Aku memasuki rumahku, dan ternyata, Kak Ayza masih belum pulang. Aku pun langsung bergegas masuk ke dalam kamarku.
Aku memandang buket bunga dan sebuah kotak pemberian Tristan. Aku menyimpan terlebih dahulu buket bunga, dan beranjak membuka kotak.
Kotak berwarna abu dan biru, yang merupakan warna kesukaanku dan juga Tristan.
Didalamnya, berisikan sebuah potoku bersama Tristan, dan juga satu potoku dengan berlatar senja, dibawahnya terdapat tulisan, lihat kebelakang ya!.
Ah, ternyata ada kata-kata.
Hallo senja!
Mungkin kamu pertama baca ini ya, hehe maaf kalo salah.
First of all, I will say thank you for you,
Alisha Risha Purwandi.
Wanita terbaik, yang pernah aku temui.
Aku selalu suka, ketika kita menghabiskan hari bersama.
Menikmati senja bersamamu, is the best time ever.
With heart,
Ur’Tatan :)
Aku tersenyum membacanya. Namun, aku tetap menjaga hatiku agar tidak terlalu larut dalam perasaan ini. “I’m too Tan,”
Kemudian, aku beralih pada boneka panda, disana terdapat sebuah note yang bertuliskan, buka aku, setelah buka poto senja yaa! Akupun langsung membaca isi suratnya.
Hallo lagi Sha!
Hehe, maaf ya aku baru sempet ngasih boneka panda ini.
Dan, aku ngasihnya gak sesuai ekspektasi kamu, aku juga.
Mungkin untuk beberapa waktu ini, kita gak bisa barengan dulu Sha, kalo kamu kangen aku, kamu bisa peluk boneka ini, anggap aja itu aku. Hahah ge’er banget ya.
Tapi, aku percaya takdir Sha, kalo emang kamu untukku, kamu pasti balik lagi sama aku kan?
Jangan lupa senyum Alisha, jangan sedih-sedih lagi ya.
Still your Tatan.
Tak terasa, air mataku mulai jatuh. Sakit rasanya melihat semua hadiah ini, menjadi hadiah terakhir dari Tristan.
Akupun beralih ke barang yang terakhir. Disana, terdapat sebuah hoodie berwarna biru muda, dengan gambar panda. Tak luput juga terdapat sebuah surat.
Hallo untuk ketiga kalinya Risha hehe:)
Untuk kali ini aku mau serius hehe
Pertama, aku mau minta maaf banget atas semua kesalahan aku.
Aku sadar, selama ini kamu udah sangat baik sama aku.
Aku juga sadar, semua sikapku gak sebanding dengan perlakuan kamu ke aku.
Tapi maaf, aku terlalu egois untuk itu semua.
Maaf ya, aku udah berani janji, tapi aku juga yang ingkar.
Aku udah ninggalin kamu, aku udah bikin kamu nangis terus, padahal aku sendiri yang bilang aku gak bakalan ninggalin kamu, gak mau lihat kamu nangis.
Jujur, hati aku sakit ketika lihat kamu nangis, apalagi itu semua gara-gara aku.
Tapi ya balik lagi, disini aku yang terlalu egois.
Ternyata aku menyukai 2 wanita dalam waktu bersamaan.
Dan aku, merasa sangat gak pantas lagi untuk bersamaan dengan kamu, karena hal itu.
Dan soal Felicya, aku minta maaf banget.
Aku udah seenaknya masuk kedalam pertemanan kamu dan Feli
Aku juga sedikit banyaknya udah nanamin rasa benci dihati kamu untuk Feli.
Sekali lagi, dan untuk selamanya, aku minta maaf sama kamu.
Terimakasih ya, kamu udah mau hadir dalam hidupku.
Aku selalu yakin, takdir selalu berpihak.
Kalau kamu tercipta untuk aku, aku pasti akan perjuangin kamu sampai akhir.
Oh ya, ini aku ada hoodie buat kamu, karena aku tau kalo diluar kamu kedinginan, kamu pasti lupa bawa jaket, tapi aku harap kamu selalu inget dengan hoodie ini ya.
Dan juga, aku sedikitnya masih bisa ngelindungin kamu dari alergi dingin kamu.
Aku sayang kamu, Alisha.
