Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku 7.
**
Aku sama sekali tak peduli dengan ucapan Mbak Rahmi. Walau sebenarnya aku merasa penasaran dengan lelaki yang jalan dengannya. Itu teman atau selingkuhan? Namun, kalau aku bertanya lebih lanjut maka Mbak Rahmi tak akan mau menjawab.
"Tante, sebenarnya Mama pergi kemana? Om tadi siapa?" tanya Chikita dengan polosnya.
"Enggak tahu, Sayang."
"Mama emang kalau sama temannya baik dan kalau sama kami selalu marah-marah."
"Marah-marah gimana?" tanyaku penasaran.
"Suka marah aja, Tante. Kalau sedang telfonan sama Papa kadang marah-marah sendiri. Terus Mama jarang masak. Chikita kadang lapar tapi makanan gak ada."
Duh, aku sungguh kasihan dengan anak Mbak Rahmi. Itulah salahnya dia punya anak banyak-banyak tapi gak sanggup menjaganya.
"Terus? Chikita kalau Mama gak masak makan apa?"
"Kadang makan di rumah Nenek. Kadang Tante yang kasih."
Aku mengelus rambut anak itu. Kasihan sebenarnya. Ibunya saja gak tahu diri. Ketika kami sampai di rumah ternyata kedua saudara Chikita sudah menunggu di rumah kontrakan kami yang tak jauh dari rumah mertua dan Mbak Rahmi.
Karena Mbak Rahmi sering nitip anaknya makanya anaknya jadi suka bermain di rumahku. Mereka menyambut ku. Miko dan Cantika.
"Wah dari mana Tante kok nggak ngajak-ngajak?" tanya anak berusia hampir delapan tahun itu.
"Dari Mall."
"Bawa makanan gak kita lapar!"
"Loh emang kamu belum makan? Gak di kasih makan sama Nenek dan Ibu kamu?"
"Siang tadi di kasih tapi malam ini kami juga belum makan. Minta dong Tante."
Aku merasa miris. Padahal aku membawa makanan untuk ku makan dengan anakku. Justru anak Mbak Rahmi kelaparan sementara emaknya senang-senang dengan lelaki lain. Terpaksalah aku berbagi makanan dengan mereka.
"Ya udah, Yuk kita makan sama-sama."
Tak terasa sudah malam saja. Mbak Rahmi tak kunjung pulang padahal sudah pukul delapan malam. Aku mendesah kesal pada Mbak Rahmi yang keterlaluan pada anak nya. Sementara Mas Ferdi baru saja pulang. Dia sepertinya sudah makan di kantor. Mas Ferdi terlihat ceria.
"Kamu masak apa hari ini, Riana?"
"Aku gak masak, Mas."
"Loh, kenapa? Jangan karena aku makan di kantor kamu gak masak. Kebetulan aku hari ini makan di luar. Besok kamu harus masak ya!"
"Mas, uang belanja belum kamu kasih. Gimana aku mau masak! Aku pikir kamu kasih satu juta lima ratus itu gak cukup apalagi anak kakak kamu juga main di sini dan terkadang makan di sini. Jadi aku minta tambah, Mas. Setidaknya dua juta itu sudah paling kecil!"
"Ha! Ngarang kamu. Banyak banget. Udah deh Riana jangan macam-macam. Aku gak ada uang sebanyak itu!"
"Jangan membohongi aku, Mas. Aku lihat struk gaji kamu. Beberapa waktu yang lalu juga aku temukan ini."
Aku memberikan slip transferan ke Mas Ferdi. Dengan nominal tiga juta rupiah.
"Eh, itu kamu gak boleh buka dan kepo-kepoin berkas-berkas aku sembarangan Riana! Lagian aku transer Ibu. Eh, Yumna karena dia perlu."
Mas Ferdi menjadi salah tingkah. Biasanya kalau Ibu. Dia akan kasih sendiri uangnya pada Ibu dan kalau Yumna juga sudah punya nomor rekening sendiri atas namanya.
"Kamu gak bisa baca ya, Mas. Ini ada namanya Felisha. Kamu transfer ke Putri Felisha sebesar tiga juta. Buat apa?!"
Mas Ferdi mendelik membaca struk transferan yang memang atas nama mantan nya itu.
"Itu saat itu … Anu … Papa Felisha sakit jadi aku menyumbang seadanya. Gak enak juga kami pernah dekat dan aku gak kasih sesuatu buat bantu papanya yang sakit."
