Bab 106"Mau minta tolong apa?" tanyaku dengan segera, menyela Fika yang sebenarnya akan berucap juga.Dengan bahasa isyarat Fika pun mengatakan tak suka dengan ideku, tapi kali ini aku menyuruhnya untuk diam."Maukah nanti Tante mengasuh bayiku?" tanya Nesya akhirnya dengan suara lirih.Sontak aku dan Fika pun saling berpandangan saat ini."Mengasuh bayi? Apa kamu pikir panti asuhan?" Secara spontan juga Fika pun langsung meradang.Kuelus pundak putriku itu, agar dia bisa sedikit tenang. Karena memang hal ini pun sungguh tak aku pikirkan sebelumnya."Memangnya kamu mau kemana? Sehingga menitipkan bayimu padaku?" tanyaku lagi dengan suara yang lembut.Bayangan Adelia selepas subuh itu kembali terlintas di benakku. Meski memang Nesya bersalah padaku, tetapi aku sungguh tak ingin dia medapatkan nasib buruk seperti Adelia. Apa Lagi aku merasa jika Mas Hasan pun tetaplah Mas Hasan yang dulu. Malah mungkin saat ini dia bisa lebih beringas, mengingat sudah tak memiliki apa-apa lagi."Sudah
Bab 107Hari ini, Nesya akan datang ke rumah. Seperti yang aku katakan kemarin, jika aku memang menyuruh dia untuk datang dan tinggal di salah satu rumahku. Kali ini dia akan tinggal sementara hingga nanti melahirkan di rumah yang aku dibelikan oleh Mas Hasan setelah insiden Adelia itu. Tak masalah, toh memang sampai saat ini rumah itu masih kosong.Tentu, setelah mengambil keputusan ini, aku dan Fika sempat beradu pendapat saat itu. Putriku itu sedikit tak setuju dengan tindakan yang aku ambil ini. Karena memang menurut dia semua itu terlalu beresiko bagi dia. Memasukkan kembali ular ke dalam rumah, berarti telah siap untuk suatu saat terkena bisanya, begitu istilahnya.Namun kembali lagi aku melakukan hal ini atas dasar kemanusiaan. Sungguh aku tak bisa membiarkan seorang gadis muda hamil yang terlantar begitu saja. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, yang paling aku takutkan tentu saja si lelaki tak tahu malu itu datang dan menghabisi nyawa Nesya. Sungguh aku seperti tak ingin
Bab 108"Hey! Memangnya kamu kemarin sempat punya pikiran mau bunuh diri?" tanya Fika dengan wajah yang sepertinya kaget.Nesya segera mengangguk dan kali ini wanita muda itu pun mulai menghapus air matanya dengan kasar."Ya seperti itu lah Fik. Aku merasa hina sekali saat itu. Penyesalan atas apa yang aku perbuat, ditambah dengan masa depan yang terlihat suram. Menjadikan aku semakin putus asa saja. Rasanya hanya kematian saja yang pantas untukku," jelas Nesya dengan lirih.Mungkin jika aku yang ada di posisi Nesya, mungkin akan punya pikiran yang tak jauh beda dari pada itu."Itu adalah suatu pikiran yang bodoh, Nes. Kamu telah melakukan banyak kesalahan. Kenapa harus ditambah dengan kesalahan lagi yang lebih besar? Lebih baik kamu sekarang bertaubat dan mulia mendekatkan diri pada Allah," timpalku.Nesya pun mengangguk pelan saat itu. "Bismillah Tan. Energi postif yang Tante Dewi dan Fika tularkan pasti akan membuat saya berubah. Tapi, apakah Tuhan mau menerima permintaan maaf saya
Bab 109Pov Nesya "Kemana lelaki yang tadi bersama saya itu, Sus?" tanyaku seketika saat masih di klinik dan melihat Om Hasan sudah tak ada lagi disana. "Tadi keluar sih Mbak. Tapi memang belum kembali sampai sekarang. Lebih baik Mbak sekarang istirahat dulu ya, sebelum nanti diperbolehkan untuk pulang," jawab suster itu dengan ramah, yang hanya kubalas dengan anggukan saja.Entah kemana Om Hasan pergi, tadi dia masih saja terus setia menemani aku. Tapi ketika dokter mengatakan jika aku hamil, malah tak nampak lagi batang hidungnya.'Apa mungkin dia pergi karena aku sedang hamil?' tanyaku dalam hati.Pikiranku pun langsung melayang pada kisah Adelia yang pernah diceritakan oleh Fika. Gadis Muda yang dibunuh oleh Om Hasan karena tak mau mengugurkan kandungannya itu.'Tidak! Aku tak mau bernasib sama seperti Adelia! Aku harus lebih pintar dari pada dia!' ucapku lagi dalam hati.Aku pun sesungguhnya tak menyangka jika hamil. Sebenarnya memang sudah sejak dua bulan yang lalu aku tak dat
