Krieeet,,,Pintu kembali didorong dari luar. Roxy secepat kilat bersembunyi di kolong tempat tidur.Airin kembali masuk membawa wadah yang berisi makanan. Diletakkan di atas meja kecil samping teko air. Sejenak melihat Virgolin kemudian pergi lagi keluar dari kamar. Roxy mengelus dada lega. "Untung tidak ketahuan. Sialan si dayang itu, bolak balik masuk ke kamar. Lama-lama, aku bunuh juga si dayang itu!"Setelah melihat keadaan aman, Roxy keluar dari tempat persembunyiannya. Virgolin masih terlelap tidur dibuai mimpi, tidak tahu kalau dirinya dalam keadaan terancam. Dengkuran halusnya terdengar berirama keluar dari bibirnya."Baguslah, tidurnya sangat nyenyak. Ini akan memudahkan aku untuk membawanya pergi," gumam Roxy bersiap akan membuat Virgolin pingsan dengan memukul bagian tengkuknya. Bruuugh!Pintu kamar tiba-tiba dibuka kasar dari luar. Putra Mahkota Pisceso melesat masuk ke dalam kamar. Duugh!Tendangan kaki Pisceso mendarat sempurna dipunggung Roxy sampai tubuhnya tersun
Perih dipunggung semakin menjalar. Darah yang keluar dari luka semakin banyak. Roxy bahkan merasakan penglihatannya mulai tidak jelas. Keseimbangan tubuhnya pun tidak stabil.Melihat Roxy terlihat limbung, Pisceso memberi isyarat pada prajuritnya agar menangkap Roxy. "Gawat. Mataku, kenapa dengan mataku ini?" hati kecil Roxy bertanya-tanya sendiri. Pedang yang dipegangnya pun mulai terlihat buram.Prajurit dengan sigap mengepung Roxy, tapi jiwa pemberontak Roxy tak membiarkan dirinya ditangkap begitu saja. Walau penglihatan sudah tak begitu jelas, Roxy masih tetap melawan bahkan dengan membabi buta mengayunkan pedangnya ke segala arah. Trang! Clang! Clang!Suara pedang yang beradu mengisi udara di ruangan yang temaram. Roxy masih lincah menangkis mata pedang dari para prajurit yang mengepungnya bahkan dua orang prajurit berhasil terkena sabetan pedangnya. Pisceso memberi perintah agar prajuritnya mundur. Senyum kemenangan terukir di bibir Roxy. "Kalian pikir karena tubuhku terluka
Pisceso mengajak Virgolin menikmati keindahan air terjun yang ada di Desa Padi. Suara gemuruh dan percikan air yang menimpa batu membuat takjub Virgolin. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah. "Lihat! Banyak ikan kecil di sini!" tunjuk Virgolin pada aliran sungai yang berada di bawah kakinya. "Cepat kemari, Pisceso!" Suaranya kencang menyatu bersama suara gemuruh air terjun. Pisceso datang mendekat. "Kita tangkap ikannya!" pinta Virgolin. "Lebih baik biarkan ikannya besar terlebih dahulu, ikan itu masih terlalu kecil," larang Pisceso. "Iya sih, masih sangat kecil." Virgolin setuju. "Ayo, kita ke sana!" ajaknya. "Kita duduk di batu besar itu." Pisceso dengan senang hati mengikuti kemauan Virgolin. Diraihnya tangan Virgolin agar tidak terjatuh disaat berjalan di antara batu-batu kecil yang terhampar di tepian sungai. Batu cukup besar menjadi tempat duduk mereka berdua. Suara gemuruh air terjun begitu kontras, seirama menyatu bersama angin.Virgolin tak berkedip menatap jatuhn
DUAAR!!!Kilat cahaya menyilaukan mata mendadak membelah langit kelam diakhiri suara petir yang menggelegar. Padahal, bulan sedang menggantung begitu indah menghias langit. Setiap orang melonjak kaget, tapi tidak dengan Tabib Cole. Kedua bola matanya malah berbinar. "Yang mulia! Pintu telah terbuka! Pintu telah terbuka!" teriaknya kegirangan."Lihat itu! Sinarnya sudah terlihat!" Jari telunjuk keriputnya kini mengarah pada bukit yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.Raja dan Pangeran Pisceso saling berpandangan tak mengerti. Mengapa tabib yang harusnya menyembuhkan sang ratu malah bahagia melihat fenomena alam yang belum pasti ini?SREET!Pedang panjang kesayangan Pangeran Pisceso langsung mengarah pada leher tabib. "Bicara yang jelas atau mulutmu itu akan ku bungkam selamanya!"Kedua bola mata Tabib Cole melebar, secepat kilat langsung bersimpuh. "Ampun Pangeran! Hamba akan jelaskan!"Pedang itu lantas masuk kembali ke dalam sarungnya. Pangeran Pisceso berdiri dengan gagahnya me
