Beranda / Romansa / Sunshine In The Rain / PART 1 - The Hope

Share

Sunshine In The Rain
Sunshine In The Rain
Penulis: Vey Caelia. R

PART 1 - The Hope

Penulis: Vey Caelia. R
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-29 17:58:07

“I know, maybe I'm just a sinner. But i hope God heard me just this once.”

_________

Suara elektrokardiograf berbunyi dengan konstan di tengah ruangan putih yang hening. Alat-alat penunjang kehidupan terpasang di sekitar tubuh seseorang yang terbaring dengan tenang di atas brankar rumah sakit yang lengang. 

Sudah hampir setengah tahun lamanya orang itu terbaring. Wajah dengan pipi tirus itu terlihat pucat dengan matanya yang cekung. Beberapa bekas luka terlihat di beberapa bagian tubuhnya. 

Jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam lewat tiga puluh menit. 

Kenop pintu ruangan itu berputar dan terbuka. Seorang dokter masuk ke dalam ruangan, mengecek keadaan orang itu sebelum menatapnya lama. Tidak ada yang dapat terbaca dari ekspresi wajahnya yang datar. 

Dokter itu hanya menghela napas pelan dan beranjak keluar dari ruangan. 

Belum ada tanda-tanda perkembangan. 

Bertepatan saat ia berniat meraih gagang pintu, pintu ruangan VVIP itu terbuka dari luar. Seorang gadis berambut coklat terang datang dengan sebuket bunga dan bingkisan lainnya. Di belakangnya ada seorang pria dan gadis yang seumuran dengannya terlihat membawa beberapa balon udara. 

"Aphrodite? Untuk apa kau datang selarut ini?" tanya dokter berkacamata itu. 

"Menyingkirlah, Dimitri. Ini hari ulang tahun Arthemis, aku ingin yang menjadi pertama mengucapkannya," ucap gadis itu seraya menerobos masuk diikuti kedua temannya. 

Aphrodite tidak peduli dengan eksistensi Dimitri yang masih bergeming di depan daun pintu saat ia dan kedua sahabatnya memulai menempel beberapa dekorasi ruangan. Hingga akhirnya, dokter itu pergi dengan sendirinya sebelum kembali menghela napas pelan. 

Aphrodite, Dylan dan Carly meneruskan untuk menempel beberapa hiasan dan balon. Lalu, Aphrodite menaruh bunga yang baru di vas atas nakas dan mengganti bunga yang lama. 

Gadis itu dan kedua temannya telah selesai mendekorasi. Ruangan itu dipenuhi dengan balon dan beberapa dekorasi berwarna emas—warna kesukaan Arthemis selain hitam. Di tengah ranjang, terdapat balon dengan angka dua puluh tiga. Seharusnya perayaan ulang tahun Arthemis kali ini ramai dan meriah seperti saat ulang tahunnya yang ke dua puluh satu dan ke dua puluh dua. 

Gadis itu tersenyum sendu menatap Arthemis yang terbaring. "Selamat ulang tahun. Aku merindukanmu," ucapnya. Nada suara gadis itu terdengar bergetar. Aphrodite merasa sesak melihat kakaknya yang tak kunjung bangun dari mimpinya. Setiap hari, Aphrodite selalu datang melihat Arthemis, berharap kondisi kakaknya berkembang. 

"Um… Aku hanya membawakan buket, kue dan beberapa balon saja. Selebihnya, kau harus meminta itu pada Mom, Dad dan pacarmu. Itu pun kalau kau masih punya," ucapnya dengan terkekeh di akhir kalimatnya. 

Aphrodite menghela napasnya, gadis itu tidak yakin jika kakaknya dan Steven masih bersama setelah ini. Karena setiap Steven berusaha untuk masuk ke ruangan Arthemis, Aphrodite selalu menghadangnya. Gadis itu terlalu benci pada pria itu. Mengingat bagaimana Arthemis berada di sini karena kekasihnya dan mantan selingkuhannya juga, dada Aphrodite kembali berkobar. Ingin rasanya gadis itu membalas segala perbuatan mereka berdua. 

Carly mengulurkan tangannya di pundak gadis itu dan mengusapnya. Berusaha menenangkan, gadis itu tahu betul jika Aphrodite sedang diliputi kemarahan. Lalu, netra matanya mengarah pada Arthemis dan seulas senyum terbit di bibirnya. 

"Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tiga, Arthemis. We're love you," ucap gadis itu. Begitu pula dengan Dylan, pria itu melakukan hal yang sama—Mengucapkan selamat ulang tahun pada Arthemis meski tidak ada respons dari gadis itu. Hanya ada suara pendeteksi detak jantung dan napas Arthemis yang terdengar teratur. Seolah, gadis itu memang sedang tertidur sangat lelap. 

Carly meraih sebuah kue dan menyalakan lilin. Gadis itu mendekatkannya ke arah ranjang. Aphrodite menarik napasnya dan berdo'a. Kedua tangannya ia satukan di depan dada. Ia berharap, Tuhan dan Arthemis mendengarnya. Aphrodite membuka kedua matanya dan meniup lilin itu untuk mewakili Arthemis. 

Saat ia Aphrodite membuka matanya, pandangan gadis itu buram, Aphrodite tersenyum getir. "Happy birthday," ucapnya sekali lagi. 

Aphrodite tidak dapat menahannya, air mata gadis itu tumpah. Tangannya meraih tangan Arthemis yang dingin lalu mengelusnya. Bahu gadis itu bergetar hebat. Di belakangnya, Dylan mengeratkan satu tangannya yang menggenggam tangan Carly yang bebas. Kedua sahabatnya itu juga merasakan yang sama—Hancur. Mereka bertiga sama-sama pernah merasakan yang namanya kehilangan. 

"Kau jahat Arthemis. Kau sudah melewatkan ulang tahunku, padahal kau janji akan membawaku ke Greece. Kau juga melewatkan piala oscarmu."

"Kau dengar 'kan? Kau harus bangun, Arthemis! Kau harus menampar wajah si jalang Candice karena telah mencelakaimu. K-kau harus bangun karena kau harus meresmikan Bar Athens! Kau bilang kau tidak akan melewatkannya!" rengeknya. Gadis itu tergugu dengan air matanya yang semakin mengalir deras. 

"Kumohon bangunlah, Ini hari ulang tahunmu. Seharusnya kau merayakannya bersama kami, aku sudah membuatkan kue ulang tahun untukmu dan seperti biasanya, kau harus menghabiskan seluruh martini hingga kau mual-mual dan memuntahkannya di baju kesayanganmu. Kita bisa melakukannya seperti saat itu Arthemis…," mohonnya. Kalau saja saat ini keadaan Arthemis sedang baik-baik saja, mungkin keduanya akan tertawa karena perkataan Aphrodite. 

Aphrodite meremas tangan Arthemis yang ada digenggamannya. Berharap jika kali ini saja, setelah banyaknya air mata yang ia keluarkan, Arthemis terbangun. 

"Kumohon… Kumohon bangunlah, aku merindukanmu," lirihnya. Kepala Aphrodite tertunduk, membiarkan bulir air matanya menetes membasahi celananya. 

"Kumohon…," lirihnya sekali lagi dengan lemah. Kilasan saat ia sampai di rumah sakit melihat keadaan Arthemis yang bersimbah darah saat dibawa masuk ke ruang operasi menghimpitnya. Aphrodite takut jika Arthemis tidak mau membuka matanya kembali. Aphrodite takut jika pada akhirnya… Arthemis memilih menyerah. 

Aphrodite masih terisak. Di tengah tangisnya, suatu pergerakan kecil membuatnya terdiam. Dengan perlahan ia mengangkat kepalanya, netra coklatnya perlahan melebar bersamaan dengan pergerakan tangan yang berada di genggamannya semakin terlihat jelas. Dylan dan Carly pun melebarkan matanya menangkap pergerakan kecil itu. 

Aphrodite bangun dan dengan cepat gadis itu menekan tombol di atas brangkar tempat tidur beberapa kali. Tak lama, dokter yang tadi sempat ia temui bersama dua suster lainnya datang dan dengan cepat memeriksa keadaan Arthemis. 

Aphrodite, Dylan dan Carly menyingkir. Secercah harapan muncul memenuhi rongga dadanya. Aphrodite hanya berharap jika Tuhan benar-benar mendengarkan do'anya. 

"Arthemis, apa kau bisa mendengarkanku? Anggukan kepala atau kedipkan matamu jika kau bisa mendengarkanku," ucap Dimitri yang baru saja datang. 

