Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku BAG 4.
**
PoV Ferdi.
**
Hal yang sangat sulit kulakukan adalah berbaur dengan keluarga Riana. Entah mengapa aku sulit untuk duduk-duduk bersama dengan keluarganya. Aku memang tidak pernah datang ke hajatan keluarga Riana jika mereka mengadakan syukuran atau apapun yang datang hanya Riana saja ke kampung dan aku tidak.
Bisa dikatakan Aku menikah dengan Riana karena terpaksa. Dia perempuan yang sabar menurutku. Dia juga bisa berbaur dengan keluargaku. Walaupun keluargaku tidak menyukainya. Namun, Mereka takut terjadi apa-apa dengan diriku setelah aku putus dengan Felisha.
Mau bagaimana lagi keluarga Felisa tidak bisa menerimaku karena status sosial kami yang berbeda. Apalagi aku hanyalah anak pensiunan biasa. Sedangkan orang tua Felisa itu memiliki usaha sendiri. Dia adalah gadis terpandang. Karena aku putus darinya membuat diriku sedikit terguncang.
Tak sengaja aku bertemu dengan Riana. Dia awalnya bekerja sebagai tenaga honorer di salah satu lembaga pemerintah. Di sanalah aku berkenalan dengannya. Aku bisa melupakan Felisha ketika aku mengenal Riana karena dia adalah perempuan yang baik dan saat itu aku mengatakan kepada orang tuaku kalau aku ingin menikahinya.
Tentu saja Ibuku marah dan dia tidak setuju kalau aku menikahi Riana. Apalagi aku mengatakan kepada orang tuaku kalau Riana itu sebenarnya tinggal di kampung dan dia di sini itu merantau menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja sebagai tenaga honorer di salah satu instansi pemerintah.
Ibu mengatakan kalau aku benar-benar bodoh karena tidak bisa mendapatkan perempuan seperti Felicia. Namun, aku berucap pada Ibu kalau aku bisa jadi gila kalau terus-terus dikekang olehnya. sepertinya Ibu takut dengan apa yang aku katakan. Dia terpaksa menerima Riana untuk menjadi menantunya karena satu hal yang dipandang yaitu Riana tamat kuliah. Jadi mungkin itu di rasa sedikit membanggakan dan tidak malu-maluin.
Tetapi kini setelah kami begitu lama berumah tangga. Felicia datang lagi ke kehidupanku. Aku tidak menyangka Felisha meng-inbox ku lewat aplikasi biru. Jujur saja saat itu aku hanya ingin bersilaturahmi dengan dia. Karena kami memang pernah menjalin hubungan yang cukup serius.
Aku dan Felisa sering berbalas-balasan pesan satu sama lain dan hingga kami saling bertukar nomor di aplikasi hijau dan beberapa kali kami intens melakukan hubungan virtual ini. Felisha mengatakan kepadaku kalau dia masih mencintai aku. Tetapi sayangnya Felisa sudah menikah dengan lelaki lain. Dia tidak bahagia karena tidak mencintai lelaki itu. Entahlah, apakah aku bisa percaya atau tidak. Setelah putus hubungan dengan dia membuat terus kepikiran.
Untuk meninggalkan Riana aku merasa berat karena dia adalah perempuan yang sabar. Walaupun aku kadang kesal dibuatnya. Sebab dia beberapa kali tidak menurut perkataanku. Apalagi dia tidak disukai oleh ibu dan belakangan ini Riana suka membuat keributan dan bahkan sudah berani melawanku dan Ibu. Padahal dulu sebelumnya dia legowo saja menerima apapun yang aku katakan dan ibu katakan.
Seperti hari ini Riana mengatakan kalau dia akan bekerja. Aku juga heran dia bekerja di mana. Tetapi dia memang aku suruh bekerja karena dia mengatakan Kalau gaji yang aku berikan kepadanya untuk biaya makan kami sangat kurang. Aku memberikan satu juta lima ratus sebulan padanya karena anak kami baru satu. Aku rasa itu sudah jauh lebih dari cukup karena apa yang dimasak oleh Riana juga sangat enak dengan menu berbagai macam jadi aku rasa uang belanja yang aku beri satu juta lima ratus itu benar-benar banyak.