Mas Ferdi berusaha mencari alasan struk yang aku temukan itu. Aku tahu dia berbohong.
"Tapi dia itu keluarga berada, Mas."
"Walaupun dia dari keluarga berada tetapi kita tetap harus membantu sesama tidak boleh mengabaikan orang yang membutuhkan pertolongan kita. Apalagi aku pernah menjalin hubungan dengannya, jadi aku tidak bisa mengabaikannya. Udahlah gak perlu di bahas lagi. Pokoknya aku nggak suka kamu buka-buka berkas aku!"
Mas Ferdi berdecak padaku. Aneh sekali sikapnya. Seharusnya aku yang marah padanya. Aku mau lihat sampai di mana Mas Ferdi tak menganggap ku. Aku akan buat dia menyesal menyia-nyiakan aku.
"Bahagia banget jadi mantan kamu, Mas. Orang tuanya sakit kamu kasih sumbangan. Kalau mertua kamu yang sakit kamu bakal bilang kalau dia bukan keluargaku. Lebih enak berarti jadi mantan dari istri kamu!"
Aku menggeser kursi makan itu karena ingin pergi meninggalkan Mas Ferdi dari tadi kami mengobrol di dapur dan anak-anak bermain di depan. Rasanya aku benar-benar sakit hati dengan sikapnya itu.
"Riana. Bukan begitu maksudku!"
"Udahlah, Mas. Yang paling penting buat kamu cuma Felisha. Aku dan Dini gak pernah berarti buat kamu."
Aku menghentakkan tangannya. Kesal rasanya menderaku. Aku lalu masuk ke kamar. Dia mengikuti aku.
"Riana, dengarkan aku dulu."
"Mas, bulan ini kamu gak usah kasi aku uang belanja. Aku tahu kamu kekurangan sebenarnya. Kamu rugi membagi uangmu padaku. Gini aja, Mas. Aku rela hati kamu gak kasih uang sama aku. Kamu aja yang belanja keperluan rumah tangga."
"Apa-apaan sih kamu Riana. Hanya karena masalah sepele kamu seperti ini."
"Masalah sepele? Ini bukan masalah sepele, Mas. Kamu lebih pilih Riana dari pada aku. Bagi uang sejuta lima ratus aja kamu rugi tapi buat orang lain kamu cepat sekali."
Aku mendengkus pada Mas Ferdi yang kini diam. Diamnya dia itu menurutku persetujuan atas ucapanku. Pelan-pelan akan kubuat dia menyesal lalu aku akan tinggalkan dia.
Gawai ku bergetar. Aku mengambil gawai itu di nakas kemudian aku melihat ada panggilan dari ibu. Tumben sekali ibu mertua menghubungi. Aku biasanya dia langsung menghubungi Mas Ferdi tetapi kali ini dia menghubungi diriku. Apa yang diinginkannya.
"Assalamualaikum," sapaku.
"Mana Ferdi?" Tak ada jawaban salam darinya.
"Ada di sini. Ada apa Bu?"
"Bilang sama Ferdi kalau Felisha datang ke rumah Ibu. Dia bersilaturahmi ke rumah ibu. Orangnya cantik banget, putih, pintar, berpendidikan dan dari keluarga kaya. Ibu suka banget sama dia. Oh ya suruh Ferdi datang karena Felisha nyariin dia!" kata Ibu ketus padaku.
Aku mencebik kesal mendengar ucapan dari ibu. Sepertinya dia sengaja melakukan ini. Dia menghubungiku untuk memanas-manasiku kalau mantan pacar suamiku itu datang ke rumahnya. Entah mengapa wanita itu sekarang menjadi pengganggu rumah tangga orang dan dengan tenang dia datang ke rumah ibu.
Beberapa saat kemudian gawainya Mas Ferdi yang bergetar. Panggilan dari Ibunya. Mas Ferdi segera mengangkatnya. Tentu saja ibunya ingin mengatakan kalau Felisha ada di rumahnya. Dia sengaja menghubungiku lebih dulu untuk membuat hatiku panas.
Setelah menerima telepon tersebut Mas Ferdi bergegas hendak menemui Felisha yang ada di rumah ibunya dia sepertinya bersemangat sekali menemui mantan kekasihnya itu.