Perlahan, Arthemis mengangguk. Meski dengan gerakan yang patah dan lemah, hal itu sudah cukup menandakan bahwa Arthemis sudah siuman. 

Aphrodite meneteskan air mata. Ketiganya mengembuskan napas lega ketika Arthemis menunjukan respons positif pada setiap pemeriksaan yang dilakukan Dimitri. 

Thank god… Terima kasih telah mendengarkanku

Batinnya. 

Aphrodite lega bukan main saat Dimitri mengatakan jika kondisi vital Arthemis juga baik saat sebelum meninggalkan ruangan. Dimitri juga berpesan agar Aphrodite memberikan Arthemis minum sedikit demi sedikit. 

Kedua kaki Aphrodite mendekat dan menatap Arthemis dengan haru. Tangannya menggenggam tangan Arthemis yang bebas. Satu titik air matanya kembali jatuh. Lalu, seulas senyum terbit di wajahnya yang sembap, "Welcome back, Arthemis," ucapnya seraya menghambur memeluk Arthemis.

Bab terkait

  • Sunshine In The Rain   PART 2 - Traitor

    “We're all the sinner, we're all make the mistakes . But, we just human being who can choose to not do the same stupid again.” __________ Netra coklat dengan bulu mata lentik itu menatap infus yang menetes. Mata wanita itu masih terlihat sayu. Arthemis mengalihkan atensinya pada keadaan sekitar kamar yang luas. Sudah beberapa hari sejak dirinya terbangun. Arthemis masih merasa lemas. Ia hanya bisa bangun dan bersandar di tempat tidur untuk makan. Lama Arthemis menatap pintu kamarnya, ia sedang menunggu seseorang. Berharap, orang yang Arthemis pikirkan itu datang menemuinya setelah ia terbangun. Merasa lama menunggu, Arthemis akhirnya hanya bisa mengehela napas panjang. Di ruangan itu hanya ada dirinya sendirian. Adiknya —Aphrodite—yang masih menjadi mahasiswi tahun ketiga di FIT akan menemaninya setelah pulang. Orang tuanya bekerja, sahabatnya—Jeremy—pun bekerja. Hanya ada maid yang tadi ia suruh pergi dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 3 - The Aftertaste

    “People come and go in our life. In the end, life is basically about the meeting and one step closer to farewell.” ________ Arthemis menatap kosong hamparan rumput taman rumah sakit. Berita tentang mengenai dirinya yang sudah terbangun dari koma telah tersebar. Semua penggemar Arthemis menantikan dirinya kembali ke dunia hiburan. Tetapi, Arthemis tidak bersemangat akan hal itu. Seharusnya ia senang seperti biasanya. Namun, kejadian beberapa waktu yang lalu memang tidak bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja. Kejadian yang menimpanya belakangan ini membuat Arthemis begitu terguncang. Arthemis ingin rehat sejenak meskipun ia sangat ingin bermain peran kembali. Netra coklat wanita itu menatap kedua kakinya yang tergantung di atas ayunan taman rumah sakit. Dada Arthemis kembali terasa terhimpit ketika mengingat kakinya pernah mengalami cidera serius karena kecalakaan di olimpiade pole dance. Kec

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 4 - Little Closer

    “Every day, life is just a scene from the past that keeps repeating itself like a tape. ” ________ "Di luar dugaan, keadaanmu lebih cepat pulih dari perkiraan sebelumnya. Mungkin lusa atau lebih cepat besok kau sudah boleh pulang, Arthemis," ucap Dimitri usai memeriksa wanita itu. Di ruangan itu hanya ada Arthemis sendirian dengan dua orang penjaga yang senantiasa berdiri di depan pintu—dan jangan lupakan beberapa orang yang juga berjaga di beberapa titik rumah sakit. Arthemis tidak mungkin membebani orang tua, Aphrodite atau Jeremy dengan menghambat aktivitas keseharian mereka demi menemaninya, ditambah mereka juga harus mengurus kelanjutan kasus tabrak-larinya. Arthemis hanya mengukir senyum. Wanita itu sudah sangat bosan di rumah sakit. Luka-lukanya juga sudah sembuh total. Arthemis bisa segera beraktivitas normal. Namun, wanita itu hanya bisa mengehela napas panjang. Semua ini belum usai. Melihat p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 5 - Decision