Jadi kalau Riana mengatakan kalau uang itu kecil itu sangat bohong. Sebab dia bisa membeli berbagai makanan-makanan enak untuk disajikan kepadaku. Pasti pemberianku cukup banyak. Yang mengherankan bagiku adalah ibu dan adik-adikku yang tidak pernah cukup ketika aku memberikan mereka uang. Mereka akan meminta lebih dan lebih lagi terutama Yumna yang beberapa kali sudah aku biayai kuliahnya. Serta aku belikan handphone. Sementara Riana yang beberapa kali merengek tidak pernah ku gubris. Aku memang pernah mengatakan kalau keluargaku adalah keluargaku dan keluarganya adalah keluarganya tapi memang itu kenyataannya agar Riana bisa menerima itu. Kalau perlu nanti aku katakan padanya kalau istri itu hanya orang lain yang kita beri makan. Biar Riana sadar diri.
Dia mau kerja maka aku mengizinkan sajalah dia bekerja. Daripada dia meminta uang kepadaku maka bekerja jauh lebih baik untuknya. Jadi Riana akan menjadi perempuan mandiri dan tidak perlu lagi kuberikan uang satu juta lima ratus perbulan. Dia pasti akan melayani aku dengan uang gajinya.
Ibu datang ke rumah kontrakan kami. Karena uangku belum cukup buat membeli rumah maka aku dan Riana terpaksa mengontrak. Aku harus mengontrak karena Riana terus memaksa saat itu. Aku merasa pusing dengan pertengkarannya dan Ibu maka ku kabulkan mengontrak rumah.
"Ferdi, Ibu minta 15 juta karena uang pesta pernikahan itu tidak cukup. Apalagi Yumna meminta uang untuk modal usahanya dengan suaminya."
Apa yang Ibu ucapkan kepadaku membuat kepalaku sakit karena aku juga sudah banyak memberi kepada mereka dan hutang ku juga belum aku lunasi. Aku masih punya hutang di kantor yang belum aku bayar untuk resepsi pernikahan Yumna aku menyumbang kurang lebih sepuluh juta dan sudah ku bayar lima juta. Sisanya aku masih pusing memikirkannya.
Tentu saja aku menolak permintaan dari ibu. Ibu menghela napas panjang. Aku tahu dia lagi pusing memikirkan masalah yang sedang dihadapinya karena aku juga heran pesta sedemikian besar. Masa sih uangnya tidak kembali. Kata Ibu, Yumna menghambur-hamburkan banyak uang untuk pestanya itu. Make up dan lain-lain dibayar dengan harga yang berbeda-beda dan dengan kualitas yang sangat mahal. Membuat uangnya tidak kembali bahkan ibu harus menombok untuk pesta tersebut. Apalagi pihak lelaki juga tak banyak memberi.
"Bagaimana kalau kamu gadaikan saja cincin pernikahan kalian dan juga gelang dari Riana. Ibu pernah lihat kalau Riana itu punya gelang pemberian dari keluarganya seperti yang kamu katakan."
Aku menelan ludah ketika ibu mengatakan hal itu. Aku melirik Riana yang melotot menatap wajah Ibu. Kini Istriku itu memang sudah berubah. Dia tidak bisa lagi diatur. Aku tidak tahu mengapa ini terjadi padanya.
"Minjam gelang dan cincin aku? Enak banget Ibu ngelakuin hal itu? Itu adalah emas pemberian dari orang tuaku dan aku tidak akan mungkin menggadaikannya untuk siapapun. Lagi pula kalau Mas Ferdi berani menggadaikan cincin pernikahan kami maka besok aku akan mengantarkan surat kepadanya. Surat dari pengadilan agama!"
