Pisceso tersenyum senang, Virgolin bisa dengan cepat menguasai tehnik cara menunggang dan mengendalikan kuda bahkan ikatan bathin antara Gopi dan Virgolin sepertinya sudah terjalin erat padahal baru sebentar saling mengenal satu sama lain.Peluh terlihat bertengger manis di kening Virgolin begitu turun dari punggung Gopi. "Ternyata asyik juga menunggang kuda."Pisceso ikut turun dan kudanya lalu keduanya beristirahat bersandar di batang pohon dengan daunnya yang rindang sementara Pigo dan Gopi dibiarkan makan rumput segar yang ada di sekeliling mereka.Virgolin menghapus keringat dengan ujung baju lengan panjangnya. Kulit wajahnya memerah dengan napas yang terlihat tidak beraturan. "Kamu sepertinya kepanasan." Pisceso memberikan saputangan warna biru yang terukir namanya dari sulaman benang emas. "Pakai ini untuk menghapus keringatmu.""Terima kasih," Virgolin langsung menghapus keringatnya dengan saputangan yang diberikan Pisceso. "Nanti kamu akan terbiasa menunggang kuda," ucap Pi
Gopi, kuda putih pemberian Putra Mahkota Pisceso berlari kencang membawa Virgolin. Pasangan yang sangat cantik di mata Pisceso. Tak sia-sia dirinya memberikan kuda putih itu pada Virgolin karena mereka berdua cocok.Hiaat ,,, hiaaat!Virgolin semakin memacu Gopi dengan kencang. Dilihatnya Pisceso yang berada di sampingnya. Senyum termanis yang jarang diperlihatkan pada orang lain, Virgolin berikan pada Pisceso.Di antara memacu kudanya, hati Pisceso terasa berdesir mendapat senyum termanis dari Virgolin. Hiaaat ,,, hiaaat ,,,Keduanya berpacu membawa kuda masing-masing dengan kencang. Bahkan beberapa prajurit dan orang-orang yang melihat mereka berdua terpaku kagum."Tabib agung ternyata sangat mahir menunggang kuda!" seru salah satu wanita yang berpakaian dayang, kebetulan sedang berada di luar istana."Iya! Cantik, pintar, pandai juga menunggang kuda," seru yang lain kagum.Gerbang istana terlihat di depan mata. Pisceso sengaja memperlambat lari kudanya agar Virgolin yang mendapatk
Airin bisa merasakan kesedihan yang dirasakan Virgolin, karena dirinya pun sudah lama hidup sebatang kara tanpa adanya kehadiran orangtua. "Sabar tabib. Aku yakin, suatu saat nanti tabib bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan kedua orangtua tabib.""Tapi itu kapan Airin? Aku bahkan tidak tahu, kapan pintu langit akan terbuka." Air mata menggenangi kelopak mata Virgolin. Hati anak mana yang tidak akan sedih jika teringat dan merindukan orangtua yang telah lama tidak pernah bertemu."Tabib masih beruntung dibandingkan denganku. Orangtuaku sudah lama meninggal, sampai kapanpun, aku tidak bisa bertemu mereka lagi," ucap Airin pelan, suaranya penuh dengan kesedihan. "Sementara tabib masih ada kesempatan bertemu lagi."Virgolin terisak, hatinya sangat merindukan kedua orangtuanya, pasti mereka mencari dirinya kemana-mana."Sudah tabib, jangan sedih lagi. Bagaimana kalau kita jalan-jalan berkeliling Istana Voresham saja?! Bukankah, selama kita tinggal di sini tidak pernah jalan-jalan di d
Panas menjalar ke seluruh wajah Rose. Tak ingin dirinya direndahkan Emi yang berbuat sesuka hati telah menamparnya apalagi Emi umurnya lebih muda dari dirinya, Rose tidak tinggal diam.Plaaaak!Suara tamparan kembali terdengar mengisi udara di sekeliling. Rose membalas tamparan Emi dengan keras sehingga tak lama kemudian Emi merasakan bibirnya asin."Darah," Emi terkejut ketika mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan cairan merah. Plaaaak!Rose kembali melayangkan tamparan kedua di pipi Emi sampai wajah Emi menghadap ke samping. "Kau ingin bermain denganku?!" bentak Rose geram menatap nyalang pada Emi. Harga dirinya merasa direndahkan.Panas menjalar di pipi Emi. Bukannya menyadari kesalahannya, Emi malah semakin murka. Tamparan Rose hendak dibalas, tangannya sudah terangkat di udara, tapi suara seruan menghentikan aksinya."Hentikan!" Dua orang pengawal istana yang kebetulan sedang berpatroli melihat semua kejadian antara Emi dan Rose. "Apa yang sedang kalian lakukan?!" bentak
