Malam itu sangat mendukung pertemuan mereka. Bulan sebagai saksi dari indahnya cinta mereka.
Adhimas membelai rambut wanitanya itu dengan sentuhan yang sangat manis. Ia memandangi wajah wantia itu yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak. Baru saja ia berpikir untuk merencanakan hari pernikahan mereka. Wanitanya itu pun bangun dan terkaget.
Angi terkejut karena tak biasa saat bangun bersama seorang lelaki. Ia sempat menjauh dari dekapan Adhimas dan mengingat semua yang telah ia lakukan semalam.
Ia sangat malu melakukannya. Karena kali ini pertama ia melakukannya dengan seorang laki-laki. Adhimas pun memahami kondisi Angi yang baru saja terbangun. Adhimas menghelakan senyum.Ia senang Angi bisa bersamanya saat ini. Ia pun mengungkapkan keinginannnya untuk melamar Angi secepatnya. Namun, Angi langusng terdiam dan tak menjawab sepatah katapun dari ucapan Adhimas.
”Kira-kira kapan hari yang pas untuk pelaksanaan pernikahan kita?” ucap Adhimas kepada
Malam itu, sosok lelaki di taman itu menghilang. Itu artinya ia harus segera menunaikan tugasnya yang sudah ia tinggalkan. Sosok itu sudah menyadarkannya pada lamunan masa depan bersama pria yang dicintainya itu. Kini, ia harus kembali pulang. Dengan perasaan berat ia harus meninggalkan tempat bersejarah pertemuan terakhirnya bersama Adhimas. Ia telah ikhlas bila pria yang dicintainya itu akan menemukan wanita lains sebagai pendampingnya. “Terima kasih Adhimas untuk semua yang telah kamu persembahkan untukku hingga malam ini,” ucapnya dengan menatap sebuah foto selfie yang ia ambil bersama Adhimas di penginapan. Titik-titik air matanya terjatuh lagi. Namun, kali ini ia segera menepisnya dengan jari tangan. Ia tak mau air matanya itu terkuras untuk sesuatu yang saat ini bukan miliknya lagi. Ia berlalu dengan menaiki sebuah mini bus kembali menuju rumahnya. Kursi yang masih berdesak-desakan terus bergulir silih berganti dengan penumpang ya
Pagi ini masih terasa baginya pernikahan tadi malam. Setelah ritual pemandian, Ia digendong oleh sang suami untuk tidur bersamanya di sebuah tempat tidur klasik berkelambu emas. Bunga mawar merah bertaburan diatas seprei berwarna putih itu. Suaminya meletakkan tubuhnya dengan sangat hati-hati. Ki Slamet sangatlah tampan pada malam itu. Seperti melihat seorang pangeran yang turun dari langit. Ya, memang benar, ia berasal dari langit. Langit tempat para arwah. Diri Angi yang masih berbaring di kasur di pandangi oleh sang suami. Ia menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Ia sangatlah cantik. Wajah blasteran Indo – Belanda menambah ayu penampilannya malam ini. Sang suami tak banyak bicara pada Angi. Ia hanya melemparkan senyum manis sebagai tanda bahwa kini dirinya sudah menyerah pada takdir dari Sang Maha Kuasa. Kelambu berwarna merah muda itu bergelombang dengan lembut. Angin meniupkan sayup-sayup romantis pada pasangan baru ini
“Ceklek!” Suara pintu dibukanya. Ia melihat ruang ritualnya sudah berantakan. Semua barang berjatuhan hingga guci yang ia keramatkan pecah berkeping-keping. Entah gerangan apa yang menghujat tempat ini. Angi mencoba menerka apa yang sedang direncanakan oleh si pengirim. Sang ular raksasa memperingatkan Angi untuk tetap waspada. Ia menuturkan bahwa nanti setelah pergantian malam, ia akan melancarkan serangan bertubi-tubi. Angi harus bersiap. Kumandang adzan magrib tiba. Setelah menjalankan ibadah, Angi meminta pertolongan kepada Sang Maha Kuasa. Ia melakukan wirid untuk mempersiapkan bala pasukan. Wirid yang dilakukannya kali ini adalah untuk memanggil para pasukan prajurit keraton yang siap tempur. Sang ular raksasa yang biasa dipanggil khodam itu, ia pun bersiap untuk melawan serangan dari para jin yang sudah mulai dikirim. Para jin dengan aura hitam berdatangan menglilingi rumah Angi. Susana menjadi me
