saja Fika kuat mental dan bisa mengambil hikmah dari semua yang terjadi.Beberapa saat setelah obrolan di telepon itu kuakhiri, Fika yang tadi terdiam pun mulai menangis terisak."Fika, kamu kenapa?" tanyaku sambil memberikan Lio pada Bi Nur.Gadis kecilku yang sudah beranjak dewasa itu pun langsung memelukkku. Firasatku mengatakan jika dia menangis pasti karena kecewa dengan yang dilakukan Mas Hasan."Ma ...
Bab 45Rasanya masih sangat sulit menerima jika orang tua Adel mengikhlaskan kepergian putrinya yang telah nyata dihabisi oleh Mas Hasan. Aku adalah seorang ibu, jika aku berada di posisi mereka, maka aku pastikan orang yang menghabisi nyawa anakku mendapatkan balasan yang setimpal. Atau malah jika bisa akan kuhabisi dengan tanganku sendiri."Rasanya kok nggak mungkin ya Ma, orang tua Adel mencabut tuntunan itu? Kemarin saat kita kesana saja, terlihat sekali jika keduanya itu sangat kehilangan. Apa iya semudah itu mereka mengikhlaskan?" Fika memiliki perasaan yang sama sepertiku. Bukan Fika saja, bahkan pembantu kami pun memiliki keraguan yang sama."Mama pun rasanya masih belum bisa mempercayainya hal ini. Hanya saja, jika memang ini kenyataan yang terjadi, kita bisa apa? Kita tak bisa memaksakan kehendak pada orang lain bukan?" ucapku yang mungkin masih mengambang.Kehilangan dua putri kembar, kurasa sangat memukul hati merrka. Arum yang meninggal karena kecelakaan mungkin masih bi
Bab 46"Apa ada tekanan dari pihak luar, yang meminta bapak untuk mencabut laporan pada Papa?" tanya Fika tiba-tiba, yang langsung membuat Pak Supar yang tadi menunduk langsung mendongakkan kepala. Aku langsung menatap Fika, rasanya kok kurang pas jika dia menanyakan hal seperti itu."Maaf atas kelancangan putri kami ya, Pak," ucapku karena merasa tak enak.Kedua lelaki dewasa itu hanya mengangguk. Kemudian Pak Supar pun angkara bicara."Tidak ada paksaan atau tekanan dari pihak mana pun. Semua ini berasal dari saya dan istri sendiri. Semalam, kamu berdua berpikir. Semua ini sudah takdir Adel, rasanya tak perlu menyalahkan orang lain atas kematiannya. Sudah digariskan dia meninggal dengan cara seperti itu, seperti yang terjadi juga pada Arum," jawabnya lirih.Aku kembali mencoba memaklumi jalan pikiran mereka. Karena emang sudah sangat ikhlas, dan menginginkan putrinya itu tenang saja. Mungkin seperti itu cara berpikiran mereka."Padahal kan kalian sudah tahu, jika Papa yang telah me
Bab 47Entah kenapa setelah kedatangan Pak Supar kemarin rasanya hati ini masih saja tak tenang. Meski seperti sebuah mimpi Lio telah dikembalikan pada kami, tetapi tetap rasanya ada yang berbeda. Untuk mengatasi semua kegundahan dalam hati ini, akhirnya aku dan Fika pun memutuskan untuk datang ke rumah keluarga almarhumah Adel. Tapi kali ini aku sengaja tak menghubungi mereka dulu, karena ada hal yang ingin kami ketahui.Pun saat ini kami berangkat bersama Bi Nur, karena memang aku ingin mengajak serta Lio. Jika memang benar keluarga mamanya ikhlas menyerahkan bayi itu pada kami, maka tentu kami sangat senang sekali.Tetapi kami pun tak egois, kami ingin mempertemukan Lio dengan kakek dan neneknya itu."Ma, aku masih berpikir jika itu semua pastì ada campur tangan yang tak benar dari Papa!" Sepanjang perjalanan menyetir, Fika memang masih terus menggerutu karena pencabutan laporan itu."Entahlah, Fik. Mama pun sebenarnya masih merasa ada yang tak benar. Tetapi kita juga tak boleh
Bab 48"Mereka ternyata punya banyak uang ya Ma!" celetuk Fika dengan spontan.Aku pun spontan mengangguk mendengar perkataan Fika itu. Desa kelahiran Adelia dan Arum ini termasuk desa yang memang prioritas penduduknya bermata pencaharian utama adalah petani.Namun dari cerita yang dulu aku dengar dari Om-nya Adel, rata-rata pe duduk disini hanyalah pekerja saja. Mereka bekerja pada dua tuan tanah besar, dengan upah hanya sekitar enam puluh ribu setengah hari. Begitu pun dengan Pak Supar dan sang istri."Jangan-jangan, itu uang mereka mendapatkan uang banyak itu dari uang suruhan Papa, Ma." Fika kembali berucap dengan entengnya.Aku masih tetap fokus menatap ke depan, ke arah kedua orang Adel dan Arum yang nampak sangat bahagia."Benar seperti itu layaknya, Bu!" Bi Nur kali ini pun ikut menimpali."Kalian ini apaan sih? Nggak boleh terus berpikiran negatif seperti itu dong! Siapa tahu mereka itu baru saja panen, atau juga pinjam uang di bank. Atau baru saja mendapatkan bantuan dari
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai