Yulia terbangun dalam dinginnya AC, dan langsung terkejut karena Romi yang memandanginya."Kamu kenapa senyum-senyum Rom?" tanya Yulia tersipu.Romi memeluk Yulia dan menyelimutinya sebatas leher. Tubuh polos mereka bersentuhan lagi. "Kamu cantik banget dan aku bahagia bisa memilikimu, Sayang."Yulia yang merasa tubuhnya hangat setelah dipeluk dan berselimut bersama sang suami hanya bisa tersenyum. Diliriknya jam dinding yang tergantung di tembok kamar. Masih jam 2 pagi. "Jadi, apa kamu menginginkan sentuhanku lagi? Sekarang kan masih malam, hm?" tanya Romi nyengir. "Ogah. Sakit Yang.""Nanti lama-lama juga enak. Oh ya, coba tebak menu apa yang paling aku suka?"Yulia tampak berpikir. "Sate, bakso, uhm, apa ya?""Salah semua. Jawabannya adalah Menu-a bersamamu," sahut Romi lalu mencium bibir mungil isterinya.Yulia memejamkan mata dan menikmatinya."Hm, sebenernya aku ingin belajar menembak Yang.""Jadi kamu belum pernah menembakkan peluru dari pistol sama sekali? Ya wajar sih Yang
"Coba tebak, apa perbedaan kamu dengan pohon?" tanya Romi sambil memeluk Yulia erat setelah mereka bercinta. Yulia tertawa sambil mencubit kedua pipi sang suami. "Hm, pasti mau merayu lagi. Ya kan?" "Ahahaha. Sudah kebaca ya? Kalau begitu, jawab dong pertanyaan aku!""Kalau aku bisa jawab, aku dapat apa?""Hm, apa ya? Dapat cium deh."Yulia tertawa. "Ih, ogah!""Ayo sekarang jawab saja. Pasti kamu enggak tahu kan jawabannya?"Yulia menggeleng. "Emang nggak tahu sih.""Hm, kalau pohon itu ada yang namanya mahoni. Terus ...,""Terus kalau aku apa?" tanya Yulia memotong perkataan Romi. "Duh, dengerin dulu kalau suami ngomong.""Oke. Jadi apa bedanya?""Kalau pohon, ada yang namanya Mahoni. Kalau kamu my honey."Romi tertawa. Yulia pun tergelak. "Kamu bisa saja. Dari dulu memang juara merayu.""Iya lah. Namanya juga skill dari lahir. Bawaan bayi kalau hobiku ngerayu Yang."Yulia tersenyum dan mencubit pinggang Romi. Membuat suaminya kegelian. Lelaki itu lalu mengeratkan pelukan dan m
"Maaf Mbak, bisa bicara sebentar?" tanya Yulia to the point setelah berhadapan dengan gadis itu.Gadis itu mengalihkan pandangan nya dari ponselnya ke wajah Yulia. "A-ada apa?"Yulia melihat ke sekeliling nya. Banyak orang yang berlalu lalang tapi tidak ada yang mempedulikan mereka. Sementara itu Romi mengawasi dari kejauhan dengan rasa penasaran. "Maaf, bisa minta tolong melepaskan kacamata nya Mbak?" tanya Yulia seraya menatap gadis itu. "Kenapa saya harus melepas kaca mata saya?" tanya gadis itu. "Karena sepertinya Mbak adalah teman sekolah yang saya kenal.""Enggak kok. Saya enggak kenal Mbak sama sekali."Yulia menyedekapkan kedua tangannya di depan dada. "Ada apa ini Yang?" tanya Romi yang ternyata sudah berdiri di belakang Yulia. Yulia mengarah kan telapak tangannya ke arah telinga Romi dan berbisik, "Tadi perempuan ini sejak dari pesawat memperhatikan kita dan barusan aku melihatnya sedang mengarahkan ponselnya pada kita. Aku jadi curiga, dia memotret kita. Jadi aku hany
SURAT DARI PASIEN RUMAH SAKIT JIWASeason 2.58 Kemana Dimas"Dimas? Bukankah Dimas seharusnya masih di penjara? Kenapa Dimas bisa ada di sini?" tanya Romi seraya berlari keluar dari restoran menuju ke arah mobil itu.Tapi baru saja Romi keluar dari pintu depan restonya, pria yang ada di dalam mobil Fortuner warna hitam itu segera melajukan mobilnya dan dalam sekejap hilang dari pandangan Romi. "Hah, siapa dia ya? Apa cuma perasaanku saja yang mengira bahwa dia itu Dimas?" tanya Romi menghela nafas seraya mengawasi mobil yang baru saja keluar gerbang kafenya. Romi terdiam sejenak, lalu dengan mengedikkan bahu nya, dia bergumam pada diri sendiri. "Ah, sudahlah. Biar saja. Enggak mungkin juga tadi Dimas. Kalaupun itu Dimas, ya biar saja," tukas Romi pada dirinya sendiri sambil masuk kembali ke dalam kafe dan restonya. "Baiklah. Sekarang saya umumkan siapa yang diterima di kafe dan resto saya. Ada tiga orang yang diterima di kafe resto saya. Yang pertama, sebagai pramusaji, cleaning s