Mata Riana tajam menatap diriku. Kau seperti ini aku jadi menciut karena aku tidak siap ditinggalkan oleh Riana. Walaupun terkadang aku juga suka marah-marah kepadanya. Riana mendengkus padaku karena aku sudah bercerita tentang gelang pemberian orang tuanya kepada ibuku.
"Riana kamu gadaikan saja dulu karena Ibu benar-benar butuh. Kamu nggak tahu kan rasanya kerugian di pesta itu seperti apa." Ibu menimpali.
"Kerugian di pesta itu adalah salah ibu sendiri. Ibu sama sekali nggak bisa mengatur rumah dan mengatur keluarga ibu."
Aku menghela nafas panjang karena sepertinya mereka akan bertengkar Jika seperti ini. Aku harus bisa merelai pertengkaran antara mereka. Meskipun aku tetap menyalahkan Riana karena sudah membangkang kepada ibu.
"Udah, Riana. Kamu gak boleh kasar kayak gitu sama ibu!" ucapku.
"Kasar? Ibu kamu yang duluan. Dia yang datang-datang mau minjam gelang pemberian orang tuaku dan cincin pernikahan kita. Apa dia nggak punya pikiran. Gini aja, Bu. Bagaimana kalau rumah Ibu itu yang Ibu gadaikan!"
"S i a l a n kamu! Kalau ngomong kamu jangan seenaknya aja. Berani kamu membangkang sama Ibu, Riana. Menantu harusnya hormat sama mertua. Kalau kayak gini, Ferdi kamu pisah aja sama Riana. Istri gak nurut buat apa!"
Aku diam saat Ibu menyuruh ku berpisah dari Riana. Namun, Riana malah tersenyum sinis. Dia menarik Dini hendak pergi. Dia sama sekali gak sopan seperti ini.
"Mau kemana kamu, Riana. Ibu belum selesai!" sergah Ibu marah karena Riana terlihat santai.
"Pengadilan agama. Itukan yang Ibu mau!" katanya.
Aku meringis. Apakah Riana akan menceraikan aku?
Bersambung.
Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 5.**PoV Riana. "Riana … Maksud kamu apa?" tanya Mas Ferdi menyusul ku. Menghentikan langkahku dengan memegang tanganku seakan-akan tidak membiarkan aku pergi dari sini. "Apasih, Mas!" Aku menyentakkan tangannya dengan kasar. Yang membuat hatiku hancur adalah ketika anakku harus melihat pertengkaran demi pertengkaran yang terjadi di antara kami. Sikap pedas mertua dan para ipar yang sering menyakiti belum lagi ketidak pedulian Mas Ferdi pada Dini. Dia lebih peduli dengan dunianya sendiri dan kepentingan keluarganya. "Kamu jangan main-main perkara perceraian. Apa maksud kamu tadi kalau mau ke Pengadilan Agama? Apakah kamu mau menggugat aku cerai. Kamu jangan main-main dengan perkataan itu, Riana!" Aku tertawa kecil menertawakannya. "Kenapa? Kamu takut?" tanyaku sedikit mengejeknya. "Ya enggaklah, aku nggak pernah takut dengan ancaman-ancaman kamu karena asal kamu tahu aja jadi janda itu susah dan nggak enak. Kamu akan
Hanya Aku Yang Tak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 6. **PoV Riana. Aku merasa senang karena urusanku sudah selesai. Pemberkasan juga sudah selesai. Tinggal menunggu proses selanjutnya dan aku harus bersabar. Aku mau tahu setelah Mas Ferdi dan keluarganya tahu kalau aku bukan pengangguran. Bagaimana perasaan mereka? Pasti mereka akan terkejut. Aku lalu ke sekolah anakku. Aku menjemput Dini. Dia pasti sudah menungguku. Setelah sampai di sekolah anakku. Dini memang sudah pulang dan dia bergegas menghampiriku. Aku berjongkok untuk memeluk anakku dan memberikan diapresiasi karena dia sudah belajar dengan baik di sekolah TK nya. "Bagaimana belajarnya, Sayang?" tanya ku. "Alhamdulillah, Bunda. Dini senang." Ketika aku hendak menarik tangan anakku untuk meninggalkan sekolah TK itu. Guru Dini memanggilku. Aku kemudian menghentikan langkahku dan melirik ke belakang. Aku melihat gurunya itu berjalan ke arahku bersama seorang anak. Aku menghela nafas panjang karena aku mengetahui
Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku 7. **Aku sama sekali tak peduli dengan ucapan Mbak Rahmi. Walau sebenarnya aku merasa penasaran dengan lelaki yang jalan dengannya. Itu teman atau selingkuhan? Namun, kalau aku bertanya lebih lanjut maka Mbak Rahmi tak akan mau menjawab. "Tante, sebenarnya Mama pergi kemana? Om tadi siapa?" tanya Chikita dengan polosnya. "Enggak tahu, Sayang." "Mama emang kalau sama temannya baik dan kalau sama kami selalu marah-marah." "Marah-marah gimana?" tanyaku penasaran. "Suka marah aja, Tante. Kalau sedang telfonan sama Papa kadang marah-marah sendiri. Terus Mama jarang masak. Chikita kadang lapar tapi makanan gak ada." Duh, aku sungguh kasihan dengan anak Mbak Rahmi. Itulah salahnya dia punya anak banyak-banyak tapi gak sanggup menjaganya. "Terus? Chikita kalau Mama gak masak makan apa?" "Kadang makan di rumah Nenek. Kadang Tante yang kasih." Aku mengelus rambut anak itu. Kasihan sebenarnya. Ibunya saja gak tahu diri. Ketika
Hanya Aku Yang Tak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 8.**PoV Ferdi. Aku bersemangat ketika mendapatkan telepon dari ibu yang mengatakan kalau Felisha ada di rumah. Jujur aku masih mencintai Felisha. Aku merasa bodoh saat ketahuan Riana berbohong tentang uang yang kuberikan pada Felisha. Katanya padaku kalau dia ulang tahun. Jadi aku memberikan dia uang sebagai hadiah ulang tahunnya. Karena Felisha menuntut aku memberikan dia hadiah. Jujur saja kami belum bertemu lagi. Pertemuan kembali saat adikku Yumna menikah. Sekarang aku merasa sangat speechless karena kedatangan Felisha ke rumah. "Senang rasanya Felisha mau datang ke sini. Ibu udah kangen sama kamu, Nduk." Ibu bertutur kata manis pada Felisha. Ucapannya berbanding terbalik saat dia berbicara dengan Riana, istriku. "Iya, Bu. Sekalian mampir kesini." Felisha mengulas senyum ke Ibu. Senyum nya sangat menawan. Aku menyukainya. Dia tidak berubah dan masih cantik. Sudah hampir dua tahun Felisha menikah. Namun, belum puny
Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 9.**PoV RianaAura wajah Mas Ferdi berubah ketika aku mulai membuka kartunya. Rahasia yang mungkin dia sembunyikan kepada sang mantan kekasih. Dia ingin terlihat sebagai laki-laki yang baik hati dan tidak ketahuan keburukannya. Aku merasa yakin kalau Mas Ferdi berusaha untuk menutup-nutupi kalau dia adalah lelaki yang perhitungan terhadap keluarga. "Riana! Jangan bicara sembarangan." Mas Ferdi mulai marah padaku. Tak terima ketika aku mengatakan itu. Dia berharap aku membicarakan hal yang baik-baik tentang dirinya. Tentu saja tidak semua akan aku bongkar di sini termasuk kejutan manis yang akan diterima oleh mereka semua. Sebentar lagi. "Jangan bicara sembarangan bagaimana, Mas? Kenapa kamu harus marah-marah sama aku dan nada bicara kamu begitu tinggi. Padahal aku hanya ingin membahas masalah pernikahan yang akan kita jalani secara bertiga seperti yang kamu inginkan!"Mas Ferdi akan merasakan apa yang aku rasakan. Dia