    “We will never be the same again until someone you trust breaks the glass and make it to the pieces.” _______ Ruangan Arthemis kali ini terlihat ramai. Selain para maid, Jeremy dan Aphrodite, Mom dan daddy-nya datang untuk menjemputnya sekaligus memberikan kabar berita untuk Arthemis. Hari ini Arthemis diperbolehkan untuk pulang. "Sidang selanjutnya akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Kau yakin untuk datang, honey?" tanya Christine. Raut wajahnya terlihat khawatir. "It's okay, Mom. Aku sudah pulih. Kesaksianku penting di persidangan," ucap Arthemis. "Di sidang sebelumnya, alibi dari pihak tersangka cukup kuat untuk membantah tuduhanmu. Bukti CCTV di mana Candice berada di hari dan di tempat kejadian kecelakaanmu tidak ada. Wanita itu berada di penthouse-nya saat itu. Polisi sudah mengecek kebenarannya. Dan benar, wanita itu berkata jujur," papar Dareen.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Sunshine In The Rain   PART 6 - Beginning

    “Actually, this beautiful world is full of shit. _________ Sepanjang perjalanan, pandangan Arthemis menatap ke arah luar jendela mobil. Netranya mengarah pada lautan manusia yang berada di pinggir trotoar Kota New York, dan kendaraan yang melintas di sekitar jalanan yang padat—Mereka semua menuju kediaman Dareen dam Christine yang berada di Philadelphia. Kepalanya ia topangkan pada siku kirinya di pinggir pintu mobil. Di sampingnya ada Aphrodite, dan di bangku depannya ada seorang supir, lalu Jeremy di bangku penumpang. Pikirannya saat ini tertuju pada Dimitri. Dokter yang ia lihat pertama kali saat membuka matanya ketika terbangun dari koma. Yang ia lihat saat itu hanya kedua manik hijau emerald milik Dimitri dan kacamatanya. Arthemis memikirkan bagaimana pria itu memeriksanya, dan bagaimana saat pria itu memeluknya untuk pertama kali di bawah langit sore yang diguyur hujan. Arthemis hanya bertanya-tanya; apaka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29

Bab terbaru

  • Sunshine In The Rain   PART 6 - Beginning

    “Actually, this beautiful world is full of shit. _________ Sepanjang perjalanan, pandangan Arthemis menatap ke arah luar jendela mobil. Netranya mengarah pada lautan manusia yang berada di pinggir trotoar Kota New York, dan kendaraan yang melintas di sekitar jalanan yang padat—Mereka semua menuju kediaman Dareen dam Christine yang berada di Philadelphia. Kepalanya ia topangkan pada siku kirinya di pinggir pintu mobil. Di sampingnya ada Aphrodite, dan di bangku depannya ada seorang supir, lalu Jeremy di bangku penumpang. Pikirannya saat ini tertuju pada Dimitri. Dokter yang ia lihat pertama kali saat membuka matanya ketika terbangun dari koma. Yang ia lihat saat itu hanya kedua manik hijau emerald milik Dimitri dan kacamatanya. Arthemis memikirkan bagaimana pria itu memeriksanya, dan bagaimana saat pria itu memeluknya untuk pertama kali di bawah langit sore yang diguyur hujan. Arthemis hanya bertanya-tanya; apaka

  • Sunshine In The Rain   PART 5 - Decision

    “We will never be the same again until someone you trust breaks the glass and make it to the pieces.” _______ Ruangan Arthemis kali ini terlihat ramai. Selain para maid, Jeremy dan Aphrodite, Mom dan daddy-nya datang untuk menjemputnya sekaligus memberikan kabar berita untuk Arthemis. Hari ini Arthemis diperbolehkan untuk pulang. "Sidang selanjutnya akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Kau yakin untuk datang, honey?" tanya Christine. Raut wajahnya terlihat khawatir. "It's okay, Mom. Aku sudah pulih. Kesaksianku penting di persidangan," ucap Arthemis. "Di sidang sebelumnya, alibi dari pihak tersangka cukup kuat untuk membantah tuduhanmu. Bukti CCTV di mana Candice berada di hari dan di tempat kejadian kecelakaanmu tidak ada. Wanita itu berada di penthouse-nya saat itu. Polisi sudah mengecek kebenarannya. Dan benar, wanita itu berkata jujur," papar Dareen.

