Angi membalasnya dengan senyum. Ia membuka undangan berwarna merah itu.
Dalam undangan itu tertulis bahwa ia mengundang Angi untuk datang ke salah satu Caffe tak jauh dari indekosnya.
Dalam undangan itu pula tersimpan sebuah souvenir kalung emas untuknya.
Tak sedikitpun Angi tergoda untuk materi yang ia berikan itu. Namun, ia akan tetap datang untuk memenuhi undangannya tersebut.
Angi lantas memberi tahu Adhimas perihal isi undangan merah itu. Tentu saja, sebuah rencana untuk menangkapnya sudah disiapkan.
Caffetaria. Pukul 07.00 malam.
Angi datang sendiri ke Caffe tersebut tanpa ditemani Adhimas.
Ia berjalan masuk dengan percaya diri. Langkahnya menuntunnya menuju meja 014. Sebuah tempat yang sudah di booking sehari sebelumnya.
Meja 014 masih kosong. Rupanya Rusyd belum ada di tempat.
"Hei! Lama nunggu ya?" suara yang tidak asing ditelinganya.
"Oh. Baru saja sampai kok," sahutnya.
"Aku baru saja
Matahari bersinar begitu cerah. Langit membiru tanpa ada beban. Hari ini suasana terasa berbeda. Harapan dan doa semua orang terwujud. Jakarta, saat ini, sedang bergembira. Tak ada lagi kekhawatiran akan ancaman pembunuhan. Begitu pula dengan kehidupan Angi dan Adhimas. Mereka menjalani rutinitas sehari-hari seperti biasa setelah kejadian di gudang restauran itu. Kabarnya, restoran itu ditutup dan beralih lokasi di tempat berbeda, namun, masih di sekitar Jakarta. Konon katanya untuk menghindari bala. Menurut paranormal yang dipercaya, tempat itu sudah tidak baik lagi untuk melanjutkan usahanya. Hal tersebut dikarenakan telah terjadinya insiden percobaan pembunuhan pada seorang wanita. Hingga akhirnya, anak sulungnya tewas mendadak. Dalam satu hal, kedua orang tua Rusyd menyetujui pindah lokasi itu karena mereka merasa telah dipermainkan oleh kedua anaknya. Paranormal tersebut menceritakan kronologis kematian sang adik hingg
"Sulit sekali mencari dirimu. Bahkan aku mendapat kabar bahwa kau sudah meninggal," ucapnya. Angi hanya tersenyum mendengar ucapan Anto. Angi pun penasaran dari mana ia mendapatkan alamat tempat tinggal terbarunya saat ini. Selama ini, hanya Adhimas lah satu-satunya orang yang mengetahuinya.Anto menuturkan bahwa ia mendapatkannya dari seorang pemilik restoran bernama Tirto. Ia memberitahu cerita tentang anak sulungnya dan juga ingin sekali bertemu Angi untuk memberikan ucapan terima kasih. Saat Angi diminta menjadi saksi dari kejadian tersebut, saat itu pula ia meminta alamat tinggal dirinya. Ia memberitahu Anto itu semua ketika ia berkunjung ke restorannya yang baru saja pindah. Anto tak sengaja jika ia bertemu dengan seseorang yang mengenal Angi. Kebetulan yang sangat diidamkan, ia segera mencari tahu tentang Angi. Hingga akhirnya, saat ini, ia tiba di indekos Angi dan bisa bersantai lesehan di teras depan indekos
Anto terus mengerang kesakitan. Sebelah tubuhnya tak bisa ia gerakkan. Ia benar-benar kalah kali ini. Tak ada satupun yang datang menjenguknya. 'Tega sekali mereka' teriaknya membatin. Dalam keterpurukan, ia berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa jika Tuhan mengizinkannya sembuh, maka ia akan membalaskan perlakuan biadab wanita gila itu. Semua kejanggalan ini tidak lain adalah hasil perbuatan gila keluarga itu. Ternyata, mereka selama ini mengawasi kehidupan Anto bersama keluarga barunya. Anto pun mengira perbuatannya itu tidak lain karena bisnis yang selama ini ia bangun sudah runtuh. Beberapa investor lamanya sempat berbincang tentang pailit hutang yang akhirnya membuat mereka gulung tikar. Semua aset perusahaan dijual demi menutup kerugian besar. Bahkan, barang-barang mewah milik pribadi pun turut melunasi hutang mereka yang selangit. Rumah mewah dan megah sudah tak lagi milik mereka. Anto sempat merasa miris dan terasa sedikit se
