Andien tersenyum, menarik napas panjang sebelum menganggukkan kepalanya. Tak menunggu, Dirga menuntunnya berdiri, lantas menggendongnya di depan tubuhnya. Perlahan, ia meletakkan Andien di atas ranjang berukuran king size yang juga bertabur kelopak bunga mawar.
"You'll see... and feel how much I adore you" bisik Dirga di telinga Andien.
Dirga beranjak dari ranjang, mengatur lampu kamar agar bersinar redup. Ia berdiri di depan ranjang, membuka kancing kemejanya satu per satu. Entah mengapa pemandanga
Syukurnya, Dirga tak menuntut ronde tambahan kemarin petang sehingga ketika ia dan istrinya tiba di sebuah restoran tepi pantai, menu yang ada di tempat itu masih sangat lengkap. Mereka bahkan sempat menikmati sunset yang terlihat berkali-kali lebih indah kala senja menyapa. Tetapi bukan Dirga namanya jika tidak memperhitungkan segalanya. Usai menandaskan aneka seafood yang mereka pesan sebagai menu makan malam, keduanya melanjutkan langkah menuju Kuta.Hanya berjalan-jalan santai menikmati kemeriahan Balidi malam hari. Membeli french fries dan es krim cone untuk dinikmati berdua sambil melangkah menatapi berbagai etalase fashion yang berjajar
Akhirnya Andien terpaksa mengikuti kemauan Dirga daripada suaminya itu terus saja mengekorinya. Dengan menahan malu Andien terpaksa membuka pahanya di depan wajah seorang Dokter Spesialis Kandungan. Untunglah dokter tersebut juga perempuan. “Puas udah bikin aku malu?” ketus Andien setelah mereka meninggalkan Rumah Sakit. “Kan aku khawatir sayang...” “Aku kan udah bilang, lumrahperih habis begituan.”
Esoknya, menjelang tengah hari, pasangan pengantin baru itu beranjak ke Gilimanuk, tepatnya ke sebuah rumah makan dengan menu andalan Ayam Betutu. Kali ini Andien tak menyarankan tempat ini, melainkan meminta Dirga yang mengatur dimana mereka akan makan siang. “Sayang sering ke sini?” tanya Dirga. “Baru sekali.” ujar Andien. “Masa?” “Iya. Sama
“PAPA!” pekik Cantika saat melihat Dirga dan Andien masuk ke living room villa itu. Kediaman Diandra dan Diva memang menyatu dengan komplek villa mereka. Ada lima villa di sana, dan salah satunya ditempati sang empunya. Awalnya, Collins sekeluarga tinggal di Sanur. Begitu sang kepala keluarga berpulang, tak butuh waktu lama, Diandra membawa ketiga anaknya yang saat itu masih dalam usia remaja dan kanak-kanak pindah ke Ubud, sementara tempat tinggal mereka di Sanur sebelumnya Diandra sewakan. Begitu anak-anaknya dewasa, Devan merantau ke Jakarta, Davi mengadu nasib kembali dengan membuka usaha dan tinggal di kediaman lama mereka, sementara Diva si bungsu tetap di Ubud menemani sang Ibu.
Tak ada suasana suram yang menghantui keduanya sepulang kunjungan mereka dari kediaman Diandra. Hanya saja, ketiga anak mereka masih betah berlama-lama di villa nan sejuk itu. Ditambah kedatangan Davi dan keluarga kecilnya saat makan malam membuat suasana kala itu semakin hangat dan mengakibatkan Eldra, Anne dan Cantika urung ikut dengan kedua orang tuanya. Diva pun tak merasa keberatan untuk menjaga buah hati mereka agar bulan madu mereka tak terganggu dan lebih berkesan indah. Ekstra dua malam tanpa celoteh ketiga putera dan puteri mereka mengembalikan rutinitas keduanya. Sepanjang hari diisi perjalanan romantis menyambangi tempat-tempat terbaik di Pulau Dewata, sementara malam harinya diisi dengan keintiman – dari mulai berenang berdua, hingga menghabiskan tenaga dengan berbagi desah dan peluh.
Andien menatap Dirga yang belum juga beres menata isi koper mereka. El, Anne dan Cantika tak henti mengitarinya bergantian. Ketiga bocah itu sejak dua hari lalu membuat suasana villa menjadi hiruk pikuk. Suara-suara erotis yang tadinya bergema di seisi villa, kini teredam oleh suara tawa, teriakan, dan tangis ketiga bocah itu. Andien duduk di samping Dirga, menatapnya sambil tersenyum. "Mau dibantu?" ‘Cup!’ Dirga justru memberinya ciuman singkat.
Hari sudah gelap ketika mereka keluar dari terminal kedatangan domestik Bandara Soekarno Hatta. Sam yang melihat Cantika langsung berlari ke arahnya, menunggu Cantika yang kerepotan turun dari stroller-nya. "Dibilang tunggu di rumah aja ga mau dia. Keburu girang dibilang Cantika pulang dari Bali." ujar Hana. "Gue terima aja apa permintaan laki lo itu, de?" "Permintaan apa?"
"JANGAAAAAN!!!" Koper yang setengah terangkat di tangan Dirga terlepas kala jeritan Andien terdengar. Dirga segera membalik tubuhnya ke arah Andien yang tadi berlari histeris ke belakangnya. Mata Dirga terbelalak. 'Jleb!' Satu tusukan benda tajam bersarang di perut isterinya bahkan ketika Dirga belum berdiri sempurna dari perubahan posisinya tadi. Jelas tusukan itu tak ditujukan untuk Andien, tapi untuk dirinya. Dan Andie
Setelah memporak-porandakan ruang keluarga, Andien dan Dirga melanjutkan ronde kedua percintaan mereka di master bedroom rumah itu. Berbeda dengan ruangan lantai dasar yang di desain polos dengan gradasi warna cream ke putih di setiap dindingnya, lantai dua yang berisikan kamar-kamar para anggota keluarga dan sebuah ruang serbaguna, dinding-dindingnya berlukiskan hasil karya Edo – adik ipar Dirga. Wall mural yang kini menjadi salah satu order terbesar di perusahaan desain milik Dirga dan kawan-kawan memang membuat level hunian menjadi lebih nyaman dan terkesan mewah. Kamar Andien dan Dirga didominasi furniture yang terbuat dari kayu berwarna putih tulang, sementara untuk pernak pernik dan ornamen-ornamen pemanis - warna yang dipilih Dirga adalah warna-warna pastel sep
Tahun keenam pernikahan Dirga dan Andien.Dirga memeluk sang istri dari belakang, menempelkan bibirnya di daun telinga Andien.“Sudah siap?”Andien terkekeh geli.“Norak tau, Kak!”
“Sayang...” panggil Dirga saat Andien sedang merapihkan pakaian mereka ke dalam walk in closet.“Apa?”“Sini sebentar.”Andien menghentikan kegiatannya, lalu bergabung bersama Dirga di atas ranjang mereka.“Ada apa?”
Seperti biasa, Andien terbangun dari tidurnya di jam yang sama setiap malam. Yang berbeda, malam itu Dirga tak ada di sisinya, juga tak nampak di seantero kamar mereka. Andien beranjak dari ranjang, melangkah perlahan mendekati pintu penghubung kamar itu dengan ruang kerja Dirga, pendar cahaya masih nampak menembus celah antara pintu dengan lantai kayu rumah mereka.“Sayang?” tegur Andien saat mendapati suaminya yang duduk termenung seraya menyapukan ibu jari di pinggiran mug.“Hey, baby...”“Kok ga tidur?”
Dirga sekeluarga menyempatkan diri untuk pulang ke Indonesia ketika Summer Break. Jadwal pulang Dirga yang sebelum menikah mengikuti kalender islam – yaitu saat puasa Ramadhan, kini bergeser mengikuti libur anak-anaknya yang masih berstatus pelajar.Saat ini mereka sedang menghadiri acara pertunangan sepupu Dirga di salah satu ballroom hotel berbintang di Jakarta. Dirga yang memiliki prinsip untuk membopong semua anak-anaknya ke setiap acara keluarga sontak menjadi perhatian utama kerabat-kerabatnya selain pasangan calon mempelai.
“Kak...” sapa Andien seraya melangkah masuk ke kamar mereka. Andien mengambil pijakan kaki dari bawah meja riasnya, mendekat pada Dirga sebelum akhirnya meletakkan benda itu dan naik ke atasnya – hendak memasangkan dasi untuk sang suami. “Ada meeting ya hari ini?” “Iya. Mau ada tender lagi, sayang.”
“Mr. Harold?”Dirga tak menyangka dengan kehadiran seorang pria di balik pintu rumahnya. Pria itu membawa sebuah paper bag dengan nama toko mainan tempatnya bekerja.“Mr. Pranata.”“Ada yang bisa saya bantu?”
"Sayang, something happened with Anne."Dirga dan Ken baru saja turun dari deep black pearl Volkswagen Golf milik Dirga, bahkan handle pintu mobil itu masih digenggamannya. Dirga menutup pintu mobil, merangkul Andien, melabuhkan ciuman hangat di kening dan bibir isterinya."I'm home, sayang."
Andien turun dari mobilnya ingin bertandang sejenak ke sebuah toko yang menjual berbagai jenis rempah Asia. Ia baru saja mengantarkan Cantika ke play group yang tiga minggu terakhir menjadi salah satu tempat untuk belajar dan bersosialisasi bagi puteri kecilnya itu.Andien harus berjalan kaki beberapa ratus meter ke dalam untuk mencapai toko yang ia tuju. Langkahnya terhenti ketika melewati sebuah café dengan nuansa modern yang terasa begitu nyaman. Netranya terbelalak melihat Dirga sedang berbicara – jika bisa dibilang demikian – dengan seorang perempuan yang begitu... perfect