Akhirnya hari ini tiba juga. Hari yang membuat Dirga semakin gelisah. Bukan berarti Dirga tidak percaya dengan Andien, tetapi mengingat hubungan kasih mereka yang benar-benar masih sangat singkat, ditambah Dirga tidak bisa menerka sejauh mana sepak terjang saingannya itu, semakin membuat pria itu bangun dari tidurnya dalam keadaan mood yang terjun bebas.
Selesai melakukan ibadah subuhnya, pria itu lantas menyiapkan diri agar bisa datang lebih pagi ke kantornya. Seraya memakai pakaian kerjanya, Dirga men-dial nomor Andien, mengubah panggilannya ke speaker mode.
'tuuut'
'tuuut'
"Pagi sayang!" sapa Andien di seberang sana
"Pagi juga sayang, suara kamu jauh banget?"
"Iya, aku lagi nyiapin El dan Anne, jadi aku spreaker-in"
"Eeeel... Anneee... Pagi naaak!"
"Pagi Ooom!" balas kedua bocah kecil itu.
"Cantika belum bangun sayang?"
"Belum. Kak Dirga ada apa tumben nelpon pagi-pagi begini."
"Ga boleh?"
"Kamu ih! Ada apa sih? Sejak pulang dari sini kayanya sensi banget, nyaingin aku kalau lagi PMS! Lagian kan tadi aku nanya, bukan ngelarang."
"Ga tau! Kok aku bisa segini sayangnya sama kamu sih?" Dirga gusar mengacak-acak rambutnya.
"Yakin karena sayang? Bukan karena kesal sama aku?"
"Ya karena sayang makanya bisa kesal. Kalau ga sayang ngapain kesal-kesal? Nguras emosi aja!"
"Tuh kan!"
"Aku hari ini ada janji sama Ian. Harusnya ketemu di kantor. Tapi aku mau pindahin venue-nya ke Tanamera aja. Aku bakalan ke situ biarpun kamu larang."
"Oke"
"Loh ga apa-apa?" tanya Dirga heran.
"Kan kamu yang bilang, kamu bakalan tetep datang biarpun aku larang."
"Iya." jawab Dirga lesu.
"Tapi nanti tolong biarin aku ngomong sama dia ya. Aku ga mau bikin dia salah paham. Selesai aku ngomong sama dia, nanti aku kenalin deh kamu ke dia."
"Serius?"
"Apa kamu ga mau aku kenalin ke dia?"
"Oh kenalin aja. Aku perlu nunjukin kamu milik aku."
"Dih
ngaku-ngaku!""Lho iya dong!"
Andien tertawa renyah di ujung telpon sana.
"Ya udah, aku mau nyiapin anak-anak dulu ya sayang. Aku harus antar mereka sebelum Cantika bangun."
"Oke. I love you, sayang."
"Love you too."
Selesai menelpon Andien, Dirga segera mengirimkan pesan singkat ke Ian - sahabatnya sejak kecil.
[Me]
Bro, review design di Tanamera aja ya. 12.30 ok?[Ian]
Kemang?Oke.Jangan ngaret lo datengnya. Gue ada meeting jam 3 sore.[Me]
Iye.Siap![Ian]
Ok. See you bro![Me]
Sip!Dirga sudah duduk manis di kantornya tepat jam setengah tujuh pagi. Tanpa aba-aba ia tenggelam begitu saja dengan pc, laptop, dan lembaran-lembaran draft design yang belum sempat ia periksa saat lembur kerjanya semalam. Beberapa proposal dan surat-surat lainnya masih ia kesampingkan, menunggu Borne untuk menjelaskan detail isi dari surat-surat tersebut, khawatir ada point-point yang terlewat.
'tok... tok..'
"Masuk!" pinta Dirga saat mendengar pintu ruangannya diketuk.
