"Jangan!"Suara Nadira tercekat, nafasnya ter-engah ketika berhasil lolos dari dua bodyguard yang berjaga di luar, Nadira sudah berusaha memikirkan bagaimana bisa bertemu dengan suaminya, tetapi ia tidak bisa menunggu sampai dua penjaga suruhan Ibu mertuanya itu pergi. Kedatangan Nadira spontan menarik perhatian penghuni di ruangan itu, beruntung lah Nadira datang di saat yang tepat. Chandra belum menandatangi surat perpisahan yang disodorkan oleh bu Hesti untuknya. "Kamu, ngapain kamu datang ke sini, tahu dari mana kamu ruangan putraku?" dengan tatapan tajam bak menghunus, bu Hesti pun menghalangi Nadira yang hendak menghampiri Chandra. Chandra pun ikut terkejut melihat kedatangan Nadira yang tiba-tiba, ia mengira bahwa Nadira benar-benar tidak mau datang untuk menemuinya. Anita menarik lengan Nadira dengan paksa, agar menjauh dari Chandra yang saat itu masih berada di atas brankar nya. "Jangan dekati Chandra, kamu tahu kan apa yang sudah kamu lakukan selama Chandra koma, jadi se
Nadira kini sudah berada di pintu gerbang, berharap jika akan ada seseorang yang membukakan gerbang itu, karena ia baru tahu jika suaminya sudah dibawa pulang oleh bu Hesti. Satu jam hampir berkahir sia-sia, namun tidak ada satu orang pun yang bersedia membukakan pintu. Baik Anita, Roy, Chandra maupun juga bu Hesti, tidak memberikan toleransi sedikit pun untuk wanita yang masih berusaha mempertahankan pernikahannya itu. Ting... Tong... Untuk ke sekian kalinya bel berbunyi, namun seakan penghuni rumah itu tuli, sama sekali tidak mau membukakan pintu dan melihat siapa yang datang. Di sofa pandangan Chandra kabur menatap ke arah jendela yang memperlihatkan Nadira di sana, rintik hujan mulai turun dan membasahi bumi, hati Chandra pun tergerak ingin membukakan pintu dan mempersilahkan Nadira masuk, namun langkah nya tertahan, ketika ia mengingat kembali foto kebersamaan Nadira bersama Wildan, atasannya. "Kamu mau ke mana, Chandra?"Suara bu Hesti terdengar, saat itu bu Hesti membawakan
"Nadira, aku antar kamu pulang ya, ayo naik mobil," ajak Wildan, ia tampaknya masih berusaha mendekati Nadira. "Maaf Pak, saya bisa pulang sendiri, permisi." tegas Nadira menolak. TapDengan cepat Wildan menangkap pergelangan tangan Nadira, di tengah rintik hujan yang cukup membuat Nadira kedinginan, Wildan memaksa Nadira untuk tetap ikut bersamanya. "Nadira, jika kamu menolak ku karena aku memiliki perasaan padamu, anggap lah aku orang lain, yang memberikan penawaran tumpangan untuk mu, aku tidak akan tega meninggalkan mu dalam keadaan seperti ini," ucap Wildan masih terus berusaha membujuk Nadira. "Maaf Pak, jika Bapak mengira saya akan menerima tawaran Bapak, Bapak salah besar, saya sama sekali tidak tertarik dengan kebaikan Bapak, semua yang terjadi pada saya sekarang ini, itu semua karena kesalahan Bapak, saya berjarak dan akan di cerai oleh suami saya, itu semua karena Bapak," hentak Nadira tersulut emosi. "Nadira, buka matamu, keluarga Chandra tidak ada yang menyukai mu, ba
"Sus, kenapa pasiennya ada di luar, dan kenapa selang infus nya dibuka, apa Nadira sudah dibolehkan pulang?" tanya Wildan, meskipun ia merasa lelah, namun Wildan tetap bersemangat saat menyangkut Nadira. "Maaf Pak, kekasih Bapak memaksa untuk pulang, padahal keadaannya masih belum sehat. Lagi pula ini tengah malam Pak," ucap suster itu memberi tahu. "Ya sudah Sus, biar saya yang bicara ya." jawab Wildan, dengan bahasa sopan nya. Melihat hal itu sama sekali tidak membuat Nadira merasa kagum, ia justru semakin benci pada Wildan yang sudah mengaku-ngaku bahwa ia adalah kekasih nya. Nadira masuk ke ruangannya pribadi dengan tanpa bicara apapun pada Wildan, sementara Wildan sendiri nampak menyusul Nadira yang sudah duduk di brankar. "Apa maksud Bapak mengenalkan diri Bapak sebagai kekasihku? Pak, Bapak ini tidak bisa mendengar apa yang saya bicarakan ya, saya sudah bilang kalau saya ini istrinya mas Chandra, kenapa si Bapak tidak mengerti juga," marah Nadira kesal. "Nadira, maafkan a
"Aku sendiri ke sini. Mengenai soal Nadira, aku titip dia ya, aku mau pergi jauh dari kota ini," lirih Chandra menatap sedih. "Pergi jauh? Hahaha, jangan bercanda, kamu mana bisa hidup tanpa Nadira," ucap Karina justru tertawa lepas. "Aku memang tidak bisa hidup tanpa dia, tapi mungkin aku akan belajar untuk tanpa dia sekarang ini." jawab Chandra layu. Sebenarnya kalimat itu sangat lah berat, tapi mau tidak mau Chandra harus mengatakannya, ia juga menitipkan Nadira pada sahabatnya itu, karena ia yakin bahwa Karina akan mampu menjaga Nadira selama ia pergi. Karina menatap sedih ketika mendengar Chandra terang-terangan menitipkan Nadira, permasalahan rumah tangga antara Nadira dan juga Chandra pun sudah ia dengar, dan ia sangat menyayangkan sekali jika Chandra memutuskan untuk pergi meninggalkan istrinya. "Chandra, apa kamu sudah memikirkan ini matang-matang? Nadira akan sangat kehilangan kamu jika kamu pergi ke luar negeri," ucap Karina merasa kasihan pada nasib sahabat nya itu.
