Beranda / Romansa / Sunshine In The Rain / PART 6 - Beginning

Share

PART 6 - Beginning

Penulis: Vey Caelia. R
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-29 23:52:17

“Actually, this beautiful world is full of shit.

_________

Sepanjang perjalanan, pandangan Arthemis menatap ke arah luar jendela mobil. Netranya mengarah pada lautan manusia yang berada di pinggir trotoar Kota New York, dan kendaraan yang melintas di sekitar jalanan yang padat—Mereka semua menuju kediaman Dareen dam Christine yang berada di Philadelphia. Kepalanya ia topangkan pada siku kirinya di pinggir pintu mobil. Di sampingnya ada Aphrodite, dan di bangku depannya ada seorang supir, lalu Jeremy di bangku penumpang. 

Pikirannya saat ini tertuju pada Dimitri. Dokter yang ia lihat pertama kali saat membuka matanya ketika terbangun dari koma. Yang ia lihat saat itu hanya kedua manik hijau emerald milik Dimitri dan kacamatanya. 

Arthemis memikirkan bagaimana pria itu memeriksanya, dan bagaimana saat pria itu memeluknya untuk pertama kali di bawah langit sore yang diguyur hujan. Arthemis hanya bertanya-tanya; apakah benar jika ia meminta Dimitri melupakannya? 

Memori sore itu… Arthemis akui ia merasa lega karena menumpahkannya. Namun Arthemis tidak peduli, wanita itu justru menceritakan bagaimana perasaannya pada pria itu. Mungkin apa yang dilakukannya saat itu adalah kesalahan. Seharusnya, Arthemis tidak mempercayai sembarang orang untuk ia ceritakan. Sudah cukup kepercayaannya hancur karena Steven, Arthemis tidak ingin mengulangi kesalahan lagi untuk yang kedua kalinya. Mungkin… Begini lebih baik. Arthemis tidak ingin kembali berharap dan dihancurkan. 

"Arthemis, kau tidak apa-apa?" tanya Aphrodite memecah lamunannya. 

Arthemis menoleh dan mengulas senyum tipis, "Aku tidak apa-apa. Hanya menatap jalanan kota saja," jawabnya. 

"Jangan berkilah, pandanganmu kosong. Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" cerca Aphrodite. 

Arthemis hanya menghela napasnya. "Tidak ada, Aph. Kalaupun ada, aku akan membicarakannya setelah sampai. Aku hanya ingin tenang sebentar saja," tuturnya. 

"Baiklah," ucap Aphrodite pada akhirnya. Gadis itu memutuskan untuk tidak mengganggu Arthemis. Aphrodite pun mengarahkan pandangannya pada jalanan kota. 

Ada hening yang panjang di antara mereka, Aphrodite memutuskan untuk melihat-lihat ponselnya. Tangannya sibuk menggulir sosial media dan beralih pada aplikasi perpesanan. Netra gadis itu terus menelusuri pesan-pesan yang masuk di ponselnya, sebagian dari keluarga, dan kedua sahabatnya. Hingga kemudian, jarinya berhenti mengetik balasan saat satu pesan yang baru dikirimkan Dylan masuk di ponselnya. 

Gadis itu menoleh pada Arthemis yang masih setia menatap lalu lintas jalanan. Tangan gadis itu menyentuh bahu Arthemis hingga wanita itu menoleh kepadanya. 

"Arthemis, apa kau sudah membuka ponselmu?" tanyanya. 

Arthemis mengerutkan keningnya, "Sama sekali belum. Memangnya kenapa?"

Aphrodite mendekatkan ponselnya, "Lihat ini," ucap Aphrodite sembari menunjuk ponselnya pada pesan yang dikirimkan Dylan. 

________

"Please, stop. Bisakah kau berhenti bersikap menyebalkan, Aph? Apa kau benar-benar akan terus menguntitku hingga ke kamar?" sungut Arthemis. Wanita itu resah dengan kelakuan adiknya yang terus mengikuti dan terus menanyakan keadaannya. 