"Mau kemana, Mas? Menjumpai Felisha?"
"Eh, gimana ya. Dia datang bersilaturahmi. Jadi gak enak juga sebenarnya. Sebenarnya ada hal penting yang ingin aku katakan padamu. Tetapi, nanti kita bahas bersama ya."
"Berani kamu pergi, Mas. Maka kamu akan menyesal!"
"Cukup, Riana. Dari tadi kamu ngancam aku mulu. Aku capek sama kamu."
Mas Ferdi tidak peduli dengan ancaman ku. Dia tetap pergi menemui Felisha di rumah Ibunya. Baik, jika itu keputusannya. Mulai hari ini aku tak akan goyah lagi untuk menentukan sikapku. Dia memilih mantannya maka dia akan kehilangan aku.
Bersambung.
Hanya Aku Yang Tak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 8.**PoV Ferdi. Aku bersemangat ketika mendapatkan telepon dari ibu yang mengatakan kalau Felisha ada di rumah. Jujur aku masih mencintai Felisha. Aku merasa bodoh saat ketahuan Riana berbohong tentang uang yang kuberikan pada Felisha. Katanya padaku kalau dia ulang tahun. Jadi aku memberikan dia uang sebagai hadiah ulang tahunnya. Karena Felisha menuntut aku memberikan dia hadiah. Jujur saja kami belum bertemu lagi. Pertemuan kembali saat adikku Yumna menikah. Sekarang aku merasa sangat speechless karena kedatangan Felisha ke rumah. "Senang rasanya Felisha mau datang ke sini. Ibu udah kangen sama kamu, Nduk." Ibu bertutur kata manis pada Felisha. Ucapannya berbanding terbalik saat dia berbicara dengan Riana, istriku. "Iya, Bu. Sekalian mampir kesini." Felisha mengulas senyum ke Ibu. Senyum nya sangat menawan. Aku menyukainya. Dia tidak berubah dan masih cantik. Sudah hampir dua tahun Felisha menikah. Namun, belum puny
Hanya Aku Yang Tidak Diberi Seragam Oleh Keluarga Suamiku bag 9.**PoV RianaAura wajah Mas Ferdi berubah ketika aku mulai membuka kartunya. Rahasia yang mungkin dia sembunyikan kepada sang mantan kekasih. Dia ingin terlihat sebagai laki-laki yang baik hati dan tidak ketahuan keburukannya. Aku merasa yakin kalau Mas Ferdi berusaha untuk menutup-nutupi kalau dia adalah lelaki yang perhitungan terhadap keluarga. "Riana! Jangan bicara sembarangan." Mas Ferdi mulai marah padaku. Tak terima ketika aku mengatakan itu. Dia berharap aku membicarakan hal yang baik-baik tentang dirinya. Tentu saja tidak semua akan aku bongkar di sini termasuk kejutan manis yang akan diterima oleh mereka semua. Sebentar lagi. "Jangan bicara sembarangan bagaimana, Mas? Kenapa kamu harus marah-marah sama aku dan nada bicara kamu begitu tinggi. Padahal aku hanya ingin membahas masalah pernikahan yang akan kita jalani secara bertiga seperti yang kamu inginkan!"Mas Ferdi akan merasakan apa yang aku rasakan. Dia
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 10.**POV RIANA"Mas Aryo …" Mata Felisha mendelik melihat suaminya ada di sini. Dia seakan tak percaya kenapa bisa sang suami di depan nya. "Felisha. Drama apalagi yang kamu kerjakan. Apa kamu nggak puas selingkuh. Aku udah maafkan kamu tapi ini balasan darimu untukku." "Gak kayak gitu, Mas. Aku cuma iseng." "Aku capek ngadapin kamu, Felie. Aku putuskan kalau akan menceraikan mu saja sesuai dengan yang kamu mau." "Jangan, Mas." Felisha menangis lalu dia bersimpuh di hadapan suaminya. Dia memeluk paha sang suami merasa bersalah. Aryo menghentakkan kakinya dan menarik Felisha agar tidak melakukan itu. "Bukankah kalian sudah bercerai?" tanya Mas Ferdi. Dia heran, mengapa Felisha bisa nangis seperti itu. Padahal dia mengatakan pada kami semua kalau dia sudah bercerai. "Maaf, sebenarnya. Aku yang salah dengan suamiku. Aku gak kuat karena Mas Aryo selalu memojokkan aku. Jadi … Huhuhu …." Felisha menangis tersedu sedan. Dia be
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 11**PoV Riana. "Riana, Sudah berapa kali aku katakan kepadamu jangan pernah main-main dengan ucapan perceraian. Kamu pikir jadi janda itu enak. Jadi janda itu nggak enak dan serba susah. Apalagi kamu itu pengangguran dan tidak punya pekerjaan. Lagi pula bukankah kamu tadi sudah memberikan syarat-syarat kepada Felisha agar kalian bisa akur!" Mas Ferdi gak terima ketika aku mengatakan ingin berpisah. D**ar l**aki tamak! Dia ingin memiliki istri dua tetapi dia tidak mampu membagi nafkah secara adil. Apalagi dia ingin ngekepi uangnya sendiri. Aku sangat tahu keinginan Mas Ferdi. Dia maunya punya istri dua tanpa keluar uang. "Aku tahu jadi janda itu nggak pernah enak. Tetapi lebih bagus jadi janda kalau suaminya itu kamu. Kamu harusnya sadar diri, Mas. Nggak usah macam-macam pengen kawin lagi. Apalagi kamu itu pelit sekali membagi nafkah. Bagaimana aku bisa hidup kalau kamu itu nanti nggak bisa memenuhi kebutuhan. Yang ada kamu b
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU BAG 12. **PoV Ferdi. Aku terkejut saat Ibu mengatakan kalau Mbak Rahmi hamil. Hamil? Kok bisa. Setahuku dia LDR sama suaminya sudah hampir tiga bulan. Jadi suaminya itu kerja merantau ke pedalaman. Bekerja dengan orang lain. Borongan mengerjakan proyek rumah, dan bangunan. Istilah kasarnya kuli bangunan. Suami Mbak Rahmi jarang pulang dan aku heran kenapa bisa Mbak Rahmi hamil? Gak mungkin! Pasti cuma masuk angin aja. "Kamu hamil, Rahmi!" sentak Ibu marah. Mbak Rahmi mengelap kasar wajahnya. Aku melirik kedua anaknya yang ketakutan. Mereka berlindung dengan Riana, istriku. Anaknya memang dekat dengan Riana karena Mbak Rahmi sering menitipkan pada istriku. Aku juga merasa heran karena Mbak Rahmi itu suka sekali pergi. Katanya ada reuni SMA, ada reuni kuliah, reuni teman kerja. Sebelum menikah dengan suaminya. Mbak Rahmi bekerja sebagai sales di sebuah toko. Karena sulitnya lapangan pekerjaan membuat dia harus rela bekerja
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU BAG 12. **Riana mendengkus kesal padaku. Dia menatapku dengan sengit. Aku terdiam karena kelakuan buruk ku ketahuan. "Riana. Kenapa kamu jadi istri selalu kayak gini kamu nggak pernah hormat sama anak ku. Tugas istri itu memang mayani suaminya! Kamu harus tahu diri!" Ibu gak terima ketika Riana mengatakan itu. "Tugas istri memang hormat pada suaminya. Namun, bisa menggugat cerai suami ke Pengadilan Agama. Dengan berbagai bukti yang valid dan aku memiliki bukti itu. Suamiku punya gaji sepuluh juta tapi aku hanya dikasih satu juta lima ratus dengan berbagai alasan yang nggak jelas aku kekurangan. Udah gitu mau kawin lagi. Aku juga punya bukti kalian menjelekkan aku di grup WA. Kalian gak bisa berkilah lagi, Bu!" Dia menjawab tanpa rasa takut sama sekali. Riana begitu berani sekarang. Aku heran dengan istri ku ini yang belagu. Kalau dia ku cerai maka dia gak bisa apa-apa. Dia hanya perempuan yang selalu gagal. Riana itu sarjana
