Bab 193: Joko-ku! Joko-ku!
Tiba-tiba saja Yana memekik keras.
“Deeeerrr..!”
Astaga naga.!! Astaghfirullah!! Copot jantungku copot-copot-copot!
Aku terkejut sampai terlonjak. Menuk yang duduk di sampingku juga kompak. Ia terkejut dan juga ikut terlonjak. Saking terkejutnya, ia bahkan sampai menjatuhkan ponsel miliknya yang baru aku hidupkan tadi. Kemudian, dalam detik yang sama kami juga kompak menoleh pada asal suara petir yang ‘der’ tadi.
Itu, itu dia wujudnya, Yana si dewi petir yang tengah berdiri di ambang pintu dengan tubuh yang menegang dan kaku.
Sadar siapa yang datang, sontak saja wajah Menuk memerah. Ia memandangi Yana dengan mata yang melotot, penuh rasa tidak suka, seperti mau melompat dan menerkam saja. Yana juga tampak memerah wajahnya. Ia kelihatan begitu shocked, terkejut bukan kepalang dengan keberadaan Menuk di sini.
Menuk dan Yana
Bab 194: Saung Syukurlah, perang dunia ketiga tidak terjadi. Menuk dan Yana sepakat untuk mengadakan gencatan senjata, katakanlah seperti itu. Tanpa harus berembug akhirnya mereka sepakat untuk mengakhiri pertikaian.“Yana, percayalah padaku. Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Menuk.”Mendengar penjelasanku itu wajah Yana sontak bercahaya, lega nan bahagia. Ia merasa menang atas seterunya si Menuk Sudarwati, yang wajahnya mulai memucat dan kecewa.Kecewanya Menuk itu, mungkin karena ia yang mulai sadar, bahwa aku memiliki hubungan khusus dengan Yana. Akan tetapi, semua itu terpatahkan dengan..,“Dan Menuk..,” kataku lagi sambil menghadap Menuk. “Percayalah padaku. Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Yana.”Sontak juga wajah Menuk berpendar berkilauan. Ia merasa senang, lega dan bahagia. Menyusul kemudian, Yana yang kecewa, malu, dan serba salah. Tadi ia mungkin merasa bahwa aku telah berpihak padanya. Ternyata tidak. Aku memang tidak berpihak kepada salah seorang pun di anta
Bab 195:Bidadari Di Bawah Saung “Kalau kamu mau bicara, bicaralah,” kata wanita berhijab di seberang situ.Entah apakah ia berbicara denganku, atau dengan orang lain. Tetapi, kata-katanya itu membuat aku menoleh dan menatap heran padanya. Momen ini bersamaan dengan dirinya yang menurunkan majalah yang tadi menutupi wajahnya.Aku terkejut setengah mati, karena ternyata, dia adalah.., Angel!Aku tercekat, seakan tidak percaya dengan pandangan mataku sendiri. Sungguh aku tidak mengerti, bagaimana mungkin Ibu Joyce tiba-tiba bisa berada di saung ini? Cepat aku menoleh kanan dan kiri, mencari-cari mobil Ibu Joyce yang mungkin saja diparkir di sekitar taman. Tidak ada! Seingatku tadi mobil Ibu Joyce memang berada di dalam garasi. Hingga beberapa saat kemudian pertanyaan dalam hatiku ini pun tak terjawab.Aku memandang Ibu Joyce masih dengan sorot yang tidak percaya. Menerima tatapan
Bab 196:Menikah Lagi? “Kamu tidak berpikir untuk mencari pengganti, Ko? Kamu tidak berencana untuk menikah lagi?”“Saat ini, belum, Bu,” jawabku segan. Masih dengan rasa segan seperti yang dulu antara atasan dan bawahan.“Kenapa?”Aku hanya menggeleng pelan.“Masih trauma?”“Tidak juga.”“So?”“Hanya, emm, hanya belum menemukan calon yang cocok saja.”Ibu Joyce mengangguk-angguk, penuh wibawa. Ini adalah wibawa yang berbeda dengan yang terpancar dari dirinya dulu sebagai bosku. Mungkin serupa aura, atau pesona, atau marwah, yang menyinar dari keseluruhan ujudnya dan itu membuatku tidak berani berpikir kurang ajar.Aku bahkan tidak berani mengenang pada bagaimana dulu kami pernah terlentang bersama dan berpelukan di dalam sebuah kamar hotel. Secara naluriah, sekarang aku ingin m
Bab 197: Masih Waras? Joyce Angelique berlari di sepanjang jalur pejalan kaki dengan perasaan yang campur aduk. Tak ia hiraukan kedua kaki dan betisnya yang telah pegal. Tidak ia hiraukan juga nafasnya yang sudah tersengal-sengal. Ia terus berlari, semakin jauh meninggalkan saung dan taman, menuju rumah untuk kembali pulang. Pada jarak yang ia rasa sudah cukup jauh, ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Sungguh ia merasa khawatir jika Joko mengejar dirinya. Syukurlah, ternyata lelaki itu tidak mengejar. Namun, anehnya, dan itu ganjil sekali, dalam lubuk hatinya yang paling dalam justru ia merasa ingin dikejar!Bagaimana ini bisa terjadi? Perasaan yang tak menentu ini? Paradoks sekali!“Ah, Joko, padahal aku ingin menghindari kamu. Tetapi, kenapa kita malah bertemu?” Joyce berkata-kata sendiri dalam hati.“Aku tahu ketika kamu datang ke rumahku tadi, Joko. Tepat ketika aku akan keluar rumah untuk melakukan jogging sore, aku melihat sosokmu berdiri di balik pagar. Aku sege