Pada malam selasa kliwon, Angi kembali bertemu dengan sang suami dalam peraduannya di tempat pemandian air tempuran. Malam yang begitu sunyi di sebuah hutan belantara, ia pergi kesana dengan maksud untuk menyembuhkan luka yang dialaminya. Di sisi lain, ia pun menyempurnakan kesaktiannya yang masih secara bertahap meningkat. Akibat pertarungannya dengan dukun dari wilayah Banten tersebut, tenaga Angi mulai terkuras. Ia seperti tak memiliki energi untuk memanggil para khodamnya bahkan untuk berjalan sekalipun sangat berat baginya. Angi melanjutkan ritualnya malam itu, berendam di pertemuan dua sungai. Dia menunggu sosok sang suami yang berwujud ular raksasa datang kepadanya. Belum cukup 10 menit Angi melanjutkan ritualnya, telinganya kembali mendengar suara-suara aneh. Bukan gemericik air sungai, tapi seperti air yang mengalir ke sungai. Dari atas rumpun bambu, mengalir air, seperti seseorang sedang buang air kecil. Angi meno
Ternyata, seorang tetangganya mengetahui pernikahan gaibnya itu. Dengan kemampuan indra keenam yang dimilikinya ia mampu melihat dan mendengar semua kejadian yang terjadi pada malam satu suro itu. Angi tak bisa berbohong, karena memang dirinya telah melakukannya. Ia hanya meminta tetangganya agar tetap diam atas kejadian yang sudah terjadi padanya. Angi merebahkan badannya di atas tempat tidurnya yang sudah di renovasi setelah kejadian terbakar kala itu. Ia beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga dan pikirannya. Lalu, ia terlelap. Sementara, sang kakak, Rama, sedang bercumbu mesra bersama seorang wanita di kamarnya. Ia tak banyak bicara dan berinteraksi dengan orang rumah. Namun, kali ini ia telah tertangkap basah oleh sang ayah. Kak Rama, sering, bahkan, setiap hari selalu mengurung dirinya di kamar. Ia keluar hanya untuk makan dan mandi. Entah apa yang ia lakukan di dalam kamarnya tersebut. Saat ia keluar dari kamarnya dan
Tak habisnya sebuah kisah asmara yang terjalin antara manusia dengan makhluk halus. Setelah dirinya sendiri yang melakukan pernikahan dengan makhluk halus berupa ular raksasa. Kakak lelakinya juga mengalami hal yang sama, bahkan berakhir dengan tragis. Kemudian, datanglah seorang warga desa yang meminta bantuan Angi untuk mengusir makhluk halus yang berada di rumahnya. Bahkan, menurut penuturannya, makhluk itu sudah menjalin asmara dengan anak lelakinya. Menjalin hubungan asmara merupakan sebuah hal yang wajar bagi sebagian besar orang, terlebih untuk kita yang sudah memasuki usia dewasa. Cerita tentang hubungan asmara antara dua insan lawan jenis memang selalu menarik untuk didengarkan. Akan tetapi, bagaimana jika ternyata yang menjalin asmara adalah dua insan yang bukan hanya lawan jenis saja? lawan dunia juga? Yang satu hidup di dunia nyata yang satu hidup di dunia kasat mata. Menarik. Mendengar kisah antara dunia yang berbeda dengan
