Dengan begitu, selesai sudah tugas Angi untuk membantu pasiennya. Ia cukup untuk memverifikasi jika sang anak sulung itu sudah melakukan tugasnya yang diwasiatkan oleh sang khodam.
Baru saja Angi menyelesaikan salah satu tugasnya, kini seorang pasien sudah menghubunginya kembali. Kali ini sang pasien minta untuk penjagaan diri. Hal ini karena dirinya bekerja di bagian yang berhubungan dengan mayat di salah satu rumah sakit. Oleh karena itu, penting baginya agar terlindungi dari gangguan para makhlus halus.
Sebut saja namanya Ara. Seorang perawat yang bertugas di bagian ruang jenazah. Yang kemudian mulai terusik oleh kehadiran sesosok makhluk gaib.
Ara menceritakan bahwa dirinya tidur di ruangan dekat dengan kamar mayat. Hal ini sudah biasa baginya. Selama ia bekerja di sana belum pernah diganggu oleh sesosok makhluk gaib apapun. Hingga suatu hari itupun terjadi.Setiap hari, setiap malam ia bekerja dengan normal tetapi tidak pada malam itu. Ketika diminta
Kali ini pasien Angi bukan berasal dari local. Ia adalah seorang warga negara asing yang sedang bekerja untuk tiga tahun ke depan di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia ini tidak serta merta membautnya menjadi gembira, pasalnya ia membawa orang lain dalam perjalanannya ini. Bahkan parahnya, orang itu bukanlah manusia melainkan sosok makhluk gaib yang menempel pada tubuhnya hingga terbawa ke sini. “Bagaimana tuan tahu bahwa ada sosok gaib yang mengikuti tuan?” tanya Angi memancing. Padahal, Angi pun sudah melihat hantu wanita itu di samping tuan Jepang itu, sebut saja nama samarannya adalah Juno. “Saya sering sekali bermimpi hantu wanita yang sedang membawa anak kecil yang menangis. Ketika saya mendekati anak tersebut, wajahnya sangat pucat dan badannya sudah kaku. Tapi suaranya begitu keras menangis,” jelasnya. “Lalu, bagaimana jika benar hantu itu ada?” tanya Angi kembali. “Tolong lepaskan hantu itu dari diri saya. Hal ini membuat saya tida
Aku menerima sebuah boneka dari salah satu pasienku. Selama 5 tahun aku mengabdikan diri ke masyarakat sebagai personel kesehatan, ini bukan kali pertama aku menerima hadiah dari pasien. Iya sih, aku memang tidak meminta mereka memberikanku sesuatu. Tapi karena di desa terpencil ini. Hampir semua penduduk adalah petani kecil yang berpenghasilan tidak seberapa. Biaya murah tapi berkualitas. Ini adalah mottoku ketika aku menerima sertifikat kedokteranku. Boneka yang diberikan kepadaku sudah tua. Bajunya sudah lecek. Penuh dengan sobek dibeberapa sisi. Rambutnya juga sebagian sudah rontok. "Nama boneka itu Tania, bu dokter" kata seorang wanita tua yang memberikan kepadaku. "Tania ya? Hihihi. Namanya sama kaya Saya nek" kataku sembari memberikan resep kepadanya. Tangan nenek itu sudah bergemetar. Dia sepertinya sudah susah mengakat tangannya sendiri. Aku melipat surat resep dan meletakannya di tangan kanannya. "Semoga lekas