"Berhenti mengikutimu? Maksudmu aku akan membiarkanmu masuk sendirian ke dalam kamar dan kau bisa melihat-lihat berita dan komentar mereka secara bebas, begitu, Arthemis? Aku tak bisa membiarkannya. Sudah cukup dengan apa yang kuperlihatkan," geramnya. Gadis itu menyangga satu tangannya di pinggang dan mengembuskan napasnya kasar. 

"Aphrodite, you know i'm okay. Biarkan aku sendirian kali ini. I need more spaces," pintanya. 

"How could you said like that? Ini tidak baik sama-sekali Arthemis. Berhentilah berpura-pura jika kau baik-baik saja di depanku," tukas Aphrodite. Suara gadis itu terdengar goyah ketika mengatakannya. Entah hanya perasaannya, tapi Arthemis merasakan Aphrodite begitu emosional. 

Aphrodite memejamkan matanya dan menghela napas, "Baiklah. Maafkan aku yang mungkin sudah melewati batas. Seharusnya aku tahu kau butuh ruang. Aku akan ada di kamar sebelah jika kau butuh seseorang untuk bercerita, dan… kau bisa meminta kepadaku jika kau butuh sesuatu, okay?" 

"Ya-ya, okay. Aku paham. Sekarang, biarkan aku sendiri. Hei, kau kenapa, Aph?" Arthemis teralihkan begitu Aphrodite tiba-tiba menjatuhkan air matanya. Gadis itu terlihat mengigit bibirnya untuk meredam isakan. Aphrodite terlihat begitu menahan air matanya hingga akhirnya Arthemis memeluk gadis itu. 

"Hei, I'm sorry. Aku pasti sudah membuatmu sangat khawatir. Kau tahu, kau juga tak harus untuk menahannya, Aph. Kita bisa selalu ada untuk satu-sama lain," bisiknya. Tangannya mengelus punggung Aphrodite yang berada di pelukannya. 

"Aku tidak tahu kenapa aku bisa secengeng ini. Entahlah, apa yang terjadi kepadamu membuatku menjadi emosional. Dan ya, kau memang membuatku sangat khawatir. Jangan pernah mengulanginya, Arthemis. Kau dengar itu 'kan?" ucapnya di tengah tangisannya. 

"Aku merasa seolah ini adalah mimpi buruk. Setiap hari aku selalu takut jika kau tidak mau kembali membuka matamu," lanjut Aphrodite dengan suaranya yang bergetar. Untuk sesaat, Arthemis merasa ketakutan akan perkataan Aphrodite. Namun, wanita itu meyakinkan diri bahwa itu hanya sekelebat perasaannya. Arthemis tetap memaksakan seulas senyum. 

"Kita akan baik-baik saja. Percayalah, Aph. Kita bisa melewati ini bersama-sama, okay?" 

Aphrodite berusaha meredakan isakannya dan mengangguk. Gadis itu mengusap matanya yang sembap. "Okay, beristirahatlah. But, promise me, kita akan melewatinya bersama-sama 'kan? " tanya Aphrodite seraya mengarahkan jari kelingkingnya. 

"I promise. Percaya padaku, Aph," ucap Arthemis seraya mengaitkan milik kelingkingnya dengan Aphrodite. Senyum manis tersungging di bibirnya. Lalu untuk yang terakhir, mereka berdua kembali berpelukan sebelum Aphrodite kembali dan Arthemis menutup pintu di belakangnya dengan perlahan. 

Arthemis menarik napasnya. Kakinya mendekat ke arah jendela kamar. Gorden kamarnya sudah tertutup. Wanita itu kembali membukanya. Arthemis duduk di pinggir ranjang belakangnya sembari menatap pemandangan malam dari arah jendela kamar. 