SURAT DARI PASIEN RUMAH SAKIT JIWASeason 2.59 Saling Jujur"Oh, pemilik rumah ini bukan pak Dimas. Tapi pak Andi, dan Bos saya sekarang sedang tidak ada di rumah. Sedang ke luar kota," sahut satpam itu membuat Yulia dan Romi menghela nafas."Pak Andi? Siapa dia? Kamu kenal nggak Yang?" tanya Yulia pada Romi. Suaminya langsung menggelengkan kepalanya. "Aku enggak kenal.""Tapi Pak, dulu saya tinggal di rumah ini. Saya saudara tiri Pak Dimas, tidak mungkin Pak Dimas menjual rumah ini," tukas Romi berusaha meyakinkan satpam rumah itu. "Wah, saya tidak tahu ya kalau untuk urusan hal itu. Tapi yang jelas, rumah ini sekarang adalah milik Pak Andi, bos saya. Kalau kalian mau ketemu Bos saya, kalian bisa kembali lain kali," tukas satpam itu mulai ketus. "Apa kami tidak boleh meminta nomor telepon pak Andi?" tanya Yulia sesopan mungkin. "Maaf tidak bisa. Saya bisa dimarahi kalau menyebarkan nomor ponsel bos saya," tukas satpam itu. "Baiklah. Terimakasih."Romi segera menggamit lengan Yul
Yulia dan Romi serentak menoleh ke asal suara. Tampak wajah paman Yulia dalam mode garang di belakang mereka."Om Andri?!" "Ya saya. Kamu baru datang dari Jawa?" tanya Om Andri. Yulia mengangguk dengan canggung. Sementara itu Romi terlihat mengawasi bangunan kelas satu, ruangan bekas dia dirawat dulu."Kemarin lusa ibumu telepon Om dan mengabarkan kamu akan menetap di Lampung," tukas Om Andri sambil melirik ke arah Romi. "Ya Om. Mohon maaf kalau baru kemari.""Iya. Tidak apa-apa. Melihat kamu ke rumah sakit ini dan bukan menuju ke rumah Om, berarti ada yang ingin kamu sampaikan terkait dengan pasien atau semacamnya. Apa itu benar?"Yulia memandang ke arah Romi dan mengangguk. "Benar, Om. Baguslah. Karena ada yang ingin Om bicarakan juga," tidak Om Andri serius. "Kalau begitu, ayo ikut Om ke ruangan Om."Om Andri berjalan terlebih dulu, Yulia dan Romi mengikuti dari belakang. Yulia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan pamannya itu. Tampak beberapa perabotan telah berga
Yulia memandangi wajah Romi dengan cemas. "Bagaimana dengan mobil kamu? Kan kena muntahan aku, Yang?"Romi mendelik mendengar perkataan Yulia. "Apaan sih kamu Yang? Masalah mobil itu masalah sepele. Sekarang begini saja, kita pulang dulu. Aku ganti mobil dan mobil ini ku cucikan ke doorsmeer dan kamu ganti baju. Lalu kita ke dokter sekarang.""Tapi kerjaan kamu gimana?" tanya Yulia cemas. "Apalagi kan sekarang ada gadis yang mencurigakan baru masuk ke dalam Gardenia?" lanjut Yulia lagi."Ssst, kamu tidak usah bingung tentang hal itu. Aku owner Gardenia, aku bisa keluar masuk resto semauku. Lalu untuk urusan Silvia, biar kusuruh Dion mengawasinya. Lagipula, di dapur, di ruang depan dan ruangan ku ada CCTVnya yang langsung tersambung ke ruang satpam dan ke ponsel ku. Dan yang terpenting, untuk saat ini tidak ada bahaya yang mengancam keselamatan kita secara langsung dari orang lain kan? Kamu nurut aja Yang! Aku nggak mau kamu sampai sakit.Yulia terdiam dan hanya bisa mengangguk. "Kam
"Silvia, sekarang aku tinggal menghadapimu saja. Awas saja jika kamu ternyata ada hubungannya dengan Riana!" gumam Romi seraya masuk ke dalam mobil lalu melajukannya.Romi berhenti di depan restoran sejenak. Lalu dengan perlahan membuka pintu mobil dan masuk melalui gerbang depan yang terbuat dari rumpun mawar berbentuk pagar. Mengawasi para customer yang sedang menikmati makanan mereka lalu menuju ke bagian dapur.Romi melirik sekilas beberapa koki dan asisten koki yang sedang memasak di area dapur restoran. Tampak Silvia sedang sibuk meletakkan makanan ke mangkok dan piring di hadapannya.Romi mendesah sekilas. Merasa tidak enak jika dia harus mengeluarkan Silvia hanya berdasarkan prasangka saja. Tapi dia juga merasa was-was, jika ternyata Silvia ada hubungannya dengannya Rania. Apalagi dia melihat sosok yang mirip Dimas ada di tempat parkir restoran nya kemarin lusa. Romi semakin bergidik ngeri jika membayangkan bahwa Silvia akan meracuni seluruh pelanggan nya. Lelaki itu masi