Borne masuk sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kekacauan di ruang kerja sahabatnya itu. Meja kerja yang hanya diisi pc dan lembaran-lembaran draft design, sementara meja tamu panjang beserta sofa yang ada di tengah ruangan itu sudah terbebani dengan berbagai barang pindahan dari meja kerja Dirga - sebut saja laptop, map-map dokumen, kalender meja, papan nama, sampai fotonya dan Andien yang kerap menghiasi meja kerja Dirga. Ah, jangan lupakan jas kerjanya yang tadi ia lempar asal ke salah satu bagian sofa.
"Njir bro, siapapun yang jadi bini lo gue jamin merepet tiap hari!"
"Kenapa emangnya?"
"Ya lo liat aja ini. Ruang kerja aja lo bikin porak poranda begini!"
"Rena sudah datang belum?" Dirga tak menanggapi ocehan Borne, malah menanyakan kehadiran salah satu drafternya yang juga salah satu team inti pada project yang akan dipresentasikannya pagi itu.
"Kalau sudah datang suruh ke ruangan gue, ini draft salah mulu dari kemarin." lanjut Dirga lagi.
"Ya lo ga kira-kira, anak orang disuruh lembur berhari-hari sampe larut malam. Kecapean kali tuh anak makanya ga fokus."
"Lo juga bantuinlah. Kayaknya itu anak kalau sama gue kok ya takut amat. Kalau masuk ke ruangan gue nih, nunduuuk aja! Dollar-nya pernah jatuh apa di sini?"
Borne terkekeh mendengar gerutuan Dirga.
"Soalnya kalau draft design ga benar begini, taksiran biayanya bakalan meleset jauh Ne... Nanti kita juga yang bakalan nutupin kerugian kalau sampai salah hitung. Cobalah lo intip kalau dia kerja biar ga bolak balik revisi." lanjut Dirga lagi.
"Oke, Bos!"
"Posisi superintendent yang gue minta untuk leader-nya anak-anak drafter belum dapat juga?"
"Belum, Bos! Yang sesuai kualifikasi lo susah kata HRD."
"Pecat aja si Abram itu! Ngapain gue bayar gaji dia gede kalau nyari orang aja ga bisa!" omel Dirga lagi.
"Nanti gue kejar si Abram." ujar Borne tenang.
'Bujug dah ini orang kalau lagi ngamuk horornya ngalahin demit!'
"Kalau sampe minggu depan dia ga dapat orang, suruh siapin surat pengunduran diri! Heran banget gue, udah mau enam bulan lho posisi itu kosong, masa ga dapet orang juga!"
"Oke, Bos!"
"Pokoknya ntar suruh si Rena ke ruangan gue! Habis kesabaran gue lihat kerjaan kacau kayak begini!"
"Ok, Capt!"
"Gue juga minta revisi RAB untuk Orchid Project sudah selesai sebelum makan siang. Satu lagi, maket untuk Danish Project sudah bisa dibuat, minggu depan kita meeting harus sudah jadi itu maket."
"Siap!"
"Itu proposal apaan aja?" tanya Dirga sambil menunjuk tumpukan beberapa dokumen yang ada di meja tamu.
Menit-menit selanjutnya diisi dengan suara Borne yang menjelaskan isi dokumen, jadwal, dan berbagai hal-hal yang harus difollow-up segera oleh atasan sekaligus sahabatnya itu. Pun diisi dengan kesibukan Dirga berkutat dengan berbagai design, meeting dan presentasi project.
***
Di tempat lain, Andien berlari kecil mengejar kereta tujuan Bogor-Jakarta yang tetap ramai meski hari sudah mulai beranjak siang. Wajah cantiknya terlihat kesal menahan geram karena sikap dari orang yang akan ia temui siang itu.