Berbagai pertanyaan berputar di kepalanya semenjak melihat kiriman berita dari Dylan dengan headline yang mengatakan bahwa tuduhannya atas Candice hanyalah sebuah fitnah belaka untuk menjatuhkannya. 

Di berita itu tertulis jika Arthemis melakukannya atas dasar balas dendam karena skandal Steven dan Candice. Dan… Bukan hanya itu saja, berita itu juga mengatakan bahwa Arthemis ingin menjatuhkan Candice karena rasa irinya pernah dikalahkan oleh wanita itu saat Olimpiade Pole Dance. 

Arthemis tidak mengerti mengapa masa lalunya yang itu dikaitkan dan dibahas di media pemberitaan. Hal itu sangat sensitif bagi Arthemis. Wanita itu tidak akan berpikir dua kali untuk tahu siapa yang melakukan ini kepadanya. Jelas wanita itu memilih untuk lebih dulu menyerangnya sebelum sidang. 

Hal tersebut menyakitinya tepat pada sasaran. Seolah wanita itu tahu titik lemah dirinya. Tapi tetap saja, dari banyaknya pertanyaan, hanya satu hal yang Arthemis rasa membuatnya tidak logis. Ada yang ganjil dari serangan media yang ia terima. Arthemis akui jika wanita itu berhasil membalikkan keadaan yang mana wanita itulah yang memfitnah Arthemis. 

Namun tetap saja, keluarga Brown sudah cukup terdesak. Apalagi menangani media dan membayar untuk menyiarkan pemberitaan palsu tentang dirinya. Keluarga mereka tidaklah terlalu berpengaruh lagi semenjak banyak pihak yang memutuskan kerja sama dengan mereka. Media pun tidak ada yang mendengarkannya. Namun sekarang, lihatlah, keadaan itu justru berbalik. Candice kembali mengambil kontrol permainan yang mana tidak masuk akal karena keluarga Adelaide lebih berpengaruh dari mereka. 

Bagaimana keluarga Brown mengalahkan pengaruh keluarganya? 

Hanya keluarga yang lebih berpengaruh dari keluarga Adelaide lah yang bisa melakukan itu. Ada beberapa keluarga yang menguasai Amerika dan sebagian besar dunia. Yang mana jika spekulasinya dihubungkan dengan keadaannya ini tidaklah masuk akal. Namun, apa pun bisa terjadi. 

Apa salah satu dari keluarga penguasa mengkhianatinya? 

Hanya ada dua kemungkinan. Orang yang membantu Candice adalah salah satu dari perkiraannya, atau… Irene—wanita dari masa lalu itu kembali untuk membalaskan semuanya?

Tapi… kenapa baru sekarang? Adakah seseorang yang membocorkan apa yang dirahasiakan dan disembunyikan keluarganya sehingga wanita itu kembali memburu mereka? 

Itu hanya dua kemungkinan yang paling masuk akal di pikiran Arthemis. Tidak ada yang lebih masuk akal dari itu. 

Tangannya meraih remote TV dan menyalakannya. Pemberitaannya masih menjadi topik hangat yang dibicarakan. Lalu, tangannya kembali merogoh tas dan mengambil ponselnya. Arthemis mengecek sosial medianya. Yang mana notifikasi yang masuk di ponselnya tidaklah dapat terhitung jumlahnya. 

Arthemis membaca beberapa komentar yang menariknya di beberapa postingan. 

candiceandstevenforever: oh aku tahu ternyata benar ada sesuatu di balik tuduhanmu. Mengaku sajalah, bitch! Kau iri bukan pada Candice sedari dulu?! 

Arthemisteam: @candiceandstevenforever Hei! Jaga ucapanmu, bitch! Kau tidak bisa seenaknya untuk mengumpati Arthemis ketika tidak ada bukti. Ternyata idola dan fans-nya sama saja. Kalian tidak punya otak! 