"Periksa lagi semuanya. Kita akan melakukan perjalanan jauh," ucap Pisceso memberi perintah. "Baik pangeran!"Pisceso kemudian pergi menuju ke tempat di mana Virgolin tinggal."Selamat datang pangeran," Airin memberi salam hormat begitu melihat putra mahkota sedang berdiri depan pintu pondok."Di mana tabib agung?!" "Tabib agung ada di dalam," jawab Airin sopan penuh hormat tanpa berani melihat wajah Pisceso. "Airin, siapa itu?!" teriak Virgolin dari dalam kamarnya. Airin membuka pintu pondok lebar-lebar agar Putra Mahkota Pisceso bisa masuk. "Silahkan pangeran."Virgolin ke luar dari kamar melihat Pisceso masuk. "Oh, rupanya kamu. Kirain siapa yang datang.""Airin, bisa tinggalkan kami berdua saja," pinta Pisceso setelah berada di dalam pondok.Tanpa diminta dua kali, Airin segera pergi setelah menutup pintu pondok."Serius amat pake acara usir Airin segala. Ada apa?!" tanya Virgolin mendekati Pisceso kemudian duduk di sampingnya."Sebentar lagi kita akan berangkat ke wilayah uta
"Tabib agung, tunggu sebentar di sini. Saya akan membawakan makanan," ujar Airin. "Bawakan air minum juga," pinta Virgolin. "Aku haus."Airin pergi, Putra Mahkota Pisceso datang mendekat. Duduk di samping Virgolin. "Apa kamu lelah?!""Pinggangku rasanya mau copot," Virgolin menekan pinggangnya dengan jari. "Aku belum terbiasa naik kuda.""Lama-lama kamu akan terbiasa," ucap Pisceso tersenyum."Apa kamu bisa memijit pinggangku?!" tanya Virgolin polos.Pisceso sejenak tertegun lalu jadi gugup. "I-itu tidak mungkin. Itu tidak baik.""Tidak baik kenapa?!" tanya Virgolin tidak mengerti, menatap Pisceso. "Pinggangku sakit, kenapa jadi tidak baik?!""Banyak orang di sini," bisik Pisceso. "Oh," Virgolin mengerti, menoleh sekilas ke arah para prajurit yang juga sedang melepaskan lelah. Tak lama Airin datang membawa tempat air minum dan juga beberapa buah serta bekal makanan lainnya. "Terima kasih Airin," ucap Virgolin. Setelah itu Airin pergi lagi karena merasa canggung ada Putra Mahkota
Virgolin tepuk tangan kegirangan. "Kamu keren banget! Ikannya juga besar." Airin datang mendekat, "ikannya disimpan ditempat ini pangeran." Wadah dari anyaman bambu diberikan Airin pada Pisceso. "Ikannya nanti dibakar. Pasti rasanya sangat lezat," ucap Virgolin. "Iya tabib," jawab Airin. "Beberapa orang sedang mencari ranting kering untuk membakar ikan. Hamba juga akan membuat api untuk membakar ikan di tepi sungai.""Wah, bagus, bagus!" Virgolin terlihat sangat senang sekali sementara Putra Mahkota Pisceso sedang sibuk melepaskan ikan dari ranting yang ujungnya runcing ke dalam wadah bambu. Airin kembali ke tepi sungai meninggalkan Virgolin yang ingin mencoba menangkap ikan."Hati-hati. Jangan sampai ujung tajam ini mengenai kakimu. Nanti malah kakimu yang tertancap!" Pisceso memberi contoh cara memegang rantingnya dengan benar. "Iya, aku tahu!" jawab Virgolin. "Lihat langkah kakimu! Jangan sampai menimbulkan gelombang air nanti ikannya kabur.""Iya, aku tahu," jawab Virgolin
Penginapan yang akan didatangi perampok topeng perak dalam keadaan hening. Semua orang sudah terlelap dalam tidurnya kecuali beberapa prajurit yang bertugas untuk jaga malam. Virgolin masih belum bisa memejamkan kedua matanya padahal sudah mengambil beberapa macam posisi agar bisa tidur, tapi tetap saja matanya tak bisa terpejam. "Kenapa hatiku gelisah banget? Jantungku dari tadi berdebar tak karuan."Akhirnya Virgolin bangun. Dilihatnya Airin sudah terlelap di tempat tidur satunya lagi. "Lebih baik aku mencari angin sebentar ke luar. Siapa tahu setelah itu aku bisa tidur."Kreek ,,,Virgolin membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan Airin lalu menutupnya kembali dengan sangat pelan.Sepi, tak ada orang yang terlihat bahkan peneranganpun hanya mengandalkan dari obor kecil yang dipasang ditengah-tengah ruangan penginapan. "Sepertinya semua orang sudah tidur," gumam Virgolin melihat sekeliling kemudian melanjutkan langkahnya ke pintu utama. "Aku ingin mencari