Yulia, Romi dan semua pengunjung yang ada di kafe tersebut serentak menoleh. "Ayah?!" Seru Yulia terkejut."Hm, bagus ya. Main ngelamar anak orang sembarangan. Sampai melibatkan para karyawan Ayah. Sudah bubar. Waktunya kerja, untuk para pengunjung, silakan menikmati hidangannya. Jangan pedulikan semua acara lamar melamar ini."Terlihat para karyawan Ayah Yulia yang ketakutan dan para pengunjung kafe yang berwajah kecewa.Terdengar gumaman di sana sini. "Yulia dan Romi ikut Ayah ke staff room sekarang."Ayah Yulia berlalu dari ruang pembeli dan berjalan melewati koridor menuju staff room. Ayah Yulia duduk berhadapan dengan Romi dan Yulia. Ayah Yulia menatap Romi dalam. "Jadi kenapa kamu melamar anak saya di hadapan para pengunjung kafe?" Romi menghela nafas panjang dan menatap mata calon mertuanya. "Maaf Yah. Saya kira melamar Yulia dengan cara yang anti mainstream dapat membuat Yulia bahagia," sahut Romi. Lalu pandangan Ayah Yulia beralih pada Yulia. "Yulia, kamu sudah dilamar o
Yulia terkejut saat dia dipeluk oleh tubuh Roy yang basah kuyup. Karena Roy memeluknya secara mendadak, Yulia tidak dapat menghindar. "Ada apa Roy? Apa yang terjadi?" tanya Yulia khawatir. "Mbak, aku ...,""Kamu kenapa? Kecopetan? Atau ada yang jahat sama kamu? Tembak dor saja. Kamu kenapa sih Roy?"Roy tetap terdiam sambil menangis tergugu dalam pelukan Yulia. "Lah, Roy. Cerita dong. Kalau kamu seperti ini, bagaimana aku bisa tahu masalah kamu?! Atau ayo masuk ke rumah dulu. Ceritakan masalah kamu setelah tenang. Kamu kok di Surabaya? Ada apa sih?" tanya Yulia memberondong pertanyaan pada sepupunya itu. Roy hanya terdiam dan menggeleng. "Biarlah. Seperti ini dulu. Aku ingin memelukmu untuk pertama dan terakhir kali Mbak. Aku mohon."Yulia terdiam. Tangan kanannya yang memegang payung dari tadi sudah merasa kesemutan. Tangan kirinya berusaha membalas pelukan Roy sebisanya. Bahkan dia menepuk-nepuk pundak Roy."Iya. Peluk saja sampai kamu puas," kata Yulia. Entah berapa lama mere
"Romi, kamu mau bawa aku kemana sih kok pakai acara tutup mata segala? Sudah sejak berangkat loh. Lama banget nih ditutup matanya!" seru Yulia sewot sambil memegang matanya yang sedang ditutup oleh kain. "Nanti kamu akan tahu Yang. Kalau ngantuk, tidur saja. Aku ingin memperlihatkan sebuah kejutan untuk kamu. Kalau kamu tahu lebih dahulu, mamanya bukan kejutan lagi dong," sahut Romi tertawa. Yulia mendengus kesal. "Tapi Rom. Ini aneh terlalu mendadak. Bayangin, pagi akad, siang setelah duhur, kita melakukan resepsi di aula hotel sampai akan maghrb. Sekarang jam 9 malam, kamu tiba-tiba ngajak keluar rumah. Mau kemana sih. Capek tahu Rom!" Yulia mengomel panjang lebar. Kedua tangannya disedekapkan di depan dada. "Hahaha. Maaf kalau kamu kaget. Sebenarnya aku sudah jauh-jauh hari merencanakan untuk mengajak kamu ke tempat itu. Kalau kamu capek, tidur saja. Kan cocok, matanya sudah ditutup sekarang tinggal merem saja. Ya kan?""Hm, apa sih kejutannya? Beri kata kunci, Rom?!" tanya Yu
Yulia terbangun dalam dinginnya AC, dan langsung terkejut karena Romi yang memandanginya."Kamu kenapa senyum-senyum Rom?" tanya Yulia tersipu.Romi memeluk Yulia dan menyelimutinya sebatas leher. Tubuh polos mereka bersentuhan lagi. "Kamu cantik banget dan aku bahagia bisa memilikimu, Sayang."Yulia yang merasa tubuhnya hangat setelah dipeluk dan berselimut bersama sang suami hanya bisa tersenyum. Diliriknya jam dinding yang tergantung di tembok kamar. Masih jam 2 pagi. "Jadi, apa kamu menginginkan sentuhanku lagi? Sekarang kan masih malam, hm?" tanya Romi nyengir. "Ogah. Sakit Yang.""Nanti lama-lama juga enak. Oh ya, coba tebak menu apa yang paling aku suka?"Yulia tampak berpikir. "Sate, bakso, uhm, apa ya?""Salah semua. Jawabannya adalah Menu-a bersamamu," sahut Romi lalu mencium bibir mungil isterinya.Yulia memejamkan mata dan menikmatinya."Hm, sebenernya aku ingin belajar menembak Yang.""Jadi kamu belum pernah menembakkan peluru dari pistol sama sekali? Ya wajar sih Yang