HANYA AKU YANG TIDAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 13. **PoV Ferdi. "Ferdi kamu kok diam aja. Ibu mau pulang. Kamu mikirin apa sih!" Ibu masih saja cerewet padaku. Aku merasa benar-benar pusing dibuatnya. "Bu, aku akan diceraikan oleh Riana. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa sih Ibu nggak pernah mikirin perasaan aku?" "Kamu kok jadi laki-laki bodoh banget. Kenapa sih kamu harus mikirin Riana? Lagian dia itu perempuan nggak berguna. Dia itu cuman menggertak kamu aja. Kamu tahu nggak sih kalau Riana itu nggak kerja, pengangguran dan dia itu cuman butuh kamu. Dia itu gak penting, Ferdi. Udah kamu cerai aja sama dia. Ngapain kamu menikah sama perempuan yang nggak menuruti kamu. Lagian kamu juga bisa menikah lagi dengan Felisha bukankah tadi dia sudah diceraikan oleh suaminya!" Ibu justru mengatakan hal sebaliknya. Aku tahu ibu merasa kesel karena Riana tadi membuat dia marah dengan cara membantah dan tidak mau melakukan apa yang Ibu katakan. Tetapi entah kenapa untuk mencera
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 14. **POV FERDI. Aku menangis pilu karena sedih istriku pergi. Aku tak bisa begini. Kenapa aku secengeng ini? Riana pasti menertawakan ku jika melihat aku sedih. Aku harus terlihat tegar. Biar saja Riana pergi. Toh, bila dia lapar maka dia akan pulang juga ke rumah. Jika aku ketahuan bersedih Ibu dan Mbak Rahmi akan menertawakan ku. Sejujurnya aku kesal dengan sikap istriku itu. Dia berubah seperti ini ketika dia melihat grup keluarga kami. Berani Riana nyadap gawaiku. Awas saja bila ketemu. Tak akan kutampakkan kesedihan ini walau aku sebenarnya juga bersedih. Aku segera mengambil gawaiku. Aku menghubungi Riana. Tersambung, Namun, dia tak angkat. Beberapa kali aku menghubunginya dan akhirnya dia angkat juga gawainya itu. Aku merasa senang. Istri ku masih menghargai ku. Mungkin kami bisa bicara baik-baik agar kami tidak perlu berpisah. "Riana. Kamu di mana. Kamu kabur!" kataku dengan kesal padanya. "Mau apa kamu telepon ak
TAK DIBERI SERAGAM KELUARGA BAG 3 S2. **PoV FERDI**"Riana, ini sudah malam apakah kamu nggak bisa menginap di sini aja?" tanyaku ke Riana. Perkataan itu terlontar begitu saja. Entah kenapa aku ingin melihat Riana dan Dini lebih lama lagi. Aku juga baru tahu mereka tetanggaku dan aku belum menikmati masa-masa bersama mereka. Kalau saja aku tahu lebih lama mereka tetanggaku mungkin aku bisa betah di rumah dan tidak perlu banyak keluar rumah bisa mengamati Riana. Walaupun dia bukan Istriku lagi. Dia tertawa kecil. Entah kenapa tawanya Itu membuat hatiku gusar. Hatiku gusar, aku hanya bisa melihatnya tidak bisa melakukan hal lebih seperti dulu lagi. Kenapa rasa itu bisa sesakit ini tapi begitulah kehidupan. Ku melepas sesuatu yang seharusnya tidak ku lepaskan. Namun justru aku harus kehilangan segalanya setelah Riana pergi dariku dan itu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku yang tidak bisa hindari dan membuatku semakin terpuruk sedih ketika mengingat itu. "Maaf, Mas Ferdi kaya
TAK DIBERI SERAGAM KELUARGA S2 BAB 2. **PoV FERDI.Kulihat Riana sudah keluar dari rumah yang ada di samping rumah kontrakan kami. Rumah kontrakan kami itu berjejer jadi dia tinggal di sebelah rumahku. Aku sangat miris dari dulu sampai sekarang Riana selalu saja ingin membeli rumah sendiri. Tetapi bersamaku justru dia tidak mendapatkan hal tersebut. Pernah suatu saat kami itu saling bercerita satu sama lain di mana Riana mengatakan kalau lebih bagus kami menabung bersama-sama. Tidak boleh ada uang yang seharusnya ditutup-tutupi. Tapi aku sama sekali nggak mau hal itu terjadi karena bagiku uangku adalah milikku dan bukan punya Riana. Jadi aku bebas sesuka ku melakukan apa saja dengan uang yang ku dapatkan dari pekerjaan. Padahal aku menyadari tujuan Riana sebenarnya baik. Agar kami memiliki rumah bersama tidak perlu mengontak rumah lagi di dekat rumah ibu yang dulu selalu saja mengatur-ngatur kehidupan kami sebagai suami istri. Namun nasi sudah menjadi bubur. Aku menyesali segalany