Dari aku, Tristan Alatas
Untuk kamu, Alisha Risha Purwandi <3
Selesai membaca, aku langsung memeluk surat dan hoodie panda itu. Rasanya sulit sekali, aku tidak ingin pergi darinya. Tapi, aku pun tidak boleh egois, aku harus memikirkan Felicya, Tristan terlanjur bawa Felicya kedalam masalah ini.
“Deeekk! Alishaaa! Kamu udah pulang nak ?” Teriak Bunda diluar sana. Ternyata, Ayah dan Bunda sudah sampai rumah. Aku pun segera menghapus air mataku.
“Iya, Bun. Icha di kamar,” jawabku.
“Sini dulu nak, Ayah mau ngobrol.” Jawab Ayah.
“Sebentar Yah,” aku pun segera membereskan semua barang pemberian Tristan. Aku simpan dalam sebuah kotak. Aku tidak mau melihatnya terus untuk saat ini, mungkin nanti aku bisa lebih kuat untuk sekedar menatapnya, ataupun memakai pemberiannya.
“Ayah, Bunda,” sapaku sambil menuruni tangga.
“Sayang, gimana kelulusan kamu tadi? Nilai kamu, aman?” Tanya Ayah.
“Aman kok! Nilainya sesuai ekspektasi kita, dan aku juga udah keterima di universitas yang aku mau!”
“Selamat ya, sayang, Bunda bangga sama kamu!” Ucap Bunda.
“Ayah juga bangga sama kamu! Ayah juga udah yakin 100%, kamu bisa mencapai target kamu.” Tambah Ayah.
“Makasih, ya, Ayah sama Bunda terus ngedukung aku. Maaf juga, aku masih belum bisa masuk ke universitas yang Ayah mau.”
“Gapapa, mungkin emang kemampuan kamu bukan dibidang itu. Oh, iya, Ayah juga mau kasih tahu kamu sesuatu, tapi mungkin Kak Ayza udah kasih tahu ya?”
“Iya, yang soal pindah rumah?”
Bunda mendekatiku, lalu menggenggam tanganku “Kamu, gapapa kan? Maaf, kita baru bisa bilang sekarang. Soalnya, kalo kita bilang dari awal, kita takut ganggu konsentrasi belajar kamu.”
“Gapapa, kok. Aku ikut aja, emang mau pindah kapan?”
“Lusa, jadi mulai sekarang kamu kemas barang-barang kamu ya?”
Aku hanya mengangguk, dan beranjak pergi menuju kamar kembali.
“Huhh, istirahat dulu deh. Nanti baru kemas barang-barang. Besok suruh Andi sama Fito kesini deh, terakhiran juga.” Ucapku sembari merebahkan tubuhku dikasur kesayanganku ini.
Hari ini sungguh menguras tenaga, istirahat sejenak boleh juga.
----
Dilain tempat kini Tristan telah sampai di rumahnya, sampai tak lama ponselnya berbunyi lagi, karena ternyata sedari tadi ada panggilan masuk dari Felicya. Tristan sengaja men-silence ponselnya karena tidak ingin terganggu oleh siapapun.
“Ya, hallo, Fel, maaf ya aku baru angkat.” Ucapnya dengan suara sedikit serak karena menangis tadi.
“Tristan, kamu dari mana aja? Kok, dari tadi aku telpon gak diangkat? Terus juga kenapa suara kamu gitu? Kamu habis nangis?” Tanya Felicya disebrang sana.
Tristan sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya, sebenarnya untuk saat ini, Tristan sedang tidak ingin berurusan dengan Felicya, “Gapapa, kok, tadi aku mampir dulu ke rumah saudara aku, dan kebetulan handphone aku ketinggalan di mobil, ini aku lagi gaenak tenggorokan aja makanya agak serak.”
“Oh gitu, aku khawatir loh. Aku kira kamu kenapa-napa,”
“Aku gapapa, kok. Makasih ya.” Ucap Tristan dengan nada sedikit malas.
“Hmm, bye the way, happy graduation ya Tan! Semoga kita sukses.”
“Iyaa, aamiin,” jawab Tristan singkat, “Fel, maaf ya, aku tutup dulu telponnya. Aku mau istirahat, capek banget.”
“Yaudah.”