Kate67: Semoga keadilan selalu ditegakkan. Aku selalu mendukungmu, Arthemis <3

Chucklesberry: Kau seharusnya tidak membela penipu seperti dia. Arthemis hanya berlagak menciptakan citra yang baik untuk menutupi kebusukannya! @kate67

Mygoddescandice: Hei dia benar. Huh! Namanya saja yang seperti dewi! Citranya memang baik, namun itu tidaklah lebih dari sekedar untuk menutupi kebusukannya menjatuhkan orang lain! 

Mrs. Stevenson: @mygoddescandice Yeah, benar. Wanita itu memang munafik. Tidak salah jika aku pernah mendengar dari salah satu fansnya jika ia sombong. Selain itu, ternyata dia lebih busuk dari itu. Ternyata citranya yang baik hanya kamuflase. Good job, Arthemis! 

Lexykey: Memang tidak salah jika aku membencimu. Go to hell, bitch! 

Emmycowen: kalian semua memang tidak tahu malu menyampah di postingan orang lain. 

Kira-kira seperti itulah isi komentar di postingannya dan postingan berita yang menandainya. Ada yang membelanya, dan ada juga yang memaki, menghinanya habis-habisan. Citra Arthemis yang sebelumnnya tidak pernah terlibat skandal telah ternoda. Satu saja berita miring tentang dirinya memang sangat berpengaruh—mengingat orang-orang yang menyukainya memang sangat banyak, namun di satu sisi pun orang-orang yang tidak menyukainya pun sama banyaknya. Jadi, bagi mereka yang membencinya pastilah sedang berpesta menyaksikan kejatuhannya. 

Arthemis geram. Siapapun seseorang yang membantu Candice untuk menjatuhkannya, Arthemis akan menemukannya. Arthemis bukan wanita lemah dan masokis yang hanya diam jika ada yang mengganggunya, terlebih Aphrodite. Adiknya itu lebih buas darinya jika menyangkut orang-orang yang disayanginya. Gadis itu bahkan lebih maniak dari Arthemis. 

Aphrodite pasti bersedia menghancurkan seisi kota jika Arthemis menceritakan dugaannya. Karena itu, untuk sementara Arthemis akan menyimpanya sendiri. 

Jemarinya beralih pada kontak ponselnya. Ketika ia menemukan kontak yang dicarinya, kedua jari lentiknya mengetikkan pesan singkat pada seseorang yang sudah sangat lama tidak ia hubungi.

Arthemis Adelaide:

Kau pasti sudah tahu apa yang terjadi. Atur jadwal pertemuan kita secepatnya, aku yakin kau tidak akan senang jika aku sudah murka. Datang dan temuilah aku di waktu dan tempat yang sudah ditentukan.

A. J

Tak lupa Arthemis menuliskan inisial namanya di akhir pesan. Arthemis tahu pria itu tidak menyimpan nomor teleponnya untuk menjaga kerahasiaan. Hanya saja, Arthemis mengantisipasi jika pria itu melupakannya—yang mana tidak mungkin. Kemungkinan pria itu lupa sangat kecil mengingat orang yang ia kirimkan pesan sangatlah cerdas dan Arthemis tidak akan ragu pria itu tidak menangkap pesannnya.

Suara notifikasi ponselnya mengalihkannya. Arthemis melirik dan mendapati satu pesan baru yang masuk. 

Well, tentukan saja waktu dan tempatnya. Aku akan mengatur jadwal dan menyesuaikannya denganmu. 

Arthemis mengedikkan bahunya. Yah… Arthemis tidak mengira jika orang itu akan membalas pesannya lebih cepat dari yang ia duga. Arthemis hanya perlu bertemu dengannya, memastikannya, lalu menemukan orang yang telah membantu Candice. 