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 10.**POV RIANA"Mas Aryo …" Mata Felisha mendelik melihat suaminya ada di sini. Dia seakan tak percaya kenapa bisa sang suami di depan nya. "Felisha. Drama apalagi yang kamu kerjakan. Apa kamu nggak puas selingkuh. Aku udah maafkan kamu tapi ini balasan darimu untukku." "Gak kayak gitu, Mas. Aku cuma iseng." "Aku capek ngadapin kamu, Felie. Aku putuskan kalau akan menceraikan mu saja sesuai dengan yang kamu mau." "Jangan, Mas." Felisha menangis lalu dia bersimpuh di hadapan suaminya. Dia memeluk paha sang suami merasa bersalah. Aryo menghentakkan kakinya dan menarik Felisha agar tidak melakukan itu. "Bukankah kalian sudah bercerai?" tanya Mas Ferdi. Dia heran, mengapa Felisha bisa nangis seperti itu. Padahal dia mengatakan pada kami semua kalau dia sudah bercerai. "Maaf, sebenarnya. Aku yang salah dengan suamiku. Aku gak kuat karena Mas Aryo selalu memojokkan aku. Jadi … Huhuhu …." Felisha menangis tersedu sedan. Dia be
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 11**PoV Riana. "Riana, Sudah berapa kali aku katakan kepadamu jangan pernah main-main dengan ucapan perceraian. Kamu pikir jadi janda itu enak. Jadi janda itu nggak enak dan serba susah. Apalagi kamu itu pengangguran dan tidak punya pekerjaan. Lagi pula bukankah kamu tadi sudah memberikan syarat-syarat kepada Felisha agar kalian bisa akur!" Mas Ferdi gak terima ketika aku mengatakan ingin berpisah. D**ar l**aki tamak! Dia ingin memiliki istri dua tetapi dia tidak mampu membagi nafkah secara adil. Apalagi dia ingin ngekepi uangnya sendiri. Aku sangat tahu keinginan Mas Ferdi. Dia maunya punya istri dua tanpa keluar uang. "Aku tahu jadi janda itu nggak pernah enak. Tetapi lebih bagus jadi janda kalau suaminya itu kamu. Kamu harusnya sadar diri, Mas. Nggak usah macam-macam pengen kawin lagi. Apalagi kamu itu pelit sekali membagi nafkah. Bagaimana aku bisa hidup kalau kamu itu nanti nggak bisa memenuhi kebutuhan. Yang ada kamu b
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU BAG 12. **PoV Ferdi. Aku terkejut saat Ibu mengatakan kalau Mbak Rahmi hamil. Hamil? Kok bisa. Setahuku dia LDR sama suaminya sudah hampir tiga bulan. Jadi suaminya itu kerja merantau ke pedalaman. Bekerja dengan orang lain. Borongan mengerjakan proyek rumah, dan bangunan. Istilah kasarnya kuli bangunan. Suami Mbak Rahmi jarang pulang dan aku heran kenapa bisa Mbak Rahmi hamil? Gak mungkin! Pasti cuma masuk angin aja. "Kamu hamil, Rahmi!" sentak Ibu marah. Mbak Rahmi mengelap kasar wajahnya. Aku melirik kedua anaknya yang ketakutan. Mereka berlindung dengan Riana, istriku. Anaknya memang dekat dengan Riana karena Mbak Rahmi sering menitipkan pada istriku. Aku juga merasa heran karena Mbak Rahmi itu suka sekali pergi. Katanya ada reuni SMA, ada reuni kuliah, reuni teman kerja. Sebelum menikah dengan suaminya. Mbak Rahmi bekerja sebagai sales di sebuah toko. Karena sulitnya lapangan pekerjaan membuat dia harus rela bekerja