Bab 110Pov Nesya Ketika Mas Hasan mengucapkan ijab kabul, saat itu aku sungguh merasa sangat bahagia, meski ini bukan pernikahan resmi dan bukan pernikahan yang diimpikan setiap gadis tapi aku sungguh bersyukur karena bisa menikah dengan orang yang kucintai."Mas. Terima kasih karena kamu sudah mau menerima aku dan bayi kita. Aku tahu jika kamu memang benar sangat mencintaiku dan tak mungkin memperlakukan aku seperti Adelia dulu," ucapku setelah resmi sah menjadi istri sirinya.Mas Hasan mengecup keningku dengan manis. " Tentu, hanya kamu gadis bisa mengambil hatiku. Sekarang kamu nggak usah mikir yang macam-macam ya. Cukup tenang dan wajib terus sehat demi anak kita. Sementara aku akan mencari pekerjaan. Yang lalu biarlah berlalu dan sekarang waktunya kita membuka lembaran baru," ucap Mas Hasan dengan super lembut.Pikiran buruk yang tadi sempat bersarang padanya pun seketika sirna. Karena rasanya kini aku menjadi gadis yang paling beruntung di dunia ini."Kalau begitu ini bawa ATM
Bab 111Waktu berlalu begitu cepat, nyatanya saat ini Nesya sudah sekitar lima bulan lebih di rumahku. Itu berarti usia kandungannya pun sudah sekitar tujuh bulan. Tak ada hal buruk atau sesuatu hal yang mencurigakan dilakukan oleh gadis itu, toh kami memiliki kamera CCTV tersembunyi yang sampai saat ini semua masih terpasang tapi, dan Nesya pun tak mengetahui hal itu.Banyak sekali perubahan ditunjukkan Nesya, dia pun saat ini kembali berhijab. Kami seperti bisa melihat Nesya yang dulu lagi. Alhamdulillah, ternyata dia tak membohongi kami lagi."Tante, tolong jangan lagi beri pasokan uang untuk saya. Karena saat ini saya sudah bisa mendapatkan sedikit uang dengan berjualan online nasi ayam geprek," ucap Nesya padaku sekitar satu bulan yang lalu."Nggak apa-apa Nesya. Uang hasil jualan kamu itu gunakan saja untuk simpanan. Tante nggak merasa terbebani kok," tukasku."Terima kasih banyak Tan. Sudah cukup saya merepotkan Tante. Untuk saat ini saya merasa sudah cukup. Jika nanti saya but
Bab 112Perbincangan Fika dan Nesya itu pun berlanjut, sedangkan aku dan Bi Nur hanya menjadi pendengar setia saja. Intinya saat ini Nesya sama sepertiku, dia tak lagi menginginkan kedatangan Mas Hasan.Rasanya aku pun terus membenarkan apa yang dikatakan oleh Nesya. Kedatangan lelaki itu, hanya justru akan menimbulkan luka baru lagi. Lagian, hubungan kami ini sudah membaik, jika kedatangan lelaki itu, mungkin saja semua akan kembali menjadi runyam.Pukul empat sore, semua makanan kami sudah siap. Dan, kami pun membantu memberikan pada beberapa tetangga dekat, toh tetangga disini juga tertanggaku dulu, jadi semua terasa dekat.Sehabis maghrib, kami ingin pamit pulang. Tetapi kedatangan seorang tamu yang tak diundang, sungguh membuat kami kaget saat itu."Mas Hasan!?" ucapku dan Nesya yang hampir bersamaan saat melihat lelaki itu berada di ambang pintu rumahku ini.Rasanya seperti sebuah mimpi, padahal kami tadi siang membicarakan dia. Tapi dengan tiba-tiba saat ini dia pun menampakkan
Bab 113"Ma, kenapa sih Mama membiarkan papa tinggal di rumah kita lagi? Bujankah itu sama artinya jika Mama kembali memberikan kesempatan pada dia? Untuk apa Ma?" Fika sejak tadi saat kami pulang dari Nesya, dia memang terus saja ngedumel.Tetapi karena ada juga Bi Nur aku sedikit sungkan mengatakannya. Jadi, aku tadi lebih memilih untuk diam saja. Kini, kami sudah sampai di rumah. Dan, saat ini kami berada di dalam kamarku dan menidurkan Lio."Kenapa sih dari tadi Mama diam saja?" Semakin kesal saja sepertinya putriku itu."Begini, Fik. Maaf jika mungkin mama ambil keputusan yang adalah saat ini. Tapi mama punya satu tujuan sih sebenarnya," ucapku yang mulai buka suara."Tujuan apa? Apa mama pun seperti Nesya yang bucin itu? Jika memang dia mau menerima papa, langsung saja kita usir mereka dari rumah. Sungguh aku tak rela jika rumah itu akan ditempati lagi oleh Papa!" Kembali putriku itu meradang.Kutarik nafas dalam-dalam dan mengelus punggung Fika. Sebenarnya tak salah juga sih ji