Sampai di stasiun Pasar Minggu, Andien mengeluarkan ponselnya untuk memesan ojek online yang akan mengantarnya ke Tanamera Coffee. Tiba di tempat tujuan, ia memutuskan untuk merapihkan dirinya terlebih dahulu. Wajahnya yang ternoda polusi ia bersihkan, kemudian jemari lentiknya menyapukan ulasan natural make-up yang membuat paras cantik Andien terlihat lebih segar. Surai sebahunya yang sudah tak beraturan ia tata kembali lalu ia biarkan tergerai begitu saja. Setelahnya, Andien memercikkan parfum ke tubuhnya untuk menghilangkan aroma jalanan siang itu.
Keluar dari toilet ia melihat pria yang dicarinya telah duduk di salah satu meja cafe. Tersenyum seraya melambaikan tangan padanya. Andien pun berjalan ke arah pria itu.
"Hai Kei!" sapa pria itu - Arga, mantan pacar masa SMA Andien.
"Hai Ga... Sudah lama?"
"Baru lima menitan. Makan dulu ya, baru kita ngobrol."
"Iya."
Arga lantas memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman untuk keduanya.
"Kamu ga lapar? Kok cuma pesan snack dan minum?" tanya Arga.
"Aku masih kenyang." jawab Andien sekenanya.
Sebenarnya ia bahkan tidak sempat sarapan dengan benar tadi pagi. Moodnya terjun seketika begitu mobil yang akan ia bawa hari ini tidak bisa distarter sama sekali. Belum lagi Cantika yang terus saja menangis karena batal ikut dengannya.
Seketika ia teringat kekesalannya pada makhluk di depannya ini sejak minggu lalu, saat ia meminta agar pertemuan mereka dilakukan di Bogor saja. Yang menyebalkan, Arga tidak menerima usulnya karena pertemuan mereka akan dilakukan di hari kerja.
"Aku harus balik ke kantor habis kita ketemuan. Aku cuma ada urusan di Jakarta, Kei. Dan urusan itu harus selesai di hari yang sama, karena penempatanku ga lagi di Jakarta tetapi di Bandung." jawab Arga saat itu. Seolah Andien tak ada kerjaan saja.
Tak menyerah, Andien meminta agar pertemuannya dilakukan di akhir minggu saja, lagi-lagi pria itu menolak dengan berbagai alasan yang jika urutkan panjangnya bisa mengalahkan jalan Tol Jagorawi.
"Penampilan kamu cuek banget sih Kei." suara pria itu membawa Andien kembali ke masa kini, sadar dari lamunannya.
"Ada yang salah dengan penampilan aku?" tanya Andien.
"Aku lebih suka lihat cewe yang girly gitu. Ya bukan berarti kemana-mana pakai dress. Tapi ngeliat kamu dengan ripped
jeans dan kaos kebesaran beserta sneakers gitu..."Arga mengerutkan keningnya, menampilkan ekspresi tak menyukai pilihan fashion Andien hari itu.
'Dih, ngapain amat cantik-cantik buat elo? Lo pikir lo siapa?'
"Kamu ngajak aku ke sini cuma mau ngomentarin penampilan aku?" ucap Andien sambil menahan geram.
"Hai sayaaang!" sapa Ian yang tiba-tiba duduk seenaknya di samping Andien. Entah kapan dan dari arah mana pria itu datang. Di belakangnya, sang kekasih hati berjalan perlahan sambil tersenyum ke pada Andien.
"Kok muke lo gak asik gitu?" tanya Ian pada Andien, menyadari ada yang tidak beres pada raut wajah kekasih sahabatnya itu.
"Ga apa-apa. Lo kayak demit tau ga, tau-tau nangkring aja di sini!" balas Andien. Ian hanya mencengir memamerkan deretan gigi putihnya.
"Lo siapa?" Ian beringsut ke laki-laki di hadapannya.
Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Ian menyambutnya dengan malas.
"Arga."
"Ian."
"Ayo, bro!" ajak Dirga seraya menepuk bahu Ian, mengajaknya pindah ke meja lain agar tidak mengganggu pertemuan kekasihnya itu.
"Yakin lo, ga gabung di sini aja?" Ian bertanya, tak habis pikir pada Dirga. Dirga hanya menggeleng untuk menanggapi.