1 bulan telah berlalu, Chandra masih bersembunyi di balik kesedihan yang ia rasakan, sebenarnya berada jauh dari Nadira cukup menyiksanya, namun Chandra nampak tidak ada pilihan lain. Setiap hari ia harus menghabiskan hampir semua waktunya untuk melamun kan kisah bahagianya bersama Nadira, walau pada kenyataannya sangat lah jauh berbeda. Sementara di tempat lain, Nadira selalu menghabiskan waktunya di dekat sungai, di sana terdapat sebuah pohon yang menjadi saksi bahwa Nadira begitu merindukan dan mencintai Chandra. Nadira menuliskan kalimat itu di sebuah kertas, lalu menggantungkan kertas cinta itu di ranting-ranting pohon, kertas berwarna biru disertai pita berwarna senada pun menjadi saksi bisu. Sudah berapa ribu ikat kertas yang telah tergantung cantik di sana, dengan kalimat yang terus saja terulang, berharap jika nanti Chandra akan melihat dan menyaksikan bahwa ia masih setia menunggu suaminya. "Nadira, ayo kita pulang, ini sudah sore," ajak Karina, menyentuh pundak Nadira d
"Apalagi sekarang Chandra tidak ada di sini, jadi kamu bisa leluasa dekati Nadira," sambung Anita melempar senyum. "Maksud kamu? Memangnya Chandra ke mana?" tanya Wildan penasaran. "Chandra memilih pergi ke luar negri setelah dibolehkan pulang oleh dokter, dia ke Amerika, mungkin cukup lama. Makanya kamu harus berusaha lebih keras lagi, yakin saja kalau Nadira akan luluh dan benar-benar lepas dari Chandra." jawab Anita dengan yakin. Mendengar jawaban itu tentu saja membuat semangat Chandra kembali berkobar, ia menjadi yakin kembali untuk mendekati Nadira, berkat Anita yang terus berusaha membujuk untuk menerobos pagar yang tertutup di hati Nadira. "Baik lah, mulai besok aku akan kembali mendekati Nadira, aku menjadi yakin lagi," ucap Wildan penuh semangat. "Gitu dong, kamu harus yakin, karena wanita mana yang tahan menolak pria seperti dirimu, sudah tampan, kaya, dan juga berwibawa. Tentu saja semua wanita akan terpikat, hanya saja kamu perlu percaya diri," sahut Anita. "Baik la
Ting... Tong... Beberapa hari setelah kedatangan Wildan, kini ia kembali lagi, nampaknya pria itu tidak kapok untuk mengejar cinta Nadira yang jelas-jelas sudah memiliki suami. Karina membuka pintu, bertatapan langsung dengan pria yang sempat bertamu beberapa hari yang lalu itu. "Loh, kamu, kok ke sini lagi? Ada apa?" tanya Karina, kali ini ia tidak mempersilahkan Wildan masuk. "Hai, aku ingin bertemu dengan Nadira, Nadira ada kan?" Wildan menatap penuh senyum. "Maaf, Nadira tidak ada, dia sepertinya pergi ke tempat biasa," seru Karina, sejak jam satu siang tadi, memang Nadira tidak pulang ke rumah. "Tempat biasa? Memangnya tempat biasa itu di mana?" tanya Wildan, nampaknya Wildan masih sangat penasaran. "Di dekat sungai, kalau kamu mau tahu, aku bisa antar kamu." jawab Karina, ia langsung menutup pintu dan berjalan lebih dulu. Tentu saja penawaran Karina tidak di sia-siakan oleh Wildan, ia langsung mengekor di belakang, dan saat tiba di depan gerbang, Wildan menawarkan Karina
"Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang