Dirga berjalan bersama Max mendekati seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik di usianya. Wanita itu sedang termenung seraya menggenggam cangkir berlukiskan bunga mawar yang berisi teh hangat. Di sampingnya duduk seorang pria yang usianya terlihat sebaya dengan Kia dan Ken.
Max mendekati wanita itu lebih dulu.
"Aunty, Dirga wants to see you." ujar Max.
Pria di sampingnya mengambil cangkir dari tangan Diand
"Ayaaaah..." rajuk Sam tersedu seraya menggandeng tangan Davi. Davi membawanya ke Edo yang sedang bercengkrama dengan pria-pria lainnya seusai acara akad nikah Dirga dan Andien. "Kenapa Sam? Kenapa sedih?" tanya Edo seraya mengangkat Sam yang menghambur ke pelukannya. "Jealous!" Davi yang menjawab. "Hah?"
"Ditya..." panggil Andien. "Hey... Selamat ya..." Ditya mendekat, lalu memeluk keduanya bergantian. "Panjang umur dan bahagia bersama." Do'anya yang di aamiin-i oleh Dirga dan Andien. "Ya ampun, gue kira siapa! Ayo masuk, makan dulu." "Maaf Ndien, gue ngejar ke bandara. Mau balik ke London."
"Lo ga hina sama sekali, bro. Yang bermasalah tuh Vio. Lo jangan jadi nyari-nyari kesalahan diri lo. Lo cuma mencintai orang yang salah. Sekarang lo buka tuh mata lo, pandang sekitar lo, jangan terpaku lagi dengan Vio. Selama ini mungkin lo udah banyak ngelewatin kesempatan lo nemuin cewek yang lebih baik." Ditya tersenyum pada Dirga, dan saat itu pandangannya tertuju pada dua sosok perempuan yang berjalan di belakang Dirga. Andien dan perempuan lain yang ia tak tahu namanya, bergaun tanpa lengan berwarna peach dari bahan brukat lembut sepanjang lutut. Perempuan dengan surailurus alami yang terurai itu terlihat begitu anggun di mata Ditya.
Andien melangkahkan kakinya melewati pintu masuk sebuah villa di Bali. Villa yang akan menjadi tempat ia dan Dirga berbulan madu selama tujuh hari ke depan terasa begitu nyaman. Dengan design semi terbuka, villa tersebut memiliki sebuah kamar tidur dan kamar mandi dengan pintu kaca yang terhubung langsung dengan jacuzzi. Di bagian depan terdapat ruang santai, dapur bersih sekaligus mini bar. Ruang santainya terhubung dengan teras kayu yang menjadi batas dengan private pool yang berhadapan langsung dengan pemandangan laut lepas. Villa itu sudah dihias sedemikian rupa gun
Andien tersenyum, menarik napas panjang sebelum menganggukkan kepalanya. Tak menunggu, Dirga menuntunnya berdiri, lantas menggendongnya di depan tubuhnya. Perlahan, ia meletakkan Andien di atas ranjang berukuran king size yang juga bertabur kelopak bunga mawar. "You'll see... and feel how much I adore you" bisik Dirga di telinga Andien. Dirga beranjak dari ranjang, mengatur lampu kamar agar bersinar redup. Ia berdiri di depan ranjang, membuka kancing kemejanya satu per satu. Entah mengapa pemandanga
Syukurnya, Dirga tak menuntut ronde tambahan kemarin petang sehingga ketika ia dan istrinya tiba di sebuah restoran tepi pantai, menu yang ada di tempat itu masih sangat lengkap. Mereka bahkan sempat menikmati sunset yang terlihat berkali-kali lebih indah kala senja menyapa. Tetapi bukan Dirga namanya jika tidak memperhitungkan segalanya. Usai menandaskan aneka seafood yang mereka pesan sebagai menu makan malam, keduanya melanjutkan langkah menuju Kuta.Hanya berjalan-jalan santai menikmati kemeriahan Balidi malam hari. Membeli french fries dan es krim cone untuk dinikmati berdua sambil melangkah menatapi berbagai etalase fashion yang berjajar
Akhirnya Andien terpaksa mengikuti kemauan Dirga daripada suaminya itu terus saja mengekorinya. Dengan menahan malu Andien terpaksa membuka pahanya di depan wajah seorang Dokter Spesialis Kandungan. Untunglah dokter tersebut juga perempuan. “Puas udah bikin aku malu?” ketus Andien setelah mereka meninggalkan Rumah Sakit. “Kan aku khawatir sayang...” “Aku kan udah bilang, lumrahperih habis begituan.”
Esoknya, menjelang tengah hari, pasangan pengantin baru itu beranjak ke Gilimanuk, tepatnya ke sebuah rumah makan dengan menu andalan Ayam Betutu. Kali ini Andien tak menyarankan tempat ini, melainkan meminta Dirga yang mengatur dimana mereka akan makan siang. “Sayang sering ke sini?” tanya Dirga. “Baru sekali.” ujar Andien. “Masa?” “Iya. Sama