"Jangan macem-macem lo sama kembaran gue!" cecar Ian pada Arga. Arga pun hanya mengangguk mengiyakan.
Ian berdiri dari kursi yang ia duduki, berjalan ke arah meja yang tak jauh dari posisi Andien dan Arga berada. Dirga berjalan mengikuti Ian, tetapi belum sampai di mejanya, Dirga berbalik kembali melangkah tegap mendekati Andien.
"Sayang, kalau sudah selesai, kasih tau aku, atau kamu ke meja aku ya." ucapnya sambil mengecup mesra puncak kepala Andien. Tak menunggu jawaban Andien, Dirga segera pergi meninggalkan raut geram bersemu merah pada wajah Arga.
'Rasain lo, bangsat! She's MINE!' batin Dirga sambil tersenyum sinis.
Andien masihshockdengan kelakuan kekasihnya itu. Matanya mengikuti langkah Dirga, tetapi mulutnya belum juga menutup sempurna, ternganga karena kecupan kecil yang bahkan sering Dirga berikan padanya saat kebersamaan mereka.'Astagaaa, sengaja banget sih kayak gitu!'"Ehem!" suara Arga mengganggu lamunan Andien.Andien mengalihkan tatapannya ke manik pekat milik Arga, masih terlihat jelas amarah di sana, ditambah rahang yang kaku seperti sedang menahan berbagai umpatan. Sementara Andien sendiri bersusah payah menunjukkan ekspresin datar.Saat yang sama Arga akan bersuara lagi, pelayan datang membawa pesanan mereka. Sete
Usai Agra meninggalkannya, Andien beranjak menuju meja yang ditempati Dirga dan Ian. Andien mengatupkan bibirnya agar tak terkekeh melihat pemandangan di depannya. Kedua pria itu menatapnya dengan tangan Ian yang masih menggenggam erat pergelangan tangan Dirga."Segitu naksirnya lo sama cowok gue?" ledek Andien pada Ian sambil menunjuk genggaman tangan Ian dengan dagunya.Kedua pria itu langsung memandang ke arah pandang Andien."Najis!""Najis!"Ucap keduanya bersamaan.'Hahahaha!'Andien terbahak melihat ekspresi keduanya, pun beberapa orang pelanggan seperti mereka yang sedang menikmati sajian."Tuh laki lo! Kalo ga dipegangin udah baku hantam sama mantan lo! Heran! PMS lo ya? Emosian banget!" omel Ian."PMS pala lo! Kan ada elo pengacara gue. Tinggal lo urus!" balas Dirga."Eh kampret! Lo pikir itu orang ga akan kenapa-kenapa dipukulin sabuk hitam kayak elo? Bagus kalo cuma lecet, kalo modar?""Lo pikir
Dirga melajukan mobilnya keluar daricafeyang sudah menjadi favoritnya itu sejak beberapa tahun yang lalu. Belum jauh beranjak, langit menumpahkan buliran hujan dengan derasnya, bahkan sang angin pun seperti memberi peringatan jika ia akan bertiup lebih kencang di siang menjelang sore itu. Dirga melirik kekasihnya yang masih tertidur pulas, menimbang-nimbang apa yang ada di pikirannya, dan akhirnya memutuskan untuk membawa Andien ke unitnya saja.Sesampainya di parkiran apartemen, Dirga mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi pesan singkat lalu mengetik pesan untuk sang penerima di sana yang sangat ia sayangi.[Me]El, lagi apa nak?[Eldra]Main game Om.[Me]Main sama Anne dan Cantika juga dong El.[Eldra]Udah tadi. Sekarang anne sama cantika masih bobo.El baru di bolehin ummah main ha