Bab 198:Kodok Memakai Mahkota Selama beberapa hari di kota kelahiran kita ini, Mas Joko, aku lebih sering tidur di rumah sakit daripada di rumah sendiri. Aku menjaga ibuku yang tetap terbaring dalam pingsannya. Sementara nenekku, menginap di rumah kami setelah kami menjemputnya beberapa hari yang lalu.Dalam menjaga Ibu aku memang tidak sendiri. Ada saudara atau kerabat yang selalu menemani aku secara bergantian. Setiap hari, aku akan pulang ke rumah untuk bersalin baju dan untuk keperluan-keperluan lainnya. Saat-saat pulang ke rumah itu aku selalu menyempatkan diri untuk berbincang dengan nenekku. Ada rasa pilu dalam hatiku, rasa rindu, dan juga rasa syahdu, manakala tangan nenekku yang telah renta menyentuh kepala dan mengelus rambutku. Kasihnya tidak berubah, masih sama seperti dulu, dan itu adalah kasih yang sama dengan ibu kandungku, yang pergi meninggalkan aku tepat ketika aku genap berusia dua
Bab 199: Sikat Dia! “Apa??”Alex terperangah. Sekonyong-konyong ia menegakkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. Gerakannya yang tadi mau mengisap rokok pun terhenti di udara. Si asap rokok, bergerak meliuk ke atas melintasi wajah Alex yang terkejut.“Iya, Lex,” ujarku.“Kamu jatuh cinta pada Ibu Joyce??” Tanya Alex seakan tak percaya.“Iya,” sahutku.“Ibu Joyce mantan atasan kamu dulu??”“Iya.”“Mantan bos kamu dulu di Sinergi Waras??”“Laras, Lex, Laras. Yang betul itu Laras, bukan Waras.”“Iya, iya, itu maksudku. Kamu jatuh cinta sama mantan bos kamu di Sinergi Waras itu?”“Iya, aku jatuh cinta, tapi.., Sinergi Laras, bukan Sinergi Waras.” “Iya, itu maksudku, Sinergi Waras.”“Laras! Sinergi Laras! Bukan Sinergi Waras!”“Iya! WARAS, kaaan..??” Alex membentak.“LARAS! LAA.., RASS..!!” Aku balas membentak.“Memangnya tadi aku bilang apa??” Alex membentak lagi.“Kamu tadi bilang WARAS!” Balasku membentak lagi.“Masak sih??”“Iya!”“Ah, perasaanku tadi aku bilang LARAS, kok!”Sumpah
Bab 200:Bros Joyce Angelique sedang berada di dalam kamarnya. Ia sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah seorang sahabat, memenuhi janjinya untuk bersilaturahmi. Itu adalah agendanya yang pertama. Lalu sore harinya, ia akan mengikuti sebuah pengajian pada sebuah pesantren yang diasuh oleh seorang ustadzah terkenal.Joyce hampir selesai mengenakan hijabnya. Satu ujung kain jilbab itu ia silangkan di leher, terus ke arah belakang hingga selanjutnya terjuntai di bawah punggungnya. Sementara ujung yang lain ia biarkan terjuntai di depan dada. Lalu, pertemuan persilangan di bawah lehernya itu, akan ia kait dengan tambahan asesoris berupa bros yang terbuat dari rangkaian mutiara.Joyce membuka laci meja rias untuk mengambil bros itu. Ternyata, tidak ada. Ia membuka laci yang lain, dan tetap tidak menemui bros yang ia inginkan. Pandangan matanya mengedar di sekitar meja rias. Pikirnya, mungkin saja bros itu tergel
Bab 201:Persetimbangan Energi “To the point saja, Joko. Saya sedang ada keperluan lain. Apa yang kamu inginkan dari saya?” Tanya Joyce tanpa tedeng aling-aling.“Begini, Bu..,”Serentak saja Joyce Angelique menarik nafas yang dalam. Dipasangnya juga konsentrasi penuh untuk menyimak penuturan seorang lelaki yang pernah membuat hatinya kisruh. Masih, sampai sekarang juga masih membuatnya kisruh.Menyahuti suara Joko dari seberang sana, Joyce pun berkata-kata dengan sangat antusias. Tampak raut cantik manisnya yang terkejut. Tampak pula parasnya yang pias dan gugup. Sesekali ia mendebat, menolak dan tak jarang ia terpaksa harus menyahut dengan sedikit sarkastik.Saking seriusnya, Joyce bahkan sampai berjalan hilir-mudik di dalam kamarnya. Sebentar ia berdiri di depan jendela, sebentar kemudian ia duduk di meja rias. Menyusul kemudian ia bangkit dan berjalan hilir-m