“Tak bisakah mereka menghargai keberadaanku?" ucap Angi. "Tak bisakah mereka menilaiku dengan cara yang lain?.” Menggumam suaranya di sudut sebuah kota yang ramai dan tak bersahabat.Sebuah kota tempat ia tinggal dan menghabiskan masa mudanya untuk mencari penghasilan. Sebuah kota yang memberikan harapan besar untuk seorang Angi. Kota harapan dan masa depan, Jakarta.Hiruk pikuk isi kehidupan Jakarta membuat Angi merenung tentang tujuan dan impian ia untuk melangkah dan berpijar di ibu kota ini. Keangkuhan ibu kota ini, kegaduhan kota raksasa ini membuatnya seperti semut yang kapan saja dan dimana saja bisa terinjak tak berbekas.”Sungguh aku muak dengan kehidupan ini. Benar-benar tidak ada yang bisa aku harapkan dari semua ini,” ucapnya lagi. Angi merintih dan menangis di sudut jalan ibu kota dengan baju lusuh dan memegang erat lembaran-lembaran kertas bukti
Angi terlelap dalam tidur dengan membawa sejuta kejenuhan dalam pengalaman hidupnya yang tak bisa ia tanggung sendiri.Wallpaper HP itu masih menyala dengan cahaya yang mulai redup di genggaman tangannya. HP Smartphone tersebut memiliki ukuran layar 5-inchi dan tidak menggunakan nada dering. Hanya getaran yang diaktifkan saat ada notifikasi masuk. Tak lama cahaya itu pun mulai redup dan mati.Tak sadar Angi menggerakkan tanggannya kebawah dan HP itu terjatuh tergeletak di atas lantai. Layar HP itu mulai memancarkan sinar hangat yang mulai menyelimuti seisi ruangan. Ruangan kamar kos Angi yang kecil dan pengap itu berubah menjadi sangat terang seperti ruangan dengan banyak lampu-lampu di atasnya.Suara gemuruh angin mulai keluar dari layar handphone Angi yang sedang tergeletak di atas lantai tersebut. Denting suara jam dinding kamar Angi terdengar begitu jelas setiap detiknya.
Benarkah? Aku tidak apa-apa mas,” Angi langsung menjawab kekhawatiran Adhimas.Teman dekat yang sudah beberapa bulan tak menghubungi Angi.Angi mulai berpikir apakah Adhimas mengetahui apa yang ia alami semalam. Karena ini bukan hal yang pertama kali terjadi pada Angi. Ketika ia dalam keadaan tersakiti sekalipun Adhimas mengetahuinya.”Mas, malam ini ada waktu ketemuan gak? Aku mau cerita sesuatu nih sama kamu,” berkata Angi dalam percakapan telepon.”Oke, Ketemuan nanti malem ya. Sekalian makan malam. Lokasinya nanti aku kabarin,” respon Adhimas menjawab permintaan Angi.Adhimas, teman Angi yang selalu ada dalam setiap langkahnya. Dimana pun Angi berada, Adhimas selalu berada tidak jauh dengannya. Bahkan, ke kota Jakarta sekalipun Adhimas tetap mengikuti Angi.Sejak kecil,
Suasana malam hari kota Jakarta turut menjadi pengantar tidur Angi. Suara sayup-sayup kendaraan yang masih berlalu-lalang di jalan raya. Suara kehidupan kota yang tak akan pernah tertidur. Bagi sebahagian orang, malam menjadi siang mereka. Kehidupan malam yang menggantikan siang ini benar-benar membuat sang kota menjadi arogan.Di tempat lain, Adhimas yang baru saja mengirim pesan WhatsApp kepada Angi kemudian memasukkan HP nya ke dalam handbag kecil miliknya.”Sudah sampai, pak,” berkata sang supir taksi.”Oh, iya, pak. Terima kasih,” respon Adhimas.Ia bergegas turun dari taksi tersebut dan berjalan menuju rumahnya.*Adhimas adalah seorang pria tampan bertubuh tegap dan memiliki tinggi di atas pria Indonesia pada umumnya. Kulit kuning langsat membaluti tubuhny
Sudah suratan takdir dari Sang Maha Kuasa bahwa jalan hidup Angi penuh dengan dunia mistis. Sebagai manusia, Angi tidak mampu mengubah takdir. Namun, ia masih berjuang untuk menjadi manusia yang lebih baik.Angi yang masih terbaring lelap di tempat tidurya tak sadar bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Ia terbangun karena mendengar suara adzan subuh berkumandang. Ia bergegas untuk melaksanakan ibadah shalat subuh.“Alhamdulillah malam ini aku diberikan tidur yang nyenyak,” bersyukur Angi dalam untaian doa kepada sang pencipta.“Aku lelah dengan para makhluk gaib yang bermunculan di depanku,” keluh Angi dengan indra keenam yang ia miliki.“Semoga makhluk yang mengganggu tidurku kemarin lusa tidak menjadi bahaya bagiku,” ucap Angi dengan kekhawatiran.Angi kemudian bergegas me