TAK DI BERI SERAGAM KELUARGA SEASON2 BAG 1. **POV FERDI. hatiku begitu hampa dengan kebohongan yang diciptakan Felisha. Kenapa dia tega sekali membohongi ku di saat aku sudah mulai percaya dia. Sampai anaknya lahir aku tetap percaya kepadanya kalau itu adalah anakku. Kenyataannya itu bukan anakku sampai sekarang aku juga nggak tahu Itu anak siapa. Tapi tes DNA membuktikan kalau bayi yang dilahirkan Felisha memang bukan anakku. Malam ini aku merasa benar-benar terpuruk. Saat rumah di sebelah kami sudah tidak ada lagi penghuninya. Biasanya tinggal Riana bersama Aryo dan juga Dini anakku di sana. Aku juga baru tahu kalau mereka sebenarnya tetangga ku tapi kenapa aku baru tahu sekarang dan hanya sebentar aku mengetahui dia tetanggaku. Tapi sekarang mereka sudah tidak ada lagi di sini membuat hatiku sedih. Aku berpikir beberapa saat. Apakah Riana mau kembali lagi kepadaku. Entah kenapa aku menyesal menceraikan dia aku membuang berlian berharga dan mendapatkan batu akik. Tidak seperti
Kami membangun rumah impian kami. Suamiku juga membuat rumah itu atas nama ku dan juga kebahagiaan kami yang sebentar lagi akan memiliki anak dia tidak ragu melakukan itu karena katanya anak dan diriku lebih berhak atas dirinya. Aku sangat bahagia dipertemukan oleh laki-laki yang baik seperti Mas Aryo yang bisa memberikan aku kebahagiaan. "Riana, kamu jadi pindah?" kata Mas Ferdi saat kami sibuk berbenah barang-barang yang akan membawa kami ke rumah baru. "Alhamdulillah, Iya, Mas." Aku melihat wajah kecewa Mas Ferdi ketika aku mengatakan akan pindah rumah. Saat itu Mas Aryo juga melihat kami sedang berbicara dan dia segera menghampiri. "Terima kasih Ferdi karena selama ini sudah menjadi tetangga yang baik bagi kami.""Kalian pindah ke mana? Bagaimanapun Dini adalah anakku dan aku berhak untuk tahu di mana kepindahan kalian karena aku ingin bertemu dengan Dini seterusnya dan kalian tidak boleh menghalang-halangi aku!" kata Mas Ferdi. "Tentu saja aku akan memberikan alamatnya kepad
Mas Ferdi terdiam sejenak. Dia memandangku sendu. Ada rasa sedih ketika aku mengatakan itu tetapi aku harus mengatakan di depan Felisha agar dia tahu bagaimana sikap Mas Ferdi ketika kami menikah dulu dan dia jangan menuduhku sembarangan. "Cukup, Felisha. Kenapa kamu malah bawa-bawa Riana dalam hal ini. Lagi pula aku dan Riana sudah berpisah dan Dini memang anakku. Aku yakin karena Riana juga sudah bersumpah itu anak kami. Yang pasti Riana tidak seperti kamu Felisha. Wanita ular yang tukang selingkuh. Hari ini juga aku menceraikanmu. Kamu bukan Istriku lagi. Dari dulu seharusnya aku menceraikanmu dan tidak menerimamu sebagai istri. Aku tidak mau lagi hidup dengan perempuan penjahat seperti ini yang menipuku serta keluargaku!" Mas Ferdi mengatakan begitu saja kalau dia muak dengan segalanya yang diciptakan Felisha. "Ferdi. Kenapa kamu mengambil keputusan kayak gini. Tidak seharusnya kamu menceraikan anak saya dalam keadaan kayak gini!" kata Ibunya gak terima. "Sadar, Bu. Anak kamu