"Lipsticksiapa ini? KAMU NGAPAIN?" bentak seorang perempuan yang menerobos masuk unit Dirga sore itu. Tak jauh dari mereka, di sana, Andien berdiri, menatap nanar kedua orang dihadapannya sambil menahan rasa panas di kedua netranya. Dirga yang sempat terkejut mengalihkan pandangannya pada Andien, perempuan itu pun mengikuti arah pandang Dirga. Saat kedua pasang netra kedua perempuan itu bertemu, tamu tak diundang itu berjalan cepat mendekati Andien seraya menahan amarah. "BRENGSEK!!!" maki perempuan itu. "PELACUR SIAL--- !!!" *PLAK!* Entah sejak kapan Dirga sudah berada di antara keduanya, hingga bukan pipi mulus Andien yang terkena tamparan, tetapi justru pipi berhiaskanfive o'clock shadowmilik Dirga yang terkena panasnya benturan telapak tangan perempuan itu. Dirga meringis, tangannya mengusap darah yang keluar dari sudur bibirnya, sepertinya karena goresan dengan salah satu cincin yang tersemat h
Kini mereka berempat duduk di ruangan dengan dua buah sofa panjang yang saling berhadapan. Debby sudah menyiapkan hidangan di hadapan mereka masing-masing. Rice boxlengkap dengan sapiszechuan, ditambah caisim cah bawang putih dan kepiting lemburi lada garam. Satu-satunya orang yang makan dengan lahap di ruangan itu adalah Borne, pria itu benar-benar tidak terganggu dengan ketegangan yang terjadi tadi. Debby sibuk memperhatikan pasangan di depannya yang tidak menyentuh makanan mereka sama sekali, sambil sesekali menambahkan lauk pauk ke dalamboxsuaminya.
"Sayang..." panggil Dirga dengan suara paraunya yang terdengar begitu memelas di telinga Andien. Andien menghentikan kegiatan menata isi tasnya, menghela nafas sesaat sebelum menegakkan tubuh dan berputar agar berdiri berhadapan dengan pria yang sudah membuatnya kembali mencinta. Tak tega melihat raut kesedihan dan serba salah di wajah Dirga, Andien melangkah mendekat untuk memeluk pria itu. Dirga pun membalas pelukan Andien dengan rengkuhan yang lebih erat. Andien menepuk lembut punggung Dirga seraya menghindu aroma khas tubuh yang bercampur dengan notes woody dari
Andien tertawa mendengar celotehan Dirga. Hidup ini begitu lucu, mereka bahkan tidak bertemu bertahun-tahun. Tidak pula saling mengetahui keberadaan satu sama lain. Pun saat keduanya masih kanak-kanak ataupun remaja, mereka hanya menjadi pengagum jarak jauh bagi satu sama lain. Dan sekarang, bagaimana bisa dalam lima hari kebersamaan Dirga sudah ingin memasangkan cicin sederhana itu ke jari manis Andien? Katakanlah Dirga lebih mengenal Andien karena memang pria itu selalu mencari-cari informasi tentang Andien dari orang-orang sekitarnya, bahkan tak segan mencari akal agar bisa mengamati perempuan itu sedekat mungkin. Tapi Andien? Andien benar-benar tidak mengenal sosok Dirga. Wajahnya saja Andien tak mampu mengingatnya. Satu-satunya fakta yang Andien tau, pria itu hanya mengirimkan salam untuknya sekali
Honda Accord terbaru berwarna crystal black pearl itu membelah jalan tol Jagorawi malam itu, mengantarkan Dirga dan Andien ke tempat tujuannya. "Iya Ummah, ini udah di Tol.""....""Iya maaf Ummah. Tadi ada hal penting yang harus Andien dan Kak Dirga bicarakan.""....""Iya Ummah, Andien janji ga akan begini lagi.""....""W*'alaikumsalam Ummah."
