"Periksa lagi semuanya. Kita akan melakukan perjalanan jauh," ucap Pisceso memberi perintah. "Baik pangeran!"Pisceso kemudian pergi menuju ke tempat di mana Virgolin tinggal."Selamat datang pangeran," Airin memberi salam hormat begitu melihat putra mahkota sedang berdiri depan pintu pondok."Di mana tabib agung?!" "Tabib agung ada di dalam," jawab Airin sopan penuh hormat tanpa berani melihat wajah Pisceso. "Airin, siapa itu?!" teriak Virgolin dari dalam kamarnya. Airin membuka pintu pondok lebar-lebar agar Putra Mahkota Pisceso bisa masuk. "Silahkan pangeran."Virgolin ke luar dari kamar melihat Pisceso masuk. "Oh, rupanya kamu. Kirain siapa yang datang.""Airin, bisa tinggalkan kami berdua saja," pinta Pisceso setelah berada di dalam pondok.Tanpa diminta dua kali, Airin segera pergi setelah menutup pintu pondok."Serius amat pake acara usir Airin segala. Ada apa?!" tanya Virgolin mendekati Pisceso kemudian duduk di sampingnya."Sebentar lagi kita akan berangkat ke wilayah uta
"Tabib agung, tunggu sebentar di sini. Saya akan membawakan makanan," ujar Airin. "Bawakan air minum juga," pinta Virgolin. "Aku haus."Airin pergi, Putra Mahkota Pisceso datang mendekat. Duduk di samping Virgolin. "Apa kamu lelah?!""Pinggangku rasanya mau copot," Virgolin menekan pinggangnya dengan jari. "Aku belum terbiasa naik kuda.""Lama-lama kamu akan terbiasa," ucap Pisceso tersenyum."Apa kamu bisa memijit pinggangku?!" tanya Virgolin polos.Pisceso sejenak tertegun lalu jadi gugup. "I-itu tidak mungkin. Itu tidak baik.""Tidak baik kenapa?!" tanya Virgolin tidak mengerti, menatap Pisceso. "Pinggangku sakit, kenapa jadi tidak baik?!""Banyak orang di sini," bisik Pisceso. "Oh," Virgolin mengerti, menoleh sekilas ke arah para prajurit yang juga sedang melepaskan lelah. Tak lama Airin datang membawa tempat air minum dan juga beberapa buah serta bekal makanan lainnya. "Terima kasih Airin," ucap Virgolin. Setelah itu Airin pergi lagi karena merasa canggung ada Putra Mahkota
Virgolin tepuk tangan kegirangan. "Kamu keren banget! Ikannya juga besar." Airin datang mendekat, "ikannya disimpan ditempat ini pangeran." Wadah dari anyaman bambu diberikan Airin pada Pisceso. "Ikannya nanti dibakar. Pasti rasanya sangat lezat," ucap Virgolin. "Iya tabib," jawab Airin. "Beberapa orang sedang mencari ranting kering untuk membakar ikan. Hamba juga akan membuat api untuk membakar ikan di tepi sungai.""Wah, bagus, bagus!" Virgolin terlihat sangat senang sekali sementara Putra Mahkota Pisceso sedang sibuk melepaskan ikan dari ranting yang ujungnya runcing ke dalam wadah bambu. Airin kembali ke tepi sungai meninggalkan Virgolin yang ingin mencoba menangkap ikan."Hati-hati. Jangan sampai ujung tajam ini mengenai kakimu. Nanti malah kakimu yang tertancap!" Pisceso memberi contoh cara memegang rantingnya dengan benar. "Iya, aku tahu!" jawab Virgolin. "Lihat langkah kakimu! Jangan sampai menimbulkan gelombang air nanti ikannya kabur.""Iya, aku tahu," jawab Virgolin
Penginapan yang akan didatangi perampok topeng perak dalam keadaan hening. Semua orang sudah terlelap dalam tidurnya kecuali beberapa prajurit yang bertugas untuk jaga malam. Virgolin masih belum bisa memejamkan kedua matanya padahal sudah mengambil beberapa macam posisi agar bisa tidur, tapi tetap saja matanya tak bisa terpejam. "Kenapa hatiku gelisah banget? Jantungku dari tadi berdebar tak karuan."Akhirnya Virgolin bangun. Dilihatnya Airin sudah terlelap di tempat tidur satunya lagi. "Lebih baik aku mencari angin sebentar ke luar. Siapa tahu setelah itu aku bisa tidur."Kreek ,,,Virgolin membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan Airin lalu menutupnya kembali dengan sangat pelan.Sepi, tak ada orang yang terlihat bahkan peneranganpun hanya mengandalkan dari obor kecil yang dipasang ditengah-tengah ruangan penginapan. "Sepertinya semua orang sudah tidur," gumam Virgolin melihat sekeliling kemudian melanjutkan langkahnya ke pintu utama. "Aku ingin mencari