Setelah itu, Tristan pun langsung menyimpan ponselnya sembarangan. Dia langsung beralih pada kotak yang diberikan Alisha tadi. Diatas kotak tersebut, terdapat note
Dari, Alisha R Purwandi
Untuk kamu, Tristan Alatas
Baru melihat tulisan itu saja, Tristan sudah mengembangkan senyumannya. Dengan cepat Tristan membuka kotak itu, namun alangkah terkejutnya dia ketika melihat isi kotak tersebut.
Didalamnya, terdapat Papan yang bertuliskan Alisha <3 Tristan , lalu terdapat kain, poto mereka berdua, sebuah gelang berwarna hitam dan juga sebuah surat.
Tristan terkejut karena melihat papan dan kain yang ia berikan pada saat mengutarakan rasanya pada Alisha, dia masih ingat betul hari itu. Memang sengaja Tristan menyuruh Alisha untuk menyimpannya.
“Kenapa kamu balikin Al,” ucapnya lirih lalu berlanjut membaca surat.
Hallo Tristan,
Sebelumnya, aku minta maaf, aku harus ngebalikin papan dan kain ini sama kamu, aku gak cukup kuat untuk sekedar melihatnya, bayangan hari itu, terus aja bikin aku sedih.
Sebenernya, aku bisa aja buat buang atau bakar papan dan kain ini, tapi aku merasa gak pantas untuk itu, bagaimanapun kamu udah bikin aku bahagia, walau sesaat.
Aku mau ngucapin terimakasih, karena kamu udah mau jadi sahabat, pacar aku, dulu. Itu adalah masa-masa terindah aku.
Terus juga kamu udah selalu jagain aku, it’s special for me, thank you!
Aku juga mau minta maaf atas nama Andi & Fito, aku tau dibelakang aku kadang mereka suka nyamperin kamu diem diem kan? Mereka ngapain aja? Maaf ya, mereka gitu karena terlalu sayang sama aku, jadi sekali lagi aku minta maaf.
Tristan, sulit sebenernya untuk buat keputusan ini. Tapi aku harus.
Aku bakalan pergi dari hidup kamu.
Aku bakalan ngejauh dari kamu, aku janji.
Karena aku udah capek nyakitin diri sendiri terus, aku juga sadar selama ini kamu masih peduli sama aku, tapi udah cukup aja ya.
Soal Felicya, gapapa kok, kalo kamu mau sama dia, silahkan.
I wish you treat her better than me.
Karena, gaada satupun wanita yang mau disakiti sama lelaki yang dicintainya.
Meski kedengarannya seperti ge’er, aku harap aku gak jadi alasan kamu buat ngejauh dari Felicya ya.
Once again, thank you and sorry for everything. You are the best part in my life!
Happy graduation juga Tan! Semoga segala impian kamu tercapai ya, aamiin.
Oh iya, jangan lupa dipake ya gelangnya, anggap aja itu aku hahahah.
Engga deh, bercanda, gak dipake, atau kamu mau buang juga gapapa, itu sebenernya aku mau ngasih pas kita masih pacaran dulu, tapi gak sempet. Tapi kayaknya masih penasaran kalo belum dikasihin ke kamu, jadi ya aku kasih aja sekarang.
Bye Tan! See you in the top. Wish the best for you, always.
Regards,
Alisha Risha Purwandi <3
Sama seperti Alisha, Tristan pun langsung memeluk surat pemberian Alisha dan tak terasa air matanya pun ikut mengalir.
“Semua ini salah aku, Sha! Aku udah bikin semuanya jadi seperti ini,” Tristan beranjak, dan beralih didepan kaca, memandang dirinya sendiri.
“INI SEMUA SALAH LO! Kenapa si, lo tuh bodoh banget. Hanya karena keegoisan lo, kini lo kehilangan berlian untuk selamanya! Arggghhh gue nyeselll!” Teriak Tristan sambil menjambak rambutnya sendiri.
Tristan terus menangis, sampai dirasa cukup tenang ia kembali mencari ponselnya. Dia menuliskan satu nama dan mulai menelponnya.
“Ck, kenapa gak langsung diangkat ya? Apa dia emang bener-bener udah gak mau berhubungan lagi sama gue?” Lirih nya karena tidak biasanya Alisha menerima panggilan dari Tristan selama ini.
“Iya, hallo?” Suara Alisha disebrang sana dengan sedikit parau.
“Sha, kamu kenapa? Kok, suara kamu gitu? Kamu masih nangis?” Tanya Tristan.
“Oh, ini Tan, tadi aku capek banget dan ketiduran. Jadi suara aku gini.”