BUMI, 2025"Jadi bagaimana Dokter Virgolin. Apa yang harus saya lakukan?!" tanya sang pasien. "Bukannya saya tidak bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan, tapi tidak salah bukan jika saya ingin mempercantik diri?!" Senyum manis menghiasi bibir mungil Dokter Virgolin. Wajah cantiknya begitu tenang setiap menghadapi pasien yang sering mengeluh dan minta saran padanya. "Tidak salah, Nyonya Mer," jawab Dokter Virgolin lembut. "Setiap orang punya hak untuk mempercantik diri, itu bentuk dari menghargai diri sendiri. Saya sudah memeriksa semuanya. Minggu depan, Nyonya bisa datang kembali lagi ke sini untuk melakukan pemeriksaan tahap selanjutnya.""Ok Dokter, saya siap!" seru Nyonya Mer begitu antusias. "Kalau begitu, baiklah Nyonya. Semuanya nanti akan saya konfirmasikan lebih lanjut. Satu pesan saya, jaga kesehatan Nyonya selama satu Minggu ke depan.""Iya, baik Dokter. Tentu saja!"Setelah itu, pasien yang umurnya sudah tidak terbilang muda lagi pergi ke luar dari ruang praktek Dokte
Tak ingin ambil pusing, Pangeran Pisceso melangkahkan kakinya dengan hati-hati.Pria tampan itu bahkan tak peduli pada setiap pasang mata yang berpapasan dengannya menatap aneh dan heran. Bahkan, ada orang yang sengaja membidikan kamera ponselnya pada Pangeran Pisceso."Hai, lihat! Ada orang berpakaian aneh malam-malam begini!" seru anak muda ketika melihat Pangeran Pisceso lewat."Mungkin orang itu sedang syuting film kolosal," jawab temannya.TIIN!Pangeran Pisceso dikejutkan dengan suara klakson mobil. Pedang panjang yang ada di dalam sarung berukir emas langsung ditariknya. "Itu pedang asli!" seru anak kecil yang berdiri tak jauh dari Pangeran Pisceso."Hush! Bukan! Itu pedang buat syuting!" seru yang lain kebetulan melihatnya.Karena penasaran, salah satu dari mereka mendekat untuk memastikan itu pedang asli atau cuma sekedar pedang untuk syuting.Pangeran Pisceso yang tak mengerti apa yang sedang dibicarakan orang-orang di sekitarnya semakin memasang kewaspadaan penuh. Sorot
"Lihat itu!" Dua orang security yang berjaga depan pintu ruang pameran memperhatikan Pangeran Pisceso dari atas sampai bawah."Apa di luar sedang ada syuting film kolosal, Wo?!" tanya pria bertubuh gempal dengan nama tertera di dada, Dodo.Temannya yang bernama Bowo menggelengkan kepala. "Setahuku tidak ada."Keduanya pun terdiam begitu melihat Pangeran Pisceso datang mendekat.Dodo membuka suara ketika melihat Pangeran Pisceso seakan ragu untuk bertanya. "Ada yang bisa saya bantu, pak?!"Pangeran Pisceso sejenak terdiam, tatapannya melihat ke arah dalam ruang pameran sebelum menjawab. "Tabib.""Tabib?!" tanya kedua security secara bersamaan. Pangeran Pisceso mengangguk. "Tabib?" Dodo garuk-garuk kepala tak gatal. "Tidak ada tabib di sini! Di dalam sedang ada pemeran alat-alat medis. Anda salah tempat."Pangeran Pisceso tidak mengerti dengan apa yang diucapkan pria gempal tersebut. Berdiri sesaat lalu melangkah masuk ke dalam pameran. "Eh, eh! Orang itu masuk!" seru Dodo hendak m
Teriakan dan pukulan Dokter Virgolin di punggung tak berarti apa-apa bagi Pangeran Pisceso. Bahkan dengan ringannya seakan sedang membawa kapas, Pangeran Pisceso melanjutkan langkahnya ke luar dari ruang pameran. "Orang ini gila!" Security bernama Dodo menghadang langkah Pangeran Pisceso.Detik berikutnya terdengar suara sirine dari mobil polisi. Wiiw! Wiiw! Wiiw!"Polisi sudah datang!" Dodo tersenyum kemenangan, bala bantuan sudah datang."Hai! Bocah tengil! Lepaskan Dokter Virgolin!" teriak Rio marah melihat wanita pujaannya berada di atas bahu pria lain.Satu per satu, polisi dengan perlengkapan lengkap layaknya akan menangkap seorang teroris kelas kakap langsung masuk ke dalam gedung pameran. Pangeran Pisceso semakin memasang kewaspadaan penuh. Tubuh Dokter Virgolin dipegangnya erat. Begitu juga dengan pedang yang ada di tangan, semakin digenggam dengan kuat."Turunkan senjatamu!" Satu polisi yang bertindak sebagai komandan, langsung memberikan perintah sambil mengarahkan sen