“Tak kusangka takdir arwah laki-laki itu begitu pilu,” ucap Angi yang sedang duduk di kursi kamarnya. “Apakah dia akan kembali ke alamnya? Atau tetap dalam belenggu sang ular raksasa itu?” tanya Angi mendalam. ”Aku bukan super hero yang bisa menolong orang lain. Hanya kelebihan dari sang pencipta ini yang ku jaga,” ucap Angi dengan nada kesal. ”Andai saja aku tidak punya indra keenam ini. Mungkin hidupku akan lebih tenang. Aku tak perlu menyaksikan hal-hal gaib seperti tadi.” Kejadian kecelakaan tadi membekaskan rasa pilu dan misteri untuk Angi. Ia merasa kecewa karena tak bisa membantu apapun terhadap sang korban kecelakaan. Di sisi lain, ia bertemu dengan sang ular yang tak asing baginya. “Aku harus menanyakan soal ini kepada ayah,” ucap Angi. “dan makhluk yang selalu menggangguku itu. Menyebalkan.” Angi kemudian mengambil handphone dan langsung menelpon ayahnya yang berada di kampung. Angi menceritakan semua kejadian yan
Aku menerima sebuah boneka dari salah satu pasienku. Selama 5 tahun aku mengabdikan diri ke masyarakat sebagai personel kesehatan, ini bukan kali pertama aku menerima hadiah dari pasien. Iya sih, aku memang tidak meminta mereka memberikanku sesuatu. Tapi karena di desa terpencil ini. Hampir semua penduduk adalah petani kecil yang berpenghasilan tidak seberapa. Biaya murah tapi berkualitas. Ini adalah mottoku ketika aku menerima sertifikat kedokteranku. Boneka yang diberikan kepadaku sudah tua. Bajunya sudah lecek. Penuh dengan sobek dibeberapa sisi. Rambutnya juga sebagian sudah rontok. "Nama boneka itu Tania, bu dokter" kata seorang wanita tua yang memberikan kepadaku. "Tania ya? Hihihi. Namanya sama kaya Saya nek" kataku sembari memberikan resep kepadanya. Tangan nenek itu sudah bergemetar. Dia sepertinya sudah susah mengakat tangannya sendiri. Aku melipat surat resep dan meletakannya di tangan kanannya. "Semoga lekas
Kali ini pasien Angi bukan berasal dari local. Ia adalah seorang warga negara asing yang sedang bekerja untuk tiga tahun ke depan di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia ini tidak serta merta membautnya menjadi gembira, pasalnya ia membawa orang lain dalam perjalanannya ini. Bahkan parahnya, orang itu bukanlah manusia melainkan sosok makhluk gaib yang menempel pada tubuhnya hingga terbawa ke sini. “Bagaimana tuan tahu bahwa ada sosok gaib yang mengikuti tuan?” tanya Angi memancing. Padahal, Angi pun sudah melihat hantu wanita itu di samping tuan Jepang itu, sebut saja nama samarannya adalah Juno. “Saya sering sekali bermimpi hantu wanita yang sedang membawa anak kecil yang menangis. Ketika saya mendekati anak tersebut, wajahnya sangat pucat dan badannya sudah kaku. Tapi suaranya begitu keras menangis,” jelasnya. “Lalu, bagaimana jika benar hantu itu ada?” tanya Angi kembali. “Tolong lepaskan hantu itu dari diri saya. Hal ini membuat saya tida