“Oh gitu, yaudah maaf ya aku ganggu. Kalo gitu aku matiin dulu ya, nanti aku telpon lagi deh.”
“Eh, gausah! Aku juga udah mau bangun. Kenapa?” Tanya Alisha to the point.
“Emm, soal hadiah yang kamu kasih, makasih ya, gelangnya. Aku bakalan pake setiap hari!”
“Oh, iya. Makasih juga hoodie nya!”
“Iya, jangan lupa dipake terus ya. Hm, btw, Sha, kok papan sama kainnya dibalikin lagi? Kamu, udah benci banget ya sama aku?”
“Ih, nggak gitu! Kamu jangan pernah berpikiran gitu Tan! Ya alesannya, kan, ada disurat, serius aku gak kuat, suka kepikiran terus.”
“Maaf, ya, Sha!” Ucap Tristan dengan sangat tulus.
“Iya, gapapa. Udah deh, jangan terus gitu.”
“Hmm, kita ini lucu ya, Sha. Masih ingin bersama tapi udah gak bisa, hanya karena keegoisan aku.”
“Gapapa, Tan. Jangan nyalahin diri sendiri terus. Ya, mungkin emang kita udah gabisa bersama. Mungkin juga, aku bukan yang pas buat kamu, nanti pasti kamu temuin seseorang yang lebih dari aku.”
“Semoga ya, tapi aku mau nya kamu si hehe, btw, kamu gak mau ngasih tau aku tentang kamu pidah kemana?”
“Nanti aja, ya. Biar kamu tau sendiri. Yaudah, Tan, aku mau kemas-kemas barang aku dulu, bye!”
Belum sempat Tristan menjawab, panggilan sudah diputus terlebih dahulu oleh Alisha.
“Semoga kamu bahagia, Sha! Karena kebahagiaanku, ada sebagian di kamu.” Ucapnya sambil memandang poto Alisha.
Kebahagiaan mu, tidak selamanya tentang pasangan. Coba lihat sekitarmu, ada sahabat yang selalu peduli padamu. Jangan merasa sendiri ya, ingat sahabatmu selalu ada untukmu. “ICHAAAAA! SINI DONG, KITA UDAH NYAMPE NIH!” Teriak seseorang diruang tamu. Ya, aku sudah tahu, itu pasti Andi. Kemarin aku mengundang Andi dan Fito untuk kerumah. “Ck, lo tuh, ya! Pelan-pelan, liat noh, gak sopan ada Bunda sama Ayah!” Ucap Fito. “Dih, biasanya juga lo yang kayak gitu! Dasar pencitraan!” Akupun bergegas keluar kamar dan menuruni tangga menuju ruang tamu. “Hallo, teman-teman! Apa kabar hari ini?” Ucapku. 
Hari ini, hari dimana aku meninggalkan rumah ini. Sudah banyak sekali kenangan yang terjadi. Biarlah tersimpan dengan baik dirumah ini. Aku sudah siap dengan semua barangku, kini aku sedang memakai make up, tipis-tipis saja biar tidak terlalu pucat. Hari ini aku juga memakai hoodie pemberian Tristan. Jika kamu berfikir aku masih memikirkannya, iya, pasti. Karena, tidak semudah itu melupakan seseorang. Namun, jika berfikir lagi aku memakai hoodie ini karena itu, itu salah. Aku hanya menghargai pemberian seseorang. Tidak apa, aku harus dewasa dalam menghadapi masalah ini. Aku tidak boleh lagi bersikap kekanak-kanakan, hanya karena memakai hoodie ini aku tak boleh goyah dengan pendirianku, untuk melupakan dia.&n
Kadang, kehilangan seorang sahabat lebih menyakitkan daripada harus berpisah dengan kekasih. Kini, aku, Fito dan Andi sedang berada didalam mobil dalam perjalanan menuju rumah baruku. “Eh, Ndi, Fit gue mau nanya deh.” Ucapku tiba-tiba ketika teringat suatu hal. “Apaan?” Timpal Fito yang kini duduk disebelahku. “Hmm, gatau ya sebenernya gue gak bermaksud apapun si, cuman pengen aja gitu nanya gini. Kalo nanti nih, kalian udah punya pacar masing-masing, apa kalian bakalan masih ada buat gue? I mean, buat sekedar dengerin curhatan gue gitu, ya meskipun gue sadar kalo kalian udah punya pacar pasti ada seorang wanita lagi yang harus diperhatiinkan? Yang jadi prioritas kalian,” tanyaku.