Setelah memporak-porandakan ruang keluarga, Andien dan Dirga melanjutkan ronde kedua percintaan mereka di master bedroom rumah itu. Berbeda dengan ruangan lantai dasar yang di desain polos dengan gradasi warna cream ke putih di setiap dindingnya, lantai dua yang berisikan kamar-kamar para anggota keluarga dan sebuah ruang serbaguna, dinding-dindingnya berlukiskan hasil karya Edo – adik ipar Dirga. Wall mural yang kini menjadi salah satu order terbesar di perusahaan desain milik Dirga dan kawan-kawan memang membuat level hunian menjadi lebih nyaman dan terkesan mewah. Kamar Andien dan Dirga didominasi furniture yang terbuat dari kayu berwarna putih tulang, sementara untuk pernak pernik dan ornamen-ornamen pemanis - warna yang dipilih Dirga adalah warna-warna pastel sep
Tahun keenam pernikahan Dirga dan Andien.Dirga memeluk sang istri dari belakang, menempelkan bibirnya di daun telinga Andien.“Sudah siap?”Andien terkekeh geli.“Norak tau, Kak!”
“Sayang...” panggil Dirga saat Andien sedang merapihkan pakaian mereka ke dalam walk in closet.“Apa?”“Sini sebentar.”Andien menghentikan kegiatannya, lalu bergabung bersama Dirga di atas ranjang mereka.“Ada apa?”
Seperti biasa, Andien terbangun dari tidurnya di jam yang sama setiap malam. Yang berbeda, malam itu Dirga tak ada di sisinya, juga tak nampak di seantero kamar mereka. Andien beranjak dari ranjang, melangkah perlahan mendekati pintu penghubung kamar itu dengan ruang kerja Dirga, pendar cahaya masih nampak menembus celah antara pintu dengan lantai kayu rumah mereka.“Sayang?” tegur Andien saat mendapati suaminya yang duduk termenung seraya menyapukan ibu jari di pinggiran mug.“Hey, baby...”“Kok ga tidur?”
Dirga sekeluarga menyempatkan diri untuk pulang ke Indonesia ketika Summer Break. Jadwal pulang Dirga yang sebelum menikah mengikuti kalender islam – yaitu saat puasa Ramadhan, kini bergeser mengikuti libur anak-anaknya yang masih berstatus pelajar.Saat ini mereka sedang menghadiri acara pertunangan sepupu Dirga di salah satu ballroom hotel berbintang di Jakarta. Dirga yang memiliki prinsip untuk membopong semua anak-anaknya ke setiap acara keluarga sontak menjadi perhatian utama kerabat-kerabatnya selain pasangan calon mempelai.
“Kak...” sapa Andien seraya melangkah masuk ke kamar mereka. Andien mengambil pijakan kaki dari bawah meja riasnya, mendekat pada Dirga sebelum akhirnya meletakkan benda itu dan naik ke atasnya – hendak memasangkan dasi untuk sang suami. “Ada meeting ya hari ini?” “Iya. Mau ada tender lagi, sayang.”
“Mr. Harold?”Dirga tak menyangka dengan kehadiran seorang pria di balik pintu rumahnya. Pria itu membawa sebuah paper bag dengan nama toko mainan tempatnya bekerja.“Mr. Pranata.”“Ada yang bisa saya bantu?”
"Sayang, something happened with Anne."Dirga dan Ken baru saja turun dari deep black pearl Volkswagen Golf milik Dirga, bahkan handle pintu mobil itu masih digenggamannya. Dirga menutup pintu mobil, merangkul Andien, melabuhkan ciuman hangat di kening dan bibir isterinya."I'm home, sayang."
Andien turun dari mobilnya ingin bertandang sejenak ke sebuah toko yang menjual berbagai jenis rempah Asia. Ia baru saja mengantarkan Cantika ke play group yang tiga minggu terakhir menjadi salah satu tempat untuk belajar dan bersosialisasi bagi puteri kecilnya itu.Andien harus berjalan kaki beberapa ratus meter ke dalam untuk mencapai toko yang ia tuju. Langkahnya terhenti ketika melewati sebuah café dengan nuansa modern yang terasa begitu nyaman. Netranya terbelalak melihat Dirga sedang berbicara – jika bisa dibilang demikian – dengan seorang perempuan yang begitu... perfect