Kisah cinta sejati memang tak selalu berakhir dengan indah. Perpisahan Bayu dan Minah adalah hal terbaik untuk keduanya. Terkadang, jalinan dua alam tidak bisa disatukan karena satu dan lain hal. Seperti keluarga Bayu ini, yang menolak adanya makhluk gaib. Pagi ini, awan-awan putih berarak, melayang seperti kapas raksasa yang bermanja pada langit biru. Lembang bayu pun seperti berkolaborasi dengan mereka, mengembus sepoi-sepoi, membuat iringan awan berlenggak-lenggok genit menggoda. Matahari seolah tak rela, jika tak menggoda kesejukan yang tercipta oleh mereka. Awan-awan itu seperti mencoba melawan terik yang sejak ratusan tahun lalu, dipancarkan oleh mentari. Angin bukan hanya meniup awan-awan, tapi juga debu-debu di sekitar tempat itu, tidak jauh dari sebuah rumah tua yang terpencil, di sudut pesawahan dan jauh dari tetangga. Lokasi rumah itu terletak di desa Angi, Karanganyar. Sebuah kabar datang dari salah satu warga d
Sapto tak berharap banyak pada keadaannya saat ini. Ia hanya berharap pertolongan segera datang darimanapun asalnya. Angi sangat cemas dengan Sapto yang diculik oleh makhluk itu. Ia tak punya banyak waktu karena kapan saja nyawa Sapto bisa melayang. Lali, Angi bergegas mencari sukarela untuk masuk ke dalam lukisan itu. Setelah ia memikirkan orang yang tepat, sukarelawan itu jatuh pada tetangganya, yang memiliki indra keenam.Angi segera meminta bantuan padanya, awalnya ia menolak karena ini pasti beresiko pada dirinya serta keluarganya.Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya dengan kesepakatan tetangganya itu, sebut saja namanya Rani, menggunakan benda keramat sebagai penjaganya saat menyelamatkan Sapto nanti. Benda itu disimpan di helaian rambutnya yang hanya sepanjang daun telinga. Ia bergerak maju menuju rumah tua itu. Angi dan Rani tiba berdiri tepat di depan lukisan Sang Ratu Kidul. An
Aku menerima sebuah boneka dari salah satu pasienku. Selama 5 tahun aku mengabdikan diri ke masyarakat sebagai personel kesehatan, ini bukan kali pertama aku menerima hadiah dari pasien. Iya sih, aku memang tidak meminta mereka memberikanku sesuatu. Tapi karena di desa terpencil ini. Hampir semua penduduk adalah petani kecil yang berpenghasilan tidak seberapa. Biaya murah tapi berkualitas. Ini adalah mottoku ketika aku menerima sertifikat kedokteranku. Boneka yang diberikan kepadaku sudah tua. Bajunya sudah lecek. Penuh dengan sobek dibeberapa sisi. Rambutnya juga sebagian sudah rontok. "Nama boneka itu Tania, bu dokter" kata seorang wanita tua yang memberikan kepadaku. "Tania ya? Hihihi. Namanya sama kaya Saya nek" kataku sembari memberikan resep kepadanya. Tangan nenek itu sudah bergemetar. Dia sepertinya sudah susah mengakat tangannya sendiri. Aku melipat surat resep dan meletakannya di tangan kanannya. "Semoga lekas
Kali ini pasien Angi bukan berasal dari local. Ia adalah seorang warga negara asing yang sedang bekerja untuk tiga tahun ke depan di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia ini tidak serta merta membautnya menjadi gembira, pasalnya ia membawa orang lain dalam perjalanannya ini. Bahkan parahnya, orang itu bukanlah manusia melainkan sosok makhluk gaib yang menempel pada tubuhnya hingga terbawa ke sini. “Bagaimana tuan tahu bahwa ada sosok gaib yang mengikuti tuan?” tanya Angi memancing. Padahal, Angi pun sudah melihat hantu wanita itu di samping tuan Jepang itu, sebut saja nama samarannya adalah Juno. “Saya sering sekali bermimpi hantu wanita yang sedang membawa anak kecil yang menangis. Ketika saya mendekati anak tersebut, wajahnya sangat pucat dan badannya sudah kaku. Tapi suaranya begitu keras menangis,” jelasnya. “Lalu, bagaimana jika benar hantu itu ada?” tanya Angi kembali. “Tolong lepaskan hantu itu dari diri saya. Hal ini membuat saya tida