Hari itu menjadi hari bersejarah bagi Angi untuk memulai kehidupannya yang selama ini ia jauhi. Hari demi hari selalu ada saja orang yang datang ke indekosnya. Entah dari mana mereka mendapatkan informasi tentang dirinya. Bahkan, sempat satu rombongan dari suatu daerah pedalaman di Jakarta datang mengunjungi Angi. Berita tentang dirinya yang bisa mengobati berbagai penyakit tersebar dengan cepat hingga ke pelosok Jawa. Orang-orang jawa yang mengetahui Angi adalah keturunan jawa membuat mereka sangat mengaguminya. Mereka sangat berantusias untuk bertemu Angi dengan membawakan buah tangan dari kampung. Angi yang setiap harinya sibuk dengan pengobatannya. Ia sempat melupakan keberadaan Adhimas. Ia seperti terhipnotis dengan kegiatan terbarunya. "Assalamualaikum," ucap Adhimas ketika tiba di indekos Angi. Ia terkejut dengan orang-orang yang berkumpul di teras indekosnya. Ruangan yang sempit itu tak ada lagi celah untuk duduk bahkan
"Mungkinkah dia mau menerima penjelasanku?" Perasaan takut dan bimbang menghantuinya berkali-kali. Dengan berat hati ia menyampaikan berita tidak sedap ini kepada Adhimas yang masih di Jakarta. Adhimas tak menjawab apapun di sebuah perbincangan melalui telepon. Ia terdiam. Hanya helaan nafas yang mengaburkan suasana hening di malam itu. Setelah hari itu Adhimas menemuinya di indekos miliknya, ia tak menghubungi Adhimas sama sekali. Bahkan, bertegur sapa pun tidak dilakukannya. Entah apa yang dipikirkan Angi hingga ia sempat melupakan pria terbaik yang selalu ada di sisinya itu. Kini, penyesalan itu datang menghampirinya. Ia terjebak dengan keadaan. Dalam hatinya, ia ingin sekali menemui Adhimas dan membicarakan semuanya dengan baik. Namun, waktunya tak mungkin cukup. Nun jauh disana, Adhimas tak menyangka, mendengar kabar itu, hatinya bak di sambar petir. Air matanya mulai mengambang di u
Malam itu sangat mendukung pertemuan mereka. Bulan sebagai saksi dari indahnya cinta mereka. Adhimas membelai rambut wanitanya itu dengan sentuhan yang sangat manis. Ia memandangi wajah wantia itu yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak. Baru saja ia berpikir untuk merencanakan hari pernikahan mereka. Wanitanya itu pun bangun dan terkaget. Angi terkejut karena tak biasa saat bangun bersama seorang lelaki. Ia sempat menjauh dari dekapan Adhimas dan mengingat semua yang telah ia lakukan semalam.Ia sangat malu melakukannya. Karena kali ini pertama ia melakukannya dengan seorang laki-laki. Adhimas pun memahami kondisi Angi yang baru saja terbangun. Adhimas menghelakan senyum. Ia senang Angi bisa bersamanya saat ini. Ia pun mengungkapkan keinginannnya untuk melamar Angi secepatnya. Namun, Angi langusng terdiam dan tak menjawab sepatah katapun dari ucapan Adhimas. ”Kira-kira kapan hari yang pas untuk pelaksanaan pernikahan kita?” ucap Adhimas kepada
Malam itu, sosok lelaki di taman itu menghilang. Itu artinya ia harus segera menunaikan tugasnya yang sudah ia tinggalkan. Sosok itu sudah menyadarkannya pada lamunan masa depan bersama pria yang dicintainya itu. Kini, ia harus kembali pulang. Dengan perasaan berat ia harus meninggalkan tempat bersejarah pertemuan terakhirnya bersama Adhimas. Ia telah ikhlas bila pria yang dicintainya itu akan menemukan wanita lains sebagai pendampingnya. “Terima kasih Adhimas untuk semua yang telah kamu persembahkan untukku hingga malam ini,” ucapnya dengan menatap sebuah foto selfie yang ia ambil bersama Adhimas di penginapan. Titik-titik air matanya terjatuh lagi. Namun, kali ini ia segera menepisnya dengan jari tangan. Ia tak mau air matanya itu terkuras untuk sesuatu yang saat ini bukan miliknya lagi. Ia berlalu dengan menaiki sebuah mini bus kembali menuju rumahnya. Kursi yang masih berdesak-desakan terus bergulir silih berganti dengan penumpang ya
Pagi ini masih terasa baginya pernikahan tadi malam. Setelah ritual pemandian, Ia digendong oleh sang suami untuk tidur bersamanya di sebuah tempat tidur klasik berkelambu emas. Bunga mawar merah bertaburan diatas seprei berwarna putih itu. Suaminya meletakkan tubuhnya dengan sangat hati-hati. Ki Slamet sangatlah tampan pada malam itu. Seperti melihat seorang pangeran yang turun dari langit. Ya, memang benar, ia berasal dari langit. Langit tempat para arwah. Diri Angi yang masih berbaring di kasur di pandangi oleh sang suami. Ia menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Ia sangatlah cantik. Wajah blasteran Indo – Belanda menambah ayu penampilannya malam ini. Sang suami tak banyak bicara pada Angi. Ia hanya melemparkan senyum manis sebagai tanda bahwa kini dirinya sudah menyerah pada takdir dari Sang Maha Kuasa. Kelambu berwarna merah muda itu bergelombang dengan lembut. Angin meniupkan sayup-sayup romantis pada pasangan baru ini
Aku menerima sebuah boneka dari salah satu pasienku. Selama 5 tahun aku mengabdikan diri ke masyarakat sebagai personel kesehatan, ini bukan kali pertama aku menerima hadiah dari pasien. Iya sih, aku memang tidak meminta mereka memberikanku sesuatu. Tapi karena di desa terpencil ini. Hampir semua penduduk adalah petani kecil yang berpenghasilan tidak seberapa. Biaya murah tapi berkualitas. Ini adalah mottoku ketika aku menerima sertifikat kedokteranku. Boneka yang diberikan kepadaku sudah tua. Bajunya sudah lecek. Penuh dengan sobek dibeberapa sisi. Rambutnya juga sebagian sudah rontok. "Nama boneka itu Tania, bu dokter" kata seorang wanita tua yang memberikan kepadaku. "Tania ya? Hihihi. Namanya sama kaya Saya nek" kataku sembari memberikan resep kepadanya. Tangan nenek itu sudah bergemetar. Dia sepertinya sudah susah mengakat tangannya sendiri. Aku melipat surat resep dan meletakannya di tangan kanannya. "Semoga lekas
Kali ini pasien Angi bukan berasal dari local. Ia adalah seorang warga negara asing yang sedang bekerja untuk tiga tahun ke depan di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia ini tidak serta merta membautnya menjadi gembira, pasalnya ia membawa orang lain dalam perjalanannya ini. Bahkan parahnya, orang itu bukanlah manusia melainkan sosok makhluk gaib yang menempel pada tubuhnya hingga terbawa ke sini. “Bagaimana tuan tahu bahwa ada sosok gaib yang mengikuti tuan?” tanya Angi memancing. Padahal, Angi pun sudah melihat hantu wanita itu di samping tuan Jepang itu, sebut saja nama samarannya adalah Juno. “Saya sering sekali bermimpi hantu wanita yang sedang membawa anak kecil yang menangis. Ketika saya mendekati anak tersebut, wajahnya sangat pucat dan badannya sudah kaku. Tapi suaranya begitu keras menangis,” jelasnya. “Lalu, bagaimana jika benar hantu itu ada?” tanya Angi kembali. “Tolong lepaskan hantu itu dari diri saya. Hal ini membuat saya tida
Dengan begitu, selesai sudah tugas Angi untuk membantu pasiennya. Ia cukup untuk memverifikasi jika sang anak sulung itu sudah melakukan tugasnya yang diwasiatkan oleh sang khodam. Baru saja Angi menyelesaikan salah satu tugasnya, kini seorang pasien sudah menghubunginya kembali. Kali ini sang pasien minta untuk penjagaan diri. Hal ini karena dirinya bekerja di bagian yang berhubungan dengan mayat di salah satu rumah sakit. Oleh karena itu, penting baginya agar terlindungi dari gangguan para makhlus halus. Sebut saja namanya Ara. Seorang perawat yang bertugas di bagian ruang jenazah. Yang kemudian mulai terusik oleh kehadiran sesosok makhluk gaib.Ara menceritakan bahwa dirinya tidur di ruangan dekat dengan kamar mayat. Hal ini sudah biasa baginya. Selama ia bekerja di sana belum pernah diganggu oleh sesosok makhluk gaib apapun. Hingga suatu hari itupun terjadi. Setiap hari, setiap malam ia bekerja dengan normal tetapi tidak pada malam itu. Ketika diminta
Sang Mentari mulai menunjukkan cahaya kehangatannya. Angi pun segera bangun dan bergegas untuk memulai pencariannya tentang Penunggu Mustika Putih milik seorang pasien yang datang kepadanya sehari yang lalu. Sang pasien meminta tolong kepada Angi untuk membantu sang kakek agar bisa sembuh dari penyakit menahunnya. Penyakit yang tidak bias aini tidka bisa dilihat oleh ilmu medis, oleh karena itu, sang pasien yang merupakan anak sulungnya itu meminta bantuan kepada seseorang yang ahli dalam ilmu spiritual. Perjalanan pun dimulai dengan tak lupa membawa sang mustika legendaris sebagai penjaga diri Angi dari ancaman para iblis. Angi mulai mendaki gunung Bayangkaki yang berada di daerah Sawoo. Tak lupa Angi membawa pula obat manjurnya, yaitu darah sang ular, untuk berjaga-jaga jika dirinya terluka bahkan ada seseorang yang meminta bantuannya. Sebelum berangkat ke sana Angi mampir sebentar di daerah Jabung buat minum es dawet , asal tau saja d
Batu mustika Batu mulia ialah segala jenis batuan dan mineral yang memiliki sifat fisik dan kimia yang khas,yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku perihasan. Menurut KBBI (2014:7), permata adalah batu berharga yang berwarna indah.Ada yang menyebabkan batu ini berwarnawarni,yaitu komponen unsur kimia penyusunannya (unsur transisi yang memberi warna pada komponen pokok yang biasa bening).Mustika atau Mestika adalah berasal dari Alam, atau Alamiah terbentuk dari Berbagai macam Unsur mulai dari unsur Tumbuhan, unsur binatang, unsur Tanah/bumi, Air, api dan Udara dan juga unsur mineral lainnya.Penamaan Mustika/Mestika ini diambil biasa diambil hanya dari jenis unsur2 tersebut yang terbentuk dalam batuan atau Batu Mustika, Sementara hakiki dan hakikat Terang nyata adanya adalah Unsur-unsur yang terbentuk diatas dan yang mengandung Riwayat jelas serta Biasanya Termasyur dikalangan orang-orang tertentu.Seperti misal Mestika Nabi Nuh
