“Tak kusangka takdir arwah laki-laki itu begitu pilu,” ucap Angi yang sedang duduk di kursi kamarnya. “Apakah dia akan kembali ke alamnya? Atau tetap dalam belenggu sang ular raksasa itu?” tanya Angi mendalam. ”Aku bukan super hero yang bisa menolong orang lain. Hanya kelebihan dari sang pencipta ini yang ku jaga,” ucap Angi dengan nada kesal. ”Andai saja aku tidak punya indra keenam ini. Mungkin hidupku akan lebih tenang. Aku tak perlu menyaksikan hal-hal gaib seperti tadi.” Kejadian kecelakaan tadi membekaskan rasa pilu dan misteri untuk Angi. Ia merasa kecewa karena tak bisa membantu apapun terhadap sang korban kecelakaan. Di sisi lain, ia bertemu dengan sang ular yang tak asing baginya. “Aku harus menanyakan soal ini kepada ayah,” ucap Angi. “dan makhluk yang selalu menggangguku itu. Menyebalkan.” Angi kemudian mengambil handphone dan langsung menelpon ayahnya yang berada di kampung. Angi menceritakan semua kejadian yan
Angi yang masih dalam keadaaan pingsan itu kemudian terbangun karena suara HP yang berdering. Nada dering HP tersebut memecah keheningan di kamar Angi. Musik instrumental khas jawa yang menjadi nada dering Angi ini seakan mengantarkannya untuk terbangun.Angi yang baru saja tersadar dari pingsannya langsung mencari HP yang berdering. Tak disangka sang kakek buyut menelpon Angi. “Kenapa kakek buyut nelpon ya?” ucap Angi sambil menatap layar HP yang berdering. “Assalamualaikum, Angi. Gimana kabarmu ndok? Kamu sehat kan di sana?” berkata sang buyut kepada Angi yang masih duduk di atas lantai. ”Aku sehat kek. Kakek tumben menelpon Angi. Ada apa kek?” ucap Angi. ”Semalam Ki Slamet datang kepada kakek. Katanya dia sudah ngobrol sama kamu ya ndok?” kata sang uyut. ”Kamu sudah siap?” ”Tidak kek, maaf. Aku tidak mau,” balas Angi. “Garis hidupmu adalah menjadi paranormal. Mau kamu jungkir balik di dunia tetap takdirmu adalah paranorma
“Pendarahan yang sangat hebat tapi pasien ini bisa melaluinya dengan selamat,” tutur seorang dokter jaga di ruang ICU. “mukjizat itu memang nyata.” “Ini data profil pasien beserta riwayat penyakit yang dideritanya dok,” ucap perawat yang sedang bertugas. “Baik. Tolong resepkan ini kepada pasien, Co-amoxiclav, untuk mempercepat penyembuhan luka dan kesadarannya segera pulih,” ucap sang dokter. “Baik, dok,” ucap perawat. Dokter Alan sebagai dokter jaga di ruang ICU tempat Angi di rawat kemudian memanggil anggota keluarga Angi. Tak lama, datanglah adhimas sebagai perwakilannya. “Dengan keluarga Angi?” tanya dokter. “Saya perwakilan dari keluarganya pak. Keluarga Angi masih di kampung belum tiba disini,” jawab adhimas. ”Baik. Begini pak Adhimas. Saya sampaikan bahwa pasien Angi ini bisa rawat jalan apabila kondisi luka sudah 70% membaik dan kesadarannya sudah stabil. Untuk saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya t
Di tempat lain, suara mikrofon dari ruang ICU terdengar dengan jelas oleh Adhimas yang sedang berada tak jauh dari ruang tunggu pasien. Ia langsung berjalan cepat menuju ruangan Angi. Adhimas terkejut dan tak menyangka sama sekali dengan apa yang terjadi.Ibu kos dan Nisa yang juga sedang berada di ruangan menangis sejadi-jadinya.Ruangan ICU yang dingin menumpahkan rasa kehampaan dan ketidakpastian.Dentingan suara alat bantu itu terdengar semakin tak berirama. Irama demi iramanya mulai tak tersusun dengan rapi. Wajah sang dokter dan perawat tak bisa membohongi kondisi yang terjadi. Wajah pucat pasi menghiasi wajah Angi yang sejak tadi malam tak memberikan perubahan.“Ada apa dok?” tanya Adhimas cepat.“Bagaimana ini bisa terjadi?”“Sabar pak Adhimas. Kami sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun, tiba-tiba saja pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran yang sangat tinggi. Semua langsung drop