Bab terkait

  • Sunshine In The Rain   PART 1 - The Hope

    “I know, maybe I'm just a sinner. But i hope God heard me just this once.” _________ Suara elektrokardiograf berbunyi dengan konstan di tengah ruangan putih yang hening. Alat-alat penunjang kehidupan terpasang di sekitar tubuh seseorang yang terbaring dengan tenang di atas brankar rumah sakit yang lengang. Sudah hampir setengah tahun lamanya orang itu terbaring. Wajah dengan pipi tirus itu terlihat pucat dengan matanya yang cekung. Beberapa bekas luka terlihat di beberapa bagian tubuhnya. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam lewat tiga puluh menit. Kenop pintu ruangan itu berputar dan terbuka. Seorang dokter masuk ke dalam ruangan, mengecek keadaan orang itu sebelum menatapnya lama. Tidak ada yang dapat terbaca dari ekspresi wajahnya yang datar. Dokter itu hanya menghela napas pelan dan beranjak keluar dari ruangan. Belum ada tanda-tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 2 - Traitor

    “We're all the sinner, we're all make the mistakes . But, we just human being who can choose to not do the same stupid again.” __________ Netra coklat dengan bulu mata lentik itu menatap infus yang menetes. Mata wanita itu masih terlihat sayu. Arthemis mengalihkan atensinya pada keadaan sekitar kamar yang luas. Sudah beberapa hari sejak dirinya terbangun. Arthemis masih merasa lemas. Ia hanya bisa bangun dan bersandar di tempat tidur untuk makan. Lama Arthemis menatap pintu kamarnya, ia sedang menunggu seseorang. Berharap, orang yang Arthemis pikirkan itu datang menemuinya setelah ia terbangun. Merasa lama menunggu, Arthemis akhirnya hanya bisa mengehela napas panjang. Di ruangan itu hanya ada dirinya sendirian. Adiknya —Aphrodite—yang masih menjadi mahasiswi tahun ketiga di FIT akan menemaninya setelah pulang. Orang tuanya bekerja, sahabatnya—Jeremy—pun bekerja. Hanya ada maid yang tadi ia suruh pergi dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 3 - The Aftertaste

    “People come and go in our life. In the end, life is basically about the meeting and one step closer to farewell.” ________ Arthemis menatap kosong hamparan rumput taman rumah sakit. Berita tentang mengenai dirinya yang sudah terbangun dari koma telah tersebar. Semua penggemar Arthemis menantikan dirinya kembali ke dunia hiburan. Tetapi, Arthemis tidak bersemangat akan hal itu. Seharusnya ia senang seperti biasanya. Namun, kejadian beberapa waktu yang lalu memang tidak bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja. Kejadian yang menimpanya belakangan ini membuat Arthemis begitu terguncang. Arthemis ingin rehat sejenak meskipun ia sangat ingin bermain peran kembali. Netra coklat wanita itu menatap kedua kakinya yang tergantung di atas ayunan taman rumah sakit. Dada Arthemis kembali terasa terhimpit ketika mengingat kakinya pernah mengalami cidera serius karena kecalakaan di olimpiade pole dance. Kec

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 4 - Little Closer

    “Every day, life is just a scene from the past that keeps repeating itself like a tape. ” ________ "Di luar dugaan, keadaanmu lebih cepat pulih dari perkiraan sebelumnya. Mungkin lusa atau lebih cepat besok kau sudah boleh pulang, Arthemis," ucap Dimitri usai memeriksa wanita itu. Di ruangan itu hanya ada Arthemis sendirian dengan dua orang penjaga yang senantiasa berdiri di depan pintu—dan jangan lupakan beberapa orang yang juga berjaga di beberapa titik rumah sakit. Arthemis tidak mungkin membebani orang tua, Aphrodite atau Jeremy dengan menghambat aktivitas keseharian mereka demi menemaninya, ditambah mereka juga harus mengurus kelanjutan kasus tabrak-larinya. Arthemis hanya mengukir senyum. Wanita itu sudah sangat bosan di rumah sakit. Luka-lukanya juga sudah sembuh total. Arthemis bisa segera beraktivitas normal. Namun, wanita itu hanya bisa mengehela napas panjang. Semua ini belum usai. Melihat p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 5 - Decision