  • Sunshine In The Rain   PART 4 - Little Closer

    “Every day, life is just a scene from the past that keeps repeating itself like a tape. ” ________ "Di luar dugaan, keadaanmu lebih cepat pulih dari perkiraan sebelumnya. Mungkin lusa atau lebih cepat besok kau sudah boleh pulang, Arthemis," ucap Dimitri usai memeriksa wanita itu. Di ruangan itu hanya ada Arthemis sendirian dengan dua orang penjaga yang senantiasa berdiri di depan pintu—dan jangan lupakan beberapa orang yang juga berjaga di beberapa titik rumah sakit. Arthemis tidak mungkin membebani orang tua, Aphrodite atau Jeremy dengan menghambat aktivitas keseharian mereka demi menemaninya, ditambah mereka juga harus mengurus kelanjutan kasus tabrak-larinya. Arthemis hanya mengukir senyum. Wanita itu sudah sangat bosan di rumah sakit. Luka-lukanya juga sudah sembuh total. Arthemis bisa segera beraktivitas normal. Namun, wanita itu hanya bisa mengehela napas panjang. Semua ini belum usai. Melihat p

  • Sunshine In The Rain   PART 3 - The Aftertaste

    “People come and go in our life. In the end, life is basically about the meeting and one step closer to farewell.” ________ Arthemis menatap kosong hamparan rumput taman rumah sakit. Berita tentang mengenai dirinya yang sudah terbangun dari koma telah tersebar. Semua penggemar Arthemis menantikan dirinya kembali ke dunia hiburan. Tetapi, Arthemis tidak bersemangat akan hal itu. Seharusnya ia senang seperti biasanya. Namun, kejadian beberapa waktu yang lalu memang tidak bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja. Kejadian yang menimpanya belakangan ini membuat Arthemis begitu terguncang. Arthemis ingin rehat sejenak meskipun ia sangat ingin bermain peran kembali. Netra coklat wanita itu menatap kedua kakinya yang tergantung di atas ayunan taman rumah sakit. Dada Arthemis kembali terasa terhimpit ketika mengingat kakinya pernah mengalami cidera serius karena kecalakaan di olimpiade pole dance. Kec

  • Sunshine In The Rain   PART 2 - Traitor

    “We're all the sinner, we're all make the mistakes . But, we just human being who can choose to not do the same stupid again.” __________ Netra coklat dengan bulu mata lentik itu menatap infus yang menetes. Mata wanita itu masih terlihat sayu. Arthemis mengalihkan atensinya pada keadaan sekitar kamar yang luas. Sudah beberapa hari sejak dirinya terbangun. Arthemis masih merasa lemas. Ia hanya bisa bangun dan bersandar di tempat tidur untuk makan. Lama Arthemis menatap pintu kamarnya, ia sedang menunggu seseorang. Berharap, orang yang Arthemis pikirkan itu datang menemuinya setelah ia terbangun. Merasa lama menunggu, Arthemis akhirnya hanya bisa mengehela napas panjang. Di ruangan itu hanya ada dirinya sendirian. Adiknya —Aphrodite—yang masih menjadi mahasiswi tahun ketiga di FIT akan menemaninya setelah pulang. Orang tuanya bekerja, sahabatnya—Jeremy—pun bekerja. Hanya ada maid yang tadi ia suruh pergi dan

  • Sunshine In The Rain   PART 1 - The Hope

    “I know, maybe I'm just a sinner. But i hope God heard me just this once.” _________ Suara elektrokardiograf berbunyi dengan konstan di tengah ruangan putih yang hening. Alat-alat penunjang kehidupan terpasang di sekitar tubuh seseorang yang terbaring dengan tenang di atas brankar rumah sakit yang lengang. Sudah hampir setengah tahun lamanya orang itu terbaring. Wajah dengan pipi tirus itu terlihat pucat dengan matanya yang cekung. Beberapa bekas luka terlihat di beberapa bagian tubuhnya. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam lewat tiga puluh menit. Kenop pintu ruangan itu berputar dan terbuka. Seorang dokter masuk ke dalam ruangan, mengecek keadaan orang itu sebelum menatapnya lama. Tidak ada yang dapat terbaca dari ekspresi wajahnya yang datar. Dokter itu hanya menghela napas pelan dan beranjak keluar dari ruangan. Belum ada tanda-tan

DMCA.com Protection Status