“Darimana, kalian?” Tanya Kak Ayza yang melihatku baru sampai bersama Andi. “Oh, ini Kak, aku sama Andi baru pulang dari Mas Aji.” Ucapku. “Wahh, bawa martabak dong. Mana punya kakak?” Ucap Kak Ayza sembari mengambil martabak yang aku bawa. “Ihhh! Nanti dulu!” Ucapku sambil merebut kembali martabaknya, “Nanti aku bawain deh. Aku juga beli kok, buat kakak sama Ayah, Bunda. Sekaligus aku bawain ice choco buat kakak!” “Wah, tumben nih baik. Ada maunya nih pasti?” “Gak, lah! Udah, deh. Ayo, Ndi, kita ke atas. Kasihan Fito udah lama sendiri.” Ucap
Bertemu lagi. Kurasa, ini bukan kebetulan biasa, ini takdir ya?“Iya, gue Gio. Gue juga yang tadi gak sengaja lo senggol.”Aku terdiam sejenak. Pantas saja, ketika melihat dia tadi, seperti bukan pertama kalinya aku bertemu dia. Ah, dia berubah banyak. Aku sampai sempat tidak mengenalinya, padahal dia teman kecilku dulu. “Hm, Gio. Kita, pernah kenal ya?” Tanyaku, hanya memastikan saja. Karena aku takut jika aku yang duluan memulai menyapanya, aku takut terkesan so’ akrab dengan dia. “Ck, lo tuh, amnesia atau gimana? Masa lupa si? Ya, kan kita dulu temenan, Sha. Perasaan lo belum terlalu tua kan? Kan beda umur kita cuman 3 tahun.” Jawab Gio. “Iya iya, aku juga tau, kok. Cuman takut salah aja.” Jawabku. Namun tak lama
Gaada yang namanya kebetulan, semua udah ditentuin. Semua ini, Takdir. “Heh! Ngomel mulu, lo!” “Ggg-Gio?” Itu, Gio. Sejak kapan dia ada disini? Serem banget si, tiba-tiba muncul. Bikin kaget aja. “Iya, kenapa?” Tanya Gio mengejutkan lamunanku. “K-kok, ada disini?” “Ya emang ini bukan tempat umum?” Ucapnya sambil duduk di kursi sebelahku. “Kenapa, si? Tadi ngomel-ngomel gak jelas, sekarang ngelamun gitu.” “Hm? Gapapa. Btw, dari kafe juga? Kok, gak lihat?”&nbs
Kadang, apa yang kita takutin hari ini, itu yang akan kita hadapi besok. Kini, Alisha, Ayza, Alwi (Ayah Alisha) dan Dewi (Bunda Alisha) sedang berada dimeja makan untuk makan malam. “Oh iya, Cha, besok kamu ada dirumah aja ‘kan? Maksudnya kamu gaada acara keluar rumah?” Tanya Dewi tiba-tiba. Alisha yang sedang mengunyah makanannya berhenti sejenak, “Iya, Bund. Aku besok gaakan kemana-mana kok. Ada apa emangnya?” Tanya balik Alisha. “Besok Ayah sama Bunda mau ngajakin kamu sama Ayza buat ke restoran yang dulu biasa kita kunjungin, udah lama juga kan ya, gak kesana. Ada yang mau Ayah dan Bunda omongin juga sama kamu dan Ayza.” Jelas Dewi 
Aku melangkahkan kakiku dengan semangat. Hari ini, hari Senin, hari kelulusan SMA-ku. Aku berangkat dengan Kak Ayza, dia kakakku, biasa aku panggil Kak Za. Karena orangtuaku sedang berada di luar kota untuk urusan pekerjaannya, jadi, Kak Za yang mendampingiku. “Kak ayo! Aku udah siap nih.” Ucapku sambil menuruni anak tangga. “Eh, Cha, Kakak udah cakep belum?” Tanyanya tiba-tiba. “Aish, apaan sih, udahlah, ayo berangkat! Nanti kita terlambat!” Ucapku sambil memakai kacamata kesayanganku. “Eh, serius, lohh, kan Kakak mau nemenin kamu. Ini acara Graduation loh, masa iya, dandanan Kakak