    “We will never be the same again until someone you trust breaks the glass and make it to the pieces.” _______ Ruangan Arthemis kali ini terlihat ramai. Selain para maid, Jeremy dan Aphrodite, Mom dan daddy-nya datang untuk menjemputnya sekaligus memberikan kabar berita untuk Arthemis. Hari ini Arthemis diperbolehkan untuk pulang. "Sidang selanjutnya akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Kau yakin untuk datang, honey?" tanya Christine. Raut wajahnya terlihat khawatir. "It's okay, Mom. Aku sudah pulih. Kesaksianku penting di persidangan," ucap Arthemis. "Di sidang sebelumnya, alibi dari pihak tersangka cukup kuat untuk membantah tuduhanmu. Bukti CCTV di mana Candice berada di hari dan di tempat kejadian kecelakaanmu tidak ada. Wanita itu berada di penthouse-nya saat itu. Polisi sudah mengecek kebenarannya. Dan benar, wanita itu berkata jujur," papar Dareen.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29

Bab terbaru

  • Sunshine In The Rain   PART 6 - Beginning

    “Actually, this beautiful world is full of shit. _________ Sepanjang perjalanan, pandangan Arthemis menatap ke arah luar jendela mobil. Netranya mengarah pada lautan manusia yang berada di pinggir trotoar Kota New York, dan kendaraan yang melintas di sekitar jalanan yang padat—Mereka semua menuju kediaman Dareen dam Christine yang berada di Philadelphia. Kepalanya ia topangkan pada siku kirinya di pinggir pintu mobil. Di sampingnya ada Aphrodite, dan di bangku depannya ada seorang supir, lalu Jeremy di bangku penumpang. Pikirannya saat ini tertuju pada Dimitri. Dokter yang ia lihat pertama kali saat membuka matanya ketika terbangun dari koma. Yang ia lihat saat itu hanya kedua manik hijau emerald milik Dimitri dan kacamatanya. Arthemis memikirkan bagaimana pria itu memeriksanya, dan bagaimana saat pria itu memeluknya untuk pertama kali di bawah langit sore yang diguyur hujan. Arthemis hanya bertanya-tanya; apaka

  • Sunshine In The Rain   PART 5 - Decision

    “We will never be the same again until someone you trust breaks the glass and make it to the pieces.” _______ Ruangan Arthemis kali ini terlihat ramai. Selain para maid, Jeremy dan Aphrodite, Mom dan daddy-nya datang untuk menjemputnya sekaligus memberikan kabar berita untuk Arthemis. Hari ini Arthemis diperbolehkan untuk pulang. "Sidang selanjutnya akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Kau yakin untuk datang, honey?" tanya Christine. Raut wajahnya terlihat khawatir. "It's okay, Mom. Aku sudah pulih. Kesaksianku penting di persidangan," ucap Arthemis. "Di sidang sebelumnya, alibi dari pihak tersangka cukup kuat untuk membantah tuduhanmu. Bukti CCTV di mana Candice berada di hari dan di tempat kejadian kecelakaanmu tidak ada. Wanita itu berada di penthouse-nya saat itu. Polisi sudah mengecek kebenarannya. Dan benar, wanita itu berkata jujur," papar Dareen.

