"Hei, keluar kalian. Mesum jangan disini!""Rom, bagaimana ini? Aku takut," bisik Yulia."Nggak usah takut. Aku akan menikahimu.""Ta-tapi aku ....,""Sudah, percaya saja."Romi keluar dari dalam mobil dan menemui beberapa orang yang menggedor kaca mobilnya."Maaf, motor saya mogok. Saya dan istri saya kebingungan mencari bantuan. Bisa minta tolong antarkan kami ke rumah kami?""Kalian sudah menikah? Tidak mungkin!" Seru salah seorang dari yang mengerumuni Romi dan Yulia."Kalau begitu tunjukkan KTP kalian?!" tanya salah seorang yang lain lagi. Romi dan Yulia berpandangan. "Dompet dan Hp kami tertinggal di rumah. Tapi saya bisa membawa kalian ke rumah orang tua saya. Apa Bapak dan Ibu keberatan?" tanya Romi tersenyum ramah."Baik. Kalau kalian memang sudah menikah dan dompet tertinggal, langsung saja kami bawa ke orang tua kalian."Yulia memucat. "Tapi Rom. Aku ...," bisikan Yulia terputus dengan senyuman Romi. "Ssstt! Percaya saja sama aku ya Yang," kata Romi menenangkan Yulia. A
Romi, Yulia, dan bundanya yang dengan jelas mendengarkan suara Roy karena Yulia menyalakan loud speaker berpandangan dengan mata berbinar.Tapi Yulia sedapat mungkin berusaha untuk tidak menampakkan kebahagiaannya. Dia juga masih merahasiakan posisi Romi saat ini. Tapi sebelum sempat membuka mulut, bundanya lebih dahulu bertanya pada Roy. "Hm, Roy. Sebenarnya ada apa sehingga kamu berniat tidak meneruskan pernikahan kamu dengan Yulia?" tanya Bunda."Loh, ini ada Bunda? Bunda sekarang ada di samping Yulia? Bunda, maafkan Roy."Roy justru menangis sesenggukan tanpa menjawab pertanyaan dari Bunda Yulia. Romi, Yulia dan bundanya berpandangan lagi. "Roy, apa ada sesuatu yang buruk terjadi di sana?" tanya Bunda hati-hati. Roy terdengar menghea nafas. "Iya Bunda. Tapi Roy tidak bermaksud untuk sengaja mengingkari janji, tapi keadaan yang memaksa.""Iya. Jadi ada apa Roy? Kamu kenapa?" tanya Bunda Yulia cemas.Diam-diam bunda Yulia khawatir juga kalau Roy telah mendengar tentang Romi yang
Yulia terpana melihat foto itu. "Mawar? Dia kan temen SMAku?!"Roy memandang Yulia dengan heran. "Teman SMA mbak Yulia?"Yulia mengangguk. "Iya. Dia pinter banget. Dia IPA 1, aku IPA 2. Dia selalu juara kelas. Memenangkan berbagai lomba dan meraih beasiswa karena cerdas dan kurang mampu. Anaknya berjilbab. Pendiam. Lembut. Cantik. Kamu nggak akan menyesal kalau menikah dengannya."Roy menghela nafas. "Tapi Mbak, aku masih mencintaimu.""Roy, sudahlah. Kamu kan juga harus menepati janjimu pada teman yang telah menyelamatkan nyawamu. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaan mu. Kapan kamu akan melamar Mawar?" tanya Yulia.Roy menatap mata Yulia dengan nanar. "Entahlah. Mungkin bulan depan. Mbak sepertinya tidak menyesali perpisahan kita. Apa Mbak masih mengharapkan Romi?"Yulia menatap mata Roy dalam-dalam. "Roy. Aku juga tidak tahu kenapa bisa mencintai Romi. Terimakasih atas perasaanmu padaku. Mungkin ini yang terbaik seperti yang ditakdirkan Allah." Yulia memegang lengan Roy. ***[Yan
Yulia, Romi dan semua pengunjung yang ada di kafe tersebut serentak menoleh. "Ayah?!" Seru Yulia terkejut."Hm, bagus ya. Main ngelamar anak orang sembarangan. Sampai melibatkan para karyawan Ayah. Sudah bubar. Waktunya kerja, untuk para pengunjung, silakan menikmati hidangannya. Jangan pedulikan semua acara lamar melamar ini."Terlihat para karyawan Ayah Yulia yang ketakutan dan para pengunjung kafe yang berwajah kecewa.Terdengar gumaman di sana sini. "Yulia dan Romi ikut Ayah ke staff room sekarang."Ayah Yulia berlalu dari ruang pembeli dan berjalan melewati koridor menuju staff room. Ayah Yulia duduk berhadapan dengan Romi dan Yulia. Ayah Yulia menatap Romi dalam. "Jadi kenapa kamu melamar anak saya di hadapan para pengunjung kafe?" Romi menghela nafas panjang dan menatap mata calon mertuanya. "Maaf Yah. Saya kira melamar Yulia dengan cara yang anti mainstream dapat membuat Yulia bahagia," sahut Romi. Lalu pandangan Ayah Yulia beralih pada Yulia. "Yulia, kamu sudah dilamar o