Perjalanan bapak dan emak menuju Jakarta berubah menjadi suram. Hanya doa yang bisa mereka panjatkan agar anaknya bisa istirahat dengan tenang di alam sana. Mobil travel itu pun terus melaju dengan cepat menuju Rumah Sakit. Suasana malam kota Jakarta dengan taburan lampu-lampu jalanan yang remang mengiringi perjalanan menuju Rumah Sakit. Jalan raya yang terbentang luas tak satupun terlihat kendaraan berlalu-lalang. Sunyi dan sepi. Namun, gedung-gendung pencakar langit itu seakan masih menunjukkan kehidupan. Terlihat angkuh untuk sosok mata yang sederhana. Perjalanan mulai diiringi gemercik hujan. Tetesan air itu mulai menjatuhi kaca mobil yang terang. Terlihat titik-titik air itu membulat dan memenuhi semua ruang kaca mobil. Tetesan itu jatuh perlahan dan tak membuat gaduh. Hujan itu seakan hanya ingin mengalihkan perhatian mereka yang sedang berkelabu. Iringan hujan terus menemani mobil travel yang melaju di Jl. Diponegoro. Suasana Kenari di malam ha
Raka berjalan cepat menuju pintu keluar rumah dan ia terhenyak. Ia tak mampu berkata-kata saat melihat jenazah adiknya dikeluarkan dari dalam mobil. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Lalu, seluruh badannya mulai terkujur lemas hingga tak mampu menopang badannya yang tinggi semampai seperti TNI itu. “Raka!” ”Raka, cepat bantu ke sini!” ucap emak dari sisi ambulance. Suara emak yang memekik sontak membuyarkan kebingungan Raka. “Iya, mak,” jawab Raka dengan tertatih. Ia berlari menuju ambulance dan tanpa ragu ia langsung memegang keranda adiknya itu. Dengan wajah menahan sedih dan berusaha membendung air matanya itu, Raka menyimpan salah satu kaki keranda itu di atas bahu kanannya. Mereka berjalan perlahan menuju ke rumah. Salah satu tetangga datang menghampiri emak yang sedang berjalan menuju ke rumahnya. “Mak, maaf, siapa yang meninggal?” tanya si tetangga. “Angi, mbak. Tolong maaf kan Angi bila ada kesalahan d
Ia membuka pintu mobil dan keluar. Ia berlari sekencang-kencangnya menjauhi mobil itu. Ia berlari tanpa menoleh ke bekalang. Makhluk itu menjatuhkan dahan pohon tepat di depan wajah pak supir.“Baaakkkk!!” badan pak supir menabrak dahan itu dan terjatuh dengan kepala terbentur batu besar.Mereka semua mati. Makhluk itu tertawa senang dengan darah segar yang mengalir dari manusia tak berdaya.*Di Masjid.Saat imam menoleh ke sebelah kiri dan mengucapkan salam terkahir dalam shalat jenazah, keranda jenazah berguncang.Sang imam yang baru saja menyelesaikan rukun shalatnya, sontak terkaget dengan keranda yang berguncang tepat di depan dirinya.“Astagfirullahh!!”“Allahu Akbar!!”Para jamaah shalat jenazah terheran dengan perilaku sang imam yang sedikit berteriak itu. Barisan depan jamaah yang tepat di belakang sang imam langsung membuyarkan barisannya tanpa aba-aba dari sang imam.
“Terima kasih, Adhimas,” ucap Angi yang kemudian membetulkan posisi kemejanya hingga presisi. Tercium aroma parfum berkesan woody dan maskulin dari kemejanya. Mereka mulai berjalan bersama menuju rumah. Bapak dan Raka memboyong emak yang masih terlihat kelelahan sedangkan Adhimas menemani Angi yang berjalan tepat di belakang mereka. Sesampainya mereka di rumah, mereka sudah disambut oleh beberapa keluarga yang masih membantu akomodasi serta konsumsi. Semua orang syok melihat Angi yang hidup kembali. Mereka tak henti memasang kedua bola mata mereka untuk menatap Angi dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mereka masih tak percaya dengan semua telah terjadi. ”Jadi, benar kata pak Anwar kalau ada orang meninggal hidup lagi. Ups!” salah seorang keceplosan. Wajahnya memerah malu. “Doakan semoga Angi selalu diberi umur panjang dan kesehatan oleh Allah swt. Ammiinnn,” berkata bapak membuyarkan semua orang yang sedang bergumam ricuh. “Silahkan semuanya
Aku menerima sebuah boneka dari salah satu pasienku. Selama 5 tahun aku mengabdikan diri ke masyarakat sebagai personel kesehatan, ini bukan kali pertama aku menerima hadiah dari pasien. Iya sih, aku memang tidak meminta mereka memberikanku sesuatu. Tapi karena di desa terpencil ini. Hampir semua penduduk adalah petani kecil yang berpenghasilan tidak seberapa. Biaya murah tapi berkualitas. Ini adalah mottoku ketika aku menerima sertifikat kedokteranku. Boneka yang diberikan kepadaku sudah tua. Bajunya sudah lecek. Penuh dengan sobek dibeberapa sisi. Rambutnya juga sebagian sudah rontok. "Nama boneka itu Tania, bu dokter" kata seorang wanita tua yang memberikan kepadaku. "Tania ya? Hihihi. Namanya sama kaya Saya nek" kataku sembari memberikan resep kepadanya. Tangan nenek itu sudah bergemetar. Dia sepertinya sudah susah mengakat tangannya sendiri. Aku melipat surat resep dan meletakannya di tangan kanannya. "Semoga lekas
Kali ini pasien Angi bukan berasal dari local. Ia adalah seorang warga negara asing yang sedang bekerja untuk tiga tahun ke depan di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia ini tidak serta merta membautnya menjadi gembira, pasalnya ia membawa orang lain dalam perjalanannya ini. Bahkan parahnya, orang itu bukanlah manusia melainkan sosok makhluk gaib yang menempel pada tubuhnya hingga terbawa ke sini. “Bagaimana tuan tahu bahwa ada sosok gaib yang mengikuti tuan?” tanya Angi memancing. Padahal, Angi pun sudah melihat hantu wanita itu di samping tuan Jepang itu, sebut saja nama samarannya adalah Juno. “Saya sering sekali bermimpi hantu wanita yang sedang membawa anak kecil yang menangis. Ketika saya mendekati anak tersebut, wajahnya sangat pucat dan badannya sudah kaku. Tapi suaranya begitu keras menangis,” jelasnya. “Lalu, bagaimana jika benar hantu itu ada?” tanya Angi kembali. “Tolong lepaskan hantu itu dari diri saya. Hal ini membuat saya tida
Dengan begitu, selesai sudah tugas Angi untuk membantu pasiennya. Ia cukup untuk memverifikasi jika sang anak sulung itu sudah melakukan tugasnya yang diwasiatkan oleh sang khodam. Baru saja Angi menyelesaikan salah satu tugasnya, kini seorang pasien sudah menghubunginya kembali. Kali ini sang pasien minta untuk penjagaan diri. Hal ini karena dirinya bekerja di bagian yang berhubungan dengan mayat di salah satu rumah sakit. Oleh karena itu, penting baginya agar terlindungi dari gangguan para makhlus halus. Sebut saja namanya Ara. Seorang perawat yang bertugas di bagian ruang jenazah. Yang kemudian mulai terusik oleh kehadiran sesosok makhluk gaib.Ara menceritakan bahwa dirinya tidur di ruangan dekat dengan kamar mayat. Hal ini sudah biasa baginya. Selama ia bekerja di sana belum pernah diganggu oleh sesosok makhluk gaib apapun. Hingga suatu hari itupun terjadi. Setiap hari, setiap malam ia bekerja dengan normal tetapi tidak pada malam itu. Ketika diminta
Sang Mentari mulai menunjukkan cahaya kehangatannya. Angi pun segera bangun dan bergegas untuk memulai pencariannya tentang Penunggu Mustika Putih milik seorang pasien yang datang kepadanya sehari yang lalu. Sang pasien meminta tolong kepada Angi untuk membantu sang kakek agar bisa sembuh dari penyakit menahunnya. Penyakit yang tidak bias aini tidka bisa dilihat oleh ilmu medis, oleh karena itu, sang pasien yang merupakan anak sulungnya itu meminta bantuan kepada seseorang yang ahli dalam ilmu spiritual. Perjalanan pun dimulai dengan tak lupa membawa sang mustika legendaris sebagai penjaga diri Angi dari ancaman para iblis. Angi mulai mendaki gunung Bayangkaki yang berada di daerah Sawoo. Tak lupa Angi membawa pula obat manjurnya, yaitu darah sang ular, untuk berjaga-jaga jika dirinya terluka bahkan ada seseorang yang meminta bantuannya. Sebelum berangkat ke sana Angi mampir sebentar di daerah Jabung buat minum es dawet , asal tau saja d
Batu mustika Batu mulia ialah segala jenis batuan dan mineral yang memiliki sifat fisik dan kimia yang khas,yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku perihasan. Menurut KBBI (2014:7), permata adalah batu berharga yang berwarna indah.Ada yang menyebabkan batu ini berwarnawarni,yaitu komponen unsur kimia penyusunannya (unsur transisi yang memberi warna pada komponen pokok yang biasa bening).Mustika atau Mestika adalah berasal dari Alam, atau Alamiah terbentuk dari Berbagai macam Unsur mulai dari unsur Tumbuhan, unsur binatang, unsur Tanah/bumi, Air, api dan Udara dan juga unsur mineral lainnya.Penamaan Mustika/Mestika ini diambil biasa diambil hanya dari jenis unsur2 tersebut yang terbentuk dalam batuan atau Batu Mustika, Sementara hakiki dan hakikat Terang nyata adanya adalah Unsur-unsur yang terbentuk diatas dan yang mengandung Riwayat jelas serta Biasanya Termasyur dikalangan orang-orang tertentu.Seperti misal Mestika Nabi Nuh
