Bab 36Kedatangan Jenazah Adelia"Permisi, selamat siang! Apa benar ini rumah Adelia?!" tanya salah satu petugas polisi itu.Dua orang laki-laki yang tadi sedang duduk di depan kami pun, langsung berdiri, dan mendekat ke ambang pintu."Iya benar sekali, Pak. Saya orangtuanya. Mari silahkan duduk," ucap si Bapak.Kedua petugas itu pub segera duduk, tepat berderetan dengan tempat duduk Fika."Sebebarnya ada apa ya Pak, dengan Adelia anak kami? Sudah satu bulan terakhir ini dia tak ada kabar sama sekali, " ucap bapaknya Adelia, yang kini kutahu namanya Supar itu."Kami ingin mengabrakan tentang penemuan mayat Adelia, dua hari yang lalu," ucap salah satu petugas to the point."Apa maksudnya ini, Pak? Anak saya Adelia tak mungkin meninggal!" teriak Bu Supar tiba-tiba.Polisi kemudian mengeluarkan beberpaa bukti, berupa foto dari jenazah Adelia kemarin. Saat aku ikut melihat, ternyata fotonya tak jauh berbeda dengan yang diambil Fika kemarin.Setelah melihat apa yang ditunjukkan polisi ters
Bab 37"Jangan, Bu. Nanti saja kalau sudah genap kita mengirim doa untuk Adelia, baru kita bertandang ke rumah Bu Dewi. Hari ini juga, kata petugas tadi, jenazah Adelia akan diantar, jadi kita sekarang harus siap-siap.Dua jam lagi, pasti sudah sampai di sini, lebih baik, sekarang kita bersiap dulu. Biarlah cucu kita bersama Bu Dewi dulu untuk sementara ya, Bu," ucap Pak Supar berusaha menenangkan istrinya."Benar apa yang diucapkan Bapak, Bu. Dan nanti satu minggu lagi, saya janji akan mengantar Lio kesini," ucapku sembari tersenyum.Akhirnya bu Supar pun mau mengerti dan percaya pada kami. Lalu semuanya mulai mempersiapkan kedatangan jemazah Adelia,begitu pula aku dan Fika pun ikut membantu."Ma, apa ikhlas menyerahkan Lio. Aku kok nggak ikhlas ya," ucap Fika sambil tersenyum."Mama juga sebenarnya nggak ikhlas, Fik. Tapi mau bagaimana lagi, mereka leboh berhak dari pada kita. Karena kasihan juga mereka jika Lio tak dibawa ke sini," jawabku lirih."Tapi, Ma. Adel kan sudah menitipka
Bab 38Pov Adelia"Lio Sayang, maafin mama ya. Sepertinya hari ini adalah hari terakhir kita bisa bertemu. Karena setelah ini, mama akan mengantarkanmu ke rumah keluarga Papa. Dan mama akan pergi jauh dari sini, untuk mencari banyak uang. Jika uang mama nanti sudah terkumpul banyak, nanti kita bersatu lagi ya, Sayang."Malam ini, memang malam terakhirku bersama Filio Averoes, putra gantengku yang baru berusia satu bulan ini. Setelah beberapa hari ini berfikir keras, maka keputusanku sudah bulat, akan menitipkan Lio pada mbak Dewi, istri sah Om Hasan.Perkenalkan, namaku adalah Adelia, saat ini aku memang masih berumur dua puluh tahun, tapi sebulan yang lalu, aku baru saja melahirkan seorang anak. Sebenarnya, aku masih kuliah, namun sejak satu setengah tahun yang lalu, aku tak pernah masuk, malas saja rasanya.Namun, orang tuaku di desa tetap tahunya jika aku di Malang ini tetap kuliah, namun nyatanya semua bohong, aku malas sekali masuk kuliah, sejak mengenal om Hasan.Padahal aku se
Bab 39Pov AdeliaHingga kemudian aku hamil, dan awalnya aku amat senang, karena kupikir, om Hasan yang memang hanya punya satu anak itu, akan senang bila mendapatkan satu anak lagi dariku. Namun, ekspektasi sangat tak sesuai dengan harapan."Om, aku hamil loh," ucapku sembari bergelayut manja di lengannya saat itu."Apa? Hamil? Gila kamu!" ucapnya sengit, sambil mendorong tubuhku menjauh."Om kok gitu sih, ini 'kan anak Om!" teriakku."Anakku?! Hahaha gadis murahan sepertimu, pasti gemar tidur dengan banyak laki-laki. Jika tetap ingin kuperhatikan, gugurkan segera kandunganmu itu!" ucap Om Hasan marah, sembari meninggalkanku.Sejak saat itu, Om Hasan tak pernah lagi datang padaku, dan mencabut semua fasilitas yang diberikannya. Karena aku pun tak akan pernah mau menggugurkan kandunganku ini. Sampai kapanpun, karena dia adalah anakku, tak ada satu ibu pun yang akan rela mengakhiri hidup anaknya.Akhirnya, aku pun mengontrak sendiri sebuah rumah selama hamil, dam hidup dengan mengguna