Yulia terkejut saat dia dipeluk oleh tubuh Roy yang basah kuyup. Karena Roy memeluknya secara mendadak, Yulia tidak dapat menghindar. "Ada apa Roy? Apa yang terjadi?" tanya Yulia khawatir. "Mbak, aku ...,""Kamu kenapa? Kecopetan? Atau ada yang jahat sama kamu? Tembak dor saja. Kamu kenapa sih Roy?"Roy tetap terdiam sambil menangis tergugu dalam pelukan Yulia. "Lah, Roy. Cerita dong. Kalau kamu seperti ini, bagaimana aku bisa tahu masalah kamu?! Atau ayo masuk ke rumah dulu. Ceritakan masalah kamu setelah tenang. Kamu kok di Surabaya? Ada apa sih?" tanya Yulia memberondong pertanyaan pada sepupunya itu. Roy hanya terdiam dan menggeleng. "Biarlah. Seperti ini dulu. Aku ingin memelukmu untuk pertama dan terakhir kali Mbak. Aku mohon."Yulia terdiam. Tangan kanannya yang memegang payung dari tadi sudah merasa kesemutan. Tangan kirinya berusaha membalas pelukan Roy sebisanya. Bahkan dia menepuk-nepuk pundak Roy."Iya. Peluk saja sampai kamu puas," kata Yulia. Entah berapa lama mere
"Romi, kamu mau bawa aku kemana sih kok pakai acara tutup mata segala? Sudah sejak berangkat loh. Lama banget nih ditutup matanya!" seru Yulia sewot sambil memegang matanya yang sedang ditutup oleh kain. "Nanti kamu akan tahu Yang. Kalau ngantuk, tidur saja. Aku ingin memperlihatkan sebuah kejutan untuk kamu. Kalau kamu tahu lebih dahulu, mamanya bukan kejutan lagi dong," sahut Romi tertawa. Yulia mendengus kesal. "Tapi Rom. Ini aneh terlalu mendadak. Bayangin, pagi akad, siang setelah duhur, kita melakukan resepsi di aula hotel sampai akan maghrb. Sekarang jam 9 malam, kamu tiba-tiba ngajak keluar rumah. Mau kemana sih. Capek tahu Rom!" Yulia mengomel panjang lebar. Kedua tangannya disedekapkan di depan dada. "Hahaha. Maaf kalau kamu kaget. Sebenarnya aku sudah jauh-jauh hari merencanakan untuk mengajak kamu ke tempat itu. Kalau kamu capek, tidur saja. Kan cocok, matanya sudah ditutup sekarang tinggal merem saja. Ya kan?""Hm, apa sih kejutannya? Beri kata kunci, Rom?!" tanya Yu
Yulia terbangun dalam dinginnya AC, dan langsung terkejut karena Romi yang memandanginya."Kamu kenapa senyum-senyum Rom?" tanya Yulia tersipu.Romi memeluk Yulia dan menyelimutinya sebatas leher. Tubuh polos mereka bersentuhan lagi. "Kamu cantik banget dan aku bahagia bisa memilikimu, Sayang."Yulia yang merasa tubuhnya hangat setelah dipeluk dan berselimut bersama sang suami hanya bisa tersenyum. Diliriknya jam dinding yang tergantung di tembok kamar. Masih jam 2 pagi. "Jadi, apa kamu menginginkan sentuhanku lagi? Sekarang kan masih malam, hm?" tanya Romi nyengir. "Ogah. Sakit Yang.""Nanti lama-lama juga enak. Oh ya, coba tebak menu apa yang paling aku suka?"Yulia tampak berpikir. "Sate, bakso, uhm, apa ya?""Salah semua. Jawabannya adalah Menu-a bersamamu," sahut Romi lalu mencium bibir mungil isterinya.Yulia memejamkan mata dan menikmatinya."Hm, sebenernya aku ingin belajar menembak Yang.""Jadi kamu belum pernah menembakkan peluru dari pistol sama sekali? Ya wajar sih Yang
"Coba tebak, apa perbedaan kamu dengan pohon?" tanya Romi sambil memeluk Yulia erat setelah mereka bercinta. Yulia tertawa sambil mencubit kedua pipi sang suami. "Hm, pasti mau merayu lagi. Ya kan?" "Ahahaha. Sudah kebaca ya? Kalau begitu, jawab dong pertanyaan aku!""Kalau aku bisa jawab, aku dapat apa?""Hm, apa ya? Dapat cium deh."Yulia tertawa. "Ih, ogah!""Ayo sekarang jawab saja. Pasti kamu enggak tahu kan jawabannya?"Yulia menggeleng. "Emang nggak tahu sih.""Hm, kalau pohon itu ada yang namanya mahoni. Terus ...,""Terus kalau aku apa?" tanya Yulia memotong perkataan Romi. "Duh, dengerin dulu kalau suami ngomong.""Oke. Jadi apa bedanya?""Kalau pohon, ada yang namanya Mahoni. Kalau kamu my honey."Romi tertawa. Yulia pun tergelak. "Kamu bisa saja. Dari dulu memang juara merayu.""Iya lah. Namanya juga skill dari lahir. Bawaan bayi kalau hobiku ngerayu Yang."Yulia tersenyum dan mencubit pinggang Romi. Membuat suaminya kegelian. Lelaki itu lalu mengeratkan pelukan dan m