Dengan begitu, selesai sudah tugas Angi untuk membantu pasiennya. Ia cukup untuk memverifikasi jika sang anak sulung itu sudah melakukan tugasnya yang diwasiatkan oleh sang khodam. Baru saja Angi menyelesaikan salah satu tugasnya, kini seorang pasien sudah menghubunginya kembali. Kali ini sang pasien minta untuk penjagaan diri. Hal ini karena dirinya bekerja di bagian yang berhubungan dengan mayat di salah satu rumah sakit. Oleh karena itu, penting baginya agar terlindungi dari gangguan para makhlus halus. Sebut saja namanya Ara. Seorang perawat yang bertugas di bagian ruang jenazah. Yang kemudian mulai terusik oleh kehadiran sesosok makhluk gaib.Ara menceritakan bahwa dirinya tidur di ruangan dekat dengan kamar mayat. Hal ini sudah biasa baginya. Selama ia bekerja di sana belum pernah diganggu oleh sesosok makhluk gaib apapun. Hingga suatu hari itupun terjadi. Setiap hari, setiap malam ia bekerja dengan normal tetapi tidak pada malam itu. Ketika diminta
Sang Mentari mulai menunjukkan cahaya kehangatannya. Angi pun segera bangun dan bergegas untuk memulai pencariannya tentang Penunggu Mustika Putih milik seorang pasien yang datang kepadanya sehari yang lalu. Sang pasien meminta tolong kepada Angi untuk membantu sang kakek agar bisa sembuh dari penyakit menahunnya. Penyakit yang tidak bias aini tidka bisa dilihat oleh ilmu medis, oleh karena itu, sang pasien yang merupakan anak sulungnya itu meminta bantuan kepada seseorang yang ahli dalam ilmu spiritual. Perjalanan pun dimulai dengan tak lupa membawa sang mustika legendaris sebagai penjaga diri Angi dari ancaman para iblis. Angi mulai mendaki gunung Bayangkaki yang berada di daerah Sawoo. Tak lupa Angi membawa pula obat manjurnya, yaitu darah sang ular, untuk berjaga-jaga jika dirinya terluka bahkan ada seseorang yang meminta bantuannya. Sebelum berangkat ke sana Angi mampir sebentar di daerah Jabung buat minum es dawet , asal tau saja d
Batu mustika Batu mulia ialah segala jenis batuan dan mineral yang memiliki sifat fisik dan kimia yang khas,yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku perihasan. Menurut KBBI (2014:7), permata adalah batu berharga yang berwarna indah.Ada yang menyebabkan batu ini berwarnawarni,yaitu komponen unsur kimia penyusunannya (unsur transisi yang memberi warna pada komponen pokok yang biasa bening).Mustika atau Mestika adalah berasal dari Alam, atau Alamiah terbentuk dari Berbagai macam Unsur mulai dari unsur Tumbuhan, unsur binatang, unsur Tanah/bumi, Air, api dan Udara dan juga unsur mineral lainnya.Penamaan Mustika/Mestika ini diambil biasa diambil hanya dari jenis unsur2 tersebut yang terbentuk dalam batuan atau Batu Mustika, Sementara hakiki dan hakikat Terang nyata adanya adalah Unsur-unsur yang terbentuk diatas dan yang mengandung Riwayat jelas serta Biasanya Termasyur dikalangan orang-orang tertentu.Seperti misal Mestika Nabi Nuh