Bab 40Setelah perjalanan panjang, akhirnya kini kami sampai juga di rumah. Fika segera membersihkan diri, begitu pula denganku yang memang sudah merasa kegerahan sekali."Lio masih di kamar tamu, Bik?" tanyaku sebelum mandi, pada Bik Nur."Iya, Nyonya. Den Lio itu pinter banget, seharian nggak rewel sama sekali, malah terus senyum-senyum. Sepertinya kayak ada yang ngajak bercanda gitu Nyonya, sampek saya ngerasa merinding loh," ucap Bik Nur dengan suara khasnya."Ah yang bener, Bik. Ada-ada aja sih, Bik,hahaha," kataku yang memang tak begitu percaya dengan hal- hal mistis semacam itu."Beneran, Nyonya. Tapi Den Lio nggak nangis kok, malah kelihatan seneng banget. Mungkin saja, itu ibunya yang telah meninggal dunia lagi kangen saja, Nyonya."Apa yang dikatakan Bik Nur mungkin memang ada benarnya, apalagi tadi kan memang ada acara pemakaman Adelia, mungkin saja saat itu Adel sedang pamit atau bagaimana, tak tahu juga. Yang penting tidak membuat Lio rewel saja, tidak apa-apa sih menuru
Bab 41Akhirnya kami pun sampai juga di klinik, dan hasil dari tes DNA antara Lio dan mas Hasan, menunjukkan hasil positif. Berarti apa yang diucapkan Adelia adalah bukan sebuah kebohongan."Ma, boleh nggak sih, jika saat ini aku ngerasa senang, karena ternyata Lio ini benar-benar anak Papa? Takutnya mama marah sih," tanya Fika sembari tersenyum."Aduh, Fik! Kamu itu loh! Gitu aja kok pakai nanya segala sih, mama aja bahagia kok, jadi kamu pun boleh dong bahagia. Anak dari siapapun, yang pasti saat ini, mama sudah menganggap Lio ini, anak kandung mama sendiri," jawabku sembari tersenyum.Malam itu, kami pun pulang dalam keadaan hati amat bahagia, meski mungkin orang lain melihat sikap kami ini menjadi sebuah keanehan. Terserahlah, toh hidup kita, kita sendiri lah yang akan menjalaninya. Orang lain hanya bisa melihat dan mengoreksi saja.Handphone yang kuletakkan di tas tangan tiba-tiba berbunyi, dan tentu saja aku langsung mengangkatnya, sepertinya ini dari kantor polisi yang kemarin.
Bab 42"Benar sekali, Bu. Saudara HS, adalah otak dari pembunuhan Adelia. Dua anak buahnya jug sudah kami tangkap tadi. Setelah kami mengintrogasinya tentang pembunuhan Adelia, tersangka langsung menjadi seperti ini," jelas petugas itu.Otakku saat ini masih berpikir dengan keras, apa iya Mas Hasan saat ini sedang kehilangan akal sehatnya karena ketakutan dengan hantu Adel? Atau mungkin juga ..."Ma, apa Papa sudah tak waras lagi?" Pertanyaan dari Fika itu membuatku bingung untuk memberikan jawaban."Entahlah. Kamu banyak berdoa saja ya," jawabku mencoba menenangkan.Tak bisa dipungkiri sih sebenarnya, meski memang Mas Hasan telah melakukan kesalahan yang fatal, tetapi jika kondisinya menjadi seperti ini tentu saja aku dan Fika pun menjadi tak tega."Lalu sekarang bagaimana, Pak?" tanyaku lagi pada petugas untuk memastikan. Sedangkan saat ini masih terdengar teriakan dari Mas Hasan."Kami akan melakukan pemeriksaan yang insentif pada tersangka HS. Silahkan jika ingin kembali pulang, n
Bab 43Wanita muda yang tadi menunduk itu pun kini mendongakkan kepalanya padaku. Cantik. Satu kata itulah yang langsung saja terlintas saat melihat wajahnya yang saat ini pucat. Pantas saja jika Mas Hasan sangat terpesona olehnya."Tetapi ... Aku sebenarnya lebih suka jika Lio dirawat oleh Mbak Dewi saja. Karena ada Mas Hasan juga," ucapnya lirih.Jika boleh memilih, aku pun pasti akan memiliki merawat sendiri bayi itu. "Tetapi kasihan orang tua kamu, Del. Setelah kepergian Arum dan juga kamu mereka menjadi kesepian dan bahkan ibu kamu terlihat sangat drop. Dengan adanya Lio, pasti nanti akan menjadi pelipur lara mereka," tegasku lagi.Adelia hanya diam, kembali sosok itu pun menunduk saat ini. "maafkan semua kesalahan yang aku buat semasa hidup ya, Mbak," ucapnya lagi dengan lirih.Segera kutarik nafas dalam dan mengehmbuskannya dengan pelan saat mendengar ucapannya itu. Jujur, jika saja saat ini Adel belum meninggal mungkin aku pun akan memberikan sedikit pelajaran padanya, sepert