Dengan begitu, selesai sudah tugas Angi untuk membantu pasiennya. Ia cukup untuk memverifikasi jika sang anak sulung itu sudah melakukan tugasnya yang diwasiatkan oleh sang khodam. Baru saja Angi menyelesaikan salah satu tugasnya, kini seorang pasien sudah menghubunginya kembali. Kali ini sang pasien minta untuk penjagaan diri. Hal ini karena dirinya bekerja di bagian yang berhubungan dengan mayat di salah satu rumah sakit. Oleh karena itu, penting baginya agar terlindungi dari gangguan para makhlus halus. Sebut saja namanya Ara. Seorang perawat yang bertugas di bagian ruang jenazah. Yang kemudian mulai terusik oleh kehadiran sesosok makhluk gaib.Ara menceritakan bahwa dirinya tidur di ruangan dekat dengan kamar mayat. Hal ini sudah biasa baginya. Selama ia bekerja di sana belum pernah diganggu oleh sesosok makhluk gaib apapun. Hingga suatu hari itupun terjadi. Setiap hari, setiap malam ia bekerja dengan normal tetapi tidak pada malam itu. Ketika diminta
Sang Mentari mulai menunjukkan cahaya kehangatannya. Angi pun segera bangun dan bergegas untuk memulai pencariannya tentang Penunggu Mustika Putih milik seorang pasien yang datang kepadanya sehari yang lalu. Sang pasien meminta tolong kepada Angi untuk membantu sang kakek agar bisa sembuh dari penyakit menahunnya. Penyakit yang tidak bias aini tidka bisa dilihat oleh ilmu medis, oleh karena itu, sang pasien yang merupakan anak sulungnya itu meminta bantuan kepada seseorang yang ahli dalam ilmu spiritual. Perjalanan pun dimulai dengan tak lupa membawa sang mustika legendaris sebagai penjaga diri Angi dari ancaman para iblis. Angi mulai mendaki gunung Bayangkaki yang berada di daerah Sawoo. Tak lupa Angi membawa pula obat manjurnya, yaitu darah sang ular, untuk berjaga-jaga jika dirinya terluka bahkan ada seseorang yang meminta bantuannya. Sebelum berangkat ke sana Angi mampir sebentar di daerah Jabung buat minum es dawet , asal tau saja d
Batu mustika Batu mulia ialah segala jenis batuan dan mineral yang memiliki sifat fisik dan kimia yang khas,yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku perihasan. Menurut KBBI (2014:7), permata adalah batu berharga yang berwarna indah.Ada yang menyebabkan batu ini berwarnawarni,yaitu komponen unsur kimia penyusunannya (unsur transisi yang memberi warna pada komponen pokok yang biasa bening).Mustika atau Mestika adalah berasal dari Alam, atau Alamiah terbentuk dari Berbagai macam Unsur mulai dari unsur Tumbuhan, unsur binatang, unsur Tanah/bumi, Air, api dan Udara dan juga unsur mineral lainnya.Penamaan Mustika/Mestika ini diambil biasa diambil hanya dari jenis unsur2 tersebut yang terbentuk dalam batuan atau Batu Mustika, Sementara hakiki dan hakikat Terang nyata adanya adalah Unsur-unsur yang terbentuk diatas dan yang mengandung Riwayat jelas serta Biasanya Termasyur dikalangan orang-orang tertentu.Seperti misal Mestika Nabi Nuh
Dalam suasana gelap Angi tak sadar bahwa dirinya kini tak lagi berada dalam pertarungan sengit dengan sang iblis. Dalam dimensi itu ia bertemu dengan KI Slamet yang sudah emnunggunya sejak beberapa jam yang lalu. “Bagaimana perjalananmu sayang? Apakah menyenangkan?” tutur Ki Slamet melihat Angi tergopoh-gopoh menopang tubuhnya agar stabil. “Apa maksud Aki? Apa semua ini bukan bagian dari mimip?” tanya Angi dengan penasaran. Ia bahkan mengira bahwa dirinya masih dalam pertaungan melawan snag iblis yang hampir saja menghabisi nyawanya dalam satu kedipan mata. Lalu, Angi berjalan tertatih dan melangkah maju menuju Ki Slamet yang sedang berdiri di seberang dimensi. Entah apa yang sedang ia rasakan kali ini benar-benar membuatnya sangat bingung. “Kau berada di dimensi ketiga alam bawah sadarmu. Kau sudah menempuh perjalanan berat untuk mendapatkan sang mustika legendaris itu. Kini kau bisa beristirahat untuk oenembuhan lukamu.” “Tapi, bagai
“Dasar! Sama-sama jorok!” gerutu Angi dalam suara lirihnya. Kemudian Angi berjalan maju menuju panggung seni tarian itu dan diikuti oleh Kisman di belakangnya. Mereka berjalan menghampiri sisi panggung karena semua warga berkerumun di sana. Setidaknya mereka bisa menyaksikan penari yang sedang kesurupan ala tarian Dolalak. Penari utama Dolalak sedang berlenggak-lenggok di atas panggung dengan tangan kanan memegang sesaji daun mawar yang ditaburi oleh minak fanbo. Lalu, sontak saja sesaji itu dilemparnya ke arah salah satu penari namun sialnya, sesaji itu terkena wajah Kisman, yang tepat berdiri di sisi penari yang terkena lemparan itu. Tiba-tiba saja Kisman pun ikut kesurupan. Seorang penari yang kesurupan langsung menunjukkan keahliannya dalam menari. Sedangkan Kisman mendadak menjadi seorang yang bertubuh tegap. Angi merasa aneh dengan gelagat Kisman. Akhirnya ia tahu bahwa ada sesosok makhluk yang menginginkan tubuh Kisman. Kisman berjalan me
Suara itu terdengar jelas. Kisman memerhatikan sekitar berharap tidak ada yang akan menerjangnya. Sedangkan Angi tetap tenang. Ia menajamkan pendengarannya ke segala penjuru mata angin. Indera penglihatan ia fokuskan pada setiap gerakan yang mungkin saja muncul dihadapannya. Lalu, Kisman dan Angi mulai melangkah lagi dengan perlahan yang sempat berhenti sejenak. "Krek!" "Krak!" Suara ranting kering yang terinjak itu semakin dekat dengan mereka. Angi mencoba menenangkan Kisman yang mulai panik. Ia sangat takut hingga badannya gemetaran. Lalu, Angi mencoba memerhatikan sekeliling dan menggunakan kekuatan batinnya. Ia tahu ini bukanlah makhlul gaib melainkan seekor binatang buas. "Kita harus cepat," Ucap Angi pada Kisman.Angi dan Kisman berlari secepat mungkin dan benar saja, hal itu memancing sang serigala lereng gunung muncul dan mengejar mereka. Berlari saja tidak cukup, kec
Malam hari pun mulai menyapa sang langit yang biru nan cerah. Warna gelap mulai menghiasi langit. Bintang-bintang berkedip malu untuk muncul menghiasi langit. Inilah tanda ahwa tidak akan turun hujan di mala mini. Sungguh malam yang sangat indah, tepat sekali dijadikan sebuah acara hajatan untuk seorang kaya raya yang sedang mengadakan pesta pernikahan anaknya.Malam ini tidka ada tanda-tand apapun dari warga desa yang belakangan ini sedang memerhatikan keberadaan Angi. Kali ini mereka disibukkan oleh acara Pak Jiman. Sementara, untuk Angi dibiarkan dulu karena mereka tahu bahwa nisanak satu ini tidak menunjukkan tanda-tanda bahaya. Lalu, pada pukul 7 malam sebuah pidato dibuka oleh sang pemangku acara hajat tersebut. Semua warga telah memenuhi halam rumah Pak Jiman yang saat ini sedang duduk di singgasananya. Pesta yang diadakan dengna mewah ini tak tanggung-tanggung diadakan selama tiga hari tiga malam. sungguh penghamburan biaya tapi bagi Pak Jima