Dalam suasana gelap Angi tak sadar bahwa dirinya kini tak lagi berada dalam pertarungan sengit dengan sang iblis. Dalam dimensi itu ia bertemu dengan KI Slamet yang sudah emnunggunya sejak beberapa jam yang lalu. “Bagaimana perjalananmu sayang? Apakah menyenangkan?” tutur Ki Slamet melihat Angi tergopoh-gopoh menopang tubuhnya agar stabil. “Apa maksud Aki? Apa semua ini bukan bagian dari mimip?” tanya Angi dengan penasaran. Ia bahkan mengira bahwa dirinya masih dalam pertaungan melawan snag iblis yang hampir saja menghabisi nyawanya dalam satu kedipan mata. Lalu, Angi berjalan tertatih dan melangkah maju menuju Ki Slamet yang sedang berdiri di seberang dimensi. Entah apa yang sedang ia rasakan kali ini benar-benar membuatnya sangat bingung. “Kau berada di dimensi ketiga alam bawah sadarmu. Kau sudah menempuh perjalanan berat untuk mendapatkan sang mustika legendaris itu. Kini kau bisa beristirahat untuk oenembuhan lukamu.” “Tapi, bagai
“Dasar! Sama-sama jorok!” gerutu Angi dalam suara lirihnya. Kemudian Angi berjalan maju menuju panggung seni tarian itu dan diikuti oleh Kisman di belakangnya. Mereka berjalan menghampiri sisi panggung karena semua warga berkerumun di sana. Setidaknya mereka bisa menyaksikan penari yang sedang kesurupan ala tarian Dolalak. Penari utama Dolalak sedang berlenggak-lenggok di atas panggung dengan tangan kanan memegang sesaji daun mawar yang ditaburi oleh minak fanbo. Lalu, sontak saja sesaji itu dilemparnya ke arah salah satu penari namun sialnya, sesaji itu terkena wajah Kisman, yang tepat berdiri di sisi penari yang terkena lemparan itu. Tiba-tiba saja Kisman pun ikut kesurupan. Seorang penari yang kesurupan langsung menunjukkan keahliannya dalam menari. Sedangkan Kisman mendadak menjadi seorang yang bertubuh tegap. Angi merasa aneh dengan gelagat Kisman. Akhirnya ia tahu bahwa ada sesosok makhluk yang menginginkan tubuh Kisman. Kisman berjalan me
Suara itu terdengar jelas. Kisman memerhatikan sekitar berharap tidak ada yang akan menerjangnya. Sedangkan Angi tetap tenang. Ia menajamkan pendengarannya ke segala penjuru mata angin. Indera penglihatan ia fokuskan pada setiap gerakan yang mungkin saja muncul dihadapannya. Lalu, Kisman dan Angi mulai melangkah lagi dengan perlahan yang sempat berhenti sejenak. "Krek!" "Krak!" Suara ranting kering yang terinjak itu semakin dekat dengan mereka. Angi mencoba menenangkan Kisman yang mulai panik. Ia sangat takut hingga badannya gemetaran. Lalu, Angi mencoba memerhatikan sekeliling dan menggunakan kekuatan batinnya. Ia tahu ini bukanlah makhlul gaib melainkan seekor binatang buas. "Kita harus cepat," Ucap Angi pada Kisman.Angi dan Kisman berlari secepat mungkin dan benar saja, hal itu memancing sang serigala lereng gunung muncul dan mengejar mereka. Berlari saja tidak cukup, kec
Malam hari pun mulai menyapa sang langit yang biru nan cerah. Warna gelap mulai menghiasi langit. Bintang-bintang berkedip malu untuk muncul menghiasi langit. Inilah tanda ahwa tidak akan turun hujan di mala mini. Sungguh malam yang sangat indah, tepat sekali dijadikan sebuah acara hajatan untuk seorang kaya raya yang sedang mengadakan pesta pernikahan anaknya.Malam ini tidka ada tanda-tand apapun dari warga desa yang belakangan ini sedang memerhatikan keberadaan Angi. Kali ini mereka disibukkan oleh acara Pak Jiman. Sementara, untuk Angi dibiarkan dulu karena mereka tahu bahwa nisanak satu ini tidak menunjukkan tanda-tanda bahaya. Lalu, pada pukul 7 malam sebuah pidato dibuka oleh sang pemangku acara hajat tersebut. Semua warga telah memenuhi halam rumah Pak Jiman yang saat ini sedang duduk di singgasananya. Pesta yang diadakan dengna mewah ini tak tanggung-tanggung diadakan selama tiga hari tiga malam. sungguh penghamburan biaya tapi bagi Pak Jima