Dalam suasana gelap Angi tak sadar bahwa dirinya kini tak lagi berada dalam pertarungan sengit dengan sang iblis. Dalam dimensi itu ia bertemu dengan KI Slamet yang sudah emnunggunya sejak beberapa jam yang lalu. “Bagaimana perjalananmu sayang? Apakah menyenangkan?” tutur Ki Slamet melihat Angi tergopoh-gopoh menopang tubuhnya agar stabil. “Apa maksud Aki? Apa semua ini bukan bagian dari mimip?” tanya Angi dengan penasaran. Ia bahkan mengira bahwa dirinya masih dalam pertaungan melawan snag iblis yang hampir saja menghabisi nyawanya dalam satu kedipan mata. Lalu, Angi berjalan tertatih dan melangkah maju menuju Ki Slamet yang sedang berdiri di seberang dimensi. Entah apa yang sedang ia rasakan kali ini benar-benar membuatnya sangat bingung. “Kau berada di dimensi ketiga alam bawah sadarmu. Kau sudah menempuh perjalanan berat untuk mendapatkan sang mustika legendaris itu. Kini kau bisa beristirahat untuk oenembuhan lukamu.” “Tapi, bagai
“Dasar! Sama-sama jorok!” gerutu Angi dalam suara lirihnya. Kemudian Angi berjalan maju menuju panggung seni tarian itu dan diikuti oleh Kisman di belakangnya. Mereka berjalan menghampiri sisi panggung karena semua warga berkerumun di sana. Setidaknya mereka bisa menyaksikan penari yang sedang kesurupan ala tarian Dolalak. Penari utama Dolalak sedang berlenggak-lenggok di atas panggung dengan tangan kanan memegang sesaji daun mawar yang ditaburi oleh minak fanbo. Lalu, sontak saja sesaji itu dilemparnya ke arah salah satu penari namun sialnya, sesaji itu terkena wajah Kisman, yang tepat berdiri di sisi penari yang terkena lemparan itu. Tiba-tiba saja Kisman pun ikut kesurupan. Seorang penari yang kesurupan langsung menunjukkan keahliannya dalam menari. Sedangkan Kisman mendadak menjadi seorang yang bertubuh tegap. Angi merasa aneh dengan gelagat Kisman. Akhirnya ia tahu bahwa ada sesosok makhluk yang menginginkan tubuh Kisman. Kisman berjalan me
Suara itu terdengar jelas. Kisman memerhatikan sekitar berharap tidak ada yang akan menerjangnya. Sedangkan Angi tetap tenang. Ia menajamkan pendengarannya ke segala penjuru mata angin. Indera penglihatan ia fokuskan pada setiap gerakan yang mungkin saja muncul dihadapannya. Lalu, Kisman dan Angi mulai melangkah lagi dengan perlahan yang sempat berhenti sejenak. "Krek!" "Krak!" Suara ranting kering yang terinjak itu semakin dekat dengan mereka. Angi mencoba menenangkan Kisman yang mulai panik. Ia sangat takut hingga badannya gemetaran. Lalu, Angi mencoba memerhatikan sekeliling dan menggunakan kekuatan batinnya. Ia tahu ini bukanlah makhlul gaib melainkan seekor binatang buas. "Kita harus cepat," Ucap Angi pada Kisman.Angi dan Kisman berlari secepat mungkin dan benar saja, hal itu memancing sang serigala lereng gunung muncul dan mengejar mereka. Berlari saja tidak cukup, kec
Malam hari pun mulai menyapa sang langit yang biru nan cerah. Warna gelap mulai menghiasi langit. Bintang-bintang berkedip malu untuk muncul menghiasi langit. Inilah tanda ahwa tidak akan turun hujan di mala mini. Sungguh malam yang sangat indah, tepat sekali dijadikan sebuah acara hajatan untuk seorang kaya raya yang sedang mengadakan pesta pernikahan anaknya.Malam ini tidka ada tanda-tand apapun dari warga desa yang belakangan ini sedang memerhatikan keberadaan Angi. Kali ini mereka disibukkan oleh acara Pak Jiman. Sementara, untuk Angi dibiarkan dulu karena mereka tahu bahwa nisanak satu ini tidak menunjukkan tanda-tanda bahaya. Lalu, pada pukul 7 malam sebuah pidato dibuka oleh sang pemangku acara hajat tersebut. Semua warga telah memenuhi halam rumah Pak Jiman yang saat ini sedang duduk di singgasananya. Pesta yang diadakan dengna mewah ini tak tanggung-tanggung diadakan selama tiga hari tiga malam. sungguh penghamburan biaya tapi bagi Pak Jima