Dalam suasana gelap Angi tak sadar bahwa dirinya kini tak lagi berada dalam pertarungan sengit dengan sang iblis. Dalam dimensi itu ia bertemu dengan KI Slamet yang sudah emnunggunya sejak beberapa jam yang lalu. “Bagaimana perjalananmu sayang? Apakah menyenangkan?” tutur Ki Slamet melihat Angi tergopoh-gopoh menopang tubuhnya agar stabil. “Apa maksud Aki? Apa semua ini bukan bagian dari mimip?” tanya Angi dengan penasaran. Ia bahkan mengira bahwa dirinya masih dalam pertaungan melawan snag iblis yang hampir saja menghabisi nyawanya dalam satu kedipan mata. Lalu, Angi berjalan tertatih dan melangkah maju menuju Ki Slamet yang sedang berdiri di seberang dimensi. Entah apa yang sedang ia rasakan kali ini benar-benar membuatnya sangat bingung. “Kau berada di dimensi ketiga alam bawah sadarmu. Kau sudah menempuh perjalanan berat untuk mendapatkan sang mustika legendaris itu. Kini kau bisa beristirahat untuk oenembuhan lukamu.” “Tapi, bagai
“Dasar! Sama-sama jorok!” gerutu Angi dalam suara lirihnya. Kemudian Angi berjalan maju menuju panggung seni tarian itu dan diikuti oleh Kisman di belakangnya. Mereka berjalan menghampiri sisi panggung karena semua warga berkerumun di sana. Setidaknya mereka bisa menyaksikan penari yang sedang kesurupan ala tarian Dolalak. Penari utama Dolalak sedang berlenggak-lenggok di atas panggung dengan tangan kanan memegang sesaji daun mawar yang ditaburi oleh minak fanbo. Lalu, sontak saja sesaji itu dilemparnya ke arah salah satu penari namun sialnya, sesaji itu terkena wajah Kisman, yang tepat berdiri di sisi penari yang terkena lemparan itu. Tiba-tiba saja Kisman pun ikut kesurupan. Seorang penari yang kesurupan langsung menunjukkan keahliannya dalam menari. Sedangkan Kisman mendadak menjadi seorang yang bertubuh tegap. Angi merasa aneh dengan gelagat Kisman. Akhirnya ia tahu bahwa ada sesosok makhluk yang menginginkan tubuh Kisman. Kisman berjalan me
Suara itu terdengar jelas. Kisman memerhatikan sekitar berharap tidak ada yang akan menerjangnya. Sedangkan Angi tetap tenang. Ia menajamkan pendengarannya ke segala penjuru mata angin. Indera penglihatan ia fokuskan pada setiap gerakan yang mungkin saja muncul dihadapannya. Lalu, Kisman dan Angi mulai melangkah lagi dengan perlahan yang sempat berhenti sejenak. "Krek!" "Krak!" Suara ranting kering yang terinjak itu semakin dekat dengan mereka. Angi mencoba menenangkan Kisman yang mulai panik. Ia sangat takut hingga badannya gemetaran. Lalu, Angi mencoba memerhatikan sekeliling dan menggunakan kekuatan batinnya. Ia tahu ini bukanlah makhlul gaib melainkan seekor binatang buas. "Kita harus cepat," Ucap Angi pada Kisman.Angi dan Kisman berlari secepat mungkin dan benar saja, hal itu memancing sang serigala lereng gunung muncul dan mengejar mereka. Berlari saja tidak cukup, kec
Malam hari pun mulai menyapa sang langit yang biru nan cerah. Warna gelap mulai menghiasi langit. Bintang-bintang berkedip malu untuk muncul menghiasi langit. Inilah tanda ahwa tidak akan turun hujan di mala mini. Sungguh malam yang sangat indah, tepat sekali dijadikan sebuah acara hajatan untuk seorang kaya raya yang sedang mengadakan pesta pernikahan anaknya.Malam ini tidka ada tanda-tand apapun dari warga desa yang belakangan ini sedang memerhatikan keberadaan Angi. Kali ini mereka disibukkan oleh acara Pak Jiman. Sementara, untuk Angi dibiarkan dulu karena mereka tahu bahwa nisanak satu ini tidak menunjukkan tanda-tanda bahaya. Lalu, pada pukul 7 malam sebuah pidato dibuka oleh sang pemangku acara hajat tersebut. Semua warga telah memenuhi halam rumah Pak Jiman yang saat ini sedang duduk di singgasananya. Pesta yang diadakan dengna mewah ini tak tanggung-tanggung diadakan selama tiga hari tiga malam. sungguh penghamburan biaya tapi bagi Pak Jima