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 38. **POV RIANA. Saat aku diajak oleh suamiku untuk melihat hasil tes DNA. Kami pergi ke rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Suamiku sudah bergetar dan dia merasa takut sebenarnya untuk melihat hasil dari tes DNA itu. Beberapa kali dia menggenggam tanganku dengan erat untuk memberikan ku sugesti agar bisa menerima jika benar anak yang dilahirkan Felisha adalah anaknya maka aku juga harus menerima anak itu. Namun, kami bisa bernapas lega karena ketika Dokter memberikan hasil tes itu hasilnya negatif. Anak yang dilahirkan Felisha bukan anak dari Mas Aryo. Aku bisa bernafas lega dan saat itu Mas Aryo memelukku. Aku nggak tahu kenapa dia begitu bahagia saat tahu kalau Felisha bukan mengandung anaknya. "Terima kasih, Sayang. Karena kamu sudah percaya padaku. Alhamdulillah hasilnya negatif." "Kenapa kamu begitu bahagia, Mas tidak mempunyai anak dari Felisha. Apakah dia perempuan yang begitu buruk?" Aku bertanya begitu saja
Felisha juga tidak bisa bebas seperti dulu lagi karena dia melahirkan secara sesar, jadi dia harus menjaga bentuk tubuhnya agar lebih ideal. Dia harus lebih banyak istirahat untuk memulihkan kondisinya sehabis melahirkan. Kertas yang dilempar Ferdi itu jatuh tepat ke wajah Felisha. Felisha tidak mengerti kenapa Ferdi datang marah-marah padanya. Sudah hampir sebulan dia tidak datang kemari bahkan tidak menafkahi. Apakah ini lelaki yang disebut suami?Ferdi dan keluarganya hanya membuat Felisha susah saja. Felisa menikah hanya untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun, kini dia mendapat sengsara. Kalau kayak gini lebih bagus anak yang dilahirkannya diserahkannya saja kepada Ferdi. "Apa ini, Mas. Kenapa kamu datang tiba-tiba marah-marah sama aku dan kamu ngelempar kertas ini ke wajahku. Aku nggak suka kayak gitu kamu udah hampir 1 bulan nggak datang bahkan nggak menafkahi. Apa maksud kamu? Kamu mau menelantarkan aku!" kata Felisha geram. Pertengkaran yang terjadi di antara mereka di dengar
HANYA AKU YANG TAK DIBERI SERAGAM OLEH KELUARGA SUAMIKU 37. **Aryo kepikiran terus dengan ucapan Ferdi yang mengatakan kalau anak Felisha itu anaknya. Bagaimana kalau benar anak Felisha adalah anaknya karena seperti yang dikatakan kalau pernikahan mereka baru 7 bulan tetapi Felisha sudah melahirkan. Dia terakhir kali tidak melakukan hubungan badan dengan Felisha 3 bulan yang lalu sebelum mereka berpisah saat Felisha ketahuan selingkuh dengan lelaki lain dan jalan bareng dengan Ferdi. Apakah itu anaknya karena waktunya mepet-mepet sekali membuat kepala Aryo mau pecah memikirkannya. Jalan satu-satunya adalah dengan tes DNA. "Mas, kamu dari tadi belum makan. Bagaimana kalau kamu sakit. Kamu nggak usah mikirin itu," kata Riana lembut. Dia memegang bahu suaminya itu agar suaminya bersabar dengan cobaan yang sedang mereka hadapi. "Bagaimana aku tidak kepikiran, Riana. Kalau anak itu adalah anakku bagaimana? Sejujurnya aku nggak mau punya anak dari Felisa. Dia nggak pantas jadi seorang
Ferdi terdiam ketika keluarganya mengatakan itu. Dia akan melakukan tes DNA saja seperti yang di sampaikan oleh Yumna. Bila anaknya, mungkin saja itu anak Aryo. Ferdi bisa dibebankan kepada laki-laki tersebut karena Ferdi tidak ingin mengurus bayi yang dilahirkan Felisha. **Ferdi pun melakukan rencananya. Dia mengambil sampel bayi itu diam-diam. Dia memotong kuku bayi itu kemudian dia mengambil rambut bayi itu untuk dilakukan tes DNA. Dia akan nekat saja karena kalau meminta izin dari Felisa maka wanita itu tidak akan mengizinkan. Kalau terbukti itu bukan anaknya maka Ferdi tidak akan segan lagi. Tidak akan pernah memaafkan Felisha. "Felie, untuk sementara waktu kamu tinggal saja dulu di rumah orang tuamu karena nggak ada juga yang bisa ngerawat kamu kalau tinggal bersamaku." Orang tua Felisha saat itu datang menjenguk anak mereka. Mereka sedang menggendong bayi yang dilahirkan Felisha. Bayi itu perempuan dengan bobot 3,3 kg lahir dalam keadaan sehat secara operasi sesar. "Oke ak