"Coba tebak, apa perbedaan kamu dengan pohon?" tanya Romi sambil memeluk Yulia erat setelah mereka bercinta. Yulia tertawa sambil mencubit kedua pipi sang suami. "Hm, pasti mau merayu lagi. Ya kan?" "Ahahaha. Sudah kebaca ya? Kalau begitu, jawab dong pertanyaan aku!""Kalau aku bisa jawab, aku dapat apa?""Hm, apa ya? Dapat cium deh."Yulia tertawa. "Ih, ogah!""Ayo sekarang jawab saja. Pasti kamu enggak tahu kan jawabannya?"Yulia menggeleng. "Emang nggak tahu sih.""Hm, kalau pohon itu ada yang namanya mahoni. Terus ...,""Terus kalau aku apa?" tanya Yulia memotong perkataan Romi. "Duh, dengerin dulu kalau suami ngomong.""Oke. Jadi apa bedanya?""Kalau pohon, ada yang namanya Mahoni. Kalau kamu my honey."Romi tertawa. Yulia pun tergelak. "Kamu bisa saja. Dari dulu memang juara merayu.""Iya lah. Namanya juga skill dari lahir. Bawaan bayi kalau hobiku ngerayu Yang."Yulia tersenyum dan mencubit pinggang Romi. Membuat suaminya kegelian. Lelaki itu lalu mengeratkan pelukan dan m
"Maaf Mbak, bisa bicara sebentar?" tanya Yulia to the point setelah berhadapan dengan gadis itu.Gadis itu mengalihkan pandangan nya dari ponselnya ke wajah Yulia. "A-ada apa?"Yulia melihat ke sekeliling nya. Banyak orang yang berlalu lalang tapi tidak ada yang mempedulikan mereka. Sementara itu Romi mengawasi dari kejauhan dengan rasa penasaran. "Maaf, bisa minta tolong melepaskan kacamata nya Mbak?" tanya Yulia seraya menatap gadis itu. "Kenapa saya harus melepas kaca mata saya?" tanya gadis itu. "Karena sepertinya Mbak adalah teman sekolah yang saya kenal.""Enggak kok. Saya enggak kenal Mbak sama sekali."Yulia menyedekapkan kedua tangannya di depan dada. "Ada apa ini Yang?" tanya Romi yang ternyata sudah berdiri di belakang Yulia. Yulia mengarah kan telapak tangannya ke arah telinga Romi dan berbisik, "Tadi perempuan ini sejak dari pesawat memperhatikan kita dan barusan aku melihatnya sedang mengarahkan ponselnya pada kita. Aku jadi curiga, dia memotret kita. Jadi aku hany
SURAT DARI PASIEN RUMAH SAKIT JIWASeason 2.58 Kemana Dimas"Dimas? Bukankah Dimas seharusnya masih di penjara? Kenapa Dimas bisa ada di sini?" tanya Romi seraya berlari keluar dari restoran menuju ke arah mobil itu.Tapi baru saja Romi keluar dari pintu depan restonya, pria yang ada di dalam mobil Fortuner warna hitam itu segera melajukan mobilnya dan dalam sekejap hilang dari pandangan Romi. "Hah, siapa dia ya? Apa cuma perasaanku saja yang mengira bahwa dia itu Dimas?" tanya Romi menghela nafas seraya mengawasi mobil yang baru saja keluar gerbang kafenya. Romi terdiam sejenak, lalu dengan mengedikkan bahu nya, dia bergumam pada diri sendiri. "Ah, sudahlah. Biar saja. Enggak mungkin juga tadi Dimas. Kalaupun itu Dimas, ya biar saja," tukas Romi pada dirinya sendiri sambil masuk kembali ke dalam kafe dan restonya. "Baiklah. Sekarang saya umumkan siapa yang diterima di kafe dan resto saya. Ada tiga orang yang diterima di kafe resto saya. Yang pertama, sebagai pramusaji, cleaning s
SURAT DARI PASIEN RUMAH SAKIT JIWASeason 2.59 Saling Jujur"Oh, pemilik rumah ini bukan pak Dimas. Tapi pak Andi, dan Bos saya sekarang sedang tidak ada di rumah. Sedang ke luar kota," sahut satpam itu membuat Yulia dan Romi menghela nafas."Pak Andi? Siapa dia? Kamu kenal nggak Yang?" tanya Yulia pada Romi. Suaminya langsung menggelengkan kepalanya. "Aku enggak kenal.""Tapi Pak, dulu saya tinggal di rumah ini. Saya saudara tiri Pak Dimas, tidak mungkin Pak Dimas menjual rumah ini," tukas Romi berusaha meyakinkan satpam rumah itu. "Wah, saya tidak tahu ya kalau untuk urusan hal itu. Tapi yang jelas, rumah ini sekarang adalah milik Pak Andi, bos saya. Kalau kalian mau ketemu Bos saya, kalian bisa kembali lain kali," tukas satpam itu mulai ketus. "Apa kami tidak boleh meminta nomor telepon pak Andi?" tanya Yulia sesopan mungkin. "Maaf tidak bisa. Saya bisa dimarahi kalau menyebarkan nomor ponsel bos saya," tukas satpam itu. "Baiklah. Terimakasih."Romi segera menggamit lengan Yul