Perhatian Pisceso terbagi. Tangannya sibuk mengayunkan pedang sementara pandangannya melihat pada Virgolin yang sedang berusaha melepaskan diri dari Roxy.Trang ,,,Ujung pedang hampir saja merobek kulit tangan Putra Mahkota Pisceso andai Jidan tidak menangkisnya yang tiba-tiba datang meloncat dari jendela atas."Pangeran! Hati-hati, jangan lengah!" seru Jidan dengan tangan terayun membalas setiap serangan pedang dari anak buah Roxy.Melihat Jidan datang menghalau anak buah Roxy. Pisceso langsung melesat ke arah Virgolin yang nampak sangat ketakutan. "Pisceso, tolong aku!" rengek Virgolin meronta berusaha melepaskan tangan Roxy dari pinggangnya.Pisceso berdiri dengan gagah, pedang panjang di tangan kanannya nampak berkilau terkena sinar bulan. Tatapannya sangat tajam bak elang yang siap menyambar mangsanya. "Lepaskan!" Virgolin semakin memberontak. Pukulan yang diarahkan pada tangan Roxy seakan tak berarti apa-apa.Bukhh ,,,Virgolin terkulai lemas, pingsan. Roxy tidak punya piliha
Putra Mahkota Pisceso tak membuang kesempatan, melihat Roxy meringis kesakitan melihat tangannya, Pisceso secepat kilat menghunuskan ujung pedangnya mengarah pada tubuh Roxy.Claaang ,,Percikan api keluar dari dua mata pedang yang saling beradu kekuatan. Baik Pisceso maupun Roxy sama-sama mundur. Dua kekuatan yang sama-sama kuat."Gila, si Pisceso tenaganya kuat juga," dalam hati Roxy memuji kehebatan Pisceso. Tangannya yang berdarah semakin terasa sakit dan banyak mengeluarkan darah. Bul datang dari arah tak terduga, berdiri di samping Roxy. "Tuan, anak buah kita banyak yang mati. Sebaiknya kita mundur," ucapnya pelan. "Bodoh!" umpat Roxy."Prajurit mereka lebih banyak daripada anak buah kita," bisik Bul tanpa mengalihkan pandangannya dari Pisceso yang sedang menatapnya tajam. Roxy melirik pada Virgolin yang masih pingsan. "Aku akan membawa calon istriku pergi dari sini. Lindungi aku!""Siap tuan!" Bul langsung melesat mengarahkan ujung pedangnya ke tubuh Pisceso. Sementara Roxy
Sil dan Roxy saling berpandangan mendapat pertanyaan dari Virgolin yang menanyakan keberadaan Putra Mahkota Pisceso. "Di mana Putra Mahkota Pisceso?!" Virgolin mengulang pertanyaannya pada Sil lalu tatapannya beralih pada luka di tangan Roxy. Melihat tangannya sedang diperhatikan Virgolin, Roxy segera menyembunyikannya di belakang tubuh kemudian memberikan isyarat pada kakaknya agar bicara dengan Virgolin. Setelah itu, Roxy keluar dari kamar.Melihat Sil, Virgolin teringat dengan dayang pribadinya. "Airin, di mana Airin?! Aku ingin bertemu Airin," ucapnya belum paham sebab apa yang sedang dialaminya sekarang. Sil mendekati Virgolin. "Kenalkan namaku Sil, kakaknya Roxy.""Roxy?!" kening Virgolin mengernyit. "Roxy siapa?""Pria yang baru saja keluar itu adikku, Roxy," jelas Sil. "Kamu tidak mengenalnya?!"Virgolin menggeleng. "Tidak. Aku baru melihatnya."Sil sejenak terdiam, mencoba memahami situasi yang ada. Memperhatikan Virgolin dari atas sampai bawah. "Siapa namamu?!""Virgolin
Virgolin mengedarkan pandangan ke sekeliling. Semua yang terlihat nampak asing dan juga menyeramkan dengan hiasan dinding berupa beberapa buah pedang dan dua pasang kepala hewan rusa yang tanduknya melingkar seperti akar pohon. Tak lama datang dua orang wanita membawa nampan dari kayu yang berisi beberapa makanan dalam wadah-wadah kecil."Bawa semua makanan yang ada di belakang," pinta Roxy. "Apa kamu suka buah?!" tanya Sil pada Virgolin. "Iya," jawab Virgolin masih dengan wajah bingungnya. "Bawakan juga buah-buahan yang saya petik kemarin di kebun," pinta Sil pada dua wanita yang sedang mengatur makanan di atas meja."Kamu petik buah dari kebun mana?!" tanya Roxy karena perasaan mereka tidak punya kebun buah."Lereng tebing," jawab Sil sekenanya padahal buah hasil curi dari kebun orang.Tak lama datang wanita tua membawa wadah dengan isi beraneka macam buah segar. Sejenak melihat Virgolin kemudian pergi lagi. "Ayo Virgolin, dimakan kuenya," Sil mendekatkan wadah berisi kue. "Ini