  • Sunshine In The Rain   PART 4 - Little Closer

    “Every day, life is just a scene from the past that keeps repeating itself like a tape. ” ________ "Di luar dugaan, keadaanmu lebih cepat pulih dari perkiraan sebelumnya. Mungkin lusa atau lebih cepat besok kau sudah boleh pulang, Arthemis," ucap Dimitri usai memeriksa wanita itu. Di ruangan itu hanya ada Arthemis sendirian dengan dua orang penjaga yang senantiasa berdiri di depan pintu—dan jangan lupakan beberapa orang yang juga berjaga di beberapa titik rumah sakit. Arthemis tidak mungkin membebani orang tua, Aphrodite atau Jeremy dengan menghambat aktivitas keseharian mereka demi menemaninya, ditambah mereka juga harus mengurus kelanjutan kasus tabrak-larinya. Arthemis hanya mengukir senyum. Wanita itu sudah sangat bosan di rumah sakit. Luka-lukanya juga sudah sembuh total. Arthemis bisa segera beraktivitas normal. Namun, wanita itu hanya bisa mengehela napas panjang. Semua ini belum usai. Melihat p

  • Sunshine In The Rain   PART 3 - The Aftertaste

    “People come and go in our life. In the end, life is basically about the meeting and one step closer to farewell.” ________ Arthemis menatap kosong hamparan rumput taman rumah sakit. Berita tentang mengenai dirinya yang sudah terbangun dari koma telah tersebar. Semua penggemar Arthemis menantikan dirinya kembali ke dunia hiburan. Tetapi, Arthemis tidak bersemangat akan hal itu. Seharusnya ia senang seperti biasanya. Namun, kejadian beberapa waktu yang lalu memang tidak bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja. Kejadian yang menimpanya belakangan ini membuat Arthemis begitu terguncang. Arthemis ingin rehat sejenak meskipun ia sangat ingin bermain peran kembali. Netra coklat wanita itu menatap kedua kakinya yang tergantung di atas ayunan taman rumah sakit. Dada Arthemis kembali terasa terhimpit ketika mengingat kakinya pernah mengalami cidera serius karena kecalakaan di olimpiade pole dance. Kec

  • Sunshine In The Rain   PART 2 - Traitor

    “We're all the sinner, we're all make the mistakes . But, we just human being who can choose to not do the same stupid again.” __________ Netra coklat dengan bulu mata lentik itu menatap infus yang menetes. Mata wanita itu masih terlihat sayu. Arthemis mengalihkan atensinya pada keadaan sekitar kamar yang luas. Sudah beberapa hari sejak dirinya terbangun. Arthemis masih merasa lemas. Ia hanya bisa bangun dan bersandar di tempat tidur untuk makan. Lama Arthemis menatap pintu kamarnya, ia sedang menunggu seseorang. Berharap, orang yang Arthemis pikirkan itu datang menemuinya setelah ia terbangun. Merasa lama menunggu, Arthemis akhirnya hanya bisa mengehela napas panjang. Di ruangan itu hanya ada dirinya sendirian. Adiknya —Aphrodite—yang masih menjadi mahasiswi tahun ketiga di FIT akan menemaninya setelah pulang. Orang tuanya bekerja, sahabatnya—Jeremy—pun bekerja. Hanya ada maid yang tadi ia suruh pergi dan

  • Sunshine In The Rain   PART 1 - The Hope

    “I know, maybe I'm just a sinner. But i hope God heard me just this once.” _________ Suara elektrokardiograf berbunyi dengan konstan di tengah ruangan putih yang hening. Alat-alat penunjang kehidupan terpasang di sekitar tubuh seseorang yang terbaring dengan tenang di atas brankar rumah sakit yang lengang. Sudah hampir setengah tahun lamanya orang itu terbaring. Wajah dengan pipi tirus itu terlihat pucat dengan matanya yang cekung. Beberapa bekas luka terlihat di beberapa bagian tubuhnya. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam lewat tiga puluh menit. Kenop pintu ruangan itu berputar dan terbuka. Seorang dokter masuk ke dalam ruangan, mengecek keadaan orang itu sebelum menatapnya lama. Tidak ada yang dapat terbaca dari ekspresi wajahnya yang datar. Dokter itu hanya menghela napas pelan dan beranjak keluar dari ruangan. Belum ada tanda-tan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status