Bab 47Entah kenapa setelah kedatangan Pak Supar kemarin rasanya hati ini masih saja tak tenang. Meski seperti sebuah mimpi Lio telah dikembalikan pada kami, tetapi tetap rasanya ada yang berbeda. Untuk mengatasi semua kegundahan dalam hati ini, akhirnya aku dan Fika pun memutuskan untuk datang ke rumah keluarga almarhumah Adel. Tapi kali ini aku sengaja tak menghubungi mereka dulu, karena ada hal yang ingin kami ketahui.Pun saat ini kami berangkat bersama Bi Nur, karena memang aku ingin mengajak serta Lio. Jika memang benar keluarga mamanya ikhlas menyerahkan bayi itu pada kami, maka tentu kami sangat senang sekali.Tetapi kami pun tak egois, kami ingin mempertemukan Lio dengan kakek dan neneknya itu."Ma, aku masih berpikir jika itu semua pastì ada campur tangan yang tak benar dari Papa!" Sepanjang perjalanan menyetir, Fika memang masih terus menggerutu karena pencabutan laporan itu."Entahlah, Fik. Mama pun sebenarnya masih merasa ada yang tak benar. Tetapi kita juga tak boleh
Bab 48"Mereka ternyata punya banyak uang ya Ma!" celetuk Fika dengan spontan.Aku pun spontan mengangguk mendengar perkataan Fika itu. Desa kelahiran Adelia dan Arum ini termasuk desa yang memang prioritas penduduknya bermata pencaharian utama adalah petani.Namun dari cerita yang dulu aku dengar dari Om-nya Adel, rata-rata pe duduk disini hanyalah pekerja saja. Mereka bekerja pada dua tuan tanah besar, dengan upah hanya sekitar enam puluh ribu setengah hari. Begitu pun dengan Pak Supar dan sang istri."Jangan-jangan, itu uang mereka mendapatkan uang banyak itu dari uang suruhan Papa, Ma." Fika kembali berucap dengan entengnya.Aku masih tetap fokus menatap ke depan, ke arah kedua orang Adel dan Arum yang nampak sangat bahagia."Benar seperti itu layaknya, Bu!" Bi Nur kali ini pun ikut menimpali."Kalian ini apaan sih? Nggak boleh terus berpikiran negatif seperti itu dong! Siapa tahu mereka itu baru saja panen, atau juga pinjam uang di bank. Atau baru saja mendapatkan bantuan dari
Bab 49"Ma!" Fika menepuk pahaku yang memang melamun saat ini. Tentu saja aku langsung kaget. "Kamu ini selalu saja ngingetin sih," tukasku."Habisnya, Mama dari tadi bengong saja sih. Aku ngomong panjang lebar tapi sepertinya Mama nggak dengar sama sekali deh!" Putriku itu nampak kesal.Mungkin memang dia berucap banyak hal tadi, tapi memang aku tak mendengar sama sekali.Segera kucubit pipinya yang putih bersih itu. "Maafin Mama ya, Sayang," ucapku sambil tersenyum.Dia pun masih tetap manyun, kemudian dia kembali mulai berucap. Tentu saja apa yang dikatakan oleh Fika tak jauh dari Pak Supar dan alibinya."Sudahlah Sayang, sepertinya kita tak boleh tèrlalu mengurusi urusan orang lain. Apa pun yang menjadi keputusan mereka, mutlak tak bisa kita ganggu gugat," ucapku perlahan mencoba membuat dia mengerti.Fika menampakan wajah tak suka dengan apa yang baru saja kuucapkan. "Tetapi menurut saya apa yang dikatakan oleh Neng Fika itu sangat benar sekali, Bu. Saya pun berpikiran demiki
Bab 50Pov HasanTernyata tinggal di penjara itu sungguh sangat tidak enak sekali! Sedikit pun tak pernah terlintas di benakku, jika aku akan tinggal di hotel prodeo seperti sekarang ini. Ini baru di penjara kantor polisi, sungguh aku tak bisa membayangkan jika harus tinggal di rumah tahanan dengan ratusan nara pidana lainnnya.Untung saja aku ini termasuk orang yang kaya, jadi aku masih sedikit disegani saat ini. Tetapi, aku memang kemarin melakukan tindakan bodoh dengan berpura-pura gila.Karena pikiranku memang sungguh sangat buntu saat itu, akhirnya aku pun menurut saja pada apa yang dikatakan oleh si Panji, salah satu anak buahku yang ikut masuk kesini."Begini saja Bos. Lebih baik bis berpura-pura gila dan mengakui semua perbuatan menghabisi nyawa gadis itu. Saya sangat yakin dengan begitu maka hukuman bos akan berkurang, atau malah bisa jadi langsung bebas!" ucap Panji yang sok tahu.Pikiran yang super ruwet itu pun membuatku seperti kerbau dicongok hidungnya saja. Alhasil, b
Bab 51Pov HasanJika kalian berpikiran aku tak mencintai Dewi karena sering bersama dengan wanita lain, itu sungguh salah besar! Dewi adalah wanita yang paling kucintai di dunia ini. Sosok sempurna di dunia ini yang belum bisa aku temukan pada wanita lain.Tanpa lelah dia menemaniku sejak dari nol hingga kini menjadi seorang pengusaha yang kaya raya. Tanpa pernah mengeluh sedikit pun, senyum manis selalu menghiasi wajahnya. Melihatnya setiap hari selalu menjadi semangat untukku dalam bekerja."Dek, kamu beneran ikhlas menjadi istriku? Aku hanya seorang tukang pentol keliling saja," ucapku ketika kami baru sebulan menikah."Insyaallah aku ikhlas, Mas. Pekerjaan apa pun yang kamu lakukan asal itu halal, tentu aku akan selalu mendukung kamu," jawab Dewi dengan sabar."Terima kasih banyak Dek. Aku akan selalu setia sama kamu hingga kapan pun." Itulah janjiku pada Dewi.Sebenarnya pernikahan kami dulu tak begitu mendapatkan restu dari orang tua Dewi. Karena memang istriku itu seorang sarj
Bab 52Sebenarnya masih ada sedikit rasa yang mengganjal meski pun telah datang ke rumah orang tua almarhumah Adelia. Tetapi aku pun mencoba untuk bisa berpikiran positif, mungkin memang iman mereka sangat kuat sehingga bisa dengan mudah bersikap ikhlas atas kematian putrinya yang tak wajar.Pun begitu dengan ucapan Bu Supar yang tak lagi mau merawat Lio, padahal ketika kami kesana sebelumnya, dia begitu antusias untuk merawat sang cucu.Hanya terus bisa berpikiran positif saja pada mereka. Pak Supar dan istrinya butuh uang. Sedangkan Mas Hasan butuh sebuah kebebasan. Mungkin memang sebuah kerja sama yang saling menguntungkan, dan tebtu aku tak bisa memaksakan kehendak."Ma, apa iya hari ini Papa akan kembali ke rumah?" tanya Fika dengan wajah cemberut. Saat ini kami berada di ruang keluarga bersama dengan Lio."Menurut yang petugas katakan kemarin, memang hari ini Papa kamu sudah bisa pulang, tetapi dengan syarat tetap wajib lapor," jawabku setelah menarik nafas dalam-dalam."Aku tak
Bab 53"Stop! Jangan dekati Mamaku!" Fika yang dari tadi tetap duduk, pun dengan cepat berjalan dan berdiri diantara aku dan Mas Hasan. Keberadaan Fika yang tiba-tiba ini sontak membuatku tersadar dari lamunan beberapa saat tadi."Fika!" Spontan aku pun berucap.Putriku itu sama sekali tak menoleh padaku, dia sepertinya memang sama sekali tak bisa menerima kehadiran Mas Hasan lagi."Papa sekarang juga pergi dari sini! Rumah ini tak bisa lagi menerima seorang pengkhianat dan juga pembunuh seperti Papa!" teriak Fika.Aku segera menepuk pundak Fika, meski memang itu lah kenyataan yang terjadi, tetapi rasanya hal itu kurang sopan diucapkan seorang anak pada orang tuanya. Namun, nyatanya Fika sama sekali tak bergeming dan tetap membantah Mas Hasan."Fika, Papa mohon maaf, Nak. Papa khilaf. Tolong beri kesempatan pada Papa untuk memperbaiki semuanya. Papa janij akan kembali menjadi baik." Mas Hasan pun sepertinya sangat menyesal.Mendengar ucapan dari Mas Hasan itu, nyatanya Fika malah ter
Bab 54"Bagaimana, Dek. Kamu mau kan memberikan aku kesempatan kedua?" tanyanya setelah beberapa lama tadi aku hanya terdiam.Kuhela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari suamiku itu. "Entahlah, Mas. Untuk saat ini aku belum bisa memberikan jawaban. Jujur, sakit yang kamu buat itu memang sungguh dalam."Kuletakkan Lio yang saat ini kembali tertidur, setelah beberapa waktu lalu kutimang."Aku tahu itu. Saat ini aku ingin kembali menjadi orang yang benar. Dengan kamu kembali mau menerimaku, maka hal itu akan terwujud. Jika tanpa kamu, pasti aku akan makin salah arah," ucap Mas Hasan terus berusaha mencoba meyakinkan."Apa kamu bisa menjamin hal seperti ini tak akan terulang lagi?" tanyaku yang kini menatap wajahnya lekat.Mas Hasan mengangguk dengan sangat yakin. Bagiku yang sudah berumur banyak ini, sebenarnya sebuah luka itu akan segera sembuh, tetapi bagaimana dengan Fika? Aku tak ingin nanti dia akan trauma atau tak bisa menerima kenyataan yang